• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI POLA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS KETENAGAKERJAAN KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI POLA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS KETENAGAKERJAAN KOTA MAKASSAR"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

POLA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS KETENAGAKERJAAN KOTA MAKASSAR

Oleh:

MADINA ALMUNAWARA. B.N Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11203 18

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022

(2)

ii

DINAS KETENAGAKERJAAN KOTA MAKASSAR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik (S. AP)

Disusun dan Diajukan Oleh:

MADINA ALMUNAWARA. B.N Nomor Induk Mahasiswa: 105611120318

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Penelitian ini mengkaji mengenai pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar. Laporan pengaduan pekerja atau perusahaan terkait perselisihan hubungan industrial masih cukup tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan mendeskripsikan pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dengan memfokuskan pada faktor penyebab terjadinya perselisihan dan bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber baik dari Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Mediator Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, HRD Perusahaan X, dan Ketua Serikat Pekerja Perusahaan X. pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis menggunakan model Miles dan Huberman melalui reduksi data, penyajian dan verifikasi data. Pengabsahan data dilakukan melalui triangulasi sumber, teknis dan waktu. Hasil penelitian dianalisis dan disajikan secara naratif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dilihat pada faktor penyebab terjadinya perselisihan yang sering diadukan di Dinas Ketenagakerjaan yakni pesangon dan pembayaran upah pekerja, dan Cara penyelesaian di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dengan Perjanjian Bersama atau Anjuran. Alat yang digunakan untuk penyelesaian yakni Mediasi yang terlebih dahulu pihak berselisih melakukan penyelesaian melalui Bipartit.

Rekomendasi yang disampaikan masih perlunya sosialisasi kepada pekerja dan perusahaan terkait memberikan pemahaman mengenai hubungan industrial sesuai undang-undang yang berlaku.

Kata Kunci : Pola, penyelesaian, perselisihan, industrial

(7)

vii

dapat menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi ini, bukti dari perjuangan yang panjang dan jawaban atas doa yang senantiasa mengalir dari orang-orang terkasih. Solawat serta salam juga peneliti sampaikan kepada Nabiullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang biadab menuju alam yang beradab, yang telah menggulung tikar-tikar kebodohan dan membentangkan tikar-tikar kebenaran.

Skripsi dengan judul “Pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Baharuddin dan Ibunda Hj. Nurjannah yang telah berjuan demi kesuksesan anaknya, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik dengan sepenuh hati dalam buaian kasih sayang kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Abdul Mahsyar, M.Si selaku Pembimbing I dan ibu Dr. Hj.

(8)

Sudarmi, M. Si. selaku Pembiming II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Dr. Ihyani Malik, S. Sos., M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Dr. Nur Wahid, S.Sos.,M.Si selaku Plt. Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Seluruh Dosen Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan segala ilmu yang dimiliki selama proses pembelajaran di kampus sehingga dapat menjadi pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis ke depan.

5. Ibu Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar Nielma Palamba, SH, M.

AP. atas bantuan yang diberikan berupa izin melaksanakan penelitian.

6. Bapak Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial Andi Sunrah, S. Sos atas bantuan yang diberikan berupa informasi untuk penelitian.

7. Bapak Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Kahar, S. SH serta pekerja dan perusahaan yang berselisih atas bantuan yang diberikan berupa informasi untuk penelitian.

8. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar atas segala bantuan selama peneliti melaksanakan penelitian.

9. Saudara Kandung Yusran B.N, Fitriani B.N, Dewi Purnamawati B.N, Hartono B.N, dan Nurfitrah B.N yang telah mendukung dan mendoakan penulis.

(9)

10. Untuk Kakak Indah, Kakak Anto, Abang Arya, Atharis, Dan Arsilah.

Terimakasih atas segala dukungan dan kebahagiaan untuk penulis baik secara moril maupun materil.

11. Sahabat penulis Almufira J, S. Pd., Sri Yulianti Astika, Siska Amelia, Andi Putri Nurul Ismi dan Hildayanti atas kebahagiaan serta support kepada penulis.

12. Semua keluarga, sahabat, teman-teman, serta berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang telah membantu penulisan dengan ikhlas dalam penyelesaian studi penulis.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 28 Agustus 2022

Madina Alumunawara. B.N

(10)

x

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Konsep dan Teori ... 11

C. Kerangka Pikir ... 30

D. Fokus Penelitian ... 32

E. Deskripsi Fokus ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 35

C. Sumber Data ... 36

D. Informan Penelitian ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

F. Teknik Pengabsahan Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 42

B. Hasil Penelitian ... 53

(11)

C. Pembahasan ... 74

BAB V PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 93

(12)

xii

Gambar 4.2 Alur Pengaduan Perselisihan HI ... 52

(13)

xiii

Tabel 4.2 Data Pengaduan Perselisihan HI Tahun 2020 ... 79

Tabel 4.3 Data Pengaduan Perselisihan HI Tahun 2021 ... 79

Tabel 4.4 Perbedaan Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dengan Undang-undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 ... 85

Tabel 4.5 Data Penyelesaian Perselisihan HI Tahun 2019 ... 85

Tabel 4.6 Data Penyelesaian Perselisihan HI Tahun 2020 ... 85

Tabel 4.7 Data Penyelesaian Perselisihan HI Tahun 2021 ... 86

(14)

xiv

Gambar 2 Wawancara bersama dengan Mediator Hubungan Industrial Dinas

Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 103

Gambar 3 Wawancara bersama dengan Ketua Serikat Pekerja di Perusahaan X yang berselisih ... 104

Gambar 4 Wawancara bersama dengan HRD Perusahaan X yang berselisih .... 104

Gambar 5 Proses berlangsungnya Mediasi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 105

Gambar 6 Data Pengaduan dan Penyelesaian Perselisihan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar Tahun 2019 ... 106

Gambar 7 Data Pengaduan dan Penyelesaian Perselisihan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar Tahun 2020 ... 107

Gambar 8 Data Pengaduan dan Penyelesaian Perselisihan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar Tahun 2021 ... 108

Gambar 9 Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 109

Gambar 10 Maklumat Pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 109

Gambar 11 Visi dan Misi Dinas Ketengakerjaan Kota Makassar... 110

Gambar 12 Sasaran Strategi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 110

Gambar 13 Alur Pengaduan Perselisihan HI Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 111

Gambar 14 Prosedur Penyelesaian Perselisihan HI Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 111

Gambar 15 Surat Permohonan Izin Penelitian dari LP3M... 112

Gambar 16 Surat Izin Penelitian PTSP Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan . 113 Gambar 17 Surat Izin Penelitian Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar ... 114

Gambar 18 Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 115

(15)

1

Ketenagakerjaan merupakan bagian dari perbaikan masyarakat yang dilakukan dalam rangka mewujudkan Indonesia seutuhnya dan pemajuan kebudayaan Indonesia secara menyeluruh untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan tidak memihak, baik materiel maupun spiritual yang berlandaskan Pancasila dan UUD Republik Indonesia 1945.

Tenaga kerja memegang peranan penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dalam terwujudnya pembangunan nasional. Untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, kontribusinya terhadap pembangunan, dan perlindungan terhadap karyawan dan keluarganya sesuai dengan hak asasi manusia, pengembangan tenaga kerja menjadi sangat penting. Namun dalam pembangunan ketenagakerjaan seringkali tenaga kerja tidak terlepas dari perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang wajar dialami oleh para pelaku hubungan industrial baik dari pihak pekerja/karyawan ataupun pengusaha/penyedia kerja di belahan bumi manapun tak terkecuali di Indonesia. Hubungan industrial merupakan hubungan yang terbentuk oleh pelaku produksi barang atau jasa dari unsur pekerja/karyawan, pengusaha/penyedia kerja dan pemerintah. Hubungan industrial bertujuan untuk mewujudkan hubungan yang sehat serta harmonis dalam hubungan kerja. Dalam hubungan industrial tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan

(16)

untuk terjadinya perselisihan sangatlah besar karena menyatukan antara pihak-pihak yang terlibat bukanlah hal yang mudah. Adapun perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara penyedia produk atau jasa dengan pekerja yang biasanya mencakup upah, pesangon, perjanjian kerja bersama dan lain sebagaianya.

Perselisihan hubungan industrial terbagi menjadi empat bagian berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan yakni perselisihan mengenai hak, perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja. Salah satu perselisihan hubungan industrial yang sering terjadi adalah adanya pemutusan hubungan kerja. Hal ini, disebabkan karena hubungan antara pekerja/buruh dan penyedia kerja adalah hubungan yang didasarkan atas kesepakatan bersama untuk mengikatkan diri dalam hubungan kerja. Apabila salah satu pihak tidak ingin lagi terikat dalam hubungan kerja, maka akan sulit bagi pihak lain untuk mempertahankan hubungan yang harmonis meskipun hubungan antara pekerja/buruh dan penyedia kerja telah diatur sedemikian rupa. Sehingga, tetap saja terjadi Perselisihan Hubungan Industrial dan dibutuhkan penyelesaian akan hal tersebut.

Penyelesaian perselisihan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yaitu memberikan pelayanan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Fungsi dari pemerintah itu sendiri yaitu memberikan pelayanan, menetapkan kebijakan, melaksanakan pengawasan, melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan

(17)

ketenagakerjaan, dan menyelenggarakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Oleh karenanya, fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu pelayanan pemerintah dalam melakukan mediasi sebagai penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha. Pelayanan publik adalah produk dari birokrasi publik yang diterima oleh warga pengguna maupun masyarakat secara luas (Dwiyanto, 2021). Maka dari itu para birokrat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas, termasuk di dalamnya pemenuhan pelayanan berupa jasa, barang maupun pelayanan administratif. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini di Indonesia masih bercirikan hal-hal seperti berbelit-belit, lamban, mahal, melelahkan, dan ketidakpastian (Mahsyar, 2011).

Proses penyelesaian perselisihan yang dituangkan dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (2004), dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha. Dimana tahap pertama, harus mendapatkan kesepakatan terlebih dahulu antara karyawan dan pengusaha melalui negosiasi/mufakat yang mencapai hasil penyelesaian dengan bipartit. Namun, tahapan ini jarang selesai. Akibatnya, setiap konflik hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha biasanya dirujuk ke Dinas

(18)

Ketenagakerjaan, yang merupakan instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.

Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar memiliki tugas dan wewenang salah satunya yaitu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan cara melakukan mediasi. Mediasi merupakan alat/cara untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pekerja dan pengusaha dengan bantuan dari mediator yang merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Mediasi dapat dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan jika ada pengaduan. Dengan adanya pengaduan maka Dinas Ketenagakerjaan akan membantu dalam menyelesaikan perselisihan tersebut dengan menunjuk tim mediator sesuai dengan tata kerja mediator berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (2004). Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar pada bulan Januari-Desember tahun 2020- 2021 terdapat 538 pengaduan dengan 400 perkara (PHK), 99 perkara (Hak), 39 perkara (Kepentingan). Adapun penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar pada bulan Januari- Desember tahun 2020-2021 terdapat 538 pengaduan dengan penyelesaian Bipartit sebanyak 100 perkara, Anjuran 152 perkara, Perjanjian Bersama 248 perkara dan yang dalam proses sebanyak 40 perkara (Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Agustus 2022). Dalam menyelesaikan perselisihan tim mediator akan mempertemukan kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama.

(19)

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penelitian tertarik untuk menganalisis dan mendeskripsikan pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk memberikan batasan ruang lingkup kajian ini, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar?

2. Bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini, adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka hasil dari penelitian ini dihadapkan:

(20)

1. Memberikan kontribusi akademik dalam pengembangan konsep-konsep bidang ilmu administrasi publik khususnya pelayanan publik.

2. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah- masalah pelayanan publik khususnya terkait dengan pola penyelesaian hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

(21)

7

Penelitian terdahulu menjadi acuan dan tolak ukur bagi peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya:

1. Drs. Achmad Moelyono, M. H; Selly Asih 2021, melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lampung Selatan Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial di Kabupaten Lampung Selatan, dengan menggunakan penelitian pendekatan yuridis normatif dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian dilihat selama tiga tahun terakhir 2017-2019 berhasil menyelesaikan berbagai macam kasus perselisihan di lingkungan Kabupaten lampung Selatan. Disimpulkan bahwa kinerja pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah membantu menyelesaikan konflik para pekerja dengan perusahaan, sehingga membantu mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menurunkan tingkat pengangguran (Meolyono & Asih, 2021).

2. Faizal Adtya Dermawan, Bagus Sarnawa 2021, Melakukan penelitian dengan judul Peran Dinas Tenaga Kerja Dalam Proses Mediasi Penyelesaian Permasalahan Hubungan Industrial. Metode penelitian

(22)

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan yuridis empiris, dengan cara menggunakan pendekatan hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang di dapat secara objektif di lapangan baik berupa data, informasi dan pendapat yang didasarkan pada identifikasi hukum.

Dari hasil penelitian ini menunjukan: (1) Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yaitu dengan cara mufakat dan terdiri dari mediasi yang akan di pimpin oleh mediator, (2) Hambatan saat penyelesaian perselisihan hubungan industrial salah satunya adalah kurangnya pengetahuan kedua belah pihak dan tidak adanya kesepakatan atau berbeda pendapat sehingga menimbulkan perselisihan dan kurangnya pemahaman terhadap regulasi perundang-undangan ketenagakerjaan yang berbeda-beda, dan pihak ketiga pun akhirnya memberikan pendampingan kepada kedua belah pihak (Dermawan & Sarnawa, 2021).

3. M. Faisal Putra Alamsyah, Tjitjik Rahaju 2020, Melakukan penelitian dengan judul Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sebagai mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur telah melaksanakan 5 indikator fungsi pemerintahan dengan baik, namun masih terdapat beberapa

(23)

kendala pada bagian inovator yang mana masih ada salah paham antara mediator dengan para pihak yang berselisih pada saat pelaksanaan konsultasi online, pada bagian modