METODE PENELITIAN
A. Kajian Filologi
1. Deskripsi naskah
Deskripsi naskah merupakan gambaran singkat serta rincian tentang kondisi fisik naskah maupun garis besar isi naskah yang dituangkan secara ringkas untuk mempermudah pengenalan terhadap sebuah naskah. Sehingga dalam membuat deskripsi naskah, hendaknya dipaparkan secara apa adanya sesuai dengan keadaan naskah atau data asli yang ditemukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat deskripsi suatu naskah, yaitu judul naskah; nomor naskah; tempat penyimpanan naskah;
commit to user
asal naskah; keadaan naskah; ukuran naskah; tebal naskah; jumah baris per halaman; huruf, aksara, tulisan; cara penulisan; bahan naskah; bahasa naskah; bentuk teks; umur naskah; pengarang/ penyalin; asal-usul naskah; fungsi sosial naskah; dan ikhtisar teks/ cerita. Berikut adalah deskripsi dari Cariyos Anèh-Anèh (yang selanjutnya disingkat CAA) :
a. Judul naskah : Cariyos Anèh-Anèh, judul naskah tersebut tidak ditulis secara eksplisit, melainkan tersirat pada bait pertama pupuh Dhandhanggula (pada gatra ke 6 dan 7). Sedangkan dalam katalog Behrend (1990) naskah ini diberi judul Cariyos Anèh-Anèh sesuai dengan yang tercantum dalam kolofon.
Gb. 1 kolofon dalam naskah dan keterangan dalam kolofon (Pupuh I Dhandhanggula pada 1) yang menerangkan judul naskah, yaitu ‘... cariyos dêdongèngan, anèh-anèh....‟,
(Cerita Dongeng, aneh-aneh) kemudian naskah tersebut lebih dikenal dengan judul Cariyos Anèh-Anèh.
commit to user
b. Nomor naskah : Naskah tersebut hanya terdapat dalam katalog Museum Sonobudoyo Yogyakarta dengan nomor katalog MSB/ L81 dan kode koleksi SK 93, sedangkan kode microfilmnya adalah Rol no.60.3 tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1990). Selain itu microfilm naskah tersebut juga tersimpan di Laboratorium Filologi, Jurusan Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret dengan kode microfilm Pos.MSB-60 (Rec.0014). Dalam naskah, kode tersebut tercantum pada halaman kosong di awal naskah, ditulis dengan tinta warna hitam di bagian atas. Selain itu pada bagian sampul (punggung naskah) juga ditempel nomor kode naskah yaitu SK 93.
Gb. 27 kode naskah yang tercantum pada halaman kosong pada bagian awal naskah.
c. Tempat penyimpanan naskah : Naskah carik tersebut tersimpan di Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta, sedangkan microfilmnya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta dan Laboratorium Filologi, Jurusan Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
commit to user d. Asal naskah : Yogyakarta
Gb. 28 cap naskah yang menunjukkan asal naskah yang sebelumnya merupakan
milik seseorang yang bernama „Kariosentono‟ dari „Kaoeman, Djokja‟.
e. Keadaan naskah : Masih cukup baik, bagian sudut-sudutnya agak rapuh. Beberapa bagian naskah yang berlubang sudah diperbaiki. Jilidannya masih rapi dan tidak ada selembar naskah pun yang terlepas dari jilidan (masih utuh dan lengkap). Sampul naskah terbuat dari kulit binatang berwarna coklat tua yang bagian pinggirnya sedikit terkelupas dan terdapat motif pada bagian permukaan sampul.
commit to user f. Ukuran Naskah
Ukuran naskah : 20,5 x 33 cm Ukuran teks : 13,5 x 20 cm
Ukuran margin teks : atas 5 cm, bawah 7 cm kanan/kiri 5 dan 5-6 cm Ukuran wêdana : 15 x 27 cm
Ukuran margin wêdana : atas 5 cm, bawah 7 cm kanan/kiri 4 dan 6,5 cm Tebal keseluruhan naskah : 3 cm
g. Jumlah halaman Halaman judul : -
Halaman ditulisi : 232 halaman
Halaman kosong : 3 halaman (1 halaman pada awal naskah dan 2 halaman pada akhir naskah)
h. Jumlah baris per halaman : Tidak menentu, sebab pada tiap awal cerita disertai dengan rêrênggan atau wêdana rênggan, jumlah minimalnya ialah 3 baris per halaman dan jumlah maksimalnya mencapai 18 baris per halaman.
i. Huruf : Jawa Aksara : Jawa Carik
Tulisan : Jarak baris dan jarak huruf teratur, ukuran huruf sedang, bentuk huruf sedang memanjang. Jarak antarhuruf relatif
commit to user
renggang sehingga mudah dibaca, jarak antarbaris renggang , tulisan bagus dan rapi. Ditulis dengan tinta berwarna hitam kecoklatan.
j. Cara penulisan : Ditulis bolak balik (recto verso) yaitu lembaran naskah ditulis pada muka dan belakang, pengaturan ruang tulisan rapi dan cermat, tiap baris ditulis secara lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya, ditulis dengan tinta warna hitam kecoklatan dengan penekanan yang tidak terlalu keras sehingga tinta tidak tembus, spasi atau jarak antarbaris dan antarhuruf cukup renggang. Keunikan cara penulisan lain dalam naskah CAA adalah:
i. Cara penulis dalam menjaga kerapian penulisan naskah yaitu tidak mencoret kata-kata yang salah yaitu dengan menambahkan sandhangan lebih dari satu pada huruf yang salah tulis.
Gb. 31 cara penulisan huruf yang salah , “ .... jeta rum-arum, sakêlangkung
keringan prang pupuh, sabab...” (Pupuh III Gambuh, pada 3)
Terjemahan: „... seketika dapat disegani di dalam peperangan yang sedang
berkecamuk‟.
ii. Penulis juga sering menyisipkan huruf dan sandhangan apabila terjadi kekurangan atau kesalahan penulisan.
commit to user
Gb. 32 menyisipkan huruf dan sandhangan, “ ....ingsun tan nêdya, murwat kèh jinipun, nganti ambelani kapya, umurira bala ngongkang mêksah kari, anèng
jroning bêbaya. Kang pake...” (Pupuh II Dhandhanggula, pada 3)
Terjemahan: ... saya tidak berniat, terlalu banyak mempertimbangkan, sampai membela semuanya, kekuatanku seperti halnya umurku yang tinggal sedikit,
berada dalam bahaya.‟
iii. Penanda pergantian bait.
Gb. 33 penanda pergantian bait iv. Penanda pergantian baris ( ).
Gb. 34 penanda pergantian baris.
v. Bentuk penanda pupuh, mandrawapada di dalam naskah sangat bervariatif. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Gb. 35 mandrawapada pada pupuh I Dhandhanggula
commit to user
Gb. 37 mandrawapada pada pupuh XXV Dhandhanggula
vi. Terdapat sasmita têmbang dalam beberapa pupuh, misalnya:
Gb. 38 sasmita têmbang pada pupuh I Dhandhanggula, pada 1 gatra 10,
“...,mawi madu srêngkara.” Menjelaskan bahwa pupuh tersebut merupakan têmbang Dhandhanggula.
Terjemahan: „... dalam madu srêngkara (sasmita têmbang Dhandanggula).
Gb. 39 sasmita têmbang pada pupuh V Pocung, pada 1 gatra 1, “Gêntya kocap,
fasale kang pônca pucung, wontên....” Menjelaskan bahwa pupuh tersebut merupakan têmbang Pocung.
Terjrmahan: „Berganti cerita, yang kelima adalah Pucung (Pocung)‟.
Gb. 40 sasmita têmbang pada pupuh XIII Pocung pada 5 gatra 9 , “...jêng
ingkang sêkar kasinoman.” Menjelaskan bahwa pupuh selanjutnya akan ditulis dalam bentuk têmbang Sinom.
commit to user
k. Bahan naskah : Naskah tersebut ditulis diatas kertas impor yang terdapat watermark berupa singa bermahkota menghadap ke kiri
membawa pedang di dalam lingkaran yang bertuliskan „PROPATRIA EUISQUE LIBERTATE‟, serta di atas lingkaran terdapat mahkota dan
terdapat countermark „J v H‟. „J v H‟ kemungkinan besar merupakan
singkatan dari Joh van Houtum, kertas tersebut di produksi sekitar tahun 1737-1787 di Arnhem dan Apeldoorn, Belanda.
Gb. 41 & 42 watermark dalam naskah CAA yang sesuai dengan watermark bertuliskan
commit to user
Gb. 43 countermark dalam kertas yang digunakan dalam naskah CAA
l. Bahasa naskah : Menggunakan bahasa Jawa namun di dalamnya banyak ditemukan kata-kata serapan dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab, serta terdapat beberapa nama-nama asing dari daerah Eropa, Cina dan Timur Tengah.
m. Bentuk teks : Berbentuk puisi atau têmbang macapat, terdiri dari 62 pupuh.
Tabel 1. Nama Wêdana Rênggan, têmbang dan jumlah pada dalam naskah CAA
Pupuh Têmbang Jumlah
Pada
Nama Wêdana Rênggan
1. Dhandhanggula 7 Parang Kusuma, Parang Laut
2. Dhandhanggula 5 Karêtêg
3. Gambuh 8 Makutha Raja
4. Gambuh 10 Ukêl Pakis
5. Pocung 4 Palbapang
6. Pocung 10 Baita Kapal
7. Pocung 7 Candhi Trisula
8. Pocung 5 Parang Curi
9. Kinanthi 8 Prang Pupuh
10. Kinanthi 6 Ron Dhandhanggêndhis
11. Kinanthi 11 Pancak Suji
12. Sinom 6 Têrate
13. Sinom 5 Sêkar Dhalimawantah
14. Sinom 7 Candhi Kusuma
15. Mêgatruh 11 Smatri Latarêsmi
16. Mêgatruh 12 Kirkop Maendra
17. Asmaradana 8 Palwa Rambang Rudhaya
18. Asmaradana 10 Simbar Manyura
commit to user
20. Asmaradana 6 Pintu Parang Ajra
21. Mijil 15 Naga Puspita Rêsmi
22. Mijil 10 Padma Kinawi Arja
23. Mijil 9 Simbar Winangwang Wiwara
24. Dhandhanggula 8 Lêlatha Puspitasara
25. Dhandhanggula 7 Gapura Linangse Mulya
26. Dhandhanggula 10 Braja Wiwara
27. Pocung 13 Manyura Rêsmi
28. Pocung 9 Makutha Giri Puspita
29. Durma 16 Kutha Hinadêka
30. Sinom 9 Giri Padma
31. Sinom 8 Bandera Kinawi Puspa
32. Sinom 13 Lata Rêsmi Ginapura
33. Pangkur 10 Gapura Cinawi Lata
34. Pangkur 11 Patra Wiwara
35. Pangkur 12 Candhi Wiwara
36. Pangkur 14 Baita Api
37. Kinanthi 16 Padma Mungging Pangrêngga
38. Kinanthi 11 Candhi Wiwara
39. Asmaradana 15 Simbar Makutha Malige
40. Asmaradana 15 Puspa Candhi Trisula
41. Durma 25 Candhi Arja Kusuma
42. Asmaradana 22 Boneka Cina
43. Pangkur 26 Gapura Kinontha Latu
44. Kinanthi 25 Manyura Rinêngga Praba
45. Kinanthi 27 Candhi Padma
46. Mijil 29 Candhi Lata
47. Sinom 15 Parang Anjola
48. Pangkur 35 Singa Parang Guthak
49. Dhandhanggula 21 Wiwara Raja
50. Pocung 30 Candhi Cêmpurung
51. Mêgatruh, Gambuh 21, 24 Palwa Rumbara
52. Asmaradana,
Maskumambang 21, 53 Padma Kinawi Rêngga
53. Sinom 34 Parang Puspita
54. Mijil 29 Kutha Rinênggèngsara
55. Mêgatruh, Gambuh 25, 9 Candhi Kunjara
56. Dhandhanggula 28 Wiwara Binukasri
57. Pocung,
Maskumambang 20, 25 Candhi Purnama
58. Durma 32 Ron Ginêlung
Jumlah Pupuh= 62 pupuh 959
commit to user
n. Umur naskah : Pada bait pertama pupuh Dhandhanggula terdapat kolofon yang menyebutkan bahwa naskah tersebut ditulis pada hari Sabtu 8 Jumadilakir tahun Ehe. Serta terdapat sengkalan „muluk bujangga wiku wong‟ yang menunjukkan angka tahun Jawa 1780, namun dalam penelusurannya ternyata tidak jatuh pada hari Sabtu melainkan jatuh pada hari Selasa Wage, 30 Maret 1852. Sehingga dapat disimpulkan naskah telah berusia kurang lebih 160 tahun.
Gb. 4 keterangan kolofon pada naskah CAA yang berbunyi ” Ari sêptu ping astha ilallin, ing Jumadilakir Ehe warsa, muluk bujangga wiku wong, wo....” (Pupuh I, pada 1). Terjemahan: Hari Sabtu terhitung tanggal delapan, pada bulan Jumadilakir tahun Ehe, muluk bujangga wiku wong (merupakan sêngkalan yang menunjukkan tahun Jawa 1780).
o. Pengarang/ penyalin: didalam naskah disebutkan „...tuwan Winter juru basa‟
Gb. 5 keterangan tentang nama penulis ,‟Tuwan Winter juru basa, Surakarta..‟ (Pupuh I Dhandhanggula, pada 1) Terjemahan: Tuan Winter transliteur (ahli bahasa dan penerjemah resmi) dari Surakarta.
commit to user
p. Asal-usul naskah: naskah tersebut merupakan kumpulan cerita yang ber-genre anecdote dan merupakan cerita yang berkembang di Eropa, kemudian ditulis dalam Bahasa Jawa oleh C.F Winter. Winter atau Carel Frederik Winter merupakan seorang keturunan Belanda yang bekerja sebagai transliteur (penerjemah resmi) di Surakarta sejak tahun 1818 sampai akhir hayatnya yaitu tahun 1859. Prof. T. Roorda seorang dosen di Akademi Delf, Belanda bekerja sama dengan C.F Winter, menulis karya sastra Belanda ke dalam bahasa Jawa yang kemudian tulisan-tulisan tersebut dimuat di majalah-majalah mingguan di Belanda serta di terbitkan dalam bentuk buku di Indonesia (dalam artikel mingguan Djoko Lodang No.822, 1988).
q. Fungsi Sosial Naskah: Cariyos Anèh-Anèh adalah naskah berjenis Sastra, merupakan naskah yang berfungsi untuk menghibur karena ceritanya yang ringan dan jenaka, selain itu CAA juga memiliki fungsi edukasi sebab di dalamnya tersirat berbagai ajaran moral.
r. Ikhtisar naskah: naskah tersebut berisi 58 anecdotes yang dituangkan dalam bentuk têmbang macapat. Cerita di dalamnya bukan merupakan satu kesatuan, melainkan berdiri sendiri. Misalnya saja, pada pupuh pertama yang menceritakan tentang seorang pandai besi yang diadili sebab telah membunuh seseorang, sedangkan cerita pada pupuh kedua sudah beralih yaitu cerita tentang niat seorang raja yang tidak jadi meruntuhkan sebuah jembatan, dan seterusnya.
commit to user s. Catatan lain:
i. Pemakaian aksara rekan untuk menulis kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya Bahasa Arab dan juga dipakai dalam menulis nama-nama orang asing. Huruf tersebut adalah huruf Jawa yang diatasnya ditandai dengan tiga buah titik diatasnya. Selain itu dalam naskah ini, masih dijumpai penggunaan ja cêrêk.
Gb. 23 nama tempat atau negara pada pupuh XIII Pocung, pada 1, gatra
4,” nêgari Frakrik”. Kata „Frakik‟ ditulis dengan huruf pa dengan tiga titik di atasnya (pa rekan). Terjemahan: Negara Frakik (Perancis).
Gb. 18 Ja cêrêk dibaca nya, “...ingkang nyêpêng sarogira,....” (Pupuh XI Kinanthi, pada 4)
Terjemahan: „... yang memegang kuncinya..‟.
ii. Nomor halaman ditulis dengan angka arab di sudut atas naskah dengan menggunakan tinta yang berbeda dengan tulisan aslinya dan merupakan tambahan dari orang ketiga. Selain itu di atas wêdana terdapat tulisan nama têmbang yang kemungkinan ditambahkan, sebab tulisannya jauh berbeda dengan tulisan aslinya. Contohnya adalah gambar halaman 12 naskah CAA di bawah ini:
commit to user
Gb. 44 Penulisan nomor halaman dan nama têmbang Pocung di atas iluminasi yang merupakan catatan orang ketiga.
iii. Keunikan pada awal penulisan naskah, yaitu tanda yang digunakan ialah penanda bait yang dituliskan pada empat sudut di bingkai naskah dalam iluminasi. Sebab pada umumnya awal
commit to user
penulisan naskah ditandai dengan purwapada, tetapi berbeda halnya pada naskah CAA ini. Tanda seperti itu juga di temukan pada halaman 1, 2, 4, 62, 64, dsb.
Gb. 45 purwapada pada awal penulisan naskah (contoh pada halaman 1 dan 2 )
iv. Keunikan lain ialah pada setiap cerita ditandai dengan iluminasi atau wêdana rênggan yang disertai dengan nama wêdana rênggan yang berbeda-beda di setiap ceritanya. Wêdana adalah gambar ornamental yang membingkai suatu teks (Saktimulya, 1998: 2). Jadi di dalam naskah CAA tersebut terdapat 58 wêdana rênggan beserta nama wêdana rênggan itu sendiri. Di bawah ini adalah dua contoh gambar wêdana rênggan yang terdapat dalam naskah CAA:
commit to user
Gb. 46 contoh iluminasi atau wêdana rênggan pada halaman 1 & 2 (pupuh I Dhandanggula), di bagian dasar wêdana rênggan bagian kiriterdapat nama
wêdana rênggan yaitu „Punika Rênggan Parang Kusuma‟, sedangkan pada bagian kanan tertulis „Punika Rênggan Parang Laut, 1.‟
commit to user
Gb. 47 contoh iluminasi atau wêdana rênggan pada halaman 4 (pupuh II Dhandanggula), di bagian dasar wêdana rênggan terdapat nama wêdana rênggan yaitu „Punika Rênggan Karêtêg, 2‟.
commit to user 2. Kritik Teks
Kritik teks merupakan kegiatan filologi yang paling utama untuk memberikan evaluasi terhadap teks. Kritik teks merupakan pengkajian, pertimbangan, perbandingan dan penentuan teks yang asli atau teks yang paling unggul kualitasnya, serta pembersihan teks dari berbagai macam kesalahan. Dalam melakukan kritik teks diperlukan kecermatan, sebab banyak hal yang harus diperhatikan. Melalui proses kritik teks, ditemukan kesalahan-kesalahan atau varian dalam teks CAA. Kelainan bacaan (varian) yang terdapat pada CAA dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Lakuna adalah bagian yang terlampaui / kelewatan, baik suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat.
b. Adisi adalah bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat.
c. Hipercorect yaitu perubahan ejaan karena pergeseran lafal. d. Ketidakkonsistenan penulisan yaitu ketidakkonsistenan
pemakaian huruf dan penulisan kata dalam naskah CAA.
e. Corupt adalah bagian naskah yang rusak atau berubah sehingga sulit terbaca.
f. Transposisi yaitu pertukaran letak suku kata, kata, maupun kelompok kata.
Pengelompokan kelainan bacaan (varian) disusun dalam bentuk tabel. untuk mempermudah memahami, maka dibuat singkatan sebagai berikut:
commit to user P/ p/ g : pupuh/ pada/ gatra
* : edisi teks berdasarkan pertimbangan linguistik # : edisi teks berdasarkan konvensi têmbang @ : edisi teks berdasarkan konteks kalimat Hlm. : halaman naskah
Edisi : bacaan yang telah dibetulkan
Teks CAA : menunjukkan teks asli dari naskah CAA Varian : menunjukkan varian bacaan teks CAA Berikut ini adalah tabel kesalahan atau varian yang ditemukan:
Tabel 2.1 Daftar kesalahan pemenuhan metrum têmbang yang tergolong Lakuna
No. P/ p/ g Hlm. Varian Edisi
1. I/ 1/ 6 1 cariyos dêdongengan # 2. I/ 6/ 9 3 anyêkapi pandhe gintung
sawiji
anyêkapi pandhe gintunga sawiji #
3. I/ 7/ 2 3 wus kêlakwan gintung sajuga
pan wus kêlakwan gintung sajuga #
4. VI/ 8/ 3 13 tuwan kagungan melik tuwan kang kagungan melik #
5. X/ 2/ 6 21 praptèng radinan margi prapta ing radinan margi #
6. XI/ 8/ 4 23 kang tinya amangsuli kang tinanya amangsuli # *
7. XII/ 1/ 7 25 yèn têrkadhang saras yèn têrkadhang sok saras #
8. XIV/ 1/ 2 30 ingkang winarnèng tulis ingkang winarna ing tulis #
9. XIV/ 5/ 6 31 lah inggih wingkingipun lah ta inggih wingkingipun #
10. XV/ 10/ 4 35 ja kaswèn gya sumaji aja kaswèn gya sumaji # 11. XVI/ 6/ 4 37 kowe ya ge pawèstri kowe ya gene pawèstri # 12. XVI/ 12/ 4 38 namêr nêmbêlas titi namêr nêmbêlas wus titi # 13. XVIII/ 4/ 4 43 dèn paring-paring tuwan lah dèn paring-paring
tuwan #
14. XXI/ 7/ 3 50 wus kêtara isi yatra kèh wus kêtara isi yatra akèh #
commit to user
16. XXII/ 5/ 3 53 sênik kapya ilange #
17. XXVII/ 9/ 1 69 dene tutute wong ala
sawêgung dene tutute wong kang ala sawêgung # 18. XXXIV/ 7/ 5 91 juru gêdhong alon
dènira muwus
juru gêdhong alon dènira amuwus #
19. XXXV/ 1/ 5 93 dosa agêng bilahi raja lampus
dosa agêng bilahi sang raja lampus # 20. XXXVI/ 6/ 2 98 sangking tangga-tangga
tunggal desi
# 21. XXXVI/10/5 99 wong sakitan nora isin
ablubut
wong sakitan nora isin abalubut #
22. XXXVI/11/5 99 thèthèkkana rante
dêdimèn ucul thèthèkkana rantene dêdimèn ucul #
23. XXXVI/13/3 100 kang luwa nêmbah sujud kang luwa anêmbah sujud #
24. XXXVI/14/3 100 kula pêsthèkkên pangguh kula pêsthèkakên pangguh #
25. XXXIX/ 5/ 1 109 dene ta ingkang ruyin dene ta ingkang rumiyin* #
26. XXXIX/15/7 111 mancorong anèng wiyat mancorong anèng ngawiyat #
27. XLI/ 12/ 6 118 bantong Teran si bantong Teran # 28. XLII/ 4/ 7 122 si Seli lan si Sehan si Seli lawan si Sehan # 29. XLII/ 6/ 5 122 nora ge ngurmat samya nora age ngurmat samya
#
30. XLII/ 14/ 6 124 songar marêbês kang luh songar marêbês kang êluh #
31. XLII/ 19/ 6 125 plêng tan kèngêtan prabu
plêng tan kèngêtan sang prabu #
32. XLIII/ 3/ 1 127 tandya momot ngambilan tandya momotan ngambilan #
33. XLIII/ 15/ 4 129 cindha kêndhalinya #
34. XLIII/ 16/ 5 130 nuwun adhil marang panggêdhenipun
nuwun adil marang ki panggêdhenipun # * 35. XLIII/ 21/ 4 131 sirahe luruban sirahe aluruban # 36. XLIII/ 26/ 2 131 anjarêwêg ulat kisas
putih
anjarêwêg ulate kisas putih #
37. XLIV/ 10/ 6 134 anrapakên sêbarang anêrapakên sêbarang # 38. XLIV/ 15/ 2 135 nèng bangsal tan
panêpin
# 39. XLV/ 3/ 4 138 kocap di dalêm undhi kocap di dalêm undhagi # 40. XLV/ 10/ 3 139 astha tus rup rupiyah astha atus rup rupiyah # 41. XLV/ 24/ 6 141 lah sira kya undhagi lah sira kapya undhagi #
42. XLVI/ 5/ 6 143 katong ko lampus #
commit to user
sêpalih # 44. XLVI/ 12/ 3 144 lah uwis mangsuka dèn
age lah ta uwis mangsuka dèn age #
45. XLVI/ 21/ 1 145 sarêng sampun pukul pat injing
sarêng sampun pukul papat injing #
46. XLVI/ 22/ 3 146 risang koja alon sêbdane # 47. XLVII/ 4/ 1 149 sangking nêgari Wlanda sangking nêgari Walanda
# 48. XLVII/ 8/9 150 dèn bêdhogi dèn dol
pindha dagangan #
49. XLVII/ 14/ 2 151 atuju bisa bali atuju bisaa bali # 50. XLVIII/ 2/ 5 153 sangking manca jajahan
ing wana gung
sangking manca jajahan ing wana agung # 51. XLVIII/ 6/ 2 153 saturangga wayah byar
injing
saturangga wayah byar injing-ingjing #
52. XLVIII/16/ 7 155 juga macan kagiring juga macan pun kagiring #
53. XLVIII/18/ 4 156 lon sumaur bupati
tamping ingrum lon sumaur kya bupati tamping ingrum # 54. XLVIII/ 21/4 156 iku ana juga iku ana sajuga # 55. XLVIII/33/ 6 159 datan mawi sikara mring
jalma tut
datan mawi sikara mring jalma kang tutut # 56. L/ 4/ 1 167 dhahar berboja saboja
tan ketung
dhahar berboja saboja tan kaetung #
57. LI/I 3/ 5 175 kya jurag ulun yêktos kya juragan ulun yêktos # 58. LII/ 6/ 3 175 masang gêlar mung
ngambil pakering
amasang gêlar namung ngambil pakering # 59. LII/ 20/ 2 178 napa amung gêbyur
sadumuk
napa amung anggêbyur sadumuk #
60. LII/ 20/ 4 178 yèn wana darat asung #
61. LIII/ 8/ 5 181 ing kêlamun lêga ingkang kêlamun lêga # 62. LIV/ 37/ 1 187 kêjamunga ngulungake
dèn gipih
# 63. LIV/ 41/ 4 188 dadi ing sêksènira dadia ing sêksènira # 64. LIV/ 43/ 1 188 kang sun supriha mung
kêdadeyaning
kang sun supriha amung kêdadeyaning #
65. LV/ 19/ 3 195 lah iya kaya ngapa lah ta iya kaya ngapa # 66. LV/ 29/ 9 197 wêwatêkirèng jalmi wêwatêkirèng sujalmi # 67. LV/ 30/ 6 197 e sêmantên sang prabu e sêmantên sang aprabu # 68. LV/ 32/ 9 198 juragan luwarna glis juragan luwarna aglis # 69. LV/ 34/ 10 198 dadya nagri sumringah
wuwuh arja
dadya nêgari sumringah wuwuh arja #
70. LVI / 27/ 1 204 binêcikan kunarpa nuli binêcikan kunarpa anuli # 71. LVII/ 7/ 2 206 tumêka marang janji tumêka marang ing janji # 72. LVII/ 22/ 1 209 awêlas bêndara mring awêlas bêndara mring
commit to user
jasat ulun jasat pukulun #
73. LVIII / 9/ 3 210 eram gumun dharodhog
anggêtêri eram gumun lan dharodhog anggêtêri # 74. LIX / 21/ 5 216 banjur caturmu dèn titi banjur caturira dèn titi # 75. LX / 12/ 1 223 yèn tan ngandêl ulun
aturi kampir
yèn datan ngandêl ulun aturi kampir #
76. LXI/ 14/ 1 224 datan kêna bakul mopo
ginuging datan kêna bakul amopo ginuging #
77. LXII/ 9/ 4 228 aja suwe cêdhak yya aja suwe cêdhak #
Tabel 2.2 Daftar kesalahan pemenuhan metrum têmbang yang tergolong Adisi
No. P/ p/ g Hlm. Teks CAA Edisi
1. III/ 9/ 2 7 jasat ulun pas buka anama gung
jasat ulun pas buka nama gung #
2. IV/ 2/ 4 8 sanèse pakarya pukulun sanèse pakarya ulun # 3. X/ 4/ 1 21 angadêg ngêgarikên
payung
ngadêg ngêgarkên payung #
4. XV/ 11/ 5 35 wus sun pêsthi mulya mêngkono
sun pêsthi mulya mêngkono # 5. XVIII/ 10/ 3 43 umarêgêng ing patrap
rèmèh umarêging patrap rèmèh #
6. XIX/ 6/ 5 46 mugi Alah angganjara mugi Allah angganjar #* 7. XXIV/ 3/10 59 andhawuhkên sêbda
cêkak
dhawuhkên sêbda cêkak #
8. XXIX/ 5/ 2 74 tambur slumeprat mêlingi
tambur slumeprat mêling #
9. XXIX/ 16/ 2 75 titi kang ponang surat titi ponang surat # 10. XXXI/ 7/ 8 82 Tomasmur
anêmbah-nêmbah
Tomasmur nêmbah-nêmbah #
11. XXXII/ 5/ 8 83 ijak saêndhasing kuda ijak saêndhas kuda # 12. XXXIII/ 2/ 2 88 tanpa rencang pribadi
amanggul dhuwit tanpa rencang pribadi manggul dhuwit # 13. XXXIII/ 3/ 2 88 padha siji ananging
ngacungi bêdhil
padha siji nanging ngacungi bêdhil # 14. XXXIII/ 9/ 4 89 nuruti sujalma begal nuruti jalma begal # 15. XXXV/ 1/ 7 93 gêbênêrkên akukum pati gêbênêrkên kukum pati # 16. XXXV/ 4/ 2 94 anggadhahi anak wadon
abênêri
anggadhahi nak wadon abênêri #
17. XXXV/ 12/ 6 96 titi titigang dasa gangsal
titi tigang dasa gangsal # 19. XXXVIII/11/6 107 juru mêtangi dèn luwari juru petang dèn luwari # 20. XLI/ 4/ 3 117 sêpalih ingkang risak sêpalih kang risak # 21. XLI/ 10/ 7 118 pêksi catur munya crita pêksi pat munya crita # 22. XLI/ 11/ 4 118 nata luwih manis trisna nata lwih manis trisna #
commit to user
23. XLI/ 16/ 3 119 lah patih kaya ngapa patih kaya ngapa # 24. XLI/ 16/ 4 119 gunêma catur Tahêran gunême pat Tahêran # 25. XLI/ 24/ 3 120 ing mêngko karsa
sandhang
mêngko karsa sandhang #
26. XLI/ 25/ 6 120 mêngkono pintamba mêngko pintamba # 27. XLII/ 19/ 2 124 kawula kêkalih kèn
megang
kula kêkalih kèn megang #
28. XLIII/ 5/ 7 127 dharat nir datanpa wajika
dharat nir tanpa wajika #
29. XLIII/ 23/ 5 131 sabab dene wus
musadhela dènya wêruh
sabab dene wus
musadhela dènya wruh #