• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Bagi pengelola MMM hendaknya melakukan promosi lebih banyak kepada masyarakat di sekitar terutama orang muda. Agar masyarakat di sekitar semakin mendapatkan manfaat dari adanya museum. Pengelola hendaknya menunjukkan keindonesiaan dengan menampilkan tokoh-tokoh nasional yang lahir dari pendidikan Romo van Lith.

2. Bagi tim edukasi MMM hendaknya melakukan pendampingan yang lebih intensif kepada masyarakat sekitar. Hal ini terkait dengan proses pembentukan karakter membutuhkan waktu yang lama.

105

3. Bagi pengunjung hendaknya melakukan kunjungan lebih dari satu kali agar dapat semakin memahami nilai-nilai yang didapat untuk kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo

Andi Prastowo. 2014. Metode Penelitian Kualitatifdalam Perspektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia

Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi

____________.2005. Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi

Burhan Bungin. 2014. Penelitian Kualitatif Edisi Kedua, Jakarta: Prenada Media Group

De Vaulux, Bernard. 1969. History of the Missions. London: Burn and oates

Doni Koesoema A. 2010. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman

Global. Jakarta: Gramedia

Hamid Darmadi. 2014. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta

Husaini Usman dan Purnomo Setiady. 2008. Metodlogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Irbandi Rukminto Adi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan

Sosial: Dasar-Dasar Pemikiran. Jakarta: Raja Grafindo Persada

107

Kirchberger, George. 1999. Misi Gereja Dewasa Ini. Maumere: Lembaga Pembentukan Berlanjut Arnold Jansen

Lexy Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Rosdakarya

Made Pidarta. 2013. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak

Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta

Moh. Amir Sutaarga,. 1990. Pedoman dan Penyelenggaraan dan Pengelolaan

Museum. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Muchlas Samani, dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muhammad Yaumi. 2014. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi. Jakarta: Kencana

Mukhrizal Arif, dkk. 2014. Pendidikan Posmodernisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Nyoman Kutha Ratna. 2014. Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam

Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rulam Ahmadi. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Schouten. 1992. Pengantar Didaktik Museum (terj.). Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Steenbrink, Karel. 2006. Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 1). Maumere: Ledalero

______________. 2006. Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 2). Maumere: Ledalero

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (terjemahan). Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rhineka Cipta

Sutarjo Adisusilo. 2014. Pembelajaran Nilai-Karakter:Konstruktivisme dan VCT

Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Depok: RajaGrafindo

Persada

Syamsul Kurniawan. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar. Ruzz Media

Tim Edukasi MMM. 2008. Pendidikan Model van Lith. Muntilan: MMM PAM

Tim MMM PAM. 2009. Pedoman Museum Misi Muntilan Pusat Animasi

109

Tjahjopurnomo. 2001. Sejarah Permuseuman di Indonesia. Jakarta: Direktorat Permuseuman, Direktorat Jenderal dan Purbakala, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Wina Sanjaya. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Woga, Edmund. 2006. Dasar-Dasar Misiologi. Yogyakarta: Kanisius

Sumber Internet:

Iqbal. Museum Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

(http://museumppiptek.blogspot.co.id/ ) diakses tanggal 17 April 2017

Mohammad Zakaria. Pengertian, Fungsi, dan Jenis-jenis Museum.

(

http://belajaritutiadaakhir.blogspot.co.id/2011/08/museum-di-indonesia.html)diakses tanggal 17 April 2017

Lampiran 1

LEMBAR OBSERVASI MUSEUM

Lokasi : Museum Misi Muntilan

Waktu Pelaksanaan : 27 April 2017

No Objek yang diamati Hasil

Ya Tidak

1. Lokasi museum strategis √

2. Museum memiliki bangunan pokok ( pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor,laboratorium konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang penyimpanan

Koleksi)

