• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Perpustakaan

1. Pengertian Perpustakaan

Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai (Purwono, 2013: 3). Menurut Suwarno (2011: 14-15), perpustakaan merupakan suatu satuan kerja organisasi, badan atau lembaga. Satuan unit kerja tesebut dapat berdiri sendiri, tetapi dapat juga merupakan bagian dari organisasi di atasnya yang lebih besar.

Menurut Standar Nasional Perpustakaan yang disusun oleh Perpustakaan Nasional RI (2011: 2), perpustakaan adalah sebuah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Undang-undang No. 43 Pasal 1 tahun 2007 menyebutkan secara ringkas bahwa perpustakaan merupakan institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi pemustaka.

Sesuai dengan pendapat para ahli di atas, maka perpustakaan berarti suatu unit kerja yang mengelola informasi baik buku maupun bukan buku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi agar dapat dimanfaatkan oleh pemakainya.

2. Perpustakaan Sebagai Unit Kerja

Menurut Suwarno (2011: 15), ada beberapa kebutuhan pokok dalam membangun sebuah perpustakaan. Berikut beberapa kebutuhan pokok perpustakaan sebagi unit kerja.

a. Gedung (Ruangan)

Menurut Pedoman Perencanaan Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan (1986: 3-4), ruang (space) adalah tempat atau bagian tertentu dalam suatu gedung perpustakaan dipakai untuk meletakkan suatu barang atau yang mempunyai fungsi tertentu. Antara satu ruang dengan ruang yang lain dibatasi atau tidak dibatasi oleh pemisah/penyekat. Ruangan (room) adalah suatu ruang atau kumpulan ruang yang sekelilingnya dibatasi dinding/penyekat.

Gedung dan ruangan yang memadai dan cukup menampung koleksi pembaca, layanan, kegiatan pengolahan bahan pustaka, dan kegiatan administrasi. Perpustakaan yang berdiri sendiri biasanya memiliki sebuah bangunan sendiri, di desain khusus untuk perpustakaan dan dilengkapi dengan berbagai sarana, prasarana, perabot, dan perlengkapan yang diperlukan, serta persyaratan-persyaratan yang standar bagi perpustakaan.

Perpustakaan yang merupakan bagian dari suatu unit kerja memiliki ruangan-ruangan yang memadai, baik untuk menempatkan koleksi, semua inventaris dan barang yang ada, maupun untuk melayani pengunjung. Hal yang perlu dipahami adalah bahwa gedung atau ruangan yang representatif merupakan daya tarik tersendiri, baik bagi pegawai maupun pemakai perpustakaan. Berikut merupakan standar luas ruang gedung perpustakaan.

Tabel 6: Luas Ruang Gedung Perpustakaan

Jumlah Mahasiswa Luas Ruang ()

> 1.000 200 1.000-2.500 500 2.501-5.000 1.000 5.001-7.500 1.500 7.501-10.000 2.000 10.001-20.000 4.000

Sumber: Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun Perpustakaan Nasional RI tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas, maka luas ruang gedung perpustakaan dipengaruhi oleh jumlah pemakainya. Dalam membangun sebuah perpustakaan hendaknya memperhatikan luas ruang yang cukup menampung koleksi pembaca, layanan, kegiatan pengolahan bahan pustaka, kegiatan administrasi, dan dapat menampung para pegawai maupun pemakainya.

Lasa (2008: 147-149), menjelaskan bahwa ditinjau dari segi bangunan, perpustakaan merupakan suatu organisasi yang memiliki sub-sub sistem yang memiliki fungsi berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam perencanaan gedung dan ruang perpustakaan perlu memperhatikan fungsi tiap ruang, unsur-unsur keharmonisan dan keindahan interiornya. Ruang yang tertata dengan baik akan memberikan kepuasan kepada pemakainya (pegawai perpustakaan dan pengguna perpustakaan). Dalam

perencanaan bangunan atau ruangan perpustakaan perlu juga diperhatikan alokasi luas lantai, pembagian ruangan menurut fungsi, tata ruang, struktur, utilitas, pengamanan ruang, dan rambu-rambu.

