• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Khusus

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 144-148)

Model empirik (lihat di file gambar model)

F. Pembahasan Hasil Penelitian 1 Pembahasan Umum

2. Pembahasan Khusus

PSMP Handayani adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis yang menangani permasalahan anak nakal dengan maksud untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia. Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap anak yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Maksud tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat tercipta suatu pelayanan yang komprehensif dan berorientasi pada kepentingan penerima pelayanan.

Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial

kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi.

Dalam Keputusan Menteri No. 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial ditetapkan bahwa Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Pengembangan model pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta bertujuan agar warga belajar diharapkan menguasai empat kecakapan secara komprehensif yakni kecakapan akademik, kecakapan vokasional, kecakapan personal, dan kecakapan sosial. Melalui pelatihan kecakapan hidup ini diharapkan warga belajar memiliki kemandirian untuk memasuki dunia kerja atau berusaha mandiri minimal untuk dirinya sendiri dan keluarganya serta dapat dikembangkan untuk membuka lapangan kerja sehingga warga belajar memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak.

Berdasarkan hasil studi terhadap objek penelitian dan beberapa literatur yang berkenaan dengan penyelenggaraaan kecakapan hidup di PSMP Handayani

Jakarta, ternyata masih menghadapi berbagai masalah dalam pengembangannya. Secara mendetail permasalahan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Proses penyusunan rencana program kegiatan PSMP tidak melibatkan warga belajar secara intensif.

b. Tidak mengadakan tes keterampilan awal warga belajar sehingga tidak diketahui keterampilan siap warga belajar.

c. Materi-materi program pelatihan yang akan dikembangkan tidak dibuat secara terencana dan sistematis.

d. Tidak merumuskan tujuan kegiatan/program secara eksplisit yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kemandirian berwirausaha warga belajar. e. Nara sumber teknis tidak mempersiapkan rencana pelatihan dalam bentuk

tertulis baik dalam modul atau kemasan lainnya.

f. Tidak mempersiapkan proses evaluasi program secara sistematis. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap aspek- aspek pengembangan evaluasi pelatihan secara terintegrasi.

g. Ada kecenderungan nara sumber teknis (tutor) tidak menguasai azas-azas pelatihan dengan sistem tutorial, baik pada tahapm perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

h. Nara sumber teknis tidak pernah menjelaskan tujuan pelatihan nya secara detail sehingga kurang menggugah rasa keingintahuan warga belajar.

i. Kegiatan pelatihan dan PKH hanya bertumpu pada praktik dan penguasaan keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan ototmotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin sehingga hanya bersifat praktik dan warga

belajar belum memiliki sikap kemandirian.

j. Proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang terpadu. Sebagian besar hanya bertumpu pada kegiatan praktek sehingga tidak menampakkan proses pelatihan dengan model tertentu.

k. Tidak dibuatkannya rencana evaluasi secara terpadu atau terintegrasi yang komprehensif, sehingga tolok ukur kriteria penilaiannya tidak jelas.

Permasalahan tersebut di atas, akan menjadi faktor-faktor penghambat atau kendala perkembangan PSMP dalam menunjang pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan nonformal. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional pada jalur PLS, khususnya pada PSMP banyak bergantung kepada berbagai faktor, baik secara internal sistem PSMP maupun faktor-faktor eksternal sistem PSMP. Salah satu faktor kunci (the key factor) yang berasal dari “internal sistem " PSMP adalah pola pengembangan program dan efesiensinya terutama yang berkenaan dengan pendidikan kecakapan hidup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecakapan hidup warga belajar melalui model tersebut memberikan manfaat bagi upaya peningkatan pemerolehan dan peningkatan keterampilan warga belajar. Untuk memberikan penilaian atas model pelatihan kecakapan hidup sebagai suatu altematif pendidikan luar sekolah, perlu diapresiasi melalui kajian teoritis. Untuk kepentingan itu, efektivitas model dapat analisis dengan menggunakan pendekatan dan keterkaitan komponen pendidikan luar sekolah antara lain yaitu: masukan (input), proses

Melalui pendekatan andragogik yang dikembangkan dalam model pelatihan kecakapan hidup, setahap demi setahap terjadi perubahan orientasi pada diri warga belajar mulai bergeser. Kondisi tersebut tampak pada tingginya minat mereka untuk belajar berbagai hal yang berkenaan dengan upaya-upaya yang sekiranya dapat mengembangkan usaha produktifnya. Perubahan sebagaimana diuraikan di atas, tidak terlepas dari peran dan posisi sumber belajar. Fasilitator dalam proses belajar aktif berbeda dengan guru dalam pengajaran secara tradisional. Dalam pengajaran tradisional seorang guru menyampaikan pengetahuannya kepada murid. Sedangkan dalam proses belajar aktif, seorang fasilitator membantu kelompok (memfasilitasi) peserta pelatihan mencari dan menemukan ide-ide sendiri serta menyimpulkannya.

Hasil pengamatan, peran fasilitator sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar sesuai prosedur yang ditetapkan dalam model yang dikembangkan. Dalam praktiknya, fasilitator memberikan bantuan kepada warga belajar untuk memecahkan masalah yang menjadi kendala dan tidak pernah mendahului dalam membuat kesimpulan. Selama proses, fasilitator senantiasa memperbaiki pandangan-pandangan yang salah pada saat yang tepat dalam proses diskusi maupun kegiatan lain selama pembelajaran berlangsung. Kehadiran fasilitator dalam proses pelatihan hidup sangat menentukan motivasi belajar peserta dan keberlangsungannya.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 144-148)