3. Museum memiliki bangunan penunjang (lobby, tempat parkir, toilet dan pos keamanan)

√ 4. Koleksi museum memiliki nilai sejarah dan nilai-nilai

ilmiah

√ 5. Koleksi museum dijelaskan secara historis dan

fungsinya

6. Museum memiliki alat pengamanan (CCTV) √

7. Museum memiliki pengamanan yang ketat terhadap koleksi

√ 8. Ruangan penataan koleksi museum terjaga

kebersihannya

√ 9. Museum memiliki pengatur suhu ruangan untuk

menjaga koleksi

√ 10. Pencahayaan ada di setiap ruang koleksi di museum √

11. Museum memiliki ruang penyimpanan koleksi yang luas

√ 12. Museum memiliki daftar inventaris koleksi yang

diperbarui secara rutin

13. Museum memiliki kurator √

14. Museum memiliki memiliki tim edukasi √

111

Lampiran 2 KISI-KISI WAWANCARA 1. Kisi-Kisi Wawancara Pengelola

No Butir-Butir Pertanyaan

1 Latar belakang berdirinya museum

2 Tujuan didirikannya Museum Misi Muntilan? 3 Alasan dipilihnya Muntilan

4 Proses pengumpulan benda di Museum

5 Kegiatan edukasi berkaitan dengan pendidikan karakter

6 Persepsi terhadap Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter

2. Kisi Kisi Wawancara Pengunjung

No Butir-Butir Pertanyaan

1 Tujuan berkunjung ke museum

2 Kesan pengunjung terhadap Museum Misi Muntilan

3 Persepsi terhadap Museum Misi sebagai sarana pendidikan karakter

3. Kisi-Kisi Wawancara Guru

No Butir-Butir Pertanyaan

1 Penggunaan Museum Misi sebagai sarana pembelajaraan 2 Penapat guru tentang koleksi

3 Cara memanfaatkan Museum Misi Muntilan

4 Persepsi terhadap Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA KEPADA PENGELOLA MUSEUM MISI MUNTILAN

Permasalahan 1: sejarah dan koleksi Museum Misi Muntilan

a. Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan? b. Apa tujuan didirikannya Museum Misi Muntilan?

c. Bagaimana visi dan misi Museum Misi Muntilan?

d. Apa saja kendala yang dihadapi ketika mendirikan Museum Misi Muntilan? e. Mengapa Muntilan menjadi tempat yang dipilih untuk mendirikan Museum

Misi Muntilan?

f. Berasal darimana saja koleksi Museum Misi Muntilan?

g. Apa saja yang menjadi kriteria suatu benda untuk bisa menjadi koleksi di Museum Misi Muntilan?  Apa saja yang dilakukan dalam merawat benda-benda koleksi?  Adakah tim khusus yang merawat koleksi-koleksi tersebut?

Permasalahan 2: kegiatan Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan pendidikan karakter.

a. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan?  Apa saja kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Museum Misi Muntilan?

b. Apa yang menjadi kegiatan favorit yang dilaksanakan oleh Museum Misi Muntilan?  Mengapa kegiatan tersebut menjadi kegiatan favorit?

c. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Museum Misi Muntilan dalam bidang edukatif?  Bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan?  Adakah tim khusus yang menangani kegiatan tersebut?

d. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan edukatif tersebut?

e. Bagaimana tanggapan dari masyarakat atas kegiatan edukatif tersebut? Adakah masyarakat yang terlibat pada kegiatan tersebut?

f. Adakah kendala dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut? 

113

Permasalahan 3: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter

a. Siapa saja yang menjadi pengunjung Museum Misi Muntilan? Berasal dari mana saja pengunjung Museum Misi Muntilan?

b. Dari banyak tokoh yang ditampilkan di museum, siapa tokoh yang menjadi ikon dari Museum Misi Muntilan?  Mengapa tokoh tersebut dijadikan ikon dari museum?  Karakter apa yang dapat digali dari tokoh tersebut?

c. Selain karakter dari tokoh yang menjadi ikon Museum Misi Muntilan, karakter apa saja yang bisa digali dari museum ini?

d. Bagaimana pendapat anda mengenai Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter?

PEDOMAN WAWANCARA PENGUNJUNG MUSEUM MISI MUNTILAN Permasalahan: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter

a. Apakah anda sering mengunjungi museum?

b. Bagaimana kesan pertama ketika anda mendengar Museum Misi Muntilan? c. Bagaimana pendapat anda mengenai koleksi yang ada di Museum Misi

Muntilan?

d. Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang paling anda sukai?  Mengapa anda menyukai ruangan tersebut?

e. Siapa tokoh yang memberi anda inspirasi? Apa alasannya? f. Nilai-nilai karakter apa saja yang anda dapat dari tokoh tersebut? g. Bagaimana anda memaknai nilai karakter dari tokoh tersebut?

h. Apa saja kegiatan Museum Misi Muntilan yang anda ketahui? Apakah anda ikut terlibat di dalamnya?

i. Bagaimana pendapat anda tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter?

PEDOMAN WAWANCARA KEPADA GURU

Permasalahan: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter

a. Apakah anda pernah menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pembelajaran?

b. Bagaimana pendapat anda tentang koleksi Museum Misi Muntilan? 

Apakah koleksi-koleksi tersebut membantu anda dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa?

c. Bagaimana pendapat anda terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan Museum Misi Muntilan?

d. Apakah anda melibatkan para siswa untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan Museum Misi Muntilan?

e. Bagaimana cara anda dalam memanfaatkan Museum Misi Muntilan dalam bidang pendidikan?

f. Melihat kayanya koleksi yang memiliki nilai-nilai karakter yang dapat digali serta memiliki kegiatan edukatif, setujukah anda apabila Museum Misi Muntilan menjadi sarana pendidikan karakter?  Bagaimana pendapat anda? g. Bagaimana cara yang anda lakukan untuk menyampaikan nilai-nilai karakter

115

CATATAN LAPANGAN 1 WAWANCARA

Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati

Responden : Tia (Pengunjung, Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Farmasi)

Waktu : 22 April 2017

Keterangan P: Peneliti I: Informan

P: Apakah Tia sering berkunjung ke museum?

I: Jarang, dulu pernah di daerah asal saya sekali di Ende.

P: Bagaimana kesan pertama Tia ketika mendengar kata “Museum Misi

Muntilan?”

I: Penasaran, Museum Misi? Aku memang suka hal-hal berbau sejarah, apalagi ketika masuk ke dalam Museum Misi ada jubah-jubah Romo. Aku suka.

P: Dari banyak ruangan yang ada di Museum Misi Muntilan, ruangan mana yang membuat berkesan atau ruangan mana yang paling menarik?

I: Ada dua ruangan yang membuat berkesan. Pertama, ruangan yang menceritakan sejarah Paus Yohannes Paulus II yang datang ke Indonesia. Alasannya karena penasaran dengan apa yang dilakukan Paus ketika datang kesini dan ada foto-foto ketika Paus memimpin perayaan. Ruangan kedua, ruang yang ada foto van Lith. Van Lith memiliki pengaruh namun jarang diangkat dalam tulisan sejarah. Aku kagum dengan van Lith karena dia mengajarkan tentang persatuan bahwa orang yang merdeka harus mengenal Allah dulu. Makanya beliau mengkatolikkan, atau istilahnya menobatkan orang Jawa supaya merdeka, ketika orang Jawa merdeka maka menjadi setara dengan Belanda.

P: Jadi, tokoh yang menginspirasi Tia adalah Romo van Lith. Menurut Tia, apa saja nilai-nilai yang bisa diteladani dari tokoh van Lith untuk kehidupan sehari-hari?

I: Van Lith itu bukan orang Indonesia tetapi beliau mau berkorban dan melakukan pelayanan yang total. Saat dia mencoba untuk mendekati orang Jawa secara tidak

langsung pasti dia “dilihat” sebelah mata oleh orang asing lain tetapi dengan kerendahan hatinya, dengan tulusnya, untuk tetap menjalankan misinya, saya harus membuat semua orang merdeka dihadapan Tuhan itu benar-benar melakukan totalitas. Nilai yang bisa aku teladani adalah totalitasnya dalam melakukan tugas. Aku belum bisa sampai kesitu jadi aku mau berusaha buat melakukan tugas secara total.

P: Bagaimana tanggapan Tia kalau misalnya museum misi muntilan ini dijadikan sarana pendidikan karakter?