Gedung/ruang perpustakaan perlu ditata sesuai kebutuhan dengan tetap mengindahkan prinsip-prinsip desain interior. Penataan itu dimaksudkan untuk memperoleh efektivitas kegiatan dan efisiensi waktu, tenaga dan anggaran, menciptakan lingkungan yang nyaman suara, nyaman cahaya, nyaman udara, dan nyaman warna, meningkatkan kualitas pelayanan, dan meningkatkan kinerja petugas perpustakaan.

b. Asas-asas Tata Ruang Perpustakaan

Menurut Lasa (2008: 149), dalam membangun ruang perpustakaan perlu diperhatikan asas-asas tata ruang, yakni asas jarak, asas rangkaian kerja, dan asas pemanfaatan sebagai berikut:

1) Asas jarak, yaitu suatu susunan tata ruang yang memungkinkan proses penyelesaian pekerjaan dengan menempuh jarak yang paling pendek.

2) Asan rangkaian kerja, yakni suatu tata ruang yang menempatkan tenaga dan alat-alat dalam suatu rangkaian yang sejalan dengan urutan penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan.

3) Asas pemanfaatan, yakni tata susunan ruang yang sepenuhnya menggunakan ruang yang ada.

Lasa (2008: 150), juga menjelaskan bahwa untuk memperlancar kegiatan pelayanan dan penyelesaian pekerjaan, dalam penataan ruangan perlu diperhatikan prinsip-prinsip tata ruang berikut ini:

1) Pelaksanaan tugas yang memerlukan konsentrasi hendaknya ditempatkan di ruang terpisah atau di tempat yang aman dari gangguan.

2) Bagian yang bersifat pelayanan umum hendaknya ditempatkan di lokasi yang strategis agar mudah dicapai.

3) Penempatan perabot, seperti meja, kursi, dan rak hendaknya disusun dalam bentuk garis lurus.

4) Jarak atau mebeler dengan yang lainnya dibuat agak lebar agar orang yang lewat lebih leluasa.

5) Bagian-bagian yang mempunyai tugas sama, hampir sama, atau merupakan kelanjutan, hendaknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan.

6) Bagian yang menangani pekerjaan yang bersifat berantakan, seperti pengolahan, pengetikan, dan penjilidan hendaknya ditempatkan di tempat yang tidak tampak oleh khalayak umum.

7) Apabila memungkinkan, semua petugas dalam suatu unit/ruangan duduk menghadap ke arah yang sama dan pimpinan duduk di belakang.

8) Alur pekerjaan hendaknya bergerak maju dari satu meja ke meja lain dalam satu garis lurus.

9) Ukuran tinggi, rendah, panjang, lebar, luas, dan bentuk perabot hendaknya dapat diatur lebih leluasa.

10)Perlu ada lorong yang cukup lebar untuk jalan apabila sewaktu-waktu terjadi kebakaran.

11)Bagian yang menimbulkan berisik/suara hendaknya ditempatkan di ruang terpisah.

12)Agar masyarakat segera mengetahui keberadaan perpustakaan, dalam penempatannya perlu dipilih lokasi yang strategis.

3. Desain Perpustakaan

Menurut Lasa (2008: 151), desain ruang perpustakaan juga perlu diperhatikan guna menunjang kemudahan akses dan pelayanan. Berikut desain perpustakaan yang perlu diperhatikan.

a. Pintu Utama

Letak perpustakaan hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan satu pintu. Di samping itu hendaknya diusahakan agar pemakai tidak usah berputar-putar lebih dahulu sebelum mencapai pintu masuk utama.

b. Kelenturan

Dalam usaha mengantisipasi perkembangan tuntutan informasi oleh masyarakat pemakai, maka dalam perencanaan perpustakaan dituntut adanya kelenturan yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengikuti perubahan kebutuhan dengan hanya mengubah strukturnya sedikit saja. Dengan demikian akan ada penghematan biaya.

c. Kesederhanaan Desain

Idealnya gedung perpustakaan itu tampak megah dan mudah dikenal dari kejauhan. Dalam desainnya perlu mempertimbangkan adanya perencanaan yang baik dengan kualitas bangunan yang tinggi, fungsi yang efektif dan prinsip kesederhanaan.

Ruang-ruangnya mudah diatur sehingga pemakai perpustakaan dapat menemukan dan mencapai tempat pelayanan (ruang sirkulasi, ruang referensi, ruang fotokopi, dan lainnya) dengan mudah.

d. Perluasan Otomasi

Otomasi perpustakaan merupakan tuntutan tersendiri yang perlu diantisipasi dengan perencanaan yang matang. Untuk itu hal-hal berikut ini perlu diperhatikan: 1. Ruang audio visual dengan penghawaan yang baik.

2. Fasilitas untuk memasang kabel-kabel agar lebih aman.

3. Mebeler; meja, kursi, almari, dan lainnya sebagai tempat komputer, video, disket, kaset, dan lainnya.

e. Area Pengembangan

Menurut Poole dalam Lasa (2008: 153), seorang konsultan perpustakaan dari UNESCO yang pernah ke Indonesia (14 April-10 Mei, dan 16 Juni-12 Juli 1980) menyarankan agar perluasan dan perkembangan perpustakaan dapat berhasil dengan baik, perlu disediakan tanah kosong yang cukup luas di sekitar gedung perpustakaan. Pemikiran ini untuk mengembangkan perpustakaan di masa mendatang yang memerlukan ruang yang lebih luas.

f. Kebutuhan Ruang

Kebutuhan ruangan untuk perpustakaan perguruan tinggi lebih variatif. Kebutuhan ini menurut Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 162 tahun 1967 tanggal 16 Desember 1967 ditetapkan bahwa kebutuhan luas lantai

bangunan perpustakaan Perguruan Tinggi berdasarkan perhitungan 1 m2/mahasiswa, akan tetapi menurut Memo Program Koordinatif Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 1984, kebutuhan ruang perpustakaan yang wajar seharusnya adalah 1,6 m2/pengguna (Depdiknas, 1994: 112) dalam Lasa (2008: 155). Ketentuan ini berlaku umum untuk akademi, sekolah tinggi, institut, maupun universitas tanpa memandang status dan nilai akreditasi perguruan tinggi yang bersangkutan, baik diploma maupun tingkat sarjana.

Menurut Thompson dalam Lasa (2008: 155), perlu dibedakan antara program diploma dan program pascasarjana. Disarankannya bahwa kebutuhan ruang perpustakaan untuk diploma dan sarjana adalah 1,223 m2/mahasiswa dan untuk mahasiswa pascasarjana memerlukan ruang seluas 3,253 m2/mahasiswa.

Menurut Poole dalam Lasa (2008: 155), seorang konsultan UNESCO bidang perpustakaan menyarankan tentang kebutuhan ruangan perpustakaan di Indonesia. Dianjurkan bahwa ruang-ruang khusus pandang-dengar dibutuhkan 3,0 m2/meja, ruang diskusi/seminar 2 m2/tempat duduk atau 1,9 m2/orang.

4. Tata Ruang Perpustakaan

Menurut Lasa (2008: 157), pada dasarnya kebutuhan ruang perpustakaan dialokasikan untuk koleksi, pemakai, staf, dan keperluan lain. Untuk itu perlu dipertimbangkan sistem pinjam yang dianut oleh suatu perpustakaan, dengan sistem pinjam terbuka (open access) atau sistem pinjam tertutup (closed access).

Apabila perpustakaan itu menganut sitem tertutup, maka alokasinya adalah 45% untuk koleksi, 25% untuk pengguna, 20% untuk staf, dan 10% untuk keperluan lain. Apabila suatu perpustakaan menganut sistem pinjam terbuka, maka alokasinya

diatur dengan pembagian 70% untuk koleksi dan pengguna, 20% untuk staf, dan yang 10% untuk keperluan lain (Depdikbud, 1994: 113) dalam Lasa (2008: 157). Berikut komposisi ruang dalam membangun sebuah perpustakaan.

Tabel 7: Komposisi Ruang Perpustakaan

Ruang Perpustakaan Jumlah (%)

Area koleksi 45%

Area pemustaka 25%

Area kerja 10%

Area lain/toilet, ruang tamu, seminar/teater, dan lobi 20%

Sumber: Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun Perpustakaan Nasional RI tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas, maka untuk jumlah area koleksi 45%, dalam membangun sebuah perpustakaan area untuk penempatan koleksi buku, jurnal, majalah, dan sebagainya menempati urutan pertama. Setelah itu prioritas lainnya adalah area pemustaka, area kerja, dan area lain/toilet, ruang tamu, seminar/teater, dan lobi. Menurut Lasa (2008: 157-160), dalam perencanaan ruangan perlu dipertimbangkan bahwa keserasian dalam penataan ruang akan mempengaruhi produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan kenyamanan pemakai. Untuk itu di dalam penataan ruang baca, ruang koleksi, dan ruang sirkulasi dapat dipilih dari sistem tata sekat, tata parak, dan tata baur seperti di bawah ini.

a. Sistem Tata Sekat

Yakni cara pengaturan ruangan perpustakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Dalam sistem ini, pengunjung tidak diperkenankan masuk ke ruang koleksi dan petugaslah yang akan mengambilkan dan mengembalikan koleksi yang dipinjam atau dibaca di tempat itu. Namun demikian

sistem ini bisa juga diterapkan pada sistem terbuka, yakni pemakai mengambil sendiri lalu dicatatkan/dilaporkan kepada petugas, selanjutnya petugaslah yang mengembalikan ke rak semula.

b. Sistem Tata Parak

Yakni suatu sistem pengaturan ruangan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca. Hanya saja dalam sistem ini, pembaca dimungkinkan untuk mengambil koleksi sendiri, lalu dicatat dan/atau dibaca di ruang lain yang tersedia. Cara ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menganut sistem pinjam terbuka.

c. Sistem Tata Baur

Yakni suatu cara penempatan koleksi yang dicampur dengan ruang baca agar pembaca lebih mudah mengambil dan mengembalikan sendiri. Sistem ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menggunakan sistem pinjam terbuka.

5. Koleksi Bahan Pustaka

Koleksi bahan pustaka adalah sejumlah bahan pustaka yang telah ada di perpustakaan dan sudah diolah (diproses) sehingga siap dipinjamkan atau digunakan oleh pemakai. Jika standar minimal koleksi sudah ditentukan, tentu selanjutnya adalah bagaimana pengembangannya karena perpustakaan lebih dikenal sebagai pusat informasi, pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan (Suwarno, 2011: 16).

Menurut Lasa (2008: 124-127), koleksi yang dibutuhkan oleh masing-masing perpustakaan berbeda satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan tingkat pendidikan pemakai, misi perpustakaan, pengelola, dan kemampuan dana.

Jenis dan jumlah koleksi perpustakaan menurut Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun oleh Perpustakaan Nasional RI tahun 2011 sebagai berikut:

a. Koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam terdiri atas fiksi dan non fiksi.

b. Koleksi non fiksi terdiri atas buku wajib mata kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala, muatan lokal, laporan penelitian, dan literatur kelabu.

c. Jumlah buku wajib dihitung menggunakan rumus 1 program studi × (144 sks dibagi 2 sks per mata kuliah) × 2 judul per mata kuliah = 144 judul buku wajib per program studi.

d. Judul buku pengembangan = 2 × jumlah buku wajib.

e. Koleksi AV (judul) = 2% dari total jumlah judul koleksi non AV.

f. Jurnal ilmiah minimal 1 judul (berlangganan atau menerima secara rutin) per program studi.

g. Muatan lokal (local content) yang terdiri dari hasil karya ilmiah civitas akademika (skripsi, tesis, disertasi, makalah seminar, simposium, konferensi, laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan lain-lain, pidato pengukuhan, artikel yang dipublikasi di media massa, publikasi internal kampus, majalah atau buletin kampus).

6. Perlengkapan dan Perabot Perpustakaan

Menurut Pedoman Perencanaan Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan (1986: 4), perabot (futniture) perpustakaan ialah barang-barang yang berfungsi sebagai wadah dan atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti: meja, kursi, rak buku, papan peragaan dan lain sebagainya. Sedangkan perlengkapan perpustakaan ialah barang-barang yang merupakan perlengkapan dari suatu komponen dan atau kegiatan perpustakaan, mesin ketik, komputer, layar proyektor, kartu katalog, kartu buku, lembar pengembalian (date due slip), dan sebagainya.

Menurut Suwarno (2011: 16), perlengkapan dan perabot harus dimiliki oleh perpustakaan, sekurang-kurangnya rak, meja baca, kursi untuk pegawai, lemari penyimpanan bahan pustaka, dan lemari katalog sehingga tugas-tugas dan fungsinya dapat berjalan. Kursi harus dirancang untuk mendukung beban dan bentuk pengguna dengan nyaman. Meja biasanya memiliki permukaan yang datar dan horizontal, didukung dari atas lantai. Meja harus memiliki atribut-atribut seperti: kekuatan dan stabilitas untuk mendukung benda yang digunakan, ukuran, bentuk, dan tinggi di atas lantai yang benar dan sesuai dengan penggunaan yang dimaksudkan, dan kontruksi dari material yang tahan lama. Ukuran rak-rak buku dan majalah dapat disesuaikan dengan keadaan perpustakaan. Semua perabot dan perlengkapan perpustakaan harus diorganisasikan dengan baik meliputi perencanaan pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemakaian, dan perawatannya. Semua proses itu merupakan sebuah sistem yang berjalan sistematis dan mekanistis agar terhindar dari mismanagement.

Perpustakaan menyediakan sarana perpustakaan disesuaikan dengan koleksi dan layanan,untuk menjamin keberlangsungan fungsi perpustakaan dan kenyamanan pemustaka, sepertitabel berikut.

Tabel 8: Rancangan Standar Sarana dan Prasarana Perpustakaan

No. Jenis Ratio Deskripsi

1. Perabot kerja 1 set/pengguna Dapat menunjang kegiatan memperoleh informasi dan mengelola perpustakaan. Minimum terdiri atas kursi dan meja baca pengunjung, kursi dan meja kerja pustakawan, meja sirkulasi, dan meja multimedia.

2. Perabot penyimpanan

1 set/perpustakaan Dapat menyimpan koleksi perpustakaan dan peralatan lain untuk pengelolaan perpustakaan. Minimum terdiri atas rak buku, rak majalah, rak surat kabar, lemari/laci katalog, dan lemari yang dapat dikunci.

3. Peralatan multimedia

1 set/perpustakaan Sekurang-kurangnya terdiri atas 1 set komputer.

4. Perlengkapan lain

1 set/perpustakaan Minimum terdiri atas buku inventaris untuk mencatat koleksi perpustakaan, buku pegangan pengolahan untuk pengatalogan bahan pustaka yaitu Bagian Klasifikasi, Daftar Tajuk Subjek dan Peraturan Pengatalogan, serta Papan Pengumuman.

Sumber: Rancangan Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi Program Pascasarjana dan Profesi, BSNP, 2011

Berdasarkan tabel di atas, rancangan standar sarana dan prasarana perpustakaan digunakan untuk menunjang kegiatan memperoleh informasi dan mengelola perpustakaan maupun menyimpan informasi. Dalam hal ini perabot, peralatan, dan perlengkapan sangat menunjang keberhasilan perpustakaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi pelayanan perpustakaan perlu memperhatikan standar ukuran perabot dan perlengkapan yang ada di perpustakaan, berikut adalah standar perabot dan perlengkapan pokok perpustakaan.

Tabel 9: Standar Perabot dan Perlengkapan Pokok di Perpustakaan

No.

Perabot dan Perlengkapan Pokok

Perpustakaan

Ukuran Perabot dan Perlengkapan Pokok Perpustakaan (dalam cm)

Panjang Tinggi Lebar

1. Meja pelayanan 100-125 75 75 2. Meja peminjaman - - - 3. Meja baca 120-180 75 90-120 4. Meja belajar 120 75 90 5. Meja katalog - - - 6. Kursi baca 40 90 40-45

7. Rak koleksi buku 200 185 25

8. Rak majalah 200 175-185 30-55

9. Rak penitipan 200 175 40

10. Papan pengumuman 240 200 10

11. Tangga injakan 60 20 30

Sumber: Standar Perabot dan Perlengkapan Pokok Perpustakaan yang Disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1986

Menurut Atmodiwiryo (2012: 77), perabot yang digunakan dalam ruang perpustakaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Mendukung kenyamanan pengguna dalam melakukan kegiatan. b. Memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran tubuh pengguna.

c. Terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan dan dipelihara, serta tidak mudah rusak.

d. Sebagian perabot harus cukup ringan sehingga mudah dipindah-pindahkan untuk mengantisipasi perubahan fungsi ruang perpustakaan.

e. Pemilihan warna perabot harus mendukung suasana ruang perpustakaan yang baik.

f. Perabot tidak boleh mengandung sudut-sudut tajam. g. Perabot perpustakaan tidak harus selalu baru dan mahal.

Alur, hubungan dan tata ruangan perpustakaan sesuai Pedoman Perencanaan Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan (1986: 115), sebagai berikut.

Masuk

Ruang pelayanan Ruang kerja

(sirkulasi/lobi)

Ruang koleksi Ruang baca Ruang umum, WC, dan lain-lain.

Gambar 1: Alur, Hubungan dan Tata Ruangan Perpustakaan

Diagram di atas menjelaskan bahwa setiap ruangan mempunyai hubungan yang sangat penting guna mempermudah akses lalu lintas antara pustakawan dan pengunjung perpustakaan. Penempatan setiap ruang harus memperhatiakan alur dan hubungan antara ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.

Menurut Pedoman Perencanaan Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan (1986: 115), penempatan perabot dan perlengkapan harus ditata dengan baik sehingga:

a. Tidak terjadi hambatan arus lalu lintas pemakai dan pelaksana kerja disetiap ruangan dan antar ruangan.

c. Terdapat keleluasan bergerak yang wajar dari pemakai perpustakaan maupun pelaksana kerja.

d. Adanya efisiensi pemakaian ruangan.

7. Mata Anggaran/Sumber Pembiayaan Perpustakaan

Menurut Standar Nasional Perpustakaan yang disusun oleh Perpustakaan Nasional RI (2011: 8), Perguruan tinggi mengalokasikan anggaran perpustakaan setiap tahun sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran perguruan tinggi di luar pengembangan fisik, untuk pengembangan perpustakaan. Ini merupakan sarana untuk menjamin tersedianya anggaran pendapatan dan belanja setiap tahun. Mata anggaran merupakan sumber pembiayaan dan pengembangan perpustakaan. Semakain besar mata anggaran, semakin membuat perpustakaan leluasa untuk mengolahnya dalam rangka memajukan perpustakaan. Perguruan tinggi mengalokasikan anggaran perpustakaan setiap tahun sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran perguruan tinggi di luar pengembangan fisik, untuk pengembangan perpustakaan (Suwarno, 2011: 16).

8. Tenaga Kerja Perpustakaan

Suwarno (2011: 16), menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah pelaksana kegiatan di perpustakaan. Tenaga kerja ini meliputi kepala perpustakaan, pejabat fungsional pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, dan tenaga administrasi. Semua tenaga kerja harus memenuhi persyaratan dan kualifikasi karena perpustakaan merupakan salah satu pekerjaan yang bersifat profesional-fungsional. Selain dipenuhinya persyaratan tersebut, perpustakaan juga harus memenuhi peraturan

perundang-undangan tentang kepegawaian yang berlaku. Semua tenaga kerja/karyawan merupakan komponen organisasi yang turut menentukan berkembang tidaknya sebuah perpustakaan.

Menurut Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun oleh Perpustakaan Nasional RI tahun 2011 menyatakan bahwa tenaga perpustakaan perguruan tinggi terdiri dari pustakawan, tenaga teknis perpustakaan (staf), dan kepala perpustakaan. Jumlah tenaga kerja sebagai berikut:

a. Perpustakaan dikelola oleh tenaga perpustakaan sekurang-kurangnya 2 orang pustakawan.

b. Untuk 500 mahasiswa pertama, 1 orang pustakawan dan 1 orang staf. c. Untuk setiap tambahan 2000 mahasiswa ditambahkan 1 orang pustakawan. d. Perpustakaan memberikan kesempatan untuk pengembangan sumber daya

manusianya melalui pendidikan formal dan nonformal kepustakawanan.

Dokumen terkait