• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bagian ini mengemukakan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengembangan model pelatihan kecakapan hidup dalam peningkatan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta. Fokus utama penelitian ini adalah apakah benar terdapat kecenderungan umum model pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta dapat memberikan pertumbuhan atau kemampuan dalam peningkatan kemandirian pada anak tunalaras?

Penyajian pada bab ini akan dibagi ke dalam dua bagian, bagian pertama menyaikan data hasil penelitian dan bagian kedua menyajikan pembahasan hasil penelitian.

A. Deskripsi Profil Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Sebagaimana dikemukakan pada bagian sebelumnya, penelitian ini dilakukan terhadap Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta, gambaran dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk deskripsi hasil penelitian.

(2)

1. Data yang berhubungan dengan kondisi objektif pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta;

2. Data yang berhubungan dengan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup; dan

3. Data yang berhubungan dengan implementasi model pelatihan kecakapan hidup.

Telaah penelitian terhadap kondisi objektif pelatihan kecakapan hidup dan profil Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta akan berkenaan dengan komponen-komponen pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup yang selama ini dilaksanakan (analisis deskriptif).

Telaah penelitian mengenai pengembangan model pelatihan kecakapan hidup, akan berkenaan dengan tiga komponen kegiatan yakni telaah terhadap:

1. Komponen perencanaan program; 2. Komponen pelaksanaan; dan 3. Komponen evaluasi kegiatan.

Pada komponen perencanaan program, hal-hal yang menjadi fokus kajian penelitian ini adalah:

1. Jenis kegiatan pada tahap perencanaan, 2. Materi yang diprogramkan,

3. Alokasi waktu yang ditetapkan, 4. Tenaga yang dipersiapkan, 5. Pembiayaan,

(3)

7. Evaluasi,

8. Sarana-prasarana yang dipersiapkan untuk kegiatan pelatihan.

Pada komponen pelaksanaan kegiatan, hal-hal yang menjadi fokus telaah dalam penelitian ini diarahkan pada:

1. Materi-materi yang diberikan dalam PKH,

2. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi, 3. Media yang digunakan dalam proses pelatihan, 4. Waktu yang digunakan dalam proses pelatihan, 5. Tenaga pembimbing atau nara sumber teknis, dan

6. Tingkat partisipasi peserta; meliputi kehadiran dan keaktifan selama mengikuti proses pelatihan.

Pada komponen evaluasi, hal-hal yang menjadi fokus telaah dalam penelitian ini diarahkan pada:

1. Jenis evaluasi;

2. Waktu pelaksanaan evaluasi; dan

3. Kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi hasil penelitian terhadap keterlibatan peserta dalam proses pelatihan dan kemandirian peserta setelah mengikuti pelatihan.

1. Deskripsi Umum Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta a. Sejarah Berdirinya Panti

(4)

yang diresmikan tanggal 21 Desember 1959 dengan nama Pilot Proyek Karang Taruna Marga Guna dengan Surat Keputusan Kepala Jawatan Pekerjaan Sosial No. 3/BUL-DJPS-A/62.

Melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-49/4479 tanggal 30 Oktober 1965 selanjutnya ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna yang terdiri dari Taman Rekreasi Sehat Anak-anak Dwikora, Observation Home untuk anak-anak Tuna Sosial, Camp pendidikan dan latihan kerja untuk anak-anak mogok (drop out), serta Usaha Kesejahteraan Wanita/gadis desa/LSD.

Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968 menetapkan proyek tersebut menjadi Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani, Camp pendidikan dan latihan kerja anak-anak mogol, Sanggar rekreasi sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja (termasuk Pramuka) dari Jakarta dan sekitarnya, serta Pusat Pendidikan, kursus-kursus dan upgrading

petugas Direktorat Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen Sosial.

Pada rapat dinas staf Direktorat Kesejahteraan Anak dan Taruna dengan staf Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna tanggal 18 Oktober, 30 Oktober dan 5 Nopember 1971, dihasilkan suatu keputusan bahwa mulai tanggal 1 Desember 1971 kegiatan proyek tersebut menjadi :

1) Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani sebagai kegiatan pokok.

(5)

Terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 1975 yang salah satunya melahirkan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial di dalam Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial, maka nama Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial dirubah menjadi Panti Rehabilitasi Sosial Anak Nakal (PRAN) Wisma Handayani. Tahun 1983 secara resmi PRAN Wisma Handayani dialihkan statusnya dari pengolahan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta.

Selanjutnya melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI Nomor : 06/KEP/BRS/IV/1994 tanggal 1 April 1994 dan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 14/HUK/1994 tanggal 23 April 1994 tentang pembakuan penamaan Panti/Sasana, Panti Rehabilitasi Anak Nakal Wisma Handayani berubah menjadi Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Berdasarkan keputusan tersebut, garis koordinasi pertanggungjawaban panti kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial DKIJakarta.

b. Maksud dan Tujuan

Dalam mengemban amanat UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum Departemen Sosial merupakan leading sector dalam mengembangkan Usaha Kesejahteraan sosial.

(6)

PSMP Handayani adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis yang menangani permasalahan anak nakal dengan maksud:

1) Untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia.

2) Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap

anak yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk

berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat.

Maksud tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat tercipta suatu pelayanan yang komprehensif dan berorientasi pada kepentingan penerima pelayanan.

Tujuan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya.

c. Fungsi

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi.

(7)

Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial ditetapkan bahwa Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Departemen sosial RI (dalam Profil PSMP Handayani, 2006: 4-5) menjabarkan peran, fungsi dan tugas panti sosial percontohan adalah sebagai berikut:

1) Sebagai Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial, fungsi dan tugasnya adalah sebagai berikut:

a) Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perorangan, kelompok dan masyarakat.

b) Penyembuhan dan pemulihan sosial.

c) Penyantunan dan penyediaan bantuan sosial. d) Mengadakan bimbingan lanjut.

(8)

a) Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang masalah kesejahteraan sosial.

b) Menyelenggarakan konsultasi sosial bagi masyarakat.

3) Sebagai Pusat Pengembangan Kesejahteraan Sosial, fungsi dan tugasnya adalah :

a) Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial. b) Mengembangkan metode pelayanan sosia.

Panti Sosial sedikitnya memiliki ketiga fungsi tersebut. Namun demikian menurut Siahaan, yang dikutip oleh Tim Peneliti di Badan Pelatihan dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Depsos RI (dalam Profil PSMP Handayani, 2006: 5) sesungguhnya masih ada satu fungsi lagi yang ada dalam sebuah Panti, yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan. Menurutnya, hal itu mengingat bahwa dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, baik kepada klien secara langsung maupun kepada tenaga di luar Panti dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial.

d.Sasaran Garapan

(9)

nakal. Dengan demikian partisipasi aktif dari keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberhasilan proses pelayanan. Sasaran garapan dalam penanganan anak nakal meliputi :

1) Anak nakal

Anak nakal yang dapat memperoleh pelayanan di PSMP Handayani meliputi:

a) Anak nakal yang berusia 10-18 tahun dan belum

menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Bagi mereka diberikan pelayanan pendidikan setaraf Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) umum.

b) Anak nakal yang berusia 16-21 tahun dan minimal telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bagi mereka diberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja.

c) Anak nakal yang berkonflik dengan hukum, meliputi : (1) Sedang dalam proses penyidikan oleh polisi.

(2) Sedang dalam proses pengadilan jaksa penuntut umum. (3) Menjalani putusan hakim.

(4) Setelah selesai menjalani pidana anak. 2) Orang tua anak nakal

(10)

Untuk mencapai hal itu, maka PSMP Handayani melaksanakan kegiatan motivasi dan konsultasi keluarga melalui home visit secara berkala.

3) Masyarakat

Lingkungan masyarakat juga memiliki peran penting untuk mencegah timbulnya permasalahan kenakalan anak. Ini dimungkinkan dengan adanya berbagai upaya memberikan kesempatan kepada anak nakal untuk mengaktualisasikan diri mereka di dalam kehidupan masyarakat.

PSMP Handayani telah melakukan berbagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat termasuk dunia usaha (bengkel-bengkel skala kecil dan menengah) di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya agar dapat menerima eks anak nakal mengikuti program magang. Lebih lanjut diharapkan dapat memberikan lapangan kerja bagi mereka.

4) Instansi/lembaga yang berwenang menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan,

BAPAS/RUTAN dan LAPAS Anak) yang memiliki tugas dan

kewenangan menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum agar lebih cepat tertangani demi kepentingan terbaik bagi anak.

e. Persyaratan dan Calon Klien

Anak nakal yang dapat diberikan pelayanan memiliki dua klasiflkasi rujukan:

(11)

2) Rujukan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rumah Tahanan

(RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM.

Bagi calon penerima pelayanan diharapkan dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Laki-laki/Perempuan 2) Usia 10 s/d 21 tahun

3) Sehat fisik dan mental, tidak menderita penyakit kronis/menular berdasarkan Surat Keterangan Sehat dari Dokter Puskesmas/Rumah Sakit.

4) Menanda tangani surat pernyataan sanggup mengikuti program rehabilitasi sosial.

5) Surat Penyerahan dari orang tua/wali/lembaga.

6) Bila masih sekolah (kelas V SD s/d kelas III SLTP), harus melampirkan surat pindah dan raport.

7) Pas photo ukuran 4 x 6 (4 lembar) dan 2 x 3 (2 lembar). 8) Lulus Seleksi.

f. Pelayanan

(12)

1) Sub Bagian Tata Usaha

Tugasnya mencakup persiapan sarana dan prasarana pelayanan seperti sarana fisik dan SDM. Tugasnya meliputi penyiapan asrama, kebutuhan fisik (makan) klien, sarana dan prasarana ketrampilan.

2) Seksi Program dan Advokasi Sosial (PAS).

Tugasnya melakukan persiapan perencanaan program baik program yang berkaitan dengan operasional perkantoran maupun program rehabilitasi sosial secara keseluruhan.

3) Seksi Rehabilitasi Sosial

Tugasnya melakukan bimbingan rehabilitasi sosial langsung kepada klien. Bimbingan yang dilaksanakan meliputi bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.

Tahapan proses pelayanan rehabilitasi sosial di PSMP Handayani adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan Awal

Merupakan kegiatan penjangkauan (out reach) klien. Pendekatan awal dilakukan dengan langsung mendatangi lokasi dimana terdapat permasalahan anak nakal. PSMP Handayani bekerja sama dengan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam melakukan seleksi.

2) Penerimaan

(13)

dilakukan pemeriksaan berkas kelengkapan administrasi. 3) Pengasramaan

Calon klien yang telah lulus seleksi maupun sudah memenuhi kelengkapan persyaratan ditempatkan di asrama. Pengasramaan di PSMP menganut sistem kepengasuhan dimana klien tinggal bersama-sama keluarga asuh sebagai keluarga pengganti.

4) Orientasi

Pada awal proses pelayanan, klien diwajibkan mengikuti orientasi selama kurang lebih dua minggu. Materi pada saat orientasi bertujuan untuk memberikan gemblengan disiplin kepada klien sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan pola pelayanan yang teratur dan sistematis. Pemberi materi terdiri dari Pihak Koramil, Kepolisian Sektor Cipayung dan pegawai yang ditunjuk.

5) Assesmen

Langkah awal dalam proses pelayanan adalah kegiatan assesmen dengan tujuan untuk mengungkap dan memahami latar belakang permasalahan klien. Tujuan assesmen adalah untuk dapat menentukan fokus masalah sehingga dapat menentukan jenis pelayanan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan klien.

6) Perumusan Rencana Intervensi

(14)

berdasarkan tingkat kedalaman masalah.

7) Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan Ketrampilan

Berdasarkan rumusan rencana intervensi yang telah disusun oleh pekerja sosial, klien selanjutnya memperoleh bimbingan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional sesuai dengan minat dan bakatnya. Sedangkan bagi warga belajar usia sekolah diharuskan mengikuti kegiatan belajar mengajar di SLB-E Handayani. Bimbingan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional di PSMP Handayani dilaksanakan secara terintegrasi.

8) Resosialisasi

Pada tahap resosialisasi, PSMP Handayani melakukan sosialisasi terhadap keluarga, masyarakat dan pihak dunia usaha yang dapat memberikan dukungan bagi perkembangan maksimal klien. PSMP Handayani telah menjalin kerjasama dengan berbagai bengkel kecil dan menengah di wilayah DKI Jakarta untuk dapat menerima klien magang (praktik belajar kerja). Selanjutnya diharapkan mereka dapat memberikan lapangan kerja bagi eks klien.

9) Penyaluran

(15)

pada bengkel-bengkel yang menerima mereka bekerja. 10) Bimbingan Lanjut

Tahap ini merupakan tahap untuk mengadakan evaluasi dan monitoring terhadap eks klien. Pihak PSMP Handayani melakukan bimbingan lanjut secara berkala dalam waktu satu tahun setelah klien disalurkan. Tujuannya adalah memantau perkembangan klien baik di lingkungan rumah maupun lingkungan tempat kerja. PSMP Handayani harus mampu memaksimalkan kondisi lingkungan yang dapat menjaga konsistensi perubahan perilaku. 11) Terminasi

Setelah melalui masa bimbingan lanjut selama satu tahun dan dinilai bahwa eks klien sudah memiliki kemampuan untuk mandiri maka dilakukan terminasi.

12) Pengarsipan data klien

Pengarsipan data klien dilakukan mulai tahap penerimaan. Untuk persyaratan awal masuk panti file klien dihimpun oleh Seksi PAS dan selanjutnya diserahkan kepada pekerja sosial yang menangani klien. Untuk perkembangan selanjutnya sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab pekerja sosial. Meskipun file klien lengkap ada di pekerja sosial tetapi masing-masing bagian seperti Seksi Rehabilitasi Sosial, Tata Usaha dan PAS juga melakukan pengarsipan.

g. Daya Tampung

(16)

eselonering III tipe A, kapasitas tampung ditetapkan sebanyak 100 klien. Kapasitas tersebut terisi dari pelayanan yang sifatnya reguler dan pelayanan pengembangan. Pelayanan reguler merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada anak nakal rujukan dari masyarakat dan BAPAS/LAPAS dalam suatu periode tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing anak.

Pelayanan pengembangan sifatnya lebih multi sektoral yang meliputi pelayanan bagi remaja putus sekolah terlantar, penyandang cacat rungu wicara, karang taruna yang diselenggarakan secara insidental yang difokuskan pada pelatihan kecakapan vokasional teknik pendingin, las dan service motor. Pelayanan ini dilakukan bekerja sama dengan berbagai orsos/ormas/lembaga pemerintah yang ada. Tujuannya agar dapat memberikan respon positif terhadap masyarakat lingkungan sekitar panti.

h. Sarana dan Prasarana

Sebagai panti percontohan, PSMP Handayani telah dilengkapi berbagai sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mendukung proses pelayanan. Berbagai upaya pembenahan sarana dan prasarana terus dilakukan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Beberapa sarana dan prasarana yang ada tersebut adalah:

1) Sarana gedung yang cukup representatif.

2) Sarana peralatan yang sesuai dengan tuntutan jaman.

3) Kondisi lingkungan yang cukup nyaman, asri dan jauh dari kebisingan.

(17)

i. Personalia

Daya Manusia merupakan penggerak utama suatu program. Dalam melaksanakan pelayanan sosial terhadap anak nakal, diperlukan SDM dengan kualitas yang cukup handal. Dukungan SDM/personalia di PSMP Handayani dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

TABEL 4.1

DATA PERSONALIA PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

NO TINGKAT PENDIDIKAN / JURUSAN JUMLAH

1. S2 Kessos 2

Jumlah pegawai tersebut terbagi dalam berbagai jabatan antara lain jabatan struktural, jabatan fungsional dan staf. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

TABEL 4.2

DATA PERSONALIA BERDASARKAN JABATAN DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

NO JABATAN JUMLAH

1. Jabatan Struktural 4

2. Jabatan fungsional pekerja sosial 12

3. Staff 17

JUMLAH 33

(18)

Jumlah pekerja sosial yang ada di PSMP Handayani adalah 12 orang. Perbandingan pekerja sosial dengan jumlah klien adalah satu orang pekerja sosial menangani delapan sampai sembilan orang klien.

j. Jaringan Kerja

Dalam mengembangkan profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak nakal, PSMP Handayani perlu mengembangkan jaringan kerja baik dengan instansi pemerintah, pemerintah daerah, orsos, LSM maupun organisasi kemasyarakatan. Sejalan dengan konsep multi layanan yang harus dilaksanakan jaringan kerja menjadi sangat penting. Ini berkaitan dengan sasaran garapan yang akan diberikan pelayanan. Jaringan kerja yang telah dikembangkan oleh PSMP Handayani dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya adalah :

1) Instansi pemerintah lain seperti dengan Ditjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM dalam pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu juga berkoordinasi dengan Depatrtemen Pendidikan Nasional (Direktorat Pendidikan Dasar) dalam pembinaan anak SLB-E.

2) Dinas Sosial wilayah propinsi maupun Kabupaten/Kotamadya dalam kegiatan penjangkauan klien.

3) Orsos/Ormas/LSM, Dewan Kelurahan, Sanggar Kegiatan Belajar dalam kegiatan rujukan klien.

(19)

5) Kalangan Akademisi seperti Universitas Indonesia, UPI Bandung, STKS Bandung, IISIP Jakarta, Universitas Persada YAI dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan bagi mahasiswa dan warga belajar.

k. Penyaluran Klien

Setelah melalui serangkaian proses pembinaan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional klien akan disalurkan. Untuk dapat disalurkan sebelumnya klien mengikuti Program Praktik Belajar Kerja (PBK) di perusahaan/bengkel yang sesuai dengan bidang kecakapan vokasional yang diperoleh. Selama menjalani proses pembinaan dan mengikuti PBK, pekerja sosial melakukan pemantauan terhadap perkembangan klien. Hasil pemantauan tersebut yang akan menjadi dasar bagi penentuan penyaluran. Klien yang telah selesai masa pembinaan dapat disalurkan pada :

1) Perusahaan/bengkel kerja

2) Sekolah-sekolah formal untuk melanjutkan jenjang pendidikan klien. 3) Organisasi sosial/ yayasan untuk mendapatkan pelayanan lanjutan. 4) Orang tua.

l. Indikator Kinerja

1) Semakin meningkatnya prosentase anak nakal yang telah mendapat pelayanan dan rehabilitasi sosial.

(20)

3) Terbangunnya jaringan kerja yang dibentuk pemerintah dan masyarakat.

m. Peserta Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Anak nakal yang dapat diberikan pelayanan memiliki dua klasiflkasi rujukan:

1) Rujukan dari keluarga /tokoh masyarakat/ PSM/LSM/ Organisasi Sosial atau Organisasi masyarakat lainnya.

2) Rujukan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rumah Tahanan (RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM.

Bagi calon penerima pelayanan diharapkan dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut, untuk laki – laki / perempuan:

1) Usia 10 s/d 21 tahun

2) Sehat fisik dan mental, tidak menderita penyakit kronis/menular berdasarkan Surat Keterangan Sehat dari Dokter Puskesmas/ Rumah Sakit.

3) Menanda tangani surat pernyataan sanggup mengikuti program rehabilitasi sosial.

4) Surat penyerahan dari orang tua/wali/lembaga.

5) Bila masih sekolah (kelas V SD s/d kelas III SLTP), harus melampirkan surat pindah dan raport.

(21)

2. Kondisi Faktual Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Pada bagian ini akan menyajikan deskripsi tentang pelaksanaan kegiatan PKH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta yang akan difokuskan pada.aspek perencanaan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi kegiatan.

a. Perencanaan Program PKH

Kegiatan yang penulis lakukan untuk mengetahui tahap perencanaan yang dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta adalah melakukan pertemuan dengan pengelola, warga belajar tunalaras, pekerja sosial, tutor, dan orang tua asuh. Dalam pertemuan ini, peneliti menerima informasi dari Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta berkenaan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan tujuan kegiatan, peran dan fungsi panti sosial dalam program, waktu atau lamanya kegiatan, jumlah peserta kegiatan dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya, pihak pengelola panti sosial menerima penjelasan dari pihak peneliti berkenaan dengan rencana peneliti mengadakan penelitian dan uji coba model untuk membimbing dan membelajarkan warga belajar (anak tunalaras) dalam mencapai tujuan model pelatihan kecakapan hidup, yakni tercapainya kemandirian.

(22)

1) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Las

a) Nama Pelatihan : Tingkat Dasar Lanjutan

b) Lama Pelatihan : 715 Jam (@ 45 Menit)

c) Tempat Pelatihan : PSMP Handayani

d) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/ listrik, las listrik maupun acetelyn. (2) Memahami prinsip kerja las listrik dan acetelyn.

(3) Merawat dan memelihara peralatan las listrik maupun acetelyn.

(4) Mengetahui dan memahami simbol-simbol las.

(5) Merancang gambar dan perencanaan suatu bentuk pola. (6) Membuat, mendesain, membending suatu produksi barang.

TABEL 4.3

MATERI PELATIHAN LAS DI PSMP HANDAYANI

(23)

2) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Teknik Pendingin

a) Nama Pelatihan : Montir muda pendingin rumah tangga

b) Lama Pelatihan : 715 Jam (@ 45 Menit)

c) Tempat Pelatihan : PSMP Handayani

d) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/listrik untuk perawatan dan perbaikan mesin pendingin / AC rumah tangga dengan memperhatikan keselamatan kerjanya. (2) Memahami prinsip kerja mesin pendingin/AC rumah tangga baik

mekanik maupun sistem listriknya.

(3) Merawat dan memperbaiki gangguan/kerusakan pada mesin pendingin/AC rumah tangga, baik mekanik maupun system listriknya untuk memperpanjang usia pakai.

TABEL 4.4

MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP TEKNIK PENDINGIN DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

No Mata Latihan Jam Pelatihan Keterangan Teori Praktik Jumlah 3) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Otomotif

(24)

b) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/ listrik untuk perawatan dan perbaikan Mesin Sepeda Motor dengan memperhatikan keselamatan kerja.

(2) Memahami prinsip kerja Mesin Sepeda Motor 2 tax dan 4 tax.

(3) Memahami kerusakan mesin sepeda motor baik kelistrikan, mesin dan casis.

(4) Merawat dan memelihara mesin sepeda motor baik 4 tax maupun 2 tax.

TABEL 4.5

MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP OTOMOTIF DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

No Materi Pelatihan Jumlah Pelatihan Keterangan Teori Praktik Jumlah

(25)

Materi yang berbentuk informasi atau kecakapan akademik hanya sebagian kecil saja.

Waktu yang ditetapkan dan dipersiapkan PSMP untuk melayani peserta kegiatan pelatihan, adalah setiap hari kecuali hari Minggu dan hari libur nasional mulai pukul 07.00 s/d 15.00 WIB. Menurut pengelola, penetapan waktu tersebut bertujuan agar warga belajar dapat secara langsung terlibat aktif pada kegiatan-kegiatan tersebut karena penentuan waktunya berdasarkan masukan dari warga belajar.

Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta dalam rangka memberikan pelayanan dan bimbingan terhadap warga belajar menunjuk 3 orang tutor. Ketiga orang tutor yang ditunjuk tersebut, masing-masing memiliki keahlian khusus terdiri atas: 1 orang tenaga ahli las, 1 orang tenaga ahli bidang teknik pendingin, dan 1 orang teknik otomotif.

Pembiayaan kegiatan pelatihan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta sepenuhnya ditanggung oleh Departemen Sosial. Untuk mendukung kegiatan pelatihan pada tahap perencanaan, PSMP tidak secara khusus membuat panitia atau organisasi pelaksana, namun hanya menunjuk dan mempersiapkan orang-orang yang diberi tugas melayani dan membimbing hal-hal yang diperlukan atau ditanyakan oleh para peserta kegiatan sebagaimana telah dikemukakan di atas.

(26)

penyelenggara. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan kecakapan vokasional tertentu. Evaluasi dilaksanakan selama kegiatan tutorial berlangsung dengan cara mengamati dan memperhatikan peningkatan kecakapan vokasional pada setiap pertemuan.

Sarana-prasarana yang dipersiapkan PSMP untuk mendukung pelaksanaan program pelatihan adalah berupa sarana atau peralatan yang ada di lingkungan dan atau yang biasa digunakan sehari-hari oleh PSMP yakni bengkel, ruang praktik, dan peralatan lain yang cukup memadai.

Agar lebih jelas alur pada tahap perencanaan tersebut, penulis sajikan pemetaannya dalam bentuk skema berikut ini.

GAMBAR 4.1

ALUR TAHAP PERENCANAAN KEGIATAN PELATIHAN DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

b. Pelaksanaan Program PKH

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pelaksanaan kegiatan pelatihan sebagian besar berjalan sesuai dengan rencana. Materi-materi yang

(27)

disampaikan dan latihan sebagaimana telah ditentukan dalam kegiatan perencanaan sebagian besar adalah materi-materi yang berhubungan dengan kecakapan vokasional las, pendingin, dan otomotif.

Nara sumber teknis atau instruktur dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan adalah nara sumber teknis yang telah berpengalaman dan menjadi tutor di lingkungan PSMP Handayani Jakarta, yakni sebanyak 3 orang tersebut. Metode yang digunakan dan kegiatan pelatihan sebagian besar adalah praktik yang divariasi dengan kegiatan dialog dan diskusi. Kedua metode tambahan itu dilakukan secara temporer dan kondisional yang tidak menyita waktu secara signifikan.

Tingkat kehadiran peserta selama proses pelatihan sebagai salah satu indikator partisipasi peserta dalam mengikuti kegiatan, menurut para pelaksana kegiatan cukup baik. Angka partisipasi warga belajar menurut para pelaksana dapat dikategorikan 90% hadir dalam setiap kegiatan. Menurut para pengelola dan pelaksana, dalam proses pelatihan, peserta kegiatan cukup responsif dalam mengikuti materi atau bahan latihan yang disampaikan oleh nara sumber atau instruktur kegiatan. Bentuk-bentuk respon peserta menurutnya antara lain; mengajukan pertanyaan, tanggapan, dan usulan sehingga kegiatan pelatihan yang dilaksanakan tidak membosankan dan berlangsung dengan penuh semangat.

(28)

GAMBAR 4.2

ALUR TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN PELATIHAN DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

c. Evaluasi Kegiatan

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa para pengelola dan instruktur pelatihan PSMP Handayani Jakarta tidak mempersiapkan secara khusus tentang rencana kegiatan evaluasi terhadap warga belajar, akan tetapi bukan berarti kegiatan evaluasi tidak dilaksanakan.

(29)

pada tataran tertentu telah melakukan evaluasi dengan cara pengamatan. Fokus materi evaluasi menurutnya secara garis besar dilakukan terhadap proses dan melihat hasilnya. Dari sisi proses aspek yang dilihatnya antara lain kecakapan vokasional menggunakan alat, ketelatenan, dan keuletan dalam mengerjakan latihan, serta keseriusan dalam memperhatikan setiap materi yang diberikan. Sedangkan dari sisi hasil, hal-hal yang dinilai menurutnya menyangkut kecepatan pengerjaan dan kerapihan hasil pekerjaan.

Hasil evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan, menurut pengelola dan para intsruktur, PKH dapat memberikan manfaat yang cukup baik bagi warga belajar atau peserta pelatihan. Pasca kegiatan PKH, menurutnya warga belajar cukup menguasai kemampuan teknis kecakapan vokasional yang dilatihkan. Palaksanaan evaluasi dilakukan dengan telah menggunakan teknik evaluasi kinerja. Di samping itu, evaluasi pun dilakukan selama dan setelah mengikuti program pelatihan atau evaluasi proses.

(30)

warga belajar, hasil reparasi tersebut dievaluasi untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan produk tersebut. Hasil evalusi itu kemudian disimpulkan untuk memperoleh informasi mengenai kelemahan tersebut yang selanjutnya dijadikan model bagi peserta yang lain.

Secara garis besar, fokus materi evaluasi diarahkan pada proses dan melihat hasilnya. Dari sisi proses aspek yang dilihatnya antara lain kecakapan vokasional menggunakan alat, ketelitian, dan keuletan dalam mengerjakan latihan, serta keseriusan dalam memperhatikan setiap materi yang diberikan. Sedangkan dari sisi hasil, hal-hal yang dinilai menyangkut kecepatan pengerjaan dan kerapihan hasil pekerjaan (produk). Hasil evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan, menurut nara sumber dan tutor, kegiatan pelatihan dapat memberikan manfaat yang cukup bagi warga belajar. Alur tahap evaluasi dapat dilihat pada skema berikut ini.

GAMBAR 4.3

ALUR TAHAP EVALUASI DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

Hasil analisis dan deskripsi pendidikan PKH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta, kemudian penulis tuangkan ke dalam gambar berikut ini.

Jenis Evaluasi: Evaluasi Kinerja

Evaluasi Proses; Setiap Pertemuan

(31)
(32)

B. Analisis Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Berikut ini akan penulis paparkan realisasi pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai sumber data, observasi lapangan, dan analisis dengan pendekatan SWOT.

1. Hasil Wawancara

(33)

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Yang terlibat dalam pembuatan perecanaan program, menurut kepala panti meliputi: Kepala panti, instruktur, dan nara sumber teknis. Kepala panti berpendapat bahwa pelaksanaan pelatihan yang berjalan selama ini masih kurang optimal. Kekurangan itu, berkenaan dengan:

a. Tidak tersusunnya program kerja pelatihan yang sistematis dan fleksibel sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan, terutama tentang: kurikulum, standar keahlian intsruktur, sistem pelatihan yang efektif, bimbingan mental yang optimal, biaya, dan sebagainya. Selama ini, pelatihan berjalan sesuai dengan petunjuk teknis dari Departemen Sosial.

b. Tidak ada tindak lanjut dari pelatihan kecakapan hidup untuk masa depan warga belajar, masih belum terealisasikan karena untuk sekarang ini panti hanya dapat memberikan pelatihan yang berbentuk pembekalaan keaahlian saja.

(34)

yang sudah tersedia di panti (teknik otomotif, pengelasan, dan teknik pendingin) sehingga ditemukan warga belajar yang kurang aktif karena bidang keahliannya yang tidak sesuai.

b) Pelatihan kecakapan hidup Menurut Instruktur

Pelatihan kecakapan hidup adalah pengajaran keterampilan yang diarahkan pada keterampilan warga belajar dalam menguasai bidang keahlian yang dilatihkan. Pelatihan kecakapan hidup ini merupakan suatu usaha panti dalam membekali warga belajar agar mempunyai kemampuan vokasional untuk mengenal dan memasuki dunia kerja. Bekal keterampilan ini secara luas diberikan kepada warga belajar. Kemudian kurikulum belum ada untuk pelatihan kecakapan hidup, sehingga instruktur harus membuat kurikulum pelatihan kecakapan hidup sendiri yang tidak memiliki konsistensi. Kemudian, tidak adanya buku sumber atau panduan untuk anak dalam pelatihan keterampilan pun menghambat pelaksanaan program pelatihan. Panduan tersebut mungkin berupa modul yang efektif.

(35)

d) Pelatihan kecakapan hidup Menurut Warga Belajar

Pelatihan ini menurut saya sangat bermanfaat. Harapan saya dengan mengikuti keterampilan ini, saya akan lebih mudah kembali ke masyarakat dan memiliki keahluan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan di masa datang.

2. Hasil Observasi

Hasil observasi lapangan menghasilkan beberapa data yang sangat penting untuk diungkapkan. Melihat lingkungan sekitar PSMP Handayani Putera Jakarta, yang sangat kondusf dan memadai, PSMP ini seharusnya mampu menjelma menjadi salah satu panti yang dapt membantu warga belajar dalam menapaki masa depannya agar lebih baik.

Kelengkapan sarana dan prasarana pelatihan kecakapan hidup sangat memadai. Lingkungan yang cukup luas, sarana ibadah yang memadai, sarana praktek yang optimal, dan kemapanan para pengelolanya, merupakan sebuah modal dalam pengembangan pelatihan. Kegiatan pelatihan antara tutor dan warga belajar terlihat berjalan dengan baik. Dari hasil pegamatan langsung penulis, diketahui bahwa panti belum mempunyai kurikulum sendiri yang aplikatif yang dijadikan pegangan untuk pelatihan kecakapan hidup. Selain itu, tidak adanya buku sumber atau panduan pelatihan yang berstandar akan menghambat juga.

(36)

2. Hasil Analisis SWOT

Analisis model faktual pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarat akan menggunakan pendekatan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Berdasarkan pendekatan tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

Kekuatan (strength) di PSMP Handayani Jakarta pada pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup, yakni adanya kesatupaduan dan struktur organisasi manajemen lembaga yang sangat optimal. PSMP ini sudah memiliki kelengkapan personal dan sumber daya yang memadai.

Melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-49/4479 tanggal 30 Oktober 1965, PSMP ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna yang terdiri dari Taman Rekreasi Sehat Anak-anak Dwikora, Observation Home untuk anak-anak Tuna Sosial, camp pendidikan dan latihan kerja untuk anak-anak mogok (drop out), serta Usaha Kesejahteraan Wanita/gadis desa/LSD. Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968 menetapkan proyek tersebut menjadi Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani, camp pendidikan dan latihan kerja anak-anak, Sanggar rekreasi sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja (termasuk Pramuka) dari Jakarta dan sekitarnya, serta Pusat Pendidikan, kursus-kursus dan upgrading petugas Direktorat Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen Sosial.

(37)
(38)

PSMP Handayani Jakarta dalam beberapa segi memiliki kelemahan dan keterbatasan. Akan tetapi, pada sisi lain, pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup memiliki beberapa peluang (opportunity) yang memungkinkan terus dikembangkan. Peluang tersebut antara lain: pertama, perhatian dan antusiasme masyarakat sekitar sangat tinggi. Ini dibuktikan dari partisipasi masyarakat yang turut andil sebagai partisipan dan sponsor pelaksana di PSMP Handayani Jakarta. Partisipasi masyarakat diwujudkan dalam bentuk menitipkan anaknya yang nakal di PSMP. Di samping itu, sabagian anggotam masyarakat sekitar PSMP turut andil dalam membantu kelancaran program. Misalnya, memanfaatkan jasa keterampilan yang dimiliki warga belajar atau turut serta menjadi sponsor bengkel kerja magang warga belajar. Antusiame yang tinggi tersebut menjadi bekal dan fondasi pengembangan PSMP. Kedua, program pelatihan otomotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin merupakan bidang kerja yang aplikatif dan berkembang pesat di masyarakat yang pertumbuhannya sangat dinamis. Diharapkan dengan pemilihan materi latih pada bidang tersebut, warga belajar dapat memanfaatkannya ketika kembali ke masyarakat dan mampu bekerja atau embuka lahan usaha yang produktif. Ketiga, perhatian pemerintah daerah daerah dan pusat sangat tinggi. Perhatian tersebut berupa dukungan dana, manajemen, peralatan, dan personalia.

(39)

instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka pengembangan PSMP Handayani.

Ancaman (threat) terhadap keberlangsungan PSMP, yang perlu diantisipasi di antaranya: pertama, keterbatasan dana operasional. Sementara ini, PSMP mengandalkan dana subsidi pemerintah yang pada tataran tertentu dana tersebut cukup memadai. Akan tetapi, pengembangan program yang lain memerlukan suntikan dana tambahan sehingga PSMP dapat melakukan pengembangan. Kedua, keterbatasan personalia, khususnya instruktur. Intrusktur yang diberdayakan selama ini adalah rekruetmen yang berstatus PNS, honorer, dan tenaga lapangan. Rekruetmen pada umumnya adalah alumni PSMP yang mempunyai keahlian tertentu. Dengan keterbatasan anggaran, maka pengembangan diri para personalia tersebut terbatas sehingga berimbas pula pada keterbatasan pengembangan programnya.

C. Analisis Kebutuhan Model dan Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta 1. Analisis Kebutuhan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial

Marsudi Putra Handayani Jakarta

(40)

apabila kita hendak memasuki dan memahami masyarakat hendaknya harus masuk dengan cara memilih fokus yang dipandang strategis dan mudah dimasukinya.

Secara kelembagaan, terdapat dua peluang yang akan dijadikan kunci ke arah pengembangan model pendidikan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta, yaitu adanya peluang prospek usaha dan pengembangan potensi diri warga belajar di masyarakat dan pengembangan pada keterikatan antara warga belajar dengan lembaga (PSMP) dalam monitoring dan bimbingan terpadu kepada warga belajar setelah warga belajar selesai mengikuti pelatihan di PSMP. Namun dari hasil studi lapangan mengenai aspek peluang tersebut, berhasil diidentifikasi bahwa peluang tersebut merupakan salah satu alternatif program yang dipandang representatif dapat dikembangkan secara utuh dan berkesinambungan (sustainable) melalui studi ini. Peluang pengembangan ini dimaksudkan aspek-aspek pokok dari usaha lapangan masyarakat yang dipandang sebagai potensi yang dapat mendukung terhadap model pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang akan diterapkan di PSMP Handayani Jakarta.

(41)

ini, maka strategi pengembangan yang dipandang tepat adalah melalui pelatihan dengan model sinergi belajar dan usaha.

Merujuk pada analisis masalah model faktual yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa perencanaan di PSMP kurang optimal, terutama berkenaan dengan aspek: penyusunan rencana program kegiatan; tes awal materi-materi program; perumusan tujuan kegiatan/program; tidak ada rencana pelatihan dalam bentuk tertulis; tidak mempersiapkan proses evaluasi; dan penguasaan yang rendah nara sumber teknis (tutor) terhadap azas-azas pelatihan dengan sistem tutorial. Dengan demikian, pada aspek perencanaan menunjukkan perlunya ada sebuah perlakuan terapan bagi para warga belajar maupun nara sumber teknis PSMP tentang materi-materi yang berkaitan dengan masalah pendidikan khususnya berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perencanaan program.

Analisis kebutuhan model pelatihan kecakapan hidup pada aspek pelaksanaan ditunjukkan oleh adanya gejala yang kurang optimal. Diidentifikasi bahwa program pendidikan kecakapan hidup yang selama ini dilaksanakan di PSMP Handayani Jakarta mengandung kelemahan berkenaan dengan: penyampaian tujuan; pengemasan materi yang tidak dituangkan ke dalam modul yang sistematis; proses pelatihan hanyalah berupa pelatihan dan penguasaan keterampilan; dan proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang integratif, yakni metode belajar dan usaha.

(42)

evaluasi standar untuk mengukur keterampilan warga belajar, tidak adanya proses evaluasi intensif dan terukur selama kegiatan berlangsung, dan tidak dibuatkannya rencana kegiatan evaluasi secara terpadu.

2. Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

a. Rancangan Model Konseptual Pelatihan Kecakapan Hidup

Rancangan model konseptual merupakan kerangka model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional dalam pelaksanaan uji coba model. Model pelatihan kecakapan hidup untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta.

Tujuan yang ingin dicapai dalam rancangan model konseptual yang akan dikembangkan dalam penelitian ini secara substansial meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah membantu anak tunalaras untuk mengembangkan kemandirian diri sendiri dan kelompok dalam belajar, bekerja, dan berusaha secara berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki warga belajar dan masyarakat dengan tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan lingkungannya. Kegiatan bimbingan dan pembinaan maupun bantuan terhadap kelompok sasaran yang ada dimaksudkan agar mereka (warga belajar) mampu berkembang menjadi insan yang mandiri serta berkelanjutan dalam mengembangkan usaha dengan sikap yang mandiri.

(43)

potensi yang dimiliki untuk bekerja, mengelola, dan mengolah sumber daya yang ada dengan atau bersama orang lain sehingga menjadi usaha produktif.

Desain pengembangan model pelatihan kecakapan hidup mengandung 7 (tujuh) tahapan yang diajukan dalam pengembangan model ini. Bila disajikan dalam bentuk narasi, ketujuh tahapan tersebut adalah:

a. Fase kajian teori; landasan teori dan penyusunan desain; b. Fase penemuan model di lapangan (praksis);

c. Deskripsi sistem pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta;

d. Verifikasi Model/validasi ahli, praktisi dan uji coba terbatas; hasil validasi gagasan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup,

e. Implementasi Model (treatment);

f. Penerapan gagasan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup,

g. Hasil Implementasi dan dampak (kemandirian); hasil pengembangan model pelatihan kecakapan hidup.

Ketujuh fase di atas telah dideskripsikan pada bagian terdahulu/dalam desain penelitian. Bagian ini berupaya mengemukakan alur proses penelitian sebagai salah satu perwujudan dari proses menuju pada fase ke empat, yaitu verifikasi model, terutama validasi ahli dan praktisi. Diharapkan dengan adanya proses verifikasi dan validasi model, hasil penelitian ini memiliki pertanggungjawaban ilmiah yang tinggi.

(44)

pelaksanaan penelitian dan pengembangan model, sebagai bagian dari fase-fase yang telah dirancang dalam desain secara makro, pada bagian ini berupaya mendeskripsikan beberapa aspek.

Alur proses atau tahapan studi lapangan dalam rangka penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta, merentang sejak dilakukannya studi lapangan tahap 1 sampai dengan berhasil diungkapkan hasil pengembangan modelnya itu sendiri.

Bertitik tolak dari kondisi faktual anak tunalaras yang tergabung dalam PSMP Handayani Jakarta, serta analisis masalah, kebutuhan belajar dan karakteristik anak tunalaras, maka program kegiatan pelatihan berbasis kemandirian menjadi pertimbangan dalam mendesain model pelatihan kecakapan hidup. Model konseptual yang disusun dalam program kemandirian anak tunalaras melalui PKH ini secara umum sama dengan program-program pelatihan yang lain, yaitu terdiri dari tiga langkah pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan diakhiri dengan penilaian.

Berdasarkan tiga langkah pokok dalam model konseptual yang dikembangkan, dapat dijelaskan aspek-aspek komponen model pelatihan kemandirian anak tunalaras yang akan diujicobakan dan dikembangkan dalam penelitian ini. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perencanaan

(45)

hal yang terkait dengan perencanaan program.

Perencanaan program yang dilakukan sejalan dengan konsep tujuan dan fungsi panti sosial. Tujuan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya.

Panti Sosial sedikitnya memiliki ketiga fungsi tersebut. Namun demikian menurut Siahaan, yang dikutip oleh Tim Peneliti di Badan Pelatihan dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Depsos RI (2003), sesungguhnya masih ada satu fungsi lagi yang ada dalam sebuah panti, yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan. Menurutnya, hal itu mengingat bahwa dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, baik kepada klien secara langsung maupun kepada tenaga di luar Panti dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial.

(46)

jawab bersama. Masing-masing instansi yang terlibat (Depsos dan Depdiknas) menyatakan kesediaannya untuk membantu dalam hal pengelolaan dan pembinaan lanjutan.

Rancangan program pelatihan kecakapan hidup yang telah tersusun dan disepakati bersama ini terdiri atas tiga jenis kecakapan vokasional yaitu perbengkelan las, teknik pendingin, dan otomotif.

Sebagaimana yang juga telah diungkapkan sebelumnya bahwa ketiga jenis kecakapan vokasional ini dilatihkan dalam satu paket pelatihan atau dalam waktu yang bersamaan. Pemisahannya dilakukan hanya pada saat pemberian materi teknis atau praktik, sedang saat acara pembukaan, pemberian materi umum dan acara penutupan tetap dilakukan bersama. Dalam menyususn rancangan pengembangan program pelatihan kecakapan hidup mengandung unsur-unsur yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Tujuan Pelatihan

Secara umum tujuan pelatihan kecakapan hidup dalam peningkatan kemandirian anak tunalaras di puast Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya. Secara khusus, program PKH di PSMP Handayani bertujuan :

(47)

(b) Menyebarluaskan kecakapan akademik dan kecakapan vokasional melalui peningkatan kecakapan hidup.

(c) Menumbuhkembangkan kreatifitas masyarakat khususnya warga belajar tunalaras dalam memecahkan permasalahan dengan memanfaatkan potensi sumber daya dan kelembagaan masyarakat.

(d) Untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia.

b) Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran program ditetapkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh PSMP Handayani yaitu anak nakal yang mempunyai kriteria sebagai berikut :

a) Anak nakal yang berusia 10-18 tahun dan belum

menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Bagi mereka diberikan pelayanan pendidikan setaraf Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) umum.

b) Anak nakal yang berusia 16-21 tahun dan minimal telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bagi mereka diberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja.

(48)

(2) Sedang dalam proses pengadilan jaksa penuntut umum. (3) Menjalani putusan hakim.

(4) Setelah selesai menjalani pidana anak.

c) Sumber Belajar/Fasilitator

Kriteria dan kualifikasi untuk Sumber Belajar (SB) yang direkrut untuk program pelatihan kecakapan hidup adalah sebagai berikut:

a) Berusia 20-50 tahun

b) Tingkat pendidikan minimal SMA c) Alumni PSMP Handayani Jakarta.

d) Mampu menjalin kerja sama dan berkomunikasi dengan baik e) Memiliki kemampuan membelajarkan dan melatih

f) Memiliki kecakapan vokasional vokasional sesuai yang diprogramkan

d) Kurikulum

(49)

Dengan memperhatikan hasil identifikasi tersebut dan mempertimbangkan kondisi masyarakat maka disusun isi kurikulum yang difokuskan pada pengembangan kecakapan individu, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional. Berdasarkan fokus tersebut, maka disusun kriteria isi kurikulum pelatihan kecakapan hidup berbasis kemandirian sebagai berikut: a) Strategi pelatihan kecakapan hidup dengan berbagai jenis kecakapan

vokasional selalu diarahkan untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat setempat.

b) Menjadikan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari sebagai masukan pokok pengembangan kurikulum.

c) Pengelolaan usaha mandiri sebagai fokus materi pelatihan dengan penekanan pada pengembangan kemandirian.

d) Jenis kecakapan vokasional yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar dan permintaan pasar.

(50)

e) Bahan Ajar dan Latihan

Bahan ajar yang dikembangkan untuk program pelatihan semuanya dituangkan dalam bentuk diktat/modul yang mencakup bahan ajar kegiatan kecakapan vokasional dan usaha bersama. Secara rinci, bahan ajar ini mencakup:

a) Modul pelatihan seri kegiatan kewirausahaan tentang proses pelayanan servis dan jasa.

b) Modul pelatihan seri kewirausahaan tentang Kepemimpinan, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Pengelolaan Keuangan.

c) Modul kecakapan vokasional bidang perbengkelan (Las, teknik pendingin, dan otomotif).

f) Media Pelatihan Keterampilan

Media pelatihan yang dipergunakan adalah alat tulis, modul dan bahan-bahan praktik.

g) Metode Pelatihan Keterampilan

Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan model pelatihan kecakapan hidup adalah pendekatan andragogi, partisipatoris dengan metode ceramah, diskusi, kerja kelompok dan praktik.

h) Waktu dan Tempat Pelatihan

(51)

i) Evaluasi Akhir Pelatihan

Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan dengan (a) evaluasi prapelatihan (b) evaluasi proses pelatihan, dan (c) evaluasi akhir pelatihan. Pada dasarnya, evaluasi dilakukan pada aspek-aspek (a) kemampuan memahami materi dan (b) kemampuan mempraktikkan.

b. Pelaksanaan

Pelibatan berbagai pihak dalam proses pelatihan kecakapan vokasional menjadi penting dalam pelatihan, misalnya antara lain: lembaga pemerintah daerah melalui dinas/instansi teknis terkait, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Disnakertrans, sumber belajar/fasilitator, tokoh masyarakat dan para kader organisasi kemasyarakatan. Kerja sama berbagai pihak sesungguhnya sangat diperlukan dalam program pelatihan kecakapan hidup, yaitu sejak perencanaan program sampai evaluasi program pelatihan, termasuk kegiatan monitoring, dan pembinaan berkelanjutan. Keterlibatan mereka dalam kegiatan evaluasi pelatihan kecakapan vokasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan satu program pelatihan kecakapan hidup.

(52)

c. Evaluasi

Evaluasi model pelatihan kecakapan hidup lebih mengedepankan pada kerja sama untuk mengetahui keberhasilan pencapaian program pelatihan kecakapan vokasional oleh warga belajar. Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan secara bersama-sama, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil program pelatihannya. Evaluasi proses dilakukan terhadap warga belajar, terdiri dari motivasi belajar, kerja sama, dan partisipasi warga belajar dalam proses pelatihan. Bagi sumber belajar/fasilitator evaluasi tersebut bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan unjuk kerja (performance) sebagai pembelajar atau warga belajar, antara lain terkait dengan penguasaan materi, penggunaan media dan bahan pelatihan, metode dan fasilitas/sarana pelatihan, serta bimbingan selama proses pelatihan. Sedangkan evaluasi akhir pelatihan dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi pelatihan oleh warga belajar (teori dan praktik).

Evaluasi pasca penyelenggaraan program pelatihan kecakapan hidup selain dilakukan oleh peneliti juga melibatkan beberapa petugas atau sumber belajar sekaligus melakukan pemantauan (monitoring). Kegiatan para petugas tersebut adalah untuk melakukan pemantauan pada kemandirian warga belajar yang telah mengikuti program pelatihan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kontribusi penerapan model pelatihan kecakapan hidup dalam menguasai kecakapan vokasional (vocational skills) untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras (warga belajar), kesejahteran, dan taraf hidup mereka.

(53)

mengacu pada pendekatan pelatihan orang dewasa (adult learning) ini, dalam perspektif Pendidikan Luar Sekolah program pelatihan tersebut diimplementasikan melalui pendekatan partisipatif dan kolaboratif. Pendekatan ini juga berlaku dalam program pembinaan lanjutan setelah mereka memiliki kecakapan vokasional dan usaha. Sedangkan secara substansial pengembangan model pada program pelatihan yang dikembangkan mengarah pada munculnya kepercayaan yang melekat pada warga belajar untuk mengatur diri dalam menjalankan tugas sehari-hari karena menyadari telah memiliki kemampuan yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.

Secara umum, walaupun dalam pelatihan kecakapan hidup lebih menekankan pada penguasan kecakapan vokasional praktis, namun tidak mengabaikan aspek kecakapan akademik secara teoretis. Dalam pelatihan kecakapan vokasional orang dewasa kegiatan belajar kecakapan vokasional praktis akan menarik bilamana materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dengan metode pelatihan yang menarik pula. Karena itu model belajar dengan "learning by doing" dan metode pemecahan masalah (problem solving methods) adalah motode-metode yang dianggap sangat tepat bagi warga belajar. Untuk itu, metode pelatihan kecakapan hidup juga akan menarik dan bermakna bagi warga belajar bilamana terdapat kesesuaian antara materi dengan jenis kecakapan vokasional yang dipilih atas dasar kebutuhan nyata kelompok sasaran program (calon warga belajar) melalui kesepakatan bersama.

(54)

hidup dalam penelitian ini mencakup beberapa hal, di antaranya sebagai berikut: Pertama, deskripsi model pelatihan yang dikembangkan akan mencoba menggambarkan pelatihan kecakapan hidup sebagai sistem, konsep, program dan pendekatan. Dalam penelitian ini, pelatihan kecakapan hidup dipandang sebagai penguatan untuk kemandirian anak tunalaras sebagai warga belajar. Selain itu, dipaparkan juga mengenai pengembangan media dan bahan materi pelatihan menggunakan sistem penghantaran secara terintegrasi.

Kedua, memaparkan potensi-potensi sumber daya yang ada di masyarakat (SDA, SDM dan nilai budaya), yang menjadi basis dan sumber pelatihan warga belajar dalam rangka untuk memperoleh sumber penghasilan atau pendapatan. Sebagian sumber daya lokal dipilih atas dasar keunggulan-keunggulan komparatif dengan pertimbangan potensi ekonomi pedesaan dan perkotaan yang diarahkan kepada pelatihan ekonomi yang mampu memberikan nilai tambah.

Ketiga, untuk menyosialisasikan konsep pelatihan kecakapan hidup bagi warga belajar, perlu dipilih jenis-jenis usaha ekonomi produktif melalui pengembangan model yang akan diujicobakan. Pelatihan jenis-jenis kecakapan vokasional usaha ekonomi produktif bagi kelompok warga belajar dalam penelitian dan pengembangan model pelatihan ini terbatas pada pengelolaan dan pelayanan di bidang jasa.

(55)

memperhatikan karakteristik warga belajar (anak tunalaras) sebagai kelompok sasaran, bagaimana prosesnya, apa metode dan keluaran (produk) yang dihasilkan. Kelima, proses kemandirian anak tunalaras melalui model pelatihan kecakapan hidup menggambarkan bagaimana memproses antara instrumen input,

environment input, dan other input yang disepakati bersama untuk menghasilkan

output serta outcomes, serta untuk mengetahui keberhasilan pelatihan terhadap kelompok sasaran. Peran dan tugas-tugas fasilitator dan kelompok sasaran akan dikembangkan ke dalam aktifitas pelatihan keterampilan. Pengorganisasian warga belajar dan bahan belajar, penggunaan motode pelatihan serta bimbingan lanjutan menjadi bagian yang terintegrasi dalam model pelatihan kecakapan hidup dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif.

(56)

b. Validasi dan Revisi Rancangan Model Konseptual

Kegiatan validasi dilakukan setelah rancangan model konseptual selesai disusun. Dalam upaya mendapatkan model akhir, model konseptual yang telah disusun masih perlu mendapatkan perbaikan dan penyempurnaan dengan mendengarkan masukan dan pandangan dari kalangan pakar Pendidikan Luar Sekolah dan pakar pelatihan serta praktisi program pelatihan. Secara khusus, juga diminta masukan dari praktisi baik dari Dinas Sosial dan Diknas Jakarta untuk visualisasi model sehingga menjadi visualisasi yang mudah dipahami dan menarik. Langkah selanjutnya dari hasil penelitian dengan prosedur penelitian dan pengembangannya, dilakukan diskusi dengan teman sejawat dan pihak yang terlibat dalam program kemandirian anak tunalaras melalui pelatihan kecakapan. Diskusi dilakukan dengan cara memberikan rancangan model konseptual pelatihan yang akan dikembangkan dan bahan belajar yang akan digunakan dalam pelatihan untuk diberi catatan perbaikan dan penyempurnaan.

Hasil diskusi dengan para pakar dan praktisi disusun dan dikompilasikan sebagai bahan untuk berdiskusi dan mengadakan pembahasan dengan nara sumber lain agar semakin menyempurnakan dan memperbaiki model tersebut. Dalam penelitian ini, dilakukan dua tahapan pengujian validasi, yakni teoritik dan empirik. Berikut ini beberapa masukan yang penting dari nara sumber.

a. Penilaian Ahli terhadap Rancangan Model konseptual

Beberapa masukan penting dari nara sumber terhadap model yang akan dikembangkan, antala lain sebagai berikut:

(57)

kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemandirian anak tunalaras;

2) Model pelatihan kecakapan hidup selain memerlukan pelibatan berbagai pihak, juga memerlukan pendekatan yang tepat sehinga bisa dijalin kerjasama sejak dari mulai pelatihan sampai kegiatan berusaha;

3) Model pelatihan kecakapan hidup yang dibangun khusus bagi anak tunalaras harus selalu direncanakan dari bawah dengan melibatkan calon warga belajar; 4) Model yang diajukan ini cukup memadai dan dapat menjadi panduan para fasilitator/tutor dan pendamping dalam melakukan tugas pembinaan kecakapan vokasional kepada anak tunalaras;

5) Sistem dan proses perencanaan program, pendekatan, media, materi serta metode pelatihannya cukup memadai dengan prinsip kecakapan hidup, pendekatan partisipatif sebagai upaya kemandirian anak tunalaras;

6) Model ini dapat diterima karena proses kemandirian anak tunalaras dilakukan dengan basis masyarakat atau memanfaatkan sebagian sumber daya lokal (alam, manusia dan budaya setempat);

7) Model ini dimungkinkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat umumnya dan kelompok gabungan anak tunalaras khususnya dalam hal pelatihan keterampilan;

8) Model ini dapat memberikan penguatan terhadap model pelatihan yang telah ada, khususnya dalam program pelatihan ekonomi masyarakat yang selama ini kurang memperoleh penekanan dalam melakukan identifikasi dan penentuan prioritas kebutuhan belajar masyarakat; dan

(58)

kecakapan hidup melalui pelatihan sebagai upaya kemandirian anak tunalaras sudah sesuai.

Komentar yang diberikan nara sumber memberikan penekanan pada empat hal, yaitu: (1) rancangan model, media pelatihan, pemanfaatan sumber daya lokal yang terkait dengan pelatihan kecakapan hidup, dan relevansinya dengan kebutuhan anak tunalaras; (2) kerangka pikir, isi sistematika, alur dan visualisasi model; dan (3) proses pengelolaan pelatihan; serta (4) bahan dan sumber belajar.

Beberapa hal yang perlu direvisi dari model pelatihan kecakapan hidup bagi anak tunalaras berdasarkan masukan dari para ahli adalah (1) visualisasi model dalam bentuk gambar disesuaikan dengan aspek-aspek komponen model pelatihan kecakapan hidup supaya lebih spesifik; (2) arah program pelatihan kecakapan hidup lebih ditekankan pada usaha untuk membangun kemandirian anak tunalaras sehingga memiliki nilai tambah dalam pemberdayaannya; dan (3) pelatihan kecakapan hidup lebih ditekankan pada vocational skills,

Beberapa masukan yang berasal dari nara sumber pada model konseptual pelatihan kecakapan hidup untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras, kemudian dijadikan bahan perbaikan dan penyempurnaan, terutama terkait dengan pelatihan kecakapan hidup yang lebih ditekankan pada “vocational skills” dan pembentukan kemandirian.

b. Penilaian Praktisi terhadap Rancangan Model Konseptual

(59)

bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan keterampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan; (2) evaluasi dan monitoring; dan (3) bahan belajar sebagai panduan warga belajar dan fasilitator/pembimbing.

Beberapa hal yang perlu direvisi dari model ini berdasarkan masukan dari para praktisi adalah memperbaiki kekurangan dalam menentukan jenis-jenis kecakapan vokasional terapan yang ekonomis disesuaikan dengan kebutuhan belajar yang dipilih dan disepakati oleh calon warga belajar dengan mempertimbangkan potensi setempat dan yang mungkin disediakan termasuk fasilitas/peralatan praktik dan media pelatihan yang dibutuhkan dalam pelatihan.

c. Tanggapan Warga Belajar terhadap Desain Model Konseptual

Tanggapan terhadap rancangan model konseptual pelatihan kecakapan hidup terutama ditujukan dan diharapkan datang dari para anak tunalaras calon warga belajar yang dijadikan peserta dalam penelitian ini. Komentar calon warga belajar terhadap model konseptual yang akan dikembangkan dalam penelitian ini lebih memberikan penekanan pada tiga hal, yaitu: (1) kesesuaian model pelatihan kecakapan hidup dengan kebutuhan belajar dan potensi sumber daya yang ada di daerah; (2) bahan belajar yang mereka butuhkan; (3) fasilitator/sumber belajar, dan pembimbing.

(60)
(61)
(62)

Gagasan model pelatihan kecakapan hidup dilatarbelakngi oleh beberapa masalah yang muncul sebagai hasil kajian lapangan melalui observasi dan studi lapangan. Permasalahan pertama berkenaan dengan input warga belajar. Warga belajar pada pelatihan kecakapan hidup berasal dari Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta. Mereka datang dari berbagai daerah lengkap dengan berbagai latar belakangnya. Karakteristik utama warga belajar tersebut adalah: (1) mereka mempunyai penyimpangan perilaku; (2) memiliki permasalahan dalam belajar; (3) membutuhkan pendidikan khusus; dan sebagainya.

Permasalahan kedua, berkenan dengan kompetensi vokasional yang rendah. Kompetensi vokasional warga belajar tersebut hanya berkenaan dengan keterampilan yang berhubungan dengan keperluan hidup yang kurang produkif. Kompetensi vokasional yang produktif harus dimiliki oleh warga belajar agar mereka mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara ekonomi bahkan mampu mandiri secara wirausaha.

Permasalahan ketiga berkenaan dengan latar belakang ekonomi yang beragam tetapi pada umumnya berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu. Latar belakang ekonomi menjadi fokus perhatian penulis sebagai bahan kajian penyusunan model karena berhubungan langsung dengan tujuan dan dampak pengembangan model pelatihan kecakapan hidup. Tujuan akhir model ini adalah terbentuknya warga belajar yang memiliki kecakapan hidup dan kemandirian. Kondisi ekonomi yang kurang tentu akan berpengaruh pada karakteristik warga belajar dalam berbagai sudut pandang.

Gambar

TABEL 4.2 DATA PERSONALIA BERDASARKAN JABATAN
Gambar tehnik
TABEL 4.4 MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP  TEKNIK PENDINGIN
TABEL 4.5 MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP  OTOMOTIF
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan oleh nilai konduktivitas proton tertinggi sebesar 1.2377 × 10 -3 S/cm yang hampir mendekati nilai konduktivitas proton membran Nafion sebesar 8.2000 × 10 -2

Una página ASP incluye tanto HTML como sentencias de programa (incluidas entre <% y %>), para las que se pueden utilizar diferentes lenguajes como Visual Basic Script

Untuk nilai SQI tidak ada perbedaan antara daerah yang mengalami overshooting coverage maupun yang tidak mengalami overshooting coverage berada pada kisaran nilai

penelitian ini digambarkan dalam diagram sebagai berikut. 1) Pada tahap pertama penelitian, penulis melakukan tes awal kemampuan pemahaman puisi yang dibaca siswa.

Peranan yang dimainkan pedagang Bugis amat luas: mereka mengumpul barangan dari bahagian timur Nusantara untuk dibawa ke Selat Melaka serta mengedar barangan dari Selat Melaka

sebelum mengikuti bimbingan tahfizh, proses bimbingan tahfizh, dan Proses Bimbingan Tahfizh - Membaca - Menyimak - Mendengar - Mengulang hafalan - memahami

Hasil penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan PMRI berbantuan miniatur kerajinan lokal pada pembelajaran Matematika kelas IV menunjukkan peningkatan hasil belajar

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari