• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang terdiri dari beberapa poin penting, antara lain (1) deskripsi data, (2) analisis data, (3) pembahasaan data. Deskripsi data yang terdapat dalam bab ini berisi pemaparan data yang diperoleh oleh peneliti. Analisis data dalam bab ini berisi analisis elemen yang ditemukan, pola-pola elemen konteks, dan fungsi konteks dari data yang diperoleh. Pada bagian pembahasan akan dipaparkan lebih lanjut mengenai hasil analisis data yang telah dilakukan. Adapun ketiga poin tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah rohaniwan dan umat yang berada di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul. Rohaniwan yang menjadi sumber data yakni suster dan romo. Data penelitian ini berupa tuturan yang dilakukan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul. Data tuturan yang digunakan tersebut mengandung elemen dan fungsi yang diperankan oleh konteks ekstralinguistik, yakni konteks sosial, konteks kultural, konteks sosietal dan konteks situasi. Data tuturan diperoleh selama bulan Desember 2018-Januari 2018. Jumlah keseluruhan data yang terkumpul adalah 30 tuturan. Data tersebut diperoleh dalam tuturan formal dan tuturan informal antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari

48

Gunungkidul. Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut elemen dan fungsi konteks ekstralinguistik yakni, konteks sosial, konteks kultural, konteks sosietal dan konteks situasi.

Dari 30 data tuturan yang dilakukan antara rohaniwan dengan umat, dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa macam konteks ekstralinguistik. Berdasarkan hasil analisis dari 30 data tuturan tersebut terdapat 10 konteks situasi, 7 konteks sosial, 3 konteks kultural dan 10 konteks sosietal. Setelah data-data tersebut diklasifikasi, peneliti menganalisis elemen-elemen konteks yang terdapat pada masing-masing data tuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul.

Klasifikasi konteks situasi didasarkan pada teori konteks situasi milik Cutting (2002) dalam Baryadi (2015: 32). Konteks situasi menyangkut hal yang diketahui pembicara tentang apa yang ada disekitar mereka, seperti pengetahuan fisik, sosial, psikologi dan waktu serta tempat tuturan dihasilkan. Adapun elemen konteks situasi yang selalu hadir dalam setiap konteks tuturan, antara lain (1) penyapa dan pesapa, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai tindak verbal. Sementara itu, terdapat satu elemen konteks situasi yang tidak selalu hadir dalam setiap tuturan. Elemen konteks situasi tersebut adalah tuturan sebagai tindak ujar.

Peneliti menemukan pola-pola elemen konteks situasi berdasarkan analisis tuturan. Pola-pola elemen tersebut adalah konteks yang mengandung lima elemen. Kelima elemen tersebut, meliputi penyapa dan pesapa, konteks tuturan, tujuaN

49

tuturan, tuturan sebagai tindak verbal, dan tuturan sebagai tindak ujar. Selain itu, peneliti juga menemukan pola yang mengandung empat elemen konteks situasi. Elemen tersebut, meliputi penyapa dan pesapa, konteks tuturan, tujuan tuturan, dan tuturan sebagai tindak verbal.

Adapun dari hasil analisis tuturan, terdapat beberapa fungsi konteks situasi yang diklasifikasikan, sebagai berikut: (1) fungsi memberikan informasi lanjutan, (2) fungsi menyampaikan pesan kepada peserta tutur, (3) memberikan motivasi, (4) fungsi memastikan.

Selanjutnya, dari data tuturan yang telah terkumpul terdapat 7 tuturan yang mengandung elemen konteks sosial dan fungsi konteks sosial yang terdapat pada tuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul. Klasifikasi elemen konteks sosial didasarkan pada teori konteks sosial milik Mey dalam Rahardi (2003: 15) bahwa konteks sosial merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar angota masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu sifatnya. Adapun elemen konteks sosial tersebut adalah (1) O1= penutur atau orang pertama, (2) O2= mitra tutur atau orang kedua, (3) E= emosi, (4) M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A = orang ketiga, (6) U= urutan tutur, (7) B= bab yang dibicarakan, (8) I= instrumen tutur, (9) C= cita rasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register, (12) A= aturan atau norma kebahasaan.

50

Adapun fungsi elemen konteks sosial dapat dijabarkan menjadi beberapa kategori, yakni (1) fungsi memberi informasi tambahan peristiwa sebelumnya, (2) fungsi memberikan keterangan keadaan/ situasi kondisi peserta tutur, (3) memberikan informasi tambahan pengetahuan peserta tutur, (4) fungsi memastikan. Keempat fungsi tersebut ditemukan dalam pertuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul.

Selanjutnya, terdapat 3 data tuturan yang mengandung elemen dan fungsi konteks kultural dalam pertuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul. Peneliti mengacu pada teori konteks kultural Halliday (1989) yang mengemukakan bahwa konteks kultural “context cultural is the institusional and ideological that give a value to the text and constrain its interpretation”. Artinya, konteks kultural merupakan suatu latar belakang institutional dan ideologis yang memberikan sebuah nilai pada suatu tuturan yang harus diinterpretasikan, karena sistem nilai tersebut menggambarkan suatu kebudayaan tertentu. Adapun elemen konteks kultural yang digunakan untuk menganalisis data tuturan data disingkat menjadi SPEAKING. Penjabaran SPEAKING dapat dijelaskan sebagai berikut (1) S= Setting and scene artinya latar dan suasana, (2) P= Participants atau peserta tutur, (3) E= Ends yaitu maksud dan tujuan, (4) A= Acts if sequence atau bentuk dan isi ujaran, (5) K= Key yakni nada, cara, dan semangat, (6) I= Instrument atau sarana atau alat yang digunakan, (7) N=

51

Norms yakni norma atau aturan sosial, (7) G= Genre atau jenis percakapan. Pola

SPEAKING merupakan pola yang memiliki delapan elemen lengkap.

Terdapat fungsi konteks kultural yang menjadi landasan dalam menganalisis data tuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul. Berikut beberapa fungsi konteks kultural yakni (1) fungsi memastikan informasi, (2) fungsi memberikan informasi tambahan pengetahuan peserta tutur.

Berdasarkan 30 data tuturan yang telah diklasifikasikan ke dalam beberapa elemen konteks ekstralinguistik, terdapat 10 tuturan yang mengandung konteks sosietal. Teori konteks sosietal yang dijadikan acuan oleh peneliti, yaitu Mey dalam Rahardi (2003: 15) mengungkapkan konteks sosietal merupakan konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan sosial relative (relative social rank) setiap anggota masyarakat di dalam institusi-institusi yang ada pada masyarakat dan lingkungan sosial tertentu. Oleh karena itu konteks sosietal muncul dari adanya kekuasaan atau

power yang diperoleh dari peran setiap individu di dalam masyarakat. Berdasarkan

data tuturan yang diperoleh, peneliti menemukan beberapa elemen yang konsisten hadir maupun yang tidak. Terdapat 12 elemen konteks sosietal yang peneliti gunakan untuk menganalisis data tuturan. Elemen tersebut dirumuskan menjadi memoteknik yang dikenal dengan istilah OOEMAUBICARA.

Data tuturan yang telah terkumpul kemudian dianalisis berdasarkan fungsinya. Adapun fungsi elemen konteks sosietal, antara lain (1) memberi informasi untuk

52

memperoleh keputusan, (2) fungsi memastikan, (3) memberikan informasi tambahan, (4) meminta bantuan. Keempat fungsi tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam menentukan fungsi konteks sosietal data tuturan antara rohaniwan dengan umat di Gereja Katolik Santo Petrus Kanisius Wonosari Gunungkidul.