• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM) a. Latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan (MMM)

Latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan (selanjutnya disingkat MMM) bermula ketika Keuskupan Agung Semarang (selanjutnya disingkat KAS) memperingati ulang tahun ke-50 tanggal 25 Juni 1990. Pada waktu itu, keuskupan membuat beberapa program yang diarahkan untuk umat. Salah satu programnya adalah mendirikan museum. Keuskupan mulai menyadari pentingnya sebuah lembaga atau tempat untuk memelihara sejarah keuskupan agar tidak dilupakan

oleh anak-anak muda. Tujuan museum ini dibangun untuk kepentingan mendalami pola dasar penghayatan iman di KAS.144

Pada awalnya sudah ada museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan dari romo, misionaris, pendiri kongregasi dan berbagai macam dokumen yang berkaitan dengan sejarah KAS di Wisma Keuskupan Agung Semarang, Jalan Pandanaran 13, Semarang. Akan tetapi, tempat itu belum memadai dan kurang diperhatikan sehingga kurang menarik. Bahkan terlihat seperti gudang.145 Pada tahun 1998, Mgr. Ignatius Suharyo meminta Romo

Bambang, Pr. untuk membuat museum yang hidup di Muntilan. Museum yang hidup maksudnya museum yang bisa menjadi sarana edukasi dan mengikuti perkembangan zaman. Museum yang akan didirikan ini bertujuan sebagai sarana pembelajaran bagi umat mengenai dinamika hidup gereja. Panitia persiapan pun mulai dibentuk. Panitia ini bernama Panitia Persiapan Museum Misi Muntilan Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang (CL 2 dan CL 3).146

Alasan dipilihnya Muntilan sebagai tempat didirikannya MMM yakni terkait dengan alasan historis. Kisah sejarah yang terjadi di Muntilan tidak hanya terkait dengan Muntilan saja tetapi juga sejarah perkembangan KAS. Bahkan Muntilan disebut sebagai Betlehem van Java. Muntilan adalah tempat Romo van Lith peletak dasar gereja KAS menjalankan karya misinya. Jejak Romo van Lith

144

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017, dan Romo Bambang Sutrisno, Pr.pada tanggal 17 Mei 2017

145

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. loc. cit, Romo Bambang, Pr. loc. cit, Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017

146

55

ini tampak pada peninggalannya berupa Gereja Santo Antonius Muntilan, pastoran, dan sekolah-sekolah (CL 3 dan CL 4).147

Terkait dengan pembangunan museum, pastoran dipilih sebagai tempat yang tepat untuk mendirikan museum. Alasannya karena suasana sangat mendukung dimana bangunan pastoran dekat dengan gereja dan memiliki nilai sejarah. Akan tetapi, pastoran masih digunakan oleh romo-romo sehingga perlu membuat gedung baru sebagai penggantinya. Izin pembangunan dari gedung ini adalah untuk pastoran. Bentuk gedungnya pun ada ruang pertemuan dan kamar-kamar yang direncanakan sebagai tempat pertemuan Orang Muda Katolik (OMK) dan PIA (Pendampingan Iman Anak) (CL 13 dan CL 3).148 Namun, umat

Muntilan merasa bahwa gedung baru tersebut kurang ideal jika digunakan sebagai pastoran. Hal ini memunculkan kebijakan baru yang dibuat oleh Mgr. Ignatius Suharyo yaitu gedung baru yang direncanakan sebagai pengganti pastoran ditata sebagai museum (CL 13).149

Pada tahun 2002, bangunan ini mulai difungsikan sebagai museum (CL 2 dan CL 3).150 Mulanya museum ini bernama Museum Misi Muntilan Sejarah

Gereja Keuskupan Agung Semarang. Akan tetapi, pada tahun 2004 Mgr. Ignatius Suharyo meresmikan dan memberkati museum ini dengan nama Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (CL 13).151

147

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit, dan Bapak Seno, loc. cit.

148

Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr., loc. cit dan Bapak Seno, loc. cit.

149

Lebih lanjut disampaikan oleh Romo Bambang Pr. melalui wawancara pada tanggal 17 Mei 2017

150

Hasil wawancara dengan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017dan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017

151

b. Kendala

Beberapa kendala yang dihadapi ketika mendirikan museum adalah masalah kepemilikan tanah, pendanaan dan pemahaman tentang museum. Masalah kepemilikan tanah bermula karena tanah yang akan digunakan sebagai museum adalah tanah milik kongregasi Serikat Jesuit (SJ). Sementara itu, orang umum melihat bahwa program tersebut adalah bagian dari program KAS yang identik dengan Imam Praja. Banyak pihak yang belum mengetahui jika pembangunan museum adalah program antara KAS, Serikat Jesuit, bruder FIC, dan Suster Fransiskan karena terkait dengan kawasan situs misi di Muntilan (CL 13).152

Berdasarkan buku Pedoman MMM untuk mengatasi kendala tersebut diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Uskup Agung Semarang, Romo Provinsial S.J., dan Bruder Provinsial FIC yang menjelaskan bahwa Kongregasi Serikat Jesuit Provinsi Indonesia menjadikan aset tanah bagi pembangunan MMM, Kongregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah dipakai oleh Romo Sanjaya, Pr dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak KAS menjadi pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya.

Kendala berikutnya yaitu mengenai pendanaan untuk pembangunan museum. Dalam hal pendanaan untuk pembangunan museum itu tidak mudah. Pembangunan museum tidak serta merta didukung berbeda dengan kegiatan

152

57

gereja lainnya seperti ekaristi. Selain itu hasilnya tidak instan sebab museum ini adalah investasi jangka panjang (CL 3).153

Kendala lain dalam mendirikan museum adalah pemahaman tentang permuseuman. Ada yang memahami museum itu hanya pada sisi sejarah saja bahkan museum dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda kuno seperti gudang. Akan tetapi, ada juga yang memahami bahwa museum itu adalah sesuatu yang dinamis dan boleh berkembang (CL 3 dan CL 4).154 Dalam

penyelenggaraannya juga muncul kendala. Kendalanya adalah MMM bukan hanya sebagai museum saja melainkan sebagai rumah bagi Komisi Karya Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS. Maka sebetulnya penyelenggaraan museum menjadi tidak fokus. Artinya terkadang yang berperan adalah Komisi Karya Misioner tetapi terkadang juga Karya Kepausan Indonesia. MMM pernah hanya dipahami sebagai sarana atau alat saja untuk menyelenggarakan karya-karya (CL 4).155

c. Proses Pengumpulan Benda Koleksi

Pada mulanya benda-benda yang menjadi koleksi di MMM berasal dari Wisma KAS.156 Setelah disebarkan informasi tentang adanya museum ini koleksi

pun bertambah misalnya dari berbagai macam ordo dan kongregasi. Koleksi museum berupa jubah, patung, gambar, foto, naskah, panji-panji, lukisan, souvenir, dan berbagai peralatan yang digunakan para misionaris maupun awam.

153

Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017

154

Hal ini diutarakan oleh Bapak Seno, loc. cit, dan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017

155

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit.

156

Hal ini dikatakan oleh Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017, Romo Nugroho, Pr., pada tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017.

Koleksi benda yang dimiliki MMM bukanlah duplikat melainkan benda asli sehingga dalam perkembangannya museum dikatakan sebagai museum kaya.157

Koleksi museum ini berasal dari hibah, kecuali lonceng dari Boro. MMM harus mengganti lonceng tersebut dengan lonceng yang baru (CL 2 dan CL 3).158

Pengumpulan benda untuk koleksi MMM memiliki kriteria tertentu. Walaupun belum ada rumusan yang definitif. Akan tetapi, benda yang dapat menjadi koleksi di MMM adalah benda-benda yang berkaitan dengan karya misi gereja KAS dan memiliki nilai bukan hanya lokal tetapi juga KAS. Benda-benda tersebut berkaitan dengan proses perkembangan gereja dari awal hingga perkembangannya dan ada tokoh-tokoh tertentu seperti biara, biarawati, uskup, dan awam. Kriteria tersebut digunakan untuk memilah benda-benda yang memang ada hubungannya dengan sejarah gereja KAS karena banyak umat yang memberikan benda-benda kuno tetapi belum tentu ada hubungannya dengan gereja KAS.159

Berdasarkan hasil penelitian di atas, sejarah MMM PAM bermula dari adanya peringatan 50 tahun KAS. Dalam peringatan tersebut disusun beberapa program yang ditujukan untuk umat Katolik. Salah satu programnya adalah pembuatan museum yang hidup agar umat menyadari pentingnya memahami sejarah perkembangan gereja KAS. Tempat yang dipilih untuk membangun museum ini adalah Muntilan. Alasannya, Muntilan adalah tempat lahirnya karya misi Gereja Katolik di Jawa sehingga disebut Betlehem van Java.

157

Hasil wawancara dari Bapak Seno, loc. cit.

158

Hasil wawancara dari Bapak Seno, loc. cit, dan Bapak Muji, loc. cit

159

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno dan Bapak Muji, loc. cit

59

Ketika MMM dibangun ada beberapa kendala yang muncul. Kendalanya seperti masalah kepemilikan tanah, pendanaan dan pemahaman tentang museum. Proses pengumpulan koleksi MMM juga tidak mudah dan dibutuhkan kriteria tertentu. Tidak semua benda peninggalan sejarah bisa dijadikan koleksi. Sementara itu, minat masyarakat untuk memberikan benda bersejarah agar dipamerkan di museum cukup tinggi. Hal ini berarti masyarakat menyambut baik keberadaan museum tersebut. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan musyawarah dan masing-masing pihak dapat menerima hasil musyawarah sehingga museum dapat diresmikan oleh Mgr. Ignatius Suharyo.

2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang Berkaitan dengan Pendidikan Karakter

a. Kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM

Kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM ada tiga, antara lain: kegiatan bidang koleksi, reparasi dan konservasi, dan edukasi. Kegiatan bidang koleksi yakni kegiatan berkaitan dengan mencari, mengumpulkan, mendata, mencatat, mempelajari, dan memajangkan koleksi. Kegiatan bidang preparasi dan konservasi berkaitan dengan merawat gedung, kebersihan, keamanan, kenyamanan, kerapihan, keindahan, dan seterusnya. Kegiatan bidang edukasi berkaitan dengan sosialisasi, presentasi koleksi, kemudian menggali informasi, menyampaikan informasi, dan meneliti benda-benda koleksi. Ketiga kegiatan tersebut dilaksanakan secara rutin (CL 2).160 Pada kegiatan bidang koleksi ada

perawatan rutin pada benda koleksi secara harian maupun mingguan. Begitu pula

160

dengan kegiatan lainnya seperti reparasi dan konservasi yang rutin merawat cat, dinding, listrik dan sebagainya setiap hari. Untuk kegiatan bidang edukasi yang rutin dilakukan adalah pendampingan terhadap pengunjung (CL 4).161

b. Kegiatan Edukasi Berkaitan dengan Pendidikan Karakter

Secara konkret, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan karakter adalah pendampingan. Pendampingan ini dibedakan menjadi 2, yaitu pendampingan singkat dan pendampingan panjang. Pendampingan singkat adalah pendampingan yang dilakukan selama 30 menit sampai 2 jam. Pendampingan singkat sering dilakukan kepada pengunjung yang datang rombongan. Proses pendampingan singkat dilakukan oleh tim edukasi MMM dengan mengantar pengunjung ke ruang presentasi film dan memberikan pengarahan. Setelah itu pengunjung baru diajak berkunjung untuk melihat koleksi yang ada (CL 2).162

Untuk pendampingan panjang dilakukan selama 4 jam sampai akhir pekan. Istilah lain dari pendampingan panjang ini adalah rekoleksi. Rekoleksi adalah pendalaman yang bersifat rohani, artinya ada tarikan-tarikan atau refleksi yang berkaitan dengan semangat hidup khusus untuk pengunjung beragama Katolik.163

Sebenarnya kegiatan seperti ini yang paling diharapkan oleh pengelola museum sehingga pengunjung dapat merasakan sungguh nilai-nilai koleksi untuk kehidupan dirinya.

Salah satu cara yang dilakukan oleh tim edukasi MMM dalam melakukan pendampingan misalnya dengan menunjukkan gambar Mgr. Soegijapranata. Tim edukasi tidak hanya menceritakan siapa, dimana, kapan dilahirkan dan tahun

161

Hal ini juga dikatakan oleh Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017

162

Hal ini disampaikan oleh Bapak Seno selaku anggota tim edukasi MMM tanggal 2 Mei 2017

163

61

berapa Mgr. Soegijapranata wafat, tetapi juga menceritakan bahwa beliau memiliki semboyan 100% Katolik 100% Indonesia. Lalu setiap orang diberi kesempatan untuk merefleksikan hidupnya melalui beberapa pertanyaan reflektif. Apakah sebagai seorang Katolik sudah mencoba menghidupi yang disemboyankan oleh Mgr. Soegijapranata, apakah di dalam kehidupan jaman sekarang masih 100% Katolik 100% Indonesia? Tahap berikutnya diberikan pertanyaan lebih mendalam, kalau sudah bagaimana mempertahankannya? Kalau belum, apa yang akan dilakukan? Kegiatan seperti ini bisa dilaksanakan pada pribadi atau kelompok besar (CL 2).164

Sebelum pengunjung mengadakan kunjungan diberi pertanyaan terlebih dahulu. Pertanyaan mengenai apa yang menjadi tujuan mereka datang ke museum misalnya hanya berkunjung saja tetapi ada juga yang memang ingin belajar secara khusus untuk mendalami sejarah dan semangat keuskupan. Untuk yang ingin lebih mendalami sejarah atau semangat keuskupan, tim edukasi MMM melakukan pendampingan lebih mendalam bisa dilakukan dengan cara outbond maupun permainan-permainan tertentu (CL 3).165

Selain pendampingan singkat dan panjang, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan karakter adalah Novena Misioner Selasa Kliwonan yang dulu bernama Novena Jumat Kliwonan. Novena Misioner Selasa Kliwonan yaitu pertemuan yang menggunakan musik, shalawatan, penampilan, khotbah, dan lain-lain. Kegiatan ini adalah hasil kerja sama antara MMM PAM dengan pengurus Kerkoff. Walaupun kegiatan itu tidak berkaitan langsung dengan benda

164

Hal ini disampaikan oleh Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017

165

koleksi MMM tetapi kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan semangat yang diwariskan para pendahulu (CL 2 dan CL 4).166 Kegiatan edukasi lain yang

diselenggarakan oleh MMM adalah kegiatan orientasi sekolah dimana sekolah yang berada di dekat museum mengajak siswa-siswanya untuk berkunjung. Karakter yang ingin dibangun ketika orang belajar di museum adalah karakter misioner. Karakter misioner adalah karakter orang yang berani menjadi saksi kegembiraan Injil (CL 4).167

c. Kendala Kegiatan

Kendala yang dihadapi ketika menyelenggarakan kegiatan edukasi di MMM adalah inovasi penyelenggaran yang berkaitan dengan cara tim edukasi MMM menyampaikan sejarah dan semangat misi kepada anak-anak dan orang muda. Bahkan, tidak semua orang dewasa pun menyukai sejarah. Cara yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan pembelajaran secara rutin kepada tim edukasi MMM PAM (CL 4).168

Kendala lain dalam menyelenggarakan kegiatan adalah keterbatasan ruangan. Semakin banyak orang yang mengenal MMM, semakin banyak yang ingin menyumbangkan koleksinya. Sementara, koleksi di museum sudah begitu banyak. Cara menghadapi kendala tersebut dengan melakukan kerja sama dengan pihak lain yang masih berkaitan untuk menyediakan ruangan khusus sebagai tempat menyimpan sendiri koleksinya kemudian museum membantu dengan memberikan edukasi. Misalnya ketika mempelajari tentang Romo van Lith, pusatnya memang di Muntilan tetapi tim edukasi MMM bisa bekerja sama dengan

166

Hasil wawancara dengan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017 dan Romo Nugroho, loc. cit.

167

Hal ini ditambahkan oleh Romo Nugroho, Pr., loc. cit.

168

63

Gereja dan Susteran Fransiskan di Gedangan. Begitu juga dengan gereja tua di Ambarawa dimana Romo van Lith pernah tinggal di sana dan MMM yang bertugas merangkaikannya dalam bentuk katekese (edukasi). Kendala lain adalah ketika ada kunjungan mendadak sementara MMM sudah memiliki program lain. Kendalanya ada pada kendala pengaturan waktu karena tenaga yang ada jumlahnya terbatas sehingga tidak bisa melayani banyak orang (CL 2).169

Berdasarkan hasil penelitian di atas, ada 3 kegiatan yang diselenggarakan oleh MMM dikategorikan berdasarkan bidangnya, yaitu kegiatan bidang koleksi, bidang preparasi dan konservasi, dan bidang edukasi. Kegiatan bidang edukasi MMM yang berkaitan dengan pendidikan karakter antara lain: pendampingan kepada masyarakat terdiri dari pendampingan singkat dan panjang, Novena Misioner Malam Selasa Kliwonan, dan kegiatan orientasi siswa sekolah di sekitar museum. Kegiatan edukasi di atas berkaitan dengan pendidikan karakter karena ada karakter yang akan dibentuk oleh tim edukasi MMM. Dalam penyelenggaraannya tim edukasi tidak lepas dari kendala. Kendala yang ada yakni berkaitan dengan inovasi penyelenggaraan kegiatan, keterbatasan ruang, dan tenaga kerja. Namun, tim edukasi dapat menghadapi kendala tersebut. Hal ini tercermin pada kegiatan edukasi yang selalu terselenggara.

169

3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan (MMM) Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengelola museum, pengunjung, guru, dan siswa. Berikut ini hasil penelitian tentang persepsi masyarakat:

a. Persepsi Pengelola Museum Terhadap MMM sebagai Sarana Pendidikan Karakter

1) Pengunjung MMM

Pengunjung MMM dari awal museum berdiri hingga sekarang adalah umat Katolik (CL 3 dan CL 4).170 Umat Katolik yang datang pun masih terbagi ke

dalam beberapa kategori. Misalnya kategori anak dan remaja seperti komunitas sekolah, kelompok missdinar, kelompok sekolah minggu, dan kelompok komuni pertama. Berikutnya kategori orang muda sebagai contoh adalah Panitia Asian Youth Day (AYD) 2017. Untuk kategori dewasa, contohnya adalah keluarga, lingkungan, paroki, romo, uskup, dan lain sebagainya (CL 4).171

Dalam perkembangannya MMM mulai dikenal masyarakat umum dan mulai berani membuka diri dengan membentuk jaringan dengan kelompok lintas iman di mana pernah ada kelompok NU yang datang berkunjung. Salah satu pengelola MMM pernah membantu mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang menyusun skripsi tentang perbandingan Romo van Lith dengan Sunan Kalijaga. Beberapa mahasiswa UNY juga pernah datang dalam rangka mempelajari sejarah gereja di MMM. Jadi, bisa dikatakan bahwa pengunjung MMM itu

170

Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017

171

65

beranekaragam dari umat Katolik sendiri pun beragam ditambah dengan pengunjung dari lintas iman yang memanfaatkan kunjungan ke MMM (CL 3 dan CL 4).172

2) Tokoh yang Menjadi Ikon MMM dan Nilai Karakternya

Tokoh yang menjadi ikon MMM adalah Romo van Lith. Romo van Lith menjadi ikon MMM karena ia menjadi pelopor munculnya jemaat Katolik di Jawa. Romo van Lith adalah orang yang memiliki gagasan bahwa pola bermisi di Jawa tidak serta merta hanya pembaptisan menjadi Katolik saja. Ia memiliki gagasan bahwa kekatolikkan bisa ditangkap kalau Jawa merdeka maka dia menjalankan karya misinya melalui pendidikan. Padahal sebelum Romo van Lith, kegiatan bermisi itu gambarannya Gereja Katolik itu membawa kebenaran dan Jawa itu tanah kegelapan dan untuk menjadi terang maka Jawa harus dikatolikkan.173

Mengenai karakter Romo van Lith, ada tiga karakter yang diungkapkan oleh pengelola MMM. Karakter pertama adalah menjadi manusia beriman, ini tercermin dalam usahanya dalam memperbaiki kehidupan masyarakat melalui pendidikan. Karakter kedua adalah berguna bagi orang lain (man for the others). Karakter ketiga adalah tidak pernah berhenti belajar. Ketiga karakter yang dimiliki Romo van Lith ini dilandasi oleh iman sehingga kereligiusannya tidak hanya berguna bagi diri sendiri tetapi juga berguna untuk masyarakat. Pendidikan yang

172

Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Romo Nugroho, Pr., loc. cit

173

Hal ini dikatakan oleh Romo Bambang Pr. pada tanggal 17 Mei 2017, Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017, dan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017

dikembangkannya pun tidak hanya menyiapkan manusia yang bisa bekerja tetapi manjadi manusia yang memanusiakan manusia (CL 3).174

Sehubungan dengan hal di atas, banyak yang bisa dipelajari dari Romo van Lith pada kehidupan sekarang. Romo van Lith adalah orang yang sangat menghargai budaya. Melalui pendekatan budaya Romo van Lith mampu memahami kehidupan orang Jawa pada saat itu sehingga ia mampu menyatu dengan rakyat. Hal tersebut penting bagi kehidupan masa kini untuk menghargai kebudayaan yang ada. Menghargai kebudayaan ini perlu karena dalam kehidupan kita berdampingan dengan saudara-saudara lain (CL 4 dan CL 13).175 Romo van

Lith telah memberi contoh bahwa Gereja Katolik itu tidak eksklusif dan harus selalu berdialog dengan orang lain untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara (CL 4).176

3) MMM sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Museum ini memang tujuan awalnya untuk pendidikan karakter misioner (CL 4).177 MMM bisa menjadi sebagai sarana pendidikan karakter karena MMM

menjadi sarana tugas perutusan karya misi dimana tugas karya misi saat ini adalah pembentukan karakter. Karya misi bukan sekedar membuat orang menjadi beragama Katolik tetapi membuat orang semakin beriman, sejahtera dan bermartabat (CL2).178 Hal yang pertama kali digali pendampingan di MMM

adalah memahami diri sendiri di hadapan Tuhan agar bisa menghargai sesamanya.

174

Hasil wawancara dengan Bapak Seno, loc. cit.

175

Hal ini diungkapkan oleh Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017 dan Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017

176

Hal ini ditambahkan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017

177

Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit

178

67

Semakin matang seseorang itu semakin terbuka sedangkan seseorang fanatik tertutup artinya tidak memiliki karakter. Seseorang yang tidak memiliki karakter akan dikuasai oleh kekuasaan tertentu sedangkan seseorang yang berkarakter memiliki keyakinan diri, pemahaman terbuka, dan berprinsip. Orang yang sudah pernah mengikuti pendampingan di MMM akan memiliki karakter yang berani berpendapat, berprinsip, dan terbuka serta kritis seperti Romo van Lith (CL 13).179

b. Persepsi Pengunjung Terhadap MMM Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

1) Tujuan Awal Datang ke Museum

Tujuan awal sejumlah pengunjung yang datang ke MMM itu bermacam-macam. Ada pengunjung yang bertujuan dalam rangka ziarah ke Sendang Sono dan kerkoff lalu sekaligus mengunjungi museum.180 Ada pula pengunjung yang

kunjungannya berkaitan dengan himbauan dari Uskup Jakarta untuk mengamalkan Pancasila dan menghargai jasa para pahlawan termasuk pahlawan yang beragama Katolik. Kunjungan ini tidak hanya sekedar mampir saja tetapi sudah direncanakan sebelumnya (CL 9).181 Tujuan pengunjung lainnya datang ke

Dokumen terkait