• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

4. Konsep Misi

Kata misi adalah istilah Bahasa Indonesia untuk kata Latin missio yang berarti perutusan.34 Istilah misi tidak hanya dipakai dalam lingkup keagamaan

tetapi juga di dunia profan seperti misi diplomatis, misi politis, misi ilmu pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Semuanya berarti pelimpahan tugas dan tanggung jawab. Di dalam Gereja istilah misi digunakan baik untuk menunjuk kegiatan yang lebih luas dan umum, yakni menyangkut semua kegiatan Gerejawi, maupun untuk karya khusus pewartaan dan penyebaran iman Kristen kepada orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang belum pernah mendengar tentang Injil, yakni kepada orang-orang yang beragama lain atau yang tidak beragama.35

Secara lebih teologis, kata misi dimaknai sebagai berikut: a) penyebaran iman, b) penyebarluasan Kerajaan Allah, c) pentobatan kaum kafir, d) pembentukan Gereja-Gereja baru. Semua arti ini menjadi biasa sejak kira-kira berdirinya Serikat Yesus pada abad ke 16. Sebelumnya dalam teologi missio berbicara mengenai Allah Tritunggal, mengenai perutusan Putera dan Roh oleh

34

Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2006) hlm. 13

35

Allah Bapa. Dalam arti penyebarluasan iman di antara bangsa-bangsa, kata misi mulai dipakai sejak abad ekspansi kultural, politis dan ekonomis Eropa ke seluruh dunia. Oleh karena itu, istilah misi dalam arti seperti digambarkan di atas erat berhubungan dengan ekspansi Eropa itu dan sekarang ini turut memikul kesalahan yang terkandung di dalam ekspansi penuh kekerasan itu.36

Istilah misi dengan arti penyebaran iman baru mulai digunakan pada pertengahan kedua abad 16.37 Sebelumnya Gereja menggunakan istilah lain untuk

menunjuk kegiatan pewartaan Injil, penyebaran iman Kristen, pembangunan jemaat baru, seperti penyebaran iman (propagation fidei), pentobatan orang-orang kafir (conversion gentilium), pewartaan Injil ke seluruh dunia (praedicatio

apostolica), pemeliharaan agama Kristen (procuration salutis apud barbarous

gentes), penananaman baru agama Kristen (novella christanitatis plantation),

penyebaran Kerajaan Kristus (propagation regni Christi), perluasan Gereja

(dilatation ecclesiae), penanaman Gereja (plantation ecclesiae). Istilah misi baru

digunakan secara umum abad ke-17.38

b. Perlunya Misi

Konsili menentukan dasar-dasar teologis sekaligus berfungsi sebagai motivasi yang senantiasa menggerakkan Gereja untuk menjalankan misi. Karya misi merupakan pelaksanaan diri Gereja yang dalam keseluruhan karya

36

George Kirchberger, Misi Gereja Dewasa Ini (Maumere: Lembaga Pembentukan Berlanjut Arnold Jansen:, 1999) hlm. 8-9

37

Edmund Woga, op. cit, hlm. 16

38

19

keselamatan Allah berperan sebagai sakramen.39 Mengenai perlunya misi

diuraikan di bawah ini:

1) Motivasi Teologis: Misi demi Kemuliaan Allah

Pemahaman mengenai misi itu ada dan perlu demi kemuliaan Allah merupakan hasil pemikiran teologis yakni perutusan berasal dari Allah dan kembali ke Allah. Perlunya misi berhubungan langsung dengan rencana penyelamatan Allah sejak penciptaan. Misi adalah cara Allah melaksanakan rencana penyelamatan-Nya yang universal. Misi diperlukan untuk memanggil segala bangsa untuk datang kepada Allah supaya Allah dimuliakan dan seluruh ciptaan disatukan.40

2) Motivasi Kristologis: Kristuslah Satu-Satunya Pengantara

Perutusan Kristus-Putra Allah yang menjadi manusia dijelaskan dalam AG 3 (Dokumen Konsili Vatikan II: Ad Gentes, dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja) adalah sebagai cara yang baru dan definitif kedatangan Allah ke tengah-tengah sejarah bangsa manusia.41 Peranan yang definitif ini menunjukkan

keunikan Kristus bahwa Kristus adalah pengantara antara Allah dengan manusia. 3) Motivasi Eklesiologis: Gereja adalah Tubuh Kristus

Gereja dan Kristus tidak dapat dipisahkan karena adanya hubungan yang eksplisit. Gereja adalah tubuh mistik Kristus dan Kepala Tubuh adalah Kristus. Hubungan ini terjalin karena iman Gereja kepada Kristus ditandai dengan pembaptisan dan keanggotaan di dalam tubuh. Iman, pembaptisan dan

39 Ibid, hlm. 207 40 Ibid, hlm. 207-208 41 Ibid, hlm. 209

keanggotaan dalam Gereja menjadi persyaratan dalam menuju keselamatan.42

Dalam karya misionernya Gereja mengusahakan “perambatan iman” proses mengusahakan anggota Gereja bukan sekedar soal menambah jumlah penganut agama Kristen, tetapi terutama merupakan sesuatu yang prinsipiil dalam keseluruhan karya penyelamatan Allah, dimana Gereja menjadi sakramen-Nya. Iman akan Yesus Kristus menjadi usaha yang pertama dalam karya misi ditandai dengan pembaptisan sebagai pintu masuk ke dalam Gereja.43

4) Motivasi Antropologis: Keselamatan Integral Manusia

Allah menciptakan manusia sebagai pribadi yang utuh; begitu pula dengan keselamatan yang direncanakan-Nya bagi manusia bukan hanya keselamatan jiwa tetapi keselamatan seluruh manusia (badan-jiwa, jasmani-rohani) atau keselamatan yang integral.44 Keselamatan integral merupakan nilai-nilai

manuasiawi eksistensial yang dialami selama manusia hidup, yakni nilai-nilai yang menjamin kehidupan manusia dan membuat manusia menjadi lebih manusiawi dalam segala segi dan dimensi hidupnya.45 Gereja sebagai sarana

keselamatan mengemban tugas untuk menunjukkan keselamatan integral itu. Karya misi tidak hanya diarahkan pada keselamatan jiwa manusia, tetapi harus membuat keberadaan manusia menjadi eksistensi yang terarah kepada kesempurnaan.46 42 Ibid, hlm. 211 43 Ibid, hlm. 212 44 Ibid, 214 45 Loc.cit 46 Ibid, 214-215

21

5) Motivasi Eskatologis: Kepenuhan Keselamatan

Eskatologis adalah pemahaman ajaran tentang akhir dunia dan hidup yang lebih sempurna setelah kehidupan di dunia ini.47 Misi Gereja dalam fenomena

eskatologis berperan terhadap perjalanan seluruh umat manusia menuju tujuan akhir hidupnya. Misi menjadi ajakan kepada manusia untuk berziarah menuju kepada Allah.48 Allah yang sejak awal datang kepada manusia tetap menyertai

manusia untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu Allah sendiri. Misi berarti membawa unsur-unsur penting keselamatan akhir ke dalam kehidupan dunia masa kini.49 Misi bukan hanya persiapan untuk tujuan akhir, tetapi peristiwa dari akhirat

itu sendiri, justru karena daya ilahi pengudusan senantiasa menyertai Gereja. Allah yang menjadi tujuan telah menyertai Gereja dan misinya sampai pada akhir jaman.50 Karya misi merupakan partisipasi pada karya penyelamatan Allah yang

bertujuan untuk mengusahakan agar benih-benih keselamatan dalam setiap ciptaan diperkembangkan dan diarahkan secara utuh kepada kesempurnaan akhir zaman.51

c. Awal Misi di Indonesia

Selama masa pemerintahan VOC tidak ada kebebasan beragama di Indonesia. Kebebasan itu baru ada sebagai akibat bergemanya cita-cita revolusi Perancis: kebebasan, kesamaan dan persaudaraan, yaitu pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811). Mulai tahun 1808 berdatanganlah imam-imam ke Indonesia untuk memulai karya misionernya. Meskipun perkembangan umatnya

47 Ibid, 216 48 Ibid, hlm. 221 49 Ibid, hlm. 219 50 Loc. cit 51 Ibid, hlm. 221

sangat lambat, Paus menetapkan berdirinya Vikariat Apostolik Batavia pada tanggal 20 September 1842.52

Setengah pertama dari abad 19, karya kerasulan hampir terbatas karena kemiskinan dari para missionaris dan adanya larangan dari pemerintah yang berwenang. Misi Indonesia berawal di Kalimantan. Pastor Sanders mengunjungi Kalimantan (Dutch Borneo) tahun 1851, tetapi misi pertama didirikan oleh Jesuit tahun 1883. Tahun 1853, seorang misionaris memilih untuk tinggal di Bangka dimana ada pekerja Katolik di pertambangan timah. Tahun berikutnya, ada misionaris datang ke Sumatera. Namun, di pulau tersebut belum ada misi yang terorganisir sebelum Jesuit didirikan tahun 1888. Misi di Sulawesi prosesnya hampir sama. Misi mulai di Manado tahun 1885, Kepulauan Kei tahun 1888, dan Makasar tahun 1891 dengan masing-masing satu imam.53

Peningkatan misi di Hindia Belanda terjadi antara tahun 1871-1890. Berbagai kegiatan misi meluas seiring dengan meningkatnya para imam Yesuit dan kedatangan suster dan bruder yang lebih banyak. Tahun 1890 jumlah imam di Hindia Belanda ada 45 orang. Peningkatan ini tidak hanya menghasilkan misi-misi baru di luar Jawa, tetapi juga melahirkan sebuah strategi di pulau utama itu sendiri.54

d. Karya Misi di Muntilan

Pada tahun 1892 sudah ada karya Misioner Katolik di Magelang. Karya ini dilakukan oleh Pastor Hebrans dan Pastor F. Voogels SJ. Mereka secara rutin

52

Tim KAS, Garis-Garis Besar Sejarah Gereja Katolikdi Keuskupan Agung Semarang, (Semarang: KAS, 1992) hlm. 15

53

Bernard De Vaulux, History of the Missions (London: Burn and oates, 1969) hlm. 187-188

54

Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 1), (Maumere: Ledalero, hlm. 2006), hlm. 359

23

berkunjung di beberapa desa di Muntilan. Hasil karya Pastor Voogels ini adalah dibaptisnya 135 orang di Muntilan pada bulan Desember 1895.55 Namun, ada

beberapa kendala dalam melakukan karya misioner di Muntilan seperti: kurangnya koordinasi dan kondisi umat yang menyedihkan, jarak yang harus ditempuh, mentalitas umat, dan penyelewengan yang dilakukan oleh oknum yang mencari keuntungan sendiri. Untuk memperbaiki kondisi tersebut dikirimlah tenaga baru, yaitu Petrus Hoevenaars dan Fransiskus van Lith.56

Petrus Hoevenaars dan Fransiskus van Lith tiba di Batavia tanggal 4 Oktober 1896. Keduanya mulai mempelajari bahasa Jawa di Semarang karena akan berkarya di Jawa.57 Sejak bulan Maret 1897 Pastors Hoevenaars ditempatkan

di Yogyakarta.58 Pada tanggal 27 Mei 1899 Hoevenaars dipindahkan ke Mendut

yang merupakan stasi misi baru.59 Sedangkan Fransiskus van Lith menjalankan

karyanya di Muntilan. Tanggal 21 Oktober 1897 Pastor van Lith memperoleh izin pemerintah untuk membuka sebuah pos misi di Muntilan, stasi misi permanen pertama.60

Pastor van Lith berhasil menemukan celah yang bisa dimasuki dalam mengembangkan karya misi yaitu jalur pendidikan.61 Pada tahun 1904, dibukalah

sekolah pendidikan guru di Muntilan. Sekolah ini merupakan kelanjutan dari kursus pelatihan untuk para katekis di Semarang. Hal ini menjadi suatu permulaan

55

J. Soenarjo, Muntilan: Awal Misi Katolik di Jawa. Kenangan 100 tahun Paroki Santo Antonius Muntilan 1894-1994, (Muntilan, 1994) hlm. 12

56

J. Soenarjo, loc. cit

57

Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 367

58

Tim KAS, op. cit, hlm. 15

59

Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 371

60

Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 375

61

yang baik untuk pembelajaran yang lebih umum bagi para guru sekolah dasar.62

Sekolah ini mendapat sambutan baik dari masyarakat sehingga dalam perjalanannya sekolah yang didirikan oleh Pastor van Lith semakin berkembang.63

Pada tahun 1907 mulai dibuka sekolah/sekolah desa yang menjadi sebuah permulaan adanya pendidikan massal mengikuti cara Barat di seluruh wilayah Hindia Belanda. Para alumni dari sekolah Muntilan memiliki peluang kerja yang amat besar. Beberapa kelompok siswa melanjutkan studi mereka untuk menjadi imam.64 Pada tahun 1912, Pastor van Lith membentuk yayasan yang bernama

Xaverius College dibantu oleh para Bruder FIC.65 Tahun 1913 pendidikan rendah

ditutup digantikan dengan sekolah berbahasa Belanda dan Bahasa Jawa dijadikan mata pelajaran tambahan.66 Selain menaruh perhatian ke bidang pendidikan,

Pastor van Lith juga menaruh perhatian di bidang kesehatan. Pada tahun 1902, rumah sakit sederhana didirikan di Muntilan.67 Karya Pastor van Lith dan para

pastor, bruder dan suster yang membantu dan meneruskannya (Pastor van Lith wafat pada tahun 1926) di Muntilan ternyata berkumandang ke wilayah lain, bahkan sampai luar kabupaten Magelang.

Hubungan baik yang dibina oleh Pastor van Lith dan hasil karyanya di berbagai bidang ini ternyata menghasilkan benih-benih baru bagi umat Kristus. Hasil penuaian pertama dari benih ini terjadi di wilayah Yogyakarta, tepatnya di desa Kalibawang dimana pada bulan Desember 1903 secara massal sebanyak 171

62

Kareel Steenbrink, op. cit, hlm. 384

63

J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14

64

Kareel Steenbrink, loc. cit

65

J. Soenarjo, Muntilan, op. cit,hlm. 14

66

Kareel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia Jilid 2, (Maumere: Ledalero, 2006) hlm. 635

67

25

orang dipermandikan dengan air Sendang Sono.68 Pada akhir masa kolonial

rupanya yang diharapkan oleh Pastor van Lith menjadi kenyataan. Muntilan telah menjadi pusat kaderisasi dan penggemblengan bagi Gereja Kristus. Muntilan dengan karya misinya tidak hanya dikenal dan berguna bagi Gereja tetapi juga bagi bangsa Indonesia.69

Dokumen terkait