• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dewinta Ayu Hapsari C0108025

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dewinta Ayu Hapsari C0108025"

Copied!
262
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

CARIYOS ANÈH-ANÈH

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas sebelas Maret

Disusun Oleh Dewinta Ayu Hapsari

C0108025

JURUSAN SASTRA DAERAH

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Dewinta Ayu Hapsari NIM : C0108025

Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Cariyos

Anèh-Anèh (Suatu Tinjauan Filologis) adalah benar-benar karya sendiri,

bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 12 November 2012 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

“ Aku tak berharap lebih pada dirimu, kecuali kesetiaanmu pada agamamu dan

pada negaramu.“ ( Akis Dharma )

“ Kebenaran itu, wajah-wajah tanpa nafas, mari kita cari warna kita sendiri.“

( Oka Rusmini, Warna Kita )

Yèn siya iku ambêking kewan, wêlasan iku ambêking manungsa.”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Perempuan-perempuan terhebat dalam hidupku;

Ibuku tercinta (Ibu Sri), Mbah Ninik dan Mbah „Iji (Almh.)

Bapakku (Pak Trisno)

Pakdhe Dhiono (Alm.)

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Cariyos Anèh-Anèh (Suatu Tinjauan Filologis)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah dan pembimbing pertama yang telah membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah sampai pada proses penulisan skripsi.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama studi.

4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum., selaku pembimbing kedua yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi. 5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan

memberikan ilmunya kepada penulis.

(8)

commit to user

viii

7. Kepala dan staf Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta, Perpustakaan Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, Sasana Pustaka, Reksa Pustaka dan Radya Pustaka Surakarta.

8. Bapak dan Ibu yang penuh kasih sayang. Mbah Ninik, Om Agus, Om Bambang, Budhe Ning Dhiono, adikku Ama dan Ibu Sukasmiyati di Jogja, terima kasih untuk seluruh perhatian serta do‟a.

9. Muhammad Akis Dharmaputra, A. Md yang senantiasa sabar dan penuh perhatian, terima kasih untuk seluruh imaji, imanen, kenangan dan harapan.

10.Keluarga Besar Teater TESA, give but never give up!

11.Sedulur-sedulur GUPITA, Komunitas Kelas Puisi Malna dan Afrizal Malna terima kasih untuk pengalaman menulis yang tak terlupakan. 12.Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2008, terutama teman-teman

bidang Filologi yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 13.Teman-teman eks-Laßaro (kelas Bahasa II 2008 SMA Negeri 6

Surakarta) dan teman-teman Sekolah Vokasi D3 Tourism UGM. Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati masalah filologi di Indonesia.

Surakarta, 12 November 2012

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

ABSTRAK ... xvii

SARI PATHI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 16

C. Rumusan Masalah ... 17

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Manfaat Penelitian ... 18

F. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II LANDASAN TEORI ... 20

A. Pengertian Filologi ... 20

B. Objek Kajian Filologi ... 21

C. Langkah Kerja Penelitian Filologi ... 22

D. Pengertian Dongeng dan Anekdot ... 28

E. Pengertian Etika, Moral dan Moralitas ... 30

(10)

commit to user

x

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Bentuk dan Jenis Penelitian ... 37

B. Sumber Data dan Data ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 38

D. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV PEMBAHASAN ... 42

A. Kajian Filologis ... 42

1. Deskripsi Naskah ... 42

2. Kritik Teks ... 60

3. Suntingan Teks, Aparat Kritik,dan Transliterasi ... 71

4. Sinopsis ... 185

B. Kajian Isi ... 212

1. Ajaran Moral Kepemimpinan Raja ... 215

2. Ajaran Moral untuk Prajurit ... 225

3. Ajaran Moral Kepemimpinan Hakim dan Jaksa ... 233

BAB V PENUTUP ... 240

A. Simpulan ... 240

B. Saran ... 242

DAFTAR PUSTAKA ... 243

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nama rêrênggan, têmbang, jumlah pupuh dan pada CAA ... 51

Tabel 2.1 Varian Lakuna kesalahan pemenuhan metrum têmbang ... 61

Tabel 2.2 Varian Adisi kesalahan pemenuhan metrum têmbang ... 64

Tabel 3.1 Varian Lakuna kesalahan penulisan kata ... 65

Tabel 3.2 Varian Adisi kesalahan penulisan kata ... 66

Tabel 4. Varian Hipercorect ... 67

Tabel 5. Varian Ketidakkonsistenan Penulis ... 69

Tabel 6. Varian Corrupt ... 70

Tabel 7. Varian Transposisi ... 71

(12)

commit to user

xii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

A.Singkatan

CAA : Cariyos Anèh-Anèh cm : centi meter

EYD : Ejaan Yang Disempurnakan g : gatra

hlm. : halaman No. : Nomor

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia MSB : Museum Sonobudaya

P : pupuh p : pada

SK : Studi Koleksi

B.Lambang

Ê : dibaca “ǝ” seperti kata “benang”

è : dibaca “E” seperti kata “sketsa”

/ : tanda untuk memperjelas bagian gambar dan contoh / : menandai batas setiap baris

// : menandai batas setiap bait

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sampul depan naskah CAA ... 247

Lampiran 2. Halaman 1 naskah CAA ... 248

Lampiran 3. Halaman 2 naskah CAA ... 249

Lampiran 4. Halaman 3 naskah CAA ... 250

Lampiran 5. Halaman 22 naskah CAA ... 251

Lampiran 6. Halaman 23 naskah CAA ... 252

Lampiran 7. Halaman 24 naskah CAA ... 253

Lampiran 8. Halaman 52 naskah CAA ... 254

Lampiran 9. Halaman 53 naskah CAA ... 255

Lampiran 10. Halaman 54 naskah CAA ... 256

Lampiran 11. Halaman 87 naskah CAA ... 257

Lampiran 12. Halaman 88 naskah CAA ... 258

Lampiran 13. Halaman 89 naskah CAA ... 259

Lampiran 14. Halaman 132 naskah CAA ... 260

Lampiran 15. Halaman 133 naskah CAA ... 261

Lampiran 16. Halaman 134 naskah CAA ... 262

Lampiran 17. Halaman 135 naskah CAA ... 263

Lampiran 18. Halaman 136 naskah CAA ... 264

Lampiran 19. Halaman 190 naskah CAA ... 265

Lampiran 20. Halaman 191 naskah CAA ... 266

Lampiran 21. Halaman 192 naskah CAA ... 267

Lampiran 22. Halaman 193 naskah CAA ... 268

Lampiran 23. Halaman 194 naskah CAA ... 269

Lampiran 24. Halaman 195 naskah CAA ... 270

Lampiran 25. Halaman 196 naskah CAA ... 271

Lampiran 26. Halaman 197 naskah CAA ... 272

Lampiran 27. Halaman 198 naskah CAA ... 273

Lampiran 28. Halaman 226 naskah CAA ... 274

(14)

commit to user

xiv

Lampiran 30. Halaman 228 naskah CAA ... 276

Lampiran 31. Halaman 229 naskah CAA ... 277

Lampiran 32. Halaman 230 naskah CAA ... 278

Lampiran 33. Halaman 231 naskah CAA ... 279

Lampiran 34. Halaman 232 naskah CAA ... 280

Lampiran 35. Sampul belakang naskah CAA ... 281

Lampiran 36. Watermark naskah CAA ... 282

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Judul naskah CAA ... 5

Gambar 2. Sampul depan naskah cetak CAA ... 6

Gambar 3. Halaman judul naskah cetak CAA ... 6

Gambar 4. Kolofon naskah CAA ... 7

Gambar 5. Keterangan nama penulis dlam naskah CAA ... 7

Gambar 6. Contoh varian Lakuna kesalahan pemenuhan metrum têmbang ... 8

Gambar 7. Contoh varian Adisi kesalahan pemenuhan metrum têmbang ... 9

Gambar 8. Contoh varian kesalahan pemenuhan guru lagu ... 9

Gambar 9. Contoh varian Lakuna kesalahan penulisan kata ... 9

Gambar 10. Contoh varian Adisi kesalahan penulisan kata ... 9

Gambar 11. Contoh varian hipercorrect ... 10

Gambar 12. Contoh varian corrupt ... 10

Gambar 13. Contoh ketidakkonsistenan penggunaan aksara rekan ... 10

Gambar 14. Contoh ketidakkonsistenan penggunaan aksara rekan ... 10

Gambar 15. Contoh ketidakkonsistenan penggunaan aksara rekan ... 10

Gambar 16. Contoh varian transposisi ... 11

Gambar 17. Kekeliruan dalam penggunaan huruf „dha‟ dan „da‟ ... 11

Gambar 18. Penulisan varian aksara ja cêrêk ... 11

Gambar 19. Contoh kata serapan dari Bahasa Indonesia ... 11

Gambar 20. Contoh kata serapan dari Bahasa Arab ... 12

Gambar 21. Contoh kata serapan dari Bahasa Arab ... 12

Gambar 22. Contoh kata serapan dari Bahasa Belanda ... 12

Gambar 23. Contoh nama tempat atau negara ... 12

Gambar 24. Contoh penulisan nama tempat atau negara ... 12

Gambar 25. Contoh penulisan nama-nama orang asing ... 12

Gambar 26. Contoh penulisan nama-nama orang asing ... 12

Gambar 27. Nomor naskah CAA ... 44

Gambar 28. Cap nama pemilik dalam naskah CAA ... 45

(16)

commit to user

xvi

Gambar 30. Sampul belakang naskah CAA ... 45

Gambar 31. Pembatalan aksara dengan sandhangan lebih dari satu ... 47

Gambar 32. Pembatalan aksara menyisipkan huruf atau sandahangan ... 48

Gambar 33. Penanda pergantian bait ... 48

Gambar 34. Penanda pergantian baris ... 48

Gambar 35. Mandrawapada pupuh I Dhandhanggula ... 48

Gambar 36. Mandrawapada pupuh XI Kinanthi ... 48

Gambar 37. Mandrawapada pupuh XXV Dhandhanggula ... 48

Gambar 38.Sasmita têmbang pupuh I Dhandhanggula ... 49

Gambar 39. Sasmita têmbang pupuh V Pocung ... 49

Gambar 40. Sasmita têmbang pupuh I Pocung ... 49

Gambar 41. Watermark dalam naskah CAA ... 49

Gambar 42. Watermark bertuliskan Propatria Eiusque Libertate (Vryheyt) ... 50

Gambar 43. Countermark dalam naskah CAA ... 50

Gambar 44. Penulisan nomor halaman dan nama têmbang naskah CAA ... 51

Gambar 45. Purwapada pada awal penulisan naskah ... 57

Gambar 46. Wêdana rênggan pada halaman 1 & 2 (pupuh I Dhandanggula) ... 58

Gambar 47. Wêdana rênggan pada halaman 1 & 2 (pupuh II Dhandanggula) .. 59

Gambar 48-49. Pemakaian tanda hubung untuk reduplikasi ... 73

Gambar 50-51. Penulisan dwipurwa (reduplikasi parsial) ... 73

Gambar 52-53. Penulisan teks dengan menggunakan (ô) ... 74

Gambar 54-55. Suntingan teks sastra laku ... 74

Gambar 56-57. Penggunaan sandhangan wyanjana ... 74

Gambar 58-59. Suntingan teks fonem yang ditulis dengan /h/ ... 75

Gambar 60. Kekonsistenan penulis dalam menulis kata „namêr‟ ... 75

(17)

commit to user

xvii ABSTRAK

Dewinta Ayu Hapsari. C0108025. 2012. Cariyos Anèh-Anèh (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli? (2) ajaran moral kepemimpinan apa sajakah yang terkandung dalam teks Cariyos Anèh-Anèh?

Tujuan penelitian ini adalah (1) menyajikan suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli. (2) mengungkapkan ajaran moral kepemimpinan yaitu kepemimpinan Raja, prajurit, hakim dan jaksa yang terkandung dalam Cariyos Anèh-Anèh.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologis yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research). Data dalam penelitian ini adalah naskah Cariyos Anèh-Anèh. Cariyos Anèh-Anèh berbentuk têmbang macapat dan berhuruf Jawa carik berjumlah 232 halaman. Teknik pengumpulan data melalui tahapan inventarisasi melalui katalog-katalog naskah yang tersimpan di perpustakaan atau instansi, judul didaftar, diadakan pengecekan kebenaran keberadaan naskah dan microfilm naskah ke lokasi penyimpanan naskah kemudian diadakan pengamatan, teknik reproduksi yaitu dengan teknik scan dari

microfilm melalui microreader kemudian data tersebut ditransfer ke dalam komputer

yaitu program Adobe Photoshop atau Microsoft Picture Manager, tahap selanjutnya Cariyos Anèh-Anèh ditransliterasi.

Teknik analisis data melalui deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks disertai dengan aparat kritik dan sinopsis. Metode standar (biasa) digunakan dalam penelitian Cariyos Anèh-Anèh. Kemudian dilanjutkan dengan analisis isi. Kajian isi untuk mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral kepemimpinan Raja, prajurit, hakim dan jaksa yang terkandung dalam teks Cariyos Anèh-Anèh.

(18)

commit to user

xviii SARI PATHI

Dewinta Ayu Hapsari. C0108025. 2012. Cariyos Anèh-Anèh (Kajian Filologis).

Skripsi: Jurusan Sastra Dhaerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta Hadiningrat.

Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên panalitèn punika (1) kados pundi

suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh ingkang rêsik saking kalêpatan saha ingkang

cakêt kalihan babon utawi aslinipun? (2) piwulang moral kepemimpinan punapa kemawon ingkang kaêwrat wontên ing teks Cariyos Anèh-Anèh?

Ancas ing panalitèn punika (1) angandharakên suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh ingkang rêsik saking kalêpatan saha ingkang cakêt kalihan babon utawi

aslinipun. (2) angandharakên piwulang moral kepemimpinan Raja, prajurit, hakim lan jaksa ingkang kaêwrat wontên ing teks Cariyos Anèh-Anèh.

Wujud panalitènipun inggih punika panalitèn filologi ingkang sipatipun deskriptif kualitatif. Jinis panalitènipun inggih punika panalitèn pustaka (library

research). Data panalitènipun inggih punika Cariyos Anèh-Anèh ingkang wujudipun

têmbang macapat mawi aksara Jawa carik kanthi cacah kaca wontên 232. Teknik

pengumpulan data kawiwitan saking inventarisasi mawi katalog-katalog naskah

ingkang kasimpên wontên ing perpustakaan utawi instansi, irah-irahan naskah dipundhaptar, salajêngipun dipunwontênakên panalitèn lan ningali lêrêsipun kawontênan naskah saha microfilm naskah dhatêng panggenan ingkang nyimpên naskah kalawau. Salajêngipun teknik reproduksi, têgêsipun naskah dipun-scan saking

microfilm mawi microreader lan data dipunlêbêtakên wontên ing komputer, inggih

punika program Adobe Photoshop utawi Microsoft Picture Manager. Salajêngipun

Cariyos Anèh-Anèh dipun-translit, têgêsipun ingkang wau sêratan Jawi kasêrat

mawi sêratan Latin.

Teknik analisis data kanthi deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks,

dipunsarêngi aparat kritik lan sinopsis. Metode edisi kritis utawi metode standar

(biasa) dipun-ginakakên ing penyuntingan naskah Cariyos Anèh-Anèh.

Salajêngipun isi Cariyos Anèh-Anèh dipuntêliti. Kajian isi punika kangge

hangandharakên piwulang moral kepemimpinan inggih punika ajaran moral

kepemimpinan Raja, prajurit, hakim lan jaksa ingkang kasêrat wontên ing Cariyos

Anèh-Anèh.

Dudutan wontên ing panalitèn punika (1) Cariyos Anèh-Anèh

kagunganipun Perpustakaan Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta Hadiningrat kanthi angka katalog MSB L.81/SK 93 Rol.60 no.3 kasêbut naskah tunggal. Ing salêbêtipun wontên kathah varian inggih punika lacuna, adisi, hipercorrect, corrupt,

transposisi, ketidakkonsistenan panyêrat inggih punika nyêrat aksara saha nyêrat

têmbung. Sabibaripun dipuntêliti kanthi cara kerja filologi kawiwitan saking

deskripsi naskah, kritik teks, aparat kritik, transliterasi, pramila suntingan teks

Cariyos Anèh-Anèh wontên ing panalitèn punika katêlah teks ingkang rêsik saking

kalêpatan saha sagêd dipuntanggêljawabakên kanthi ilmiah. (2) Cariyos Anèh-Anèh

punika jinis sêrat sastra. Ing salêbêtipun kasêrat 58 dongeng ingkang jinisipun kalêbêt

lelucon lan anekdot ingkang kakandhut ajaran moral, inggih punika ajaran moral

kepemimpinan Raja, prajurit, hakim lan jaksa. Ajaran moral kepemimpinan Raja

(19)

commit to user

xix ABSTRACT

Dewinta Ayu Hapsari. C0108025. 2012. Cariyos Anèh-Anèh (Philology Studies).

Skripsi: Javanese Literature Program Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarta.

Problem statements in this research are (1) how does the editing of Cariyos

Anèh-Anèh which is no mistakes and close to the original version? (2) how does the

leadership moral value contained in the Cariyos Anèh-Anèh?

The purposes of this research are (1) to present the editing version of

Cariyos Anèh-Anèh which is close to the original version and no mistake in editing.

(2) to describe any kind of leadership moral value in the Cariyos Anèh-Anèh.

The form of this research is philological research that has sort of descriptive qualitative. A kind of this research is library research. The data in this research are Cariyos Anèh-Anèh formed têmbang macapat and typed in Jawa Carik and consist of 232 pages. Techniques of data collection through inventory catalogs script stored in the library or institusions, the title is listed, checking the truth of the existence of the manuscript was held and microfilm manuscripts and manuscripts storage location to microfilm and held observations, namely reproduction technique with scans of the microfilm technique through microreader which data is transferred into the computer program Adobe Photoshop and Microsoft Office Picture Manager. The next step, Cariyos Anèh-Anèh transliterated.

Engineering analysis of data, through the description of a manuscript criticism of text, edits a text accompanied with an apparatus criticism and translation. The method or methods of the standard critical edition (commonly) used in the method editor Cariyos Anèh-Anèh. Then proceed with the analysis of the content. Studies to reveal contents of moral leadership teachings pertaining to king, soldier, judge and public prosecutor beings contained in the Cariyos Anèh-Anèh.

The conclusions ofthis research are (1) Cariyos Anèh-Anèh from Library Museum Negeri Sonobudoyo collection catalog number MSB L.81/ SK 93 Rol.60 no.3 is a single script. In Cariyos Anèh-Anèh there are many variants like lacuna, adisi, hipercorrect, corrupt, transpotition and author inconsistency which consist of inconsistency in using colleague script and writting word. After by philology procedure, starts from manuscripts description, text criticism, criticism apparatus, until transliteration, so editing of text Cariyos Anèh-Anèh in this research were no mistakes and can be scientific responsibilty. (2) Cariyos Anèh-Anèh is kind of literary script. In Cariyos Anèh-Anèh consist of 58 fairytale which have funny genre (jokes) and anecdotes. There are many leadership moral value, such as King leadership moral value, soldier, judge and public prosecutor. There are moral value in simple stories in Cariyos Anèh-Anèh and easy to understand. King leadership moral value like fair,

(20)

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS) bagaimanakah suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli? (2) ajaran moral kepemimpinan apa sajakah yang terkandung dalam teks Cariyos Anèh-Anèh?

Tujuan penelitian ini adalah (1) menyajikan suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli. (2) mengungkapkan ajaran moral kepemimpinan yaitu kepemimpinan Raja, prajurit, hakim dan jaksa yang terkandung dalam Cariyos Anèh-Anèh.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologis yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research). Data dalam penelitian ini adalah naskah

Cariyos Anèh-Anèh. Cariyos Anèh-Anèh berbentuk têmbang macapat dan berhuruf Jawa carik berjumlah 232 halaman. Teknik pengumpulan data melalui tahapan inventarisasi melalui katalog-katalog naskah yang tersimpan di perpustakaan atau instansi, judul didaftar, diadakan pengecekan kebenaran keberadaan naskah dan

microfilm naskah ke lokasi penyimpanan naskah kemudian diadakan pengamatan, teknik reproduksi yaitu dengan teknik scan

dari microfilm melalui microreader kemudian data tersebut ditransfer ke dalam komputer yaitu program Adobe Photoshop atau

Microsoft Picture Manager, tahap selanjutnya Cariyos Anèh-Anèh

ditransliterasi.

1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0108025 2 Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

teks disertai dengan aparat kritik dan sinopsis. Metode standar (biasa) digunakan dalam penelitian Cariyos Anèh-Anèh. Kemudian dilanjutkan dengan analisis isi. Kajian isi untuk mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral kepemimpinan Raja, prajurit, hakim dan jaksa yang terkandung dalam teks Cariyos Anèh-Anèh. Simpulan penelitian ini adalah (1) Cariyos Anèh-Anèh koleksi Perpustakaan Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta bernomor katalog MSB L.81/SK 93 Rol.60 no.3 merupakan naskah tunggal. Di dalamnya terdapat banyak varian seperti lacuna, adisi,

hipercorrect, corrupt, transposisi, ketidakkonsistenan penulis meliputi ketidakkonsistenan penggunaan aksara rekan dan penulisan kata. Setelah melalui cara kerja filologi dimulai dari deskripsi naskah, kritik teks, aparat kritik hingga transliterasi, maka suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh dalam penelitian ini merupakan teks yang bersih dari kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (2) Cariyos Anèh-Anèh

(21)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan akar setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia yang memiliki kebudayaan yang beragam. Hal ini dapat terlihat dari peninggalan-peninggalan yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Sebagai pewaris kebudayaan, kita wajib melestarikan kebudayaan agar tidak hilang begitu saja. Kebudayaan merupakan hal yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Peninggalan atau warisan budaya nenek moyang merupakan bentuk kebudayaan sebagai hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman masa lalu yang terekam secara berkesinambungan dari kurun waktu yang cukup panjang.

(22)

commit to user

bangsa yang menarik bagi peneliti kebudayaan lama, karena memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan informasi yang lebih luas dibanding puing bangunan megah seperti candi, istana raja dan pemandian suci yang tidak dapat berbicara dengan sendirinya tetapi harus ditafsirkan”.

Banyak naskah kuno yang ditemukan namun yang tersimpan dan terawat intensitasnya berkurang, karena perawatan yang relatif susah dan bahan-bahan naskah yang memang tidak dapat bertahan lama sejalan dengan bertambahnya umur naskah. Banyak pula jumlah naskah yang hilang atau bahkan rusak, sehingga usaha penyelamatan naskah-naskah tersebut perlu dikembangkan. Kondisi tersebut merupakan alasan perlunya naskah-naskah lama segera mendapatkan penanganan untuk mencegah kepunahannya.

Naskah Jawa merupakan hasil dari sebuah karya sastra dan setiap karya sastra tersebut tidak terlepas dari latar belakang kebudayaannya. Sastra merupakan ciptaan manusia yang berbentuk bahasa baik lisan maupun tertulis yang menimbulkan nilai estetis. Bahasa dalam karya sastra juga bersifat konotatif artinya bahasa dalam karya sastra memiliki banyak tafsir, tidak banyak menerangkan dan menyatakan apa yang dikatakan tetapi juga tidak bermaksud mempengaruhi sifat pembaca, membujuk dan mengubah pendirian pembaca.

(23)

commit to user

kebudayaan sebagai akarnya. Dari kuantitas jumlah naskah yang besar, pada kenyataannya kurang diimbangi dengan usaha penelitian naskah untuk memberdayagunakan isi naskah yang terkandung di dalamnya.

Behrend (1990) menggolongkan naskah-naskah Jawa menjadi beberapa bagian untuk mempermudah dalam penelitian dan ditinjau dari segi isinya, yaitu : sejarah, agama Islam, silsilah, primbon dan pawukon, hukum dan peraturan, wayang, musik, bahasa sastra wayang, tari-tarian, sastra, piwulang dan suluk, adat istiadat, dan lain-lain. Dalam katalog lain pun naskah-naskah tersebut sudah diklasifikasikan, sehingga mempermudah peneliti untuk melakukan penelusuran ke tempat penyimpanan naskah. Berdasarkan klasifikasi dari Behrend (1990), peneliti tertarik untuk meneliti naskah jenis sastra berjudul Cariyos Anèh-Anèh.

Naskah Cariyos Anèh-Anèh ini berisi tentang cerita-cerita yang merupakan anecdotes dari Eropa, Timur Tengah dan Cina yang kemudian ditulis kembali dalam bahasa Jawa dengan bentuk prosa oleh C.F Winter. Namun juga ditemukan naskah lain dalam bentuk têmbang yang akhirnya dipilih sebagai objek penelitian ini. Dalam naskah yang berbentuk têmbang tersebut banyak ditemukan varian serta keunikan dan di setiap pupuhnya merupakan sebuah rangkaian cerita yang disertai rêrênggan atau wêdana yang melambangkan isi cerita tersebut, total seluruh cerita adalah 58 buah yang dituangkan dalam 62 pupuh. Maka dari itu amat disayangkan apabila naskah ini tidak diteliti secara filologis.

(24)

commit to user

1. Deskriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta ( Girardet – Sutanto, 1983 ).

2. Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A Pleriminary Descriptive Catalogus Level I and II ( Nancy K. Florida, 1996 )

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta (Behrend, 1990)

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998)

5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Lindsay, 1994 )

6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta 7. Katalog Lokal Perpustakaan Museum Radya Pustaka dan Perpustakaan

Reksa Pustaka Mangkunegaran, Surakarta.

(25)

commit to user

Judul naskah tidak tertulis pada sampul maupun pada halaman judul, judul naskah Cariyos Anèh-Anèh tersirat pada pupuh I (Dhandhanggula) pada 1 gatra ke 6.

Gb. 1 kolofon dalam naskah dan keterangan dalam kolofon (Pupuh I Dhandhanggula pada 1) yang menerangkan judul naskah, yaitu ‘... cariyos dêdongèngan, anèh-anèh....‟, (Cerita Dongeng, aneh-aneh) kemudian naskah tersebut lebih dikenal dengan judul Cariyos Anèh-Anèh.

(26)

commit to user

Cariyos Anèh-Anèh, yang selanjutnya digunakan sebagai data pendukung dalam penulisan ini.

Gb. 2 & 3 sampul depan buku cetak berjudul Cariyos Anèh-Anèh (17635/60ha) dan halaman judul buku tersebut yang terdapat keterangan nama pengarang, tempat terbit dan tahun terbit, yaitu

tertulis „Cariyos Anèh-Anèh tinêdhak saking têmbung Walandi utawi saking têmbung Inggris, dening tuwan Karèl Frèdêrik Wintêr, juru basa ing nagari Surakarta. Kaêcap ing gêdhong

pangêcapane Kanjêng Guvrêmèn ing Bêtawi, ing taun 1864.‟

Terjemahan: Cariyos Anèh-Anèh ditulis kembali dari Bahasa Belanda atau dari Bahasa Inggris, oleh tuan Carèl Frèdêrik Wintêr, ahli bahasa (transliteur) dari Surakarta. Dicetak di gedung percetakannya Kanjêng Guvrêmèn di Betawi, pada tahun 1864.

(27)

commit to user

Jumadilakir jatuh pada hari Selasa Wage, 30 Maret 1852, sehingga belum diketahui secara pasti kebenarannya. Informasi ini tercantum pada awal penulisan naskah. Berikut kutipannya :

Gb. 4 keterangan kolofon pada naskah CAA yang berbunyi Ari sêptu ping astha ilallin, ing Jumadilakir Ehe warsa, muluk bujangga wiku wong,”(Pupuh I Dhandhanggula, pada 1). Terjemahan: Hari Sabtu terhitung tanggal delapan, pada bulan Jumadilakir tahun Ehe, muluk bujangga wiku wong (merupakan sêngkalan yang menunjukkan angka tahun Jawa 1780).

Dalam kolofon yaitu pupuh I pada satu gatra delapan tertulis „tuwan

Winter juru basa, Surakarta....‟, yang mengindikasikan bahwa naskah tersebut kemungkinan besar ditulis oleh seseorang bernama Winter.

Gb. 5 keterangan tentang nama penulis ,‟Tuwan Winter juru basa, Surakarta..‟(Pupuh I

Dhandanggula, bait 1, gatra 8) Terjemahan: Tuan Winter transliteur (ahli bahasa dan penerjemah

(28)

commit to user

Winter atau Carel Frederik Winter merupakan seorang keturunan Belanda yang bekerja sebagai transliteur (penerjemah resmi) di Surakarta sejak tahun 1818 sampai akhir hayatnya yaitu tahun 1859. Prof. T. Roorda seorang dosen di Akademi Delf, Belanda bekerja sama dengan C.F Winter, menulis karya sastra Belanda ke dalam bahasa Jawa yang kemudian tulisan-tulisan tersebut dimuat di majalah-majalah mingguan di Belanda serta diterbitkan dalam bentuk buku di Indonesia (dalam artikel mingguan Djoko Lodang No.822, 1988). Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Cariyos Anèh-Anèh yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1864. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Cariyos Anèh-Anèh ini dijadikan objek kajian dalam penelitian ini :

Pertama, dalam pandangan filologis di dalam Cariyos Anèh-Anèh ini terdapat banyak variant. Oleh karena itu perlu adanya kajian filologis guna mendapatkan suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Di dalam teks Cariyos Anèh-Anèh ini ditemui banyak sekali permasalahan-permasalahan filologis, mulai dari ejaannya, gaya menulis pengarang, hal-hal baru yang diadopsi, dll. Berikut beberapa permasalahan-permasalahan filologis tersebut :

a. Kesalahan pemenuhan metrum (guru wilangan dan guru lagu) dalam têmbang.

Lakuna

Gb. 6 kekurangan suku kata dalam têmbang Kinanthi (Pupuh XI, pada 8, gatra 4) yang

tertulis 7i seharusnya 8i, “...kang tinya amangsuli, thole sira ing....”, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan konvensi têmbang menjadi “kang tinanya amangsuli”.

(29)

commit to user Adisi

Gb. 7 kelebihan kata dalam têmbangMêgatruh (Pupuh XV, pada 11, gatra 5) yang tertulis 9o seharusnya 8o, “...prapti, wus sun pêsthi mulya mêngkono.”, mengalami pembetulan berdasarkan konvensi têmbang menjadi wus pêsthi mulya mêngkono”.

Terjemahan: „.... datang, sudah pasti saya memperoleh kemuliyaan‟.

Kesalahan pemenuhan guru lagu

Gb. 8 kesalahan pemenuhan guru lagu dalam têmbangKinanthi (Pupuh XLV, pada 27, gatra

4), “ amanggih sakêthi angsan,” yang tertulis 8a seharusnya 8i. Terjemahan: „ menemukan seratus ribu (uang emas) dalam laci lemari‟.

b. Kesalahan dalam penulisan kata, yaitu: Lacuna

Gb. 9 kelebihan suku kata pada pupuh XXV Dhandhanggula, pada 7, gatra 1, “rumangsuking

susum bayu”, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi

sungsum”.

Terjemahan: „merasuk ke dalam sungsum badan...

Adisi

Gb. 10 kelebihan suku kata pada pupuh VIII Pocung, pada 5, gatra5, “mumpung dungrung

lah dèn age...”, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi

(30)

commit to user Hipercorrect

Gb. 11 pada Pupuh III Gambuh, pada2, baris 4,” nalendra dyah”, mengalami pembetulan

berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi “narendra”.

c. Corupt adalah bagian naskah yang rusak atau berubah sehingga sulit terbaca.

Gb. 12 pada Pupuh XXVII Pocung, pada 3, gatra 3 „saèstu ju....‟ pada kata tersebut salah satu hurufnya mengalami corrupt disebabkan naskah asli yang berlubang, sehingga mengakibatkan kata tersebut tidak terbaca.

d. Ketidakkonsistenan menggunakan aksara dalam menulis sebuah kata. Misalnya saja ketidakkonsistenan menggunakan aksara rekan dalam menulis kata „khakim‟, kata „kakim‟ dan kata „khakhim‟, yaitu:

Gb. 13 penulisan kata „khakim‟ , “...ulun matur panduka khakim,..” (Pupuh I

Dhandhanggula, pada 4, gatra 9)

Terjemahan: „Saya berkata pada paduka hakim‟.

Gb. 14 penulisan kata „kakim‟ , “... kakimlon pasrangkara,...” (Pupuh I Dhandhanggula,

pada 5, gatra 10)

Terjemahan: „Hakim kemudian berkata pelan‟.

Gb. 15 penulisan kata „khakhim‟ , “.. kya khakhiminggih kawula,...” (Pupuh XLV Kinanthi,

pada 12, gatra 5)

(31)

commit to user

e. Transposisi adalah yaitu pertukaran letak suku kata, kata, maupun kelompok kata.

Gb. 16 pertukaran letak sandhangan pada Pupuh LIII Asmaradana, pada 13, gatra 1, „sahega

mangkat nak mami‟, mengalami pembetulan pada kata „sahega‟ menjadi „saha ge‟ menurut

konteks kalimat. Terjemahan: „ Segeralah berangkat anakku‟.

f. Kekeliruan dalam penggunaan huruf „dha‟ dan „da‟.

Gb. 17 kesalahan dalam penggunaan huruf „da‟ dan „dha‟ pada Pupuh I Dhandhanggula,

pada 5, gatra 7,” jara kuncak dhadung”, kata „dadung‟ seharusnya ditulis „dhadhung‟. Pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik.

g. Penulisan aksara „nya‟ (v) dengan menggunakan varian aksara ja cêrêk.

Gb. 18 Ja cêrêk dibaca nya, “...ingkang nyêpêng sarogira,....” (Pupuh XI Kinanthi, pada 4)

Terjrmahan: „.. yang memegang kuncinya.‟

h. Terdapat kata-kata serapan dari Bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Belanda.

Gb. 19 contoh kata serapan dari Bahasa Indonesia pada pupuh XXII Mijil, pada 1, gatra 6,” idhup’.

(32)

commit to user

Gb. 20 & 21 contoh kata-kata serapan dari Bahasa Arab pada pupuh III Gambuh, pada 9,

gatra5,” wakhyu kubradan pada pupuh XIV Sinom, pada 7, gatra 9, “ pratingkah batos lun

walahualam

Gb. 22 contoh kata serapan dari Bahasa Belanda pada pupuh I Dhandhanggula, pada 4, gatra

2 dan pada pupuh XXXV Pangkur, pada 1, gatra 6,” landrat’.

i. Terdapat nama-nama asing misalnya nama orang, nama tempat atau negara, antara lain Siwitsêr, Frakik, Prêsman, Lodhuwik, Iskandar, Gramon.

Gb. 23 & 24 nama tempat atau negara pada pupuh XIII Pocung, pada 1, gatra4,” nêgari

Frakrikdan pada pupuh XI Kinanthi, pada 1, gatra 3, “ ing Siwitsêrnê...”.

Gb. 25 & 26 nama-nama orang asing pada pupuh XIII Pocung, pada 1, gatra2,” Prabu

Lodhuwikdan pada pupuh XIV Kinanthi, pada 1, gatra 9, Iskandar”.

Oleh karena banyaknya varian yang dipaparkan di atas, naskah Cariyos Anèh-Anèh perlu dikaji secara filologis.

(33)

commit to user

Naskah Cariyos Anèh-Anèh terdiri dari 58 dongeng pendek yang ber-genre anekdot ini sangatlah kompleks. Ke-58 cerita ini dituangkan dalam 62 pupuh, yaitu masing-masing cerita terdiri dari satu atau dua pupuh. Di dalamnya terdapat beragam cerita yang mengungkapkan sisi baik dan buruk dalam kehidupan yang diungkapkan secara ringan dan ada pula yang diungkapkan secara jenaka. Dari ke-58 cerita diatas beberapa diantaranya memuat pesan moral, antara lain ajaran kepemimpinan Raja, kepemimpinan prajurit, kepemimpinan hakim dan juga jaksa.

Ajaran moral kepemimpinan Raja tertuang dalam beberapa pupuh yang tertulis dalam naskah CAA. Salah satunya adalah ajaran kepemimpinan Raja yaitu menjadi seorang pemimpin tidak boleh egois atau mementingkan diri sendiri. Menjadi seorang pemimpin hendaknya memikirkan kepentingan bersama demi mencapai keselamatan dan kesejahteraan. Misalnya saja, pada Pupuh II naskah CAA yaitu kisah tentang seorang Raja bernama Prabu Dhariyus yang melarang prajuritnya agar tidak meruntuhkan jembatan demi keselamatan para prajurit yang masih tertinggal di medan perang.

rèh iktiyar pambêngana nênggih/ pambujunge mêngsah dalêm narpa/ nata alon timbalane/ iku ingsun tan rêmbug/ kêranane pangèsthi mami/ yuswaning sun tan nêdya/ murwat kèh jinipun/ nganti ambelakna kapya/ umurira bala ngongkang mêksih kari/ anèng jroning bêbaya// kang pakewuh ewuh angluwihi/ binabujung dèn êluding mêngsah/ mêlayu ngungsi marene/ sumêdya labuh mring sun/ kawruhana cipta ngong mangkin/ tan darbe sêdya ala/ mung arja rahayu/ kapya-kapya wadyaningwang/ anusula ingambah karêtêk sami/ yèn wus kumpul ing pêrnah//” (CAA, Pupuh II Dhandhanggula, pada 3 & 4)

(34)

commit to user

tidak dapat, dibandingkan dengan banyaknya prajurit, yang sampai mengorbankan sesama, umur seluruh prajuritku yang masih tertinggal, dalam sebuah bahaya. Sungguh tidak enak hati, sangat berbahaya perburuan musuhku (peperangan), hingga harus melarikan diri (mengungsi) di tempat ini, bersedia berkorban untukku, pahamilah apa yang aku ucapkan, agar tidak menemui keburukan, hanyalah sejahtera dan keselamatan, untuk seluruh prajuritku, semoga dapat menyusul melewati jembatan ini, dan dapat berkumpul kembali. Dari kutipan diatas, Prabu Dhariyus terlihat begitu bijaksana dalam mengambil keputusan dan memikirkan keselamatan seluruh prajuritnya. Beliau tidak mau mengorbankan umur para prajuritnya dengan cara menolak meruntuhkan jembatan yang dilaluinya sebab beliau berharap prajurit yang lain dapat mengikutinya melewati jembatan tersebut untuk menyelamatkan diri.

Ajaran moral kepemimpinan prajurit juga terdapat pada beberapa pupuh naskah CAA. Salah satunya adalah kisah tentang seorang senapati atau komandan perang yang salah satu kakinya tertembus peluru hingga harus diamputasi. Menjadi seorang prajurit dibutuhkan sikap berani, keikhlasan serta rela berkorban. Teladan seorang prajurit dapat kita lihat dalam dua bait têmbang Kinanthi di bawah ini:

“rêmbage kang para dhukun/ kang tatu tan kêna mari/ sungsum balung katêrajang/ ing mimis angèl jinampin/ iyêg rêmbage wus dadya/ kinêthok kang ponang rijlin// pêngagêng Prêsman kang tatu/ miyarsa dhukun kang dêling/ ayêm sêmu tan nglagewa/ pudhake asru anangis/ moring jalma kathah miyat/ tuwane kang nandhang kanin// alon dènira amuwus/ èh ya gene kowe nangis/ lah ta apa ora sira/ bêja kowe dina kari/ yèn kinêthok sikilingwang/ mung suci kêstiwêl siji//” (CAA, Pupuh IX Kinanthi, pada 6-8)

(35)

commit to user

berkata, mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak merasa, beruntung di kemudian hari, jika kakiku harus dipotong, kamu hanya akan memakaikan satu sepatu saja ke kakiku.

Dari kutipan diatas terlihat bahwa menjadi seorang prajurit harus memiliki sifat ikhlas dan rela berkorban, seperti tokoh komandan dalam Pupuh IX yang merelakan salah satu kakinya diamputasi karena tertembus peluru saat berperang. Selain ajaran moral unruk prajurit, dalam naskah CAA juga terdapat ajaran moral kepemimpinan untuk seorang jaksa.

Ajaran moral kepemimpinan untuk jaksa tersebut tertuang dalam sebuah kisah yang tertulis pada Pupuh XXX têmbang Sinom, yaitu tentang seorang jaksa yang menolak suap. Kutipannya sebagai berikut:

“kari dhawuhkên kewala/ kalah siji mênang siji/ iyêg sakanca manira/ nanging tan rampung saiki/ yèn durung ingsun yêkti/ balèkkên darbèkmu wêdhus/ domba gêbirèn ingkang/ kowe kirimakên mami/ lah ta pira rêgane kang wêdhus domba// ing saiki ingsun bayar/ gugat amangsuli angling/ kula botên sade menda/ tan wrin aosirèng kambing/ inggih tuwan pirsani/ kanca panduka sêdarum/ kang sampun sami tampa/ rumiyin pakintun mami/ kula sampun lêga lila yya sumêlang// lah aja dadi tyasira/ yèn sira nora nampani/ baline wêdhusmu domba/ tan rampung sadina iki/ nuli bayar tinampin/ sapuluh rupiyah rampung/ wong gugat garundêlan/ tobat yèn manèh nglakoni/ amêminta adil marang ing pajêksan//” (CAA, Pupuh XXX Sinom, pada 6, 7 & 8 )

(36)

commit to user

Dari kutipan diatas, terlihat sikap jaksa yang tegas segera menolak suap dalam menangani sebuah perkara. Sikap tersebut merupakan salah satu sikap yang patut menjadi tauladan dalam masa sekarang ini mengingat banyaknya kasus suap jaksa yang terkuak. Beberapa ajaran moral kepemimpinan Raja, prajurit, hakim dan jaksa seperti yang tertulis diatas sangat relevan jika diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan bersama demi memperoleh kesejahteraan.

Ketiga, berdasarkan informasi yang diperoleh dan pengamatan penulis, ternyata penelitian yang dilakukan terhadap naskah Cariyos Anèh-Anèh baru sebatas deskripsi naskah guna kepentingan pembuatan katalog, sedangkan penelitian secara filologis dan telaah isi belum pernah dilakukan. Selain itu, naskah Cariyos Anèh-Anèh ini merupakan naskah tunggal yang dikhawatirkan keselamatannya, baik dari segi fisik maupun isi, mengingat bahan yang digunakan berupa kertas yang tidak dapat bertahan lama sejalan dengan bertambahnya usia naskah.

B. Batasan Masalah

(37)

commit to user

diperlukan pembatasan masalah. Batasan masalah tersebut lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis menekankan pada penyajian suntingan naskah yang bersih dari kesalahan atau yang mendekati asli, sedangkan kajian isi dalam penelitian ini adalah pengungkapan ajaran-ajaran moral beberapa cerita yang terkandung dalam teks Cariyos Anèh-Anèh.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian teks Cariyos Anèh-Anèh adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan atau yang mendekati asli sesuai dengan cara kerja penelitian filologi?

2. Bagaimana nilai ajaran moral yang terkandung dalam naskah dan teks Cariyos Anèh-Anèh?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menyajikan suntingan teks Cariyos Anèh-Anèh yang bersih dari kesalahan

atau yang mendekati asli sesuai dengan cara kerja filologi.

(38)

commit to user E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat praktis dan teoretis, sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.

b. Memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan lain. 2. Manfaat Praktis

a. Membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah Cariyos Anèh-Anèh khususnya dan naskah Jawa pada umumnya dari berbagai disiplin ilmu.

b. Menyelamatkan data dalam Cariyos Anèh-Anèh dari kerusakan dan hilangnya data dalam naskah tersebut, sehingga dapat membantu dalam pelestarian sastra lama terutama karya sastra Jawa, dalam hal ini Cariyos Anèh-Anèh.

c. Mempermudah pemahaman isi teks Cariyos Anèh-Anèh, sekaligus memberikan informasi kepada masyarakat tentang ajaran yang terkandung di dalamnya.

d. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum terungkap isinya.

(39)

commit to user I. Pendahuluan

Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

II. Landasan Teori

Bab ini menguraikan pengertian filologi, objek penelitian filologi dan cara kerja filologi.

III. Metode Penelitian

Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

IV. Pembahasan

Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi kemudian dilanjutkan pembahasan kajian isi.

V. Penutup

Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar istilah dalam naskah Cariyos Anèh-Anèh.

(40)

commit to user

20 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Filologi

Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti “cinta” dan logos yang berarti “kata”. Sehingga filologi dapat diartikan sebagai “cinta kata” atau “senang

bertutur”, yang kemudian berkembang menjadi “senang belajar”, “senang ilmu”,

dan “senang kesastraan” atau “senang kebudayaan” (Baried, dkk, 1994 :1).

Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002:3) filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya (Achadiati Ikram, 1997:1).

(41)

commit to user B. Objek Filologi

Edwar Djamaris (2002: 7) mengemukakan bahwa filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks. Siti Baroroh Baried, dkk (1994: 57) menyatakan naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan (handschrift atau manuschrift) dengan memakai daun, lontar, dluwang, kulit kayu, rotan, bambu, dan kertas. Sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah berupa abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya. Dalam filologi istilah teks menunjukkan sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret. Filologi mempelajari kebudayaan masa lalu melalui teks-teks tertulis, teks-teks tertulis di atas suatu bahan yang disebut naskah, jadi obyek penelitian filologi adalah teks dari masa lalu yang tertulis diatas naskah yang mengandung nilai budaya (Bani Sudardi, 2003: 9).

(42)

commit to user

terkandung di dalam sebuah naskah adalah sebagai wujud abstrak yang juga memuat berbagai gagasan serta ide yang di hasilkan pada masa lampau.

C. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris (2002:10), meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, dan suntingan teks. Sedangkan menurut Edi S Ekadjati (1990:1-8) dalam kumpulan makalah filologi, langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks. Penanganan Cariyos Anèh-Anèh ini menggunakan tahapan atau langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris yang dikombinasikan dengan langkah kerja Edi S Ekadjati. Mengingat bahwa naskah ini merupakan naskah tunggal, sehingga tidak menggunakan perbandingan naskah di dalam penggarapannya.

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi Cariyos Anèh-Anèh adalah sebagai berikut :

1. Penentuan sasaran penelitian

(43)

commit to user

yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Dari segi bentuk terdapat naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang berbentuk prosa. Naskah juga memiliki isi yang beragam, diantaranya sejarah atau babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran atau piwulang, agama, dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, sasaran yang ingin diteliti telah ditentukan yaitu naskah bertuliskan Jawa carik yang ditulis pada kertas impor ber-watermark, berbentuk puisi atau tembang dan berjenis sastra (dongeng, anekdot). Keseluruhan bentuk tersebut telah terangkum di dalam CAA.

2. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mendata dan mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis untuk kemudian dijadikan sebagai objek penelitan. Menurut Edwar Djamaris (2002: 10), apabila kita ingin meneliti suatu cerita berdasarkan naskah menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah didaftarkan semua naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas atau museum yang biasa menyimpan naskah melalui katalogus naskah yang tersedia. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain mengenai keadaan naskah yang akan dijadikan objek penelitian.

(44)

commit to user

naskah, judul, umur, corak atau bentuk, asal-usul, rangkuman, hubungan antar naskah dan fungsi naskah.

3. Observasi Pendahuluan

Observasi pendahuluan dilakukan dengan cara mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Tempat koleksi naskah adalah perpustakaan atau museum. Dalam hal ini pengecekan dilakukan langsung ke tempat penyimpanan naskah, yaitu di Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni CAA maka kemudian dilanjutkan dengan deskripsi atau identifikasi naskah.

4. Deskripsi Naskah

(45)

commit to user

Deskripsi naskah penting sekali untuk mengetahui keadaan naskah. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu judul naskah, nomor naskah (nomor katalog), ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita. Untuk lebih lengkapnya perlu disebutkan pula bentuk teks, jumlah pupuh, urutan pupuh dan jumlah halamannya.

5. Transliterasi

Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini sebaiknya peneliti tetap menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris, 2002:19).

Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran, serta disesuaikan dengan ejaan bahasa yang bersangkutan.

6. Kritik Teks

(46)

commit to user

Tujuan kritik teks dalam penelitian filologi ialah berusaha mendapatkan bentuk teks yang asli atau yang mendekati asli, serta bila memungkinkan untuk mendapatkan tes asli yang ditulis oleh pengarang sendiri. Hal tersebut dilakukan sebab tradisi penyalinan naskah yang menyebabkan teks mengalami perubahan. Kritik teks tidak lepas dari adanya pengetahuan dan daya interpretasi dari penulis. Dalam hal ini metode yang digunakan ialah metode standar sebab isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dalam keagamaan atau sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa.

7. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Suntingan teks bertujuan untuk menyajikan naskah dalam bentuk aslinya atau mendekati aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks bertujuan agar teks dapat dibaca dengan mudah oleh kalangan luas (Edwar Djamaris, 2002: 30). Dalam menyunting teks wajib memperhatikan pedoman yang berlaku, penggunaan huruf kapital ataupun tanda baca.

(47)

commit to user

dapat mengecek bacaan asli, bila perlu membuat penafsiran sendiri. Dalam mengerjakan naskah tunggal, aparat kritik sama dengan kritik teks (Baried,dkk, 1994: 69).

Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah.

Penyuntingan terhadap naskah tunggal harus dilakukan dengan cermat karena merupakan satu-satunya saksi sehingga harus dapat mempertahankan sifat dan cirinya yang khas. Naskah yang telah di garap dengan mengadakan kritik teks berarti telah dapat dipertangggungjawabkan secara filologis, sehingga diharapkan telah cukup mantap jika digunakan sebagai acuan penelitian lainnya.

8. Sinopsis

(48)

commit to user

Dalam penelitian ini, penulis lebih memilih sinopsis agar mudah dalam menyampaikan isi dari naskah CAA, sebab isi CAA yang beragam dan bukan merupakan satu kesatuan cerita namun merupakan kumpulan cerita pendek dengan genre yang sama.

D. Pengertian Dongeng dan Anekdot

Menurut James Dananjaya (1986: 83) bahwa kata dongeng menurut pengertian yang sempit adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan, sedangkan pengertian dongeng dalam arti luas adalah cerita prosa rakyat yang tidak di anggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran berisikan ajaran moral bahkan sindiran. Pengisahannya pun mengandung harapan-harapan, keinginan serta nasihat yang tersirat dalam jalan ceritanya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dongeng yaitu; 1) cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh), 2) perkataan (berita dsb) yang bukan-bukan atau tidak benar dan dianggap hanya belaka.

(49)

commit to user

Lelucon dan anekdot adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya, walaupun bagi kolektif atau tokoh tertentu, yang menjadi sasaran dongeng itu, dapat menimbulkan rasa sakit hati (Dananjaya, 1986: 117). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan terkadang berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Kata 'anekdot' (dalam Yunani: "tidak diterbitkan", secara literal "tidak dikeluarkan") berasal dari Procopius of Caesarea, penulis biografi dari Justinian I, yang membuat sebuah karya berjudul Ἀνέκδοτα (Anekdota, beragam diterjemahankan sebagai Memoar yang tak diterbitkan atau Kisah Rahasia), yang mana umumnya sebuah koleksi kejadian-kejadian singkat dari kehidupan pribadi dari istana Bizantin (http://id.wikipedia.org/wiki/Anekdot).

(50)

commit to user

lelucon mengenai pejabat agama dan badan keagamaan (jokes about parsons and religious orders), 9) anekdot mengenai kolektif lain (anecdotes about other groups of peoples), 10) cerita dusta (tales of lying).

E. Pengertian Etika, Moral dan Moralitas

Istilah „etika‟ berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk

tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan adat; akhlak, watak; perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan dalam bentuk jamak yaitu ta etha artinya ialah adat kebiasaan. Aristoteles (384-322 s.M.) seorang filsuf Yunani memakai arti terakhir dari pengertian di atas sebagai latar belakang terbentuknya istilah „etika‟ ini. Sehingga etika berarti ilmu

tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (dalam Bertens, 2007: 4).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988), „etika‟ dibedakan menjadi 3 arti, yaitu: 1) ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mngenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan Franz Magnis Suseno (1984: 6) memaparkan bahwa kata „etika‟ dalam arti yang sebenarnya

berarti „filsafat mengenai bidang moral‟. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi

(51)

commit to user

dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya‟.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa etika sama artinya dengan filsafat moral. Kata „etika‟ memang erat hubungannya dengan „moral‟.

„Moral‟ berasal dari bahasa latin yaitu mos (bentuk jamaknya mores) yang

memiliki arti kebiasaan atau adat. Secara etimologi kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu adat atau kebiasaan. Franz Magnis Susena (1984: 15) menyatakan bahwa ajaran moral adalah ajaran, wejangan-wejangan atau khotbah-khotbah sebagai kumpulan ketetapan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik.

Moralitas adalah perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk (Poespoprodjo, 1988: 102). Kata „moralitas‟ sendiri berasal dari kata sifat latin yaitu moralis yang pada dasarnya memiliki arti yang sama dengan „moral‟. Moral juga berarti kondisi mental yang

membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan atau ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Tugas moral adalah menjaga keselarasan dan menjalankan kewajiban-kewajiban sosial, yang menyangkut hubungan sosial, yaitu hubungan antar manusia (Niels Mulder, 1986: 36).

(52)

commit to user

atau kontrol atas proses demi maksimalisasi bobot kehidupan serta memiliki tujuan untuk mengejar keagungan pengalaman dalam berbagai dimesinya yang terkandung dalam pengalaman tersebut. Moralitas selalu merupakan cita-cita ke arah kesatuan selaras, intensitas atau kedalaman pengalaman dan kesegaran hidup yang melibatkan penyempurnaan bobot untuk satuan pengalaman tertentu.

Dalam sebuah karya sastra terkandung berbagai nilai dan ajaran, salah satunya adalah ajaran moral. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada para pembaca (Burhan, 1995: 322). Menurut Kenny (1966, dalam Burhan, 1995: 322), moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral biasanya bersifat universal dan dapat diterapkan dalam berbagai segi atau aspek kehidupan baik diri sendiri, lingkungan keluarga, masyarakat luas serta dalam sebuah negara. Selain itu, pesan moral dalam karya sastra juga menitikberatkan pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan dan dihakimi oleh manusia.

F. Ajaran Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata „pimpin‟

(53)

commit to user

menunjukkan ataupun mempengaruhi (www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan). Kepemimpinan adalah hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-kepatuhan para pengikut atau bawahan, karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin (Kartini Kartono, 2005: 2). Seorang pemimpin harus memiliki kualitas-kualitas unggul dan sifat-sifat yang utama, misalkan saja adil, jujur, bijaksana, penuh kasih sayang, memiliki intelegensi tinggi dan seterusnya. Pardi Suratno (2006: 2) juga mepaparkan, bahwa pemimpin, dalam hal ini seorang Raja juga harus memiliki rasa asih terhadap musuh yang sudah menyerah.

Dalam janturan pewayangan, pemimpin atau Raja wajib memiliki watak sarahita, samahita, danahita dan darmahita. Sarahita adalah raja harus selalu meningkatkan kemampuannya sendiri dan rakyatnya. Samahita adalah selalu berlaku adil kepada rakyat. Danahita adalah bersedia melayani, mensejahterakan rakyat. Darmahita adalah selalu menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Selain itu, pemimpin juga harus memiliki watak berbudi bawaleksana. Berbudi artinya selalu memberi tanda jasa atau penghormatan kepada orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara. Bawaleksana artinya seorang pemimpin harus menetapi janji dalam usaha menyejahterakan masyarakat (dalam Imam Sutarjo, 2006: 118-119).

(54)

commit to user

berani, pantang menyerah, rela berkorban untuk tanah airnya, pandai dalam mengatur strategi perang, memiliki tekat dan keteguhan hati. Pada bait pertama dan kedua Sêrat Tripama tertulis tentang Patih Suwanda seorang prajurit yang utama, kutipannya yaitu:

“yogyanira kang para prajurit/ lamun bisa samya anulada/ kadya nguni caritane/ andêlira sang Prabu/ Sasrabahu ing Maèspati/ aran Patih Suwanda/ lêlabuhanipun/ kang ginêlung tri prakara/ guna kaya purun ingkang dèn antêpi/ nuhoni trah utama// lire lêlabuhan tri prakawis/ guna bisa saniskarèng karya/, binudi dadi unggule/ kaya sayêktinipun/ duk bantu prang Manggada nagri/ amboyong putri dhomas/ katur ratunipun/ purune sampun têtela/ aprang tandhing lan ditya Ngalengka aji/ Suwanda mati ngrana//” (Sêrat Tripama, têmbang Dhandhanggula, pada 1 & 2)

Terjemahan:

Seyogianya para prajurit, bila dapat semuanya meniru, seperti masa dahulu, (tentang) andalan sang Prabu, Sasrabahu di Maespati, bernama Patih Suwanda, jasa-jasanya, yang dipadukan dalam tiga hal, (yakni) pandai mampu dan berani (itulah) yang ditekuninya, menepati sifat keturunan (orang) utama. Arti jasa bakti yang tiga macam itu, pandai mampu di dalam segala pekerjaan, diusahakan memenangkannya, seperti kenyataannya, waktu membantu perang negeri Manggada, memboyong delapan ratus orang puteri, dipersembahkan kepada rajanya, (tentang) keberaniannya sudahlah jelas, perang tanding melawan raja raksasa Ngalengka, (Patih) Suwanda dalam perang.

(55)

commit to user

mring sedya”, berani mengorbankan segala-galanya demi mempertahankan loyalitas dan komitmennya terhadap negara.

Kepemimpinan dalam bidang hukum identik dengan profesi hakim dan jaksa. Hakim adalah orang yang mengadili sebuah perkara. Kedudukan hakim adalah sebagai pemberi keadilan. Keadilan itu sangat mulia, sebab dapat dikatakan bahwa kedudukan itu hanyalah setingkat di bawah Tuhan Yang Maha Esa Maha. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa hakim itu bertanggung jawab langsung kepada-Nya. Disamping itu hakim juga mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun walaupun begitu hakim tetap manusia biasa yang bisa salah, keliru, dan khilaf (http://priceles.wordpress.com/tag/fungsi-dan-tugas-hakim).

Menjadi seorang hakim bukanlah hal yang mudah, diperlukan kejujuran dan keadilan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Selain itu, seorang hakim juga harus memiliki sikap yang tegas dalam mengambil keputusan. Ajaran kepemimpinan yang selanjutnya adalah ajaran kepemimpinan untuk seorang jaksa. Profesi hakim dan jaksa tidak jauh berbeda, dibutuhkan intelegensi yang tinggi serta sifat-sifat kepemimpinan.

(56)

commit to user

(57)

commit to user

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi, yang objek kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah tulisan tangan). Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif karena pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala sistem tanda (semiotic) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang dikaji (Atar Semi, 1993: 25).

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan atau library research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan. Dimana peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek telitiannya lewat buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Atar Semi, 1993:8). Kartini-Kartono (1983: 44-45) menyatakan bahwa,“ penelitian yang

bertujuan untuk mengumpulkan data-data informasi dengan bantuan buku-buku, majalah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan lain sebagainya terdapat di perpustakaan”. Sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digunakan sebagai

Gambar

gambar dari microfilm (nomor penyimpanan Rol.No.60.03 di Perpustakaan
Tabel 1. Nama Wêdana Rênggan, têmbang dan jumlah pada dalam naskah CAA
Tabel 2.1 Daftar kesalahan pemenuhan metrum têmbang yang tergolong Lakuna
Tabel 2.2 Daftar kesalahan pemenuhan metrum têmbang yang tergolong Adisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks naskah Sêrat Pujian Hong Ilahèng yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana suntingan teks naskah dengan judul Bab Dodotan yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana suntingan teks naskah dengan judul Bab Dodotan yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja

Berdasarkan uraian diatas peelitian ini akan difokuskan pada naskah Hikayat Abdul Samad yaitu deskripsi, suntingan teks dan analisis isi melalui kajian filologi dan

Kritik teks dalam penelitian ini menggunakan metode naskah tunggal dengan edisi standar untuk meghasilkan bacaan yang bersih dari kesalahan dan representatif