I: Setuju sekali, karena banyak hal yang bisa dipelajari dari setiap tokoh-tokoh yang dijelaskan oleh pendamping, banyak banget tokoh yang belum dikenal tetapi hal-hal yang mereka kerjakan itu luar biasa.

117

CATATAN LAPANGAN 2 WAWANCARA

Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati

Responden : Pak Muji (Pengelola MMM PAM)

Waktu : 27 April 2017

Keterangan P: Peneliti I: Informan

P: Apa latar belakang didirikan Museum Misi Muntilan dan mengapa di Muntilan?

I: Sebetulnya museum itu ada di Semarang di kompleks keuskupan tapi disana agaknya tidak berkembang. Museum menjadi semacam gudang tempat penyimpanan benda-benda bersejarah. Lalu Mgr. Suharyo tahun 1998, menunjuk Romo Bambang Sutrisno untuk membuat museum yang hidup di Muntilan. Mengapa di Muntilan? Karena ada alasan historisnya. Secara historis Muntilan diakui sebagai tempat awal tumbuh berkembangnya jemaat Katolik di Pulau Jawa maka Muntilan disebut Betlehem van Java. Maka museum diletakkan di pusatnya yaitu di Muntilan. Lalu museum ini tahun 1998 Romo Bambang mulai merintis membuat museum ini mulai didirikan bekerja sama dengan keuskupan dan Serikat Jesuit (SJ). Tahun 2000 mulai beroperasi, mulai ada tamu, sudah mulai ditata, dsb. Lalu tahun 2004 diberkati dan diresmikan oleh Mgr. Ignatius Suharyo

P: Apa tujuan utama didirikannya Museum Misi Muntilan?

I: Museum pada umumnya dikenal sebagai tempat menyimpan benda-benda sejarah tetapi sekarang museum menjadi tempat pembelajaran bernilai sejarah. Mengapa didirikan museum ini? Awalnya Mgr. Ignatius Suharyo mengatakan untuk membuat museum yang hidup, supaya ada pembelajaran dari umat mengenai dinamika hidup gereja. Jadi, museum ini didirikan supaya ada pembelajaran bagi umat dinamika hidup gereja. Itu yang penting. Menjadi museum yang hidup artinya setiap pengunjung di museum mesti dipandu. supaya

mereka ada proses pembelajaran, kalau dibiarkan masuk (museum) hanya melihat saja kurang mendapatkan makna.

P: Bagaimana cara mengumpulkan koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan? I: Pengumpulan koleksi yang pertama dari keuskupan, lalu bertambah karena kami menyebarkan informasi tentang adanya museum ini. Maka, kelompok

religious banyak mengirim data-data historis. Kadang-kadang kami harus

mendatangi, seperti misalnya Pak Kari Dharmo Suprapto yang di Gunung Kidul itu, kami datangi ke sana lalu membawa barang-barangnya. Jadi, hibah. Hampir semuanya diserahkan secara hibah, kecuali lonceng dari Boro harus diganti lonceng baru ke Boro. Koleksi itu sangat banyak dan ruangannya terbatas, maka banyak disimpan di gudang.

P: Apa kriteria suatu benda koleksi dari MMM untuk bisa dipajang?

I: Jadi di sini itu pendekatannya adalah pendekatan proses dan tokoh. Pertama, kita tampilkan tokoh-tokoh. Lalu di ruang tertentu proses bagaimana perkembangan gereja dari awal hingga perkembangannya. Lalu ada tokoh awam, tokoh biara-biarawati, tokoh-tokoh uskup, tokoh-tokoh berkharisma. Jadi, kami tidak sembarang meletakkan setiap ruang itu mempunyai maksud tertentu.

P: Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh MMM dalam bidang edukatif?

I: Dalam bidang edukatif antara lain: pertama, semua pengunjung harus dipandu. Pemanduan itu adalah melaksanakan bahwa MMM menjadi pusat animasi missioner yang menggemakan semangat bermisi. Pemanduan itu adalah proses edukasi kepada pengunjung. Kedua dengan mengadakan kerja sama dengan kelompok pengurus kerkoff yaitu setiap malam Selasa Kliwon “mengadakan

semacam pengajian” yaitu pertemuan dengan menggunakan musik tradisional, shalawatan, penampilan, khotbah, dll. Itu adalah proses edukasi. Itu saya katakan proses edukasi dari museum karena hampir semua yang menangani museum. Ketiga, kami sering berkunjung ke kelompok-kelompok tertentu, kami tidak hanya menunggu yang datang ke museum tetapi juga datang ke kelompok-kelompok tertentu seperti paroki dan lingkungan. Disitulah mengadakan edukasi.

119

P: Dari ketiga kegiatan tersebut siapa saja yang terlibat?

I: Yang pokok adalah orang-orang dari museum tetapi juga menggunakan jaringan-jaringan kerja. Jaringan kerja itu banyak sekali, misalnya jaringan kelompok paroki Santo Antonius Muntilan. Jaringan itu bisa juga tenaga-tenaga relawan yang pernah bekerja sama dengan Museum Misi Muntilan.

P: Bagaimana tanggapan dari masyarakat terhadap kegiatan yang diadakan museum?

I: Kami melihat gejala-gejala yang ada, masyarakat di sini terutama masyarakat Katolik, misalnya setiap malam Selasa Kliwonan yang diadakan di Kerkoff, pengunjungnya cukup banyak. Lalu misalnya kerja sama dengan kelompok lintas iman juga baik dan kami hampir setiap tahun mengadakan gelar budaya. Gelar budaya ini melibatkan lintas iman dari pondok pesantren, dan sebagainya. Hal itu menjadi tanda-tanda menunjukkan respon masyarakat cukup positif terhadap museum ini.

P: Berkaitan dengan koleksinya, Museum Misi Muntilan memiliki banyak tokoh yang ditampilkan. Siapa tokoh yang menjadi ikon dari Museum Misi Muntilan? I: Sebetulnya tokoh utama itu Romo van Lith, karena beliau menjadi pelopor, perintis munculnya jemaat Katolik Pulau Jawa dengan pembaptisan di Sendang Sono. Kedua, karena mengembangkan atau mewartakan Injil lewat karya pendidikan maka sampai pemerintah mengapresiasi karya van Lith itu hingga mendapat bintang jasa dari pemerintah Oktober tahun lalu (2016). Jadi, gereja tampil bermisi itu Romo van Lith menjadi ikonnya. Semua tokoh juga bermisi tapi pasti lain misinya.

P: Karakter apa saja yang bisa digali dari museum ini?

I: Yaitu pertama, gereja itu berkembang karena keterlibatan semua pihak, itu yang pokok. Gereja didukung oleh semua pihak. Lalu tokoh-tokohnya pada umumnya itu sangat dekat dengan umat, seperti Mgr. Soegijapranata, lalu Yustinus Kardinal Darmojuwono, jadi karakternya pertama keterlibatan semua pihak dan kedua, pemimpinnya dekat dengan umat.

CATATAN LAPANGAN 3 WAWANCARA

Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati

Responden : Bapak Ant. Tri Usada Sena (Pengelola MMM PAM)

Waktu : 2 Mei 2017

Keterangan P: Peneliti I: Informan

P: Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan?

I: Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Missioner didirikan oleh Keuskupan Agung Semarang. Tim persiapan sudah mulai ada tahun 1990. Pada waktu itu keuskupan berulang tahun ke 50. Pada ulang tahun itu, ada beberapa program yang dibuat oleh keuskupan. Programnya itu mengarah ke umat semua. Salah satunya adalah membuat museum ini. Mengapa membuat museum? karena pimpinan keuskupan waktu itu Mgr. Ignatius Suharyo berfikir: Semarang itu, sebagai keuskupan boleh dikatakan baik, maju, istilah rohaninya mendapat banyak rahmat, lalu museum menjadi wujud dari atas banyaknya rahmat tapi sekaligus selain syukur, Mgr. Ignatius Suharyo mengingatkan bahwa kita bisa seperti ini karena Semarang itu umatnya relatif banyak, umatnya terus berkembang, program dan kegiatan bisa berjalan, dan ada sejarahnya. Pembuatan museum di satu sisi sebagai ungkapan syukur, satu sisi mengingatkan terutama anak-anak muda juga umat Semarang bahwa ini semua tidak langsung jadi, supaya dengan melihat sejarah, umat lalu tertantang, untuk aku sendiri bisa menyumbang apa. Tahun 1990 mulai gagasannya, 1998 dibentuklah panitia persiapan namanya Panitia Persiapan Museum Misi Muntilan Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang bukan Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Entah bagaimana, kehebatan Mgr. Ignatius Suharyo yang ditunjuk menjadi pengelola itu (kepanitian) justru bukan orang sejarah. Yang memimpin itu justru Romo Bambang Sutrisno, beliau bukan orang sejarah tapi justru pengembang umat,

121

pastor umat, memang ada beberapa ahli sejarah termasuk Ibu Sumini. Ibu Sumini menjadi pendamping dari sisi sejarah lalu juga ada Romo Hasto. Lalu pada sisi bangunan itu para insinyur dari Universitas Soegijapranata. Memang ada praktisi museum namanya Pak Marsudi, beliau orang dari pemerintah yang bekerja pada bidang kebudayaan bagian Muskala (Museum dan Benda Purbakala). Lalu dalam perkembangannya, kita baru tahu gagasan Mgr. Ignatius Suharyo adalah supaya museum yang dibangun ini nanti tidak seperti museum-museum yang lain. Waktu itu museum-museum ada bangunan, ada benda-benda penting mahal

dikumpulkan. Lalu menjadi seperti istilahnya “gudang mahal”. Mgr. Ignatius Suharyo berfikir supaya museum yang nanti didirikan Keuskupan Agung Semarang itu istilahnya menjadi museum yang hidup. Museum yang bisa menjadi sarana edukasi, museum yang tetap ada hubungannya dengan perkembangan zaman. Maka waktu itu dipilihlah Romo Bambang Sutrisno yang mempunyai tim bernama P3J. Tim inilah yang mengolah bagaimana sebuah benda mati bisa berbicara untuk orang hidup jaman sekarang. Contohnya adalah sepeda onthel (benda mati). Kalau dilihat hanya sepeda, tapi bagaimana dari sepeda itu bisa memancing orang jaman sekarang, iya aku juga punya sarana transportasi, aku juga punya sarana, bagaimana bisa aku gunakan untuk menjadi berkah bagi banyak orang. Kira-kira itu latar belakang pendirian museum. Jadi ada historis, ada yang kelembagaan tadi Keuskupan Agung Semarang. Tapi juga ada latar belakang orang-orang tertentuseperti Mgr. Suharyo, lalu Romo Bambang dari sisi ketokohannya dan kebetulan juga mulai dikumpulkan sebetulnya benda-benda yang nanti akan menjadi koleksi di museum. Beberapa koleksi dikumpulkan di Semarang sana. Lalu 1998 terbentuk panitia, sudah rapat lalu muncul dua bidang dalam kepanitian itu, satu sisi namanya bidang kewadakan itu akan mengurus bangunan, pemajangan, situasi sekitarnya, dan yang tidak kalah penting sisi isinya. Isi itu lalu memikirkan edukasinya seperti apa. Lalu yang bagian wadak itu lebih banyak ditangani oleh teman-teman dari Semarang, arsitek, ahli bangunan, pendanaan dan sisi edukasi. Bu Sumini banyak mengisi sejarahnya, bagaimana menata sejarah, urutannya seperti ini, dst. Lama-lama juga bergabung beberapa teman dari Museum Benteng Vredeburg yang memberi masukan-masukan. Lalu

tambah Romo Banar mulai menyusun belajar tentang sejarah, belajar tentang museum, belajar tentang dokumen gereja yang ada kaitannya dengan kesejarahan dan permuseuman. Setelah banyak belajar lalu tahun 2000 membangun wadahnya. Lalu ini dibangun dan menjadi catatan sejarah untuk museum sendiri waktu itu dipilih tempatnya di Muntilan. Bukan di Semarang. Alasannya adalah ketika tim ini rapat yang bagian isi yang didampingi Bu Sumini dkk, pada rapat menemukan

Dokumen terkait