• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Efektivitas Model Berdasarkan Hasil Analisis Kualitatif

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 104-109)

PSMP Masukan dar

PENINGKATAN HASIL TES UJI COBA DARI TAHAP I KE TAHAP II KELOMPOK TEKNIK PENDINGIN

2. Deskripsi Efektivitas Model Berdasarkan Hasil Analisis Kualitatif

Deskripsi efektivitas model pada penelitian ini pun akan menyertakan deskripsi hasil analisis kualitatif berupa respon atau tanggapan dari pihak-pihak yang terlibat dengan pelaksanaan pelatihan di PSMP Handayani Jakarta.

a. Tangapan atau Respon Kepala PSMP Handayani

tunalaras yang telah diterapkan dan dikembangkan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta merupakan sebuah model pelatihan yang baik. Pelaksana pelatihan dapat mengikuti dan melaksanakan setiap tahapan pelatihan ini dengan terencana, tepat, dan terstruktur. Pelaksana pelatihan kecakapan hidup di PSMP menjadi berhasil.

Pada tahap perencanaan, mode tersebut mampu menyuguhkan persiapan yang lengkap dalam menyelenggarakan sebuah pelatihan. Tahap perencanaan yang meliputi tujuan, sasaran, kurikulum, dan tata laksana pelatihan sangat tertata sehingga segala persiapan yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut menjadi lengkap.

Pada tahap pelaksanaan, model tersebut mampu menyelenggarakan pelatihan yang komunikatif, integratif, dan efesien. Tatanan pelatihan mulai tutor, warga belajar, dan suasana pelatihan mampu memberi kesan bahwa pelatihan tersebut terselengara dengan baik. Penambahan materi kecakapan hidup dan kewirausahaan, memungkinkan warga belajar siap menhgadapi dunianya di masa yang akan datang.

Pada tahap evaluasi, peltihan dengan model tersebut mampu mengukur kemampuan siswa secara lengkap dan utuh. Dengan sistem penilaian yang komprehensif, meliputi empat kecakapan hidup, maka hasil evaluasi ini dapat menggambarkan kondisi nyata para warga belajar.

Warga belajar belajar di PSMP ini adalah anak tunalaras. Salah satu karakteristik anak tunalaras adalah adanya penyimpangan perilaku yang memerlukan bimbingan dari berbagai pihak, orang tua, masyarakat, pemerintah,

khusunya panti-panti. Oleh karena itu, model pelatihan kecakapan hidup yang diterapkan oleh peneliti akan kurang lengkap apabila tidak disertasi oleh adanya keberlanjutan atau kesinambungan berbagai pihak. Model ini apabila diterapkan dapat dikembangkan dengan melibatkan keluarga, masyarakat, dan lembaga (instansi pemerintah) untuk mengontrol para warga belajar. Ada pun bentuk dan strateginya dapat dikembangkan kemudian hari. Yang penting, kontrol atau pengawasan dari pihak tersebut menjadi sebuah faktor penambah kelengkapan model tersebut.

Di sisi lain, warga belajar yang tunalaras tersebut pun, memerlukan adanya sarana untuk pengembangan potensi diri bahkan jika memungkinkan adanya pengembangan usaha. Potensi diri berkenaan dengan penyediaan peluang dalam bentuk pemberian pekerjaan. Denga bekal pelatihan yang dilaksanakan di PSMP, warga belajar telah memiliki potensi berupa keahlian yang dipilihnya sehingga tidak akan bermanfaat apabila tidak dikembangkan. Di pihak lain, jika warga belajar tidak mau bekerja, maka patut pula diberi kesempatan untuk mengembangkan usaha. Pengembangan usaha yang sesuai dengan karakteristik warga belajar. Selain itu, dapat pula kembangkan usaha secara berkelompok dalam sebuah ikatan usaha bersama.

b. Ketua Pelaksana Program Pelatihan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup merupakan ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan bermartabat. Kecakapan hidup merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai

warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.

Kaitannya dengan pelaksanaan pelatihan kecakapn hidup yang telah dilaksanakan di PSMP ini, penyelenggaraannya telah sesuai dengan konsep tersebut. Keterampilan warga belajar yang dikembangkan meningkat baik secara terjemahan angka-angka, maupun dengan hasil unjuk kerja berupa hasil tes keterampilan.

