• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Deskripsi Fokus

Berdasarkan fokus penelitian maka berikut ini pemaparan mengenai deskripsi fokus sebagai berikut:

1) Dinas Ketenagakerjaan merupakan pelaksana urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di bidang tenaga kerja yang melaksanakan salah satu fungsi menetapkan kebijakan dan memberikan pelayanan dibidang ketenagakerjaan dalam hal ini pelayanan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

2) Pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial merupakan proses yang dilakukan Dinas Ketenagakerjaan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha, salah satunya dengan menggunakan cara mediasi.

3) Faktor perselisihan hubungan industrial diantaranya Pemutusan Hubungan Kerja, Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

4) Cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan mediasi di Dinas Ketenagakerjaan yaitu Perjanjian Bersama dan Anjuran.

35

Waktu penelitian yang dibutuhkan pada penelitian ini kurang lebih selama 2 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Tenaga Kerja yang sekarang berubah nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Makassar. Disnaker adalah dinas yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Makassar untuk mengelola atau mengurusi masalah yang berkaitan dengan Tenaga Kerja. Dipilihnya lokasi penelitian di Disnaker Kota Makassar didasari pertimbangan bahwa belum banyak penelitian tentang Pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe kualitatif deskriptif menggunakan pendekatan yuridis empiris. Menurut Sugiyono (2016:9) (dalam Irawan, 2019) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan,menjelaskan dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang

individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara faktual objek yang akan diteliti terkait dengan pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan deskriptif, yang dirancang untuk mengidentifikasi hal-hal yang terkait dengan kinerja Dinas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas penanganan pengaduan pekerja dan melakukan pelayanan mediasi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan kerja. Pemilihan penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara luas dan utuh berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada instansi yang bersangkutan.

Fenomena yang maksud dalam hal ini adalah kinerja Dinas Ketenagakerjaan dalam menerima laporan pengaduan pekerja dan dalam memberikan pelayanan mediasi perselisihan hubungan kerja khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja.

C. Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari sumber informasi yaitu:

1) Data primer yakni data dari sumber pertama yang diperoleh secara langsung dari informan penelitian. Data ini diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan pejabat terkait, observasi terhadap kegiatan Dinas Ketenagakerjaan dalam memberikan layanan mediasi pengaduan perselisihan pekerja/pengusaha khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja.

2) Data sekunder yakni data yang dikumpulkan sebagai penunjang data primer, data ini diperoleh dari literature, dan dokumen yang ada pada lokasi dan objek penelitian yakni pada kantor Dinas Ketenagakerjaan.

D. Informan Penelitian

Informan penelitian merupakan narasumber yang akan diwawancarai untuk mendapatkan jawaban terkait dengan kinerja Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dalam melakukan mediasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Informan penelitian ditentukan secara purposive sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh informan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti yakni dianggap cakap, dan kredibel untuk menjawaab pertanyaan sesuai topic penelitian. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan, Tim Mediator Dinas Ketenagakerjaan serta pelapor/pekerja atau perusahaan/pimpinan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Wawancara

Wawancara digunakan untuk dapat mendeskripsikan dan mengkonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, oleh karena itu, teknik ini digunakan dengan cara komunikasi langsung dengan informan penelitian yaitu Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan, Tim Mediator Dinas Ketenagakerjaan serta

pelapor/pekerja atau perusahaan/pimpinan. Teknik ini merupakan teknik paling utama yang akan digunakan selama proses penelitian berlangsung dan instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri.

2) Studi dokumentasi

Studi dokumentasi yang akan dilakukan peneliti dengan melihat di lokasi secara langsung apa yang terjadi mencari data, catatan, foto dan lain-lain yang berhubungan dengan fokus penelitian peneliti. Sugiyono (2013:240) mendefinisikan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar atau karya – karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain sebagainya. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

3. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mengamati secara langsung peristiwa/fenomena yang ada kaitannya dengan objek atau fokus penelitian pada lokasi penelitian. Dalam hal ini observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung tentang Mediasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data interaktif dari Miles dan Huberman (dalam Anggito dan Setiawan, 2018) yang meliputi:

1) Reduksi Data

Reduksi data dalam hal ini peneliti melakukan proses pengumpulan dan penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di lapangan mungkin jumlahnya sangat banyak. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2) Penyajian Data

Menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah di pahami. Dalam penyajian data selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat berupa bahasa nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan table. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.

3) Verifikasi Data

Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data.

Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan aka nada perubahan-perubahan bila tidak dibarengi dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya.

F. Teknik Pengabsahan Data

Pengabsahan data adalah menjamin bahwa semua yang telah diamati dan diteliti peneliti sesuai (relevan) dengan data yang sesungguhnya ada dan memang benar-benar terjadi. Untuk memperoleh tingkat keabsahan pada data untuk mendukung sebuah penelitian kualitatif selanjutnya adalah teknik triangulasi. Tujuan triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis.

Triangulasi diartikan sebagai kegiatan pengecekan data (Arnild Augina Mekarisce, 2020) melalui :

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dalam penelitian adalah pengecekan data-data atau informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber untuk membandingkan kebenaran dari informan utama.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara pengecekan data kepada sumber yang sama, namun dengan teknik yang berbeda.

3) Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan kembali terhadap data kepada sumber dan tetap menggunakan teknik yang sama, namun dengan waktu atau situasi yang berbeda.

42

1. Sejarah Singkat Terbentuknya Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar yang berlokasi di Jalan A. P. Pettarani No. 72 Kelurahan Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222

Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar merupakan departemen yang diserahi tugas untuk menangani masalah Tenaga Kerja berulang kali mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun penggabungan. Perubahan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya.

Dalam periode perang kemerdekaan yang terjadi pada masa kabinet presidensial, masalah perubahan berada pada di bawah dan ditangani oleh kementerian sosial. Keadaan ini terus berlanjut sampai pada masa kabinet Syahrir III. Pergantian kabinet yang terjadi berulang kali, serta lahirnya partai-partai politik yang mewarnai gerakan kaum buruh menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelit, apalagi disertai oleh memburuknya keadaan ekonomi dalam keadaan perang.

Maklumat presiden No.7 Th.1947 yang diumumkan pada tanggal 3 Juli 1947 tentang susunan Kabinet Syarifuddin bahwa menteri

perburuhan belum dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketetapan mengenai apa yang menjadi tugas pokoknya. Dengan dikeluarkannya penetapan pemerintah No.3 Th. 1947 tanggal 25 Juli 1947, eksistensi tugas pokok kementerian sosial, termasuk didalamnya pelimpahan organisasi jawatan perburuhan personil dan mata anggarannya. Oleh karena itu, tanggal 25 Juli berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja No.Kep.28/MEN/1992 ditetapkan sebagai “hari jadi”

Departemen Tenaga Kerja.

Pada periode demokrasi Liberal, Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), Organisasi kementerian Perburuhan tidak lagi mencakup urusan social. Pada masa RIS, Negara Kesatuan Republik Indonesia di Yogyakarta merupakan Negara bagian dari RIS, sehingga pada masa itu ada menteri Perburuhan di Yogyakarta. Setelah RIS bubar struktur organisasi Kementerian Perburuhan tampak lebih lengkap karena mencakup struktur organisasi tingkat pusat sampai tingkat daerah dan resort dengan uraian tugas yang jelas. Ditingkat pusat organisasi Kementerian Perburuhan terdiri dari dua Direktorat Tenaga Kerja (PMP 79 Tahun 1954).

Periode Demokrasi terpimpin dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah membuat babak baru dalam tata kehidupan kenegaraan pada awal Demokrasi terpimpin. Kementerian perburuhan berada dalam naungan Menteri Inti Bidang Produksi dan dipimpin oleh seorang Menteri muda berubah menjadi menteri perburuhan dengan dibantu oleh 4

pembantu menteri yang kemudian bertambah menjadi 5 pembantu Menteri. Dalam periode ini kehidupan kenegaraan diwarnai oleh kehidupan partai yang terpusat dalam pola Nasakom yang memberikan angin kepada PKI untuk bergerak dan berupaya untuk mendominasi segala posisi dalam organisasi pemerintahan yang ada.

Periode Orde Baru merupakan transisi, sejalan dengan itu terjadi perubahan nama organisasi kementerian berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja. Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/II/1996 mengalami penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja yang diatur dengan keputusan Presiden pada masa transisi yaitu masa penerbitan dan pembersihan aparatur pemerintahan dari yang terlibat G 30 S/PKI tercatat tiga kali pergantian Kabinet.

Dalam perkembangannya organisasi Departemen Nakertranskop mengalami perubahan dengan dipindahkan urusan koperasi ke Departemen Perdagangan. Kemudian disempurnakan kembali setelah masalah urusan transmigrasi dilimpahkan ke Departemen Transmigrasi.

Penyempurnaan organisasi semula menganut pendekatan “Holding Company Type” beralih ke pendekatan “Integrated Type”. Struktur organisasi yang baru diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja NO.

Kep-525/Men/1984 yang mengacu pada Keppres Tahun 1997, dan masa Kabinet Pembangunan VI.

Organisasi Departemen Tenaga Kerja bertambah 2 (dua). Unit Eselon I yaitu Direktorat Jenderal Binalattas dan Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Perkembangan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya beban kerja, sehingga Pelita VI telah dirumuskan kebijaksanaan SAPTA KARYA UTAMA, dan sekarang menjadi DASA KARYA.

Sehubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah secara efektif 1 Januari 2001, sesuai Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonomi.

Departemen Tenaga Kerja Kota Makassar secara resmi menggabung pemerintah kota Makassar dengan nama Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar. Berdasarkan Perda Kota Makassar tahun 2004 pembentukan susunan organisasi dan Tata Kerja serta Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar.

2. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah membawa dampak perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan juga akan berdampak pada bagaimana pembangunan direncanakan dan dilaksanakan. Konsekuensi tersebut antara lain penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,

khususnya kewenangan di bidang ketenagakerjaan, yang merupakan komponen penting dalam pertumbuhan dan pemerintahan daerah.

Tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar akan terpengaruh dengan penerapan kebijakan ini. Meskipun secara fungsional telah berkoordinasi dengan kebijakan nasional Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, dan instansi/lembaga terkait lainnya, namun pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi secara struktural mengacu pada Pemerintah Kota Makassar.

Mengingat penanganan masalah ketenagakerjaan tidak memperhatikan batas wilayah, maka fungsi koordinasi ini dimaksudkan agar program penanganan masalah ketenagakerjaan di Kota Makassar tetap sesuai dengan program dan kebijakan nasional di seluruh daerah.

Salah satu bidang utama pembangunan ekonomi nasional adalah sektor ketenagakerjaan, terutama mengingat inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan menurunkan angka kemiskinan. Penciptaan dan implementasi berbagai inisiatif pembangunan ekonomi yang berfokus pada peningkatan tingkat keterampilan, peningkatan kesempatan kerja melalui investasi, dan pemberian usaha baru kepada masyarakat umum adalah cara pengembangan tenaga kerja dilakukan.

Sejumlah perubahan strategis telah dilakukan seiring dengan pelaksanaan program dan kegiatan antara tahun 2014 hingga 2016.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menandai adanya pergeseran kebijakan di bidang sumber daya manusia.

Undang-undang ini terutama mengatur tentang adanya pengawasan ketenagakerjaan yang beralih dari sistem desentralisasi ke sistem dekonsentrasi. Pemerintah provinsi kini memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pengaturan dan pengelolaan Pengawasan Ketenagakerjaan, yang sebelumnya menjadi tugas pemerintah kabupaten dan kota.

Susunan Perangkat Daerah Kota Makassar telah mengalami perubahan akibat berlakunya Undang-Undang tersebut di atas, dan kini diatur dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah yang menggantikan Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar menjadi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Dengan terjadinya perubahan kebijakan pengawasan ketenagakerjaan maka terjadinya perubahan struktur organisasi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Makassar Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Ketenagakerjaan yang berimplikasi pada perubahan nomenklatur Dinas dan bidang kerja. Dinas Tenaga Kerja berganti nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan, Bidang Perencanaan, Perluasan & Penempatan Tenaga Kerja berganti nama menjadi Bidang

Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Bidang Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kerja menjadi Bidang Pelatihan Kerja, Bidang Pembinaan Hubungan Industrial, Syarat-Syarat Kerja dan Kesejahteraan menjadi Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sedangkan pengelolaan Pengawasan Ketenagakerjaan sudah menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi sehingga Bidang Pengawasan dan Perlindungan Ketenagakerjaan sudah tidak relevan.

Sesuai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dimana Dinas Ketenagakerjaan masuk dalam kategori dinas tipe A dan dianggap sangat perlunya menciptakan tenaga kerja yang terampil dan berkompeten maka dibentuk badan baru yaitu Bidang Informasi Pasar Kerja dan Peningkatan Produktivitas.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar No. 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Makassar, Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah.

Dinas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja,

2) Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja, 3) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang

tenaga kerja,

4) Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja, dan

5) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

Untuk mendukung tugas dan fungsi di atas tersebut maka Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dilengkapi perangkat organisasi yang tergambar dalam susunan organisasi dan struktur. Struktur organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dipimpin oleh Kepala Dinas, memiliki Kelompok Jabatan Fungsional dengan Sekretaris yang mencakup tiga Kepala Sub yaitu Kepala Sub. Bidang Umum &

Kepegawaian, Kepala Sub. Bagian Keuangan, Kepala Sub.

Perlengkapan dan empat Kabid yang mencakup Kabid. Penempatan Perluasan dan Kesempatan Kerja, Kabid. Pelatihan Kerja, Kabid.

Hubungan Industrial dan Jamsostek, Kabid. IPK & Produktivitas serta 12 Kasi yang terdiri dari Kasi. Penempatan Tenaga Kerja, Kasi Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kasi. Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Kasi. Penyelenggara Pelatihan, Kasi.

Sertifikasi Kompetensi, Kasi. Kelembagaan Pelatihan, Kasi.

Penyelesaian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Kasi.

Persyaratan Kerja, Kasi. Pengupahan dan Jamsostek, Kasi. Informasi

Pasar Kerja, Kasi. Pemagangan dan Sertifikasi Ketenagakerjaan, Kasi.

Peningkatan Produktivitas Ketenagakerjaan. Berikut struktur organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Sumber. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Agustus 2022

Adapun visi dan misi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, sebagai berikut:

A. Visi

Mewujudkan ketenagakerjaan yang mandiri, berdaya saing, harmonis dan sejahtera untuk semua

B. Misi

Adapun misi Dinas Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

1) Meningkatkan peluang kesempatan kerja, perluasan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja yang didukung oleh sistem pelatihan kerja sehingga terwujud tenaga kerja yang mandiri dan berdaya saing,

2) Terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis berkeadilan bertanggung jawab dan berkelanjutan,

3) Terwujudnya kepastian hukum dengan melaksanakan pembinaan pengawasan dan perlindungan terhadap norma ketenagakerjaan.

3. Mekanisme Pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan kepada warga masyarakat salah satunya yaitu pelayanan pengaduan atau laporan mengenai masalah perselisihan hubungan industrial. Adapun alur pengaduan perselisihan hubungan industrial sebagai berikut:

Gambar 4.2 Alur Pengaduan Perselisihan HI

Sumber. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Agustus 2022

Mekanisme kerja yang dilakukan Dinas Ketenagakerjaan dalam menangani laporan pengaduan masyarakat khususnya pekerja maupun perusahaan sebagaimana tergambar dalam Gambar di atas memperlihatkan mekanisme yang dilakukan menggunakan pendekatan sistem yakni dimulai dari input, proses, dan output

Input atau memasukkan adalah segala bentuk laporan atau pengaduan pekerja maupun perusahaan di Dinas Ketenagakerjaan terkait permasalahan perselisihan hubungan industrial yang terlebih dahulu

melakukan musyawara untuk mencapai kesepakatan melalui bipartit yang mencakup pekerja dan perusahaan.

Dalam proses alur pengaduan perselisihan pekerja atau perusahaan mengajukan surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial dengan melampirkan bukti penyelesaian secara bipartit, surat permohonan bipartit, daftar hadir dan risalah perundingan bipartit, setelah pihak pengadu menyediakan berkas tersebut langkah selanjutnya akan diproses pada Bidang Umum (persuratan) setelah itu di dilanjutkan pada Sekretaris Dinas selanjutnya akan dilanjutkan ke Kepala Dinas untuk di disposisi dan diberikan Kepala Bidang untuk pemberian pendisposisian mediator dilanjutkan pada Staf Administrasi untuk dilakukan pencatatan dan dilanjutkan pada Kelapa Seksi Perselisihan Hubungan Industrial dan diberikan kepada Mediator Hubungan Industrial untuk menindaklanjuti pengaduan perselisihan hubungan industrial yang masuk.

Output (luaran) hasil yang akan didapatkan dalam proses pengaduan perselisihan hubungan industrial ini yakni penyelesaian perselisihan yang mencapai luaran Perjanjian Bersama atau Anjuran.

B. Hasil Penelitian

1. Faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial a. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja merupakan perselisihan yang terjadi antara pekerja dan perusahaan terkait masa kerja atau hubungan kerja.

Dalam Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 menyatakan bahwa

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak”.

Dinas Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa faktor penyebab perselisihan pemutusan hubungan kerja seperti yang dijelaskan AS selaku Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial menerangkangkan bahwa

“Pemutusan hubungan kerja mencakup pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan, pemutusan hubungan kerja karena adanya pelanggaran-pelanggaran kerja, pemutusan hubungan kerja karena mengundurkan diri dimana dari penyebab permasalahan tersebut masing-masing memiliki hak pesangon yang rinciannya diatur dalam Undang-undang” (Wawancara Informan I, pada tanggal 13 Juli 2022).

Beda halnya yang disampaikan KH selaku Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan mengenai pemutusan hubungan kerja menyatakan bahwa perselisihan pemutusan hubungan kerja tidak seharusnya melakukan proses mediasi di Dinas Ketenagakerjaan sebagaimana yang disampaikan bahwa:

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja yang biasa terjadi adalah pengurangan karyawan, tapi seharusnya kalau ada pengusaha pengurangan karyawan tidak perlu sampai ke Dinas Ketenagakerjaan sebenarnya. Kan dia kurangi jelas aturannya pengurangan karyawan, orang meninggal saja sampai disini pengaduannya padahal sudah jelas aturannya kalau orang meninggal, pensiun juga sampai ke Dinas Ketenagakerjaan tapi hak pekerja tidak dipenuhi oleh perusahaan. Makanya menurut saya pengusaha itu kan seharusnya

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja yang biasa terjadi adalah pengurangan karyawan, tapi seharusnya kalau ada pengusaha pengurangan karyawan tidak perlu sampai ke Dinas Ketenagakerjaan sebenarnya. Kan dia kurangi jelas aturannya pengurangan karyawan, orang meninggal saja sampai disini pengaduannya padahal sudah jelas aturannya kalau orang meninggal, pensiun juga sampai ke Dinas Ketenagakerjaan tapi hak pekerja tidak dipenuhi oleh perusahaan. Makanya menurut saya pengusaha itu kan seharusnya

Dokumen terkait