Bagi kami, model pelatihan tersebut sangat aplikatif, sistematis, komprehensif, dan mudah dilaksanakan. Model ini akan menjadi panduan bagi kami dalam menyelenggarakan sebuah pelatihan. Akan tetapi, agar pelatihan ini menjadi lebih efektif dan dengan dasar pengalaman menyelenggarakan pelatihan selama ini, warga belajar hendaknya tidak dijadikan sebagai objek pelatihan seperti siswa di sekolah. Dalam pelatihan tersebut warga belajar tidak ditargetkan untuk mencapai tujuan tertentu saja akan tetapi yang perlu ditargetkan adalah dampak pelatihan untuk masa depan warga belajar. Oleh karena itu, model ini harus menyertakan adanya pengawasan secara berkelanjutan, membina komunikasi dengan warga belajar sampai batas wajtu tertentu, dan adanya fasilitas dari penyelenggara pelatihan (PSMP) agar warga belajar memiliki peluang untk bekerja atau menciptakan lapangan usaha.

c. Pengurus Asrama Program Pelatihan

Salah satu karakteristik anak tunalaras adalah perilakunya yang tidak diharapkan oleh lingkungan, sering bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tempat dia berada. Tingkah lakunya sering membuat

orang menjadi marah karena merasa terganggu atau dirugikan, dan mereka cenderung berhubungan dengan otorita, seperti polisi, pengadilan, guru atau orang tua. Anak tunalaras ini prestasinya di sekolah cenderung menurun dan dijauhi oleh teman-temannya sehingga mereka membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak tunalaras yang ditampung di panti rehabilitasi sosial diharapkan mereka memiliki seperangkat keterampilan teknis yang harus dimiliki anak untuk melaksanakan tugas perkembangannya sebagai individu yang memiliki kualitas SDM yang bisa bersanding dan bersaing.

Pelatihan kecakapan hidup yang diselenggarakan peneliti secara psikologis mampu mengurangi perilaku warga belajar yang kurang baik. Dengan adanya kesibukan berupa latihan-latihan, maka perilaku warga belajar menjadi terkontrol. Pelatihan ini mampu mewadahi warga belajar dalam mengembangkan potensi dan keterampilannya. Akan tetapi, pelatihan ini harus mampu menjaga sikap warga belajar agar tidak kembali menjadi anak tunalaras. Oleh karena itu, hendaknya lembaga penyelenggara pelatihan menjadi jembatan penghubung kelangsungan hidup warga belajar setelah terjun ke masyarakat melalui program monitoring atau bimbingan terpimpin. Program monitoring ini diperkukan agar warga belajar mampu mengembangkan segala potensinya dengan arahan dan bimbingan lembaga sebagai pengendalinya.

d. Tutor dan Sumber Belajar Program Pelatihan Kecakapan Hidup

Interaksi tutor sebagai sumber belajar dengan warga belajar tunalaras berlangsung dengan baik. Dalam kemasan model pelatihan kecakapan hidup yang telah diselenggarakan oleh peneliti, pelatihan berlangsung dengan baik dan lancar.

Keterampilan warga belajar meningkat dengan cepat. Keterampilan teknik las, teknik otomotif, dan teknik pendingin pada setiap kelompok warga belajar dapat dikuasai dengan baik sehingga apabila bekerja atau terjun membuka usaha pada tingkatan standar sudah cukup.

Modal keterampilan yang telah dimiliki warga belajar akan menjadi lebih baik lagi apabila lembaga (pemerintah atau swasta) mampu memfasilitasi warga belajar dalam mengembangkan potensinya. Lembaga tersebut hendaknya menjadi sarana suksesnya warga belajar. Salah satu langkahnya adalah mengadakan pengawasan perilaku warga belajar setelah dilepas dari panti dan membuka peluang untuk mengembangkan potensinya.

Pemikiran tersebut lahir dari keyakinan bahwa warga belajar akan berkembang kecakapan hidupnya apabila difasilitasi oleh lembaga dan adanya keberlanjutan pengawasan perilakunya. Kalau tidak diarahkan warga belajar tunalaras bukan tidak mungkin akan kembali menjadi sosok manusia yang mempunya penyimpangan perilaku.

E. Model yang Direkomendasikan

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 104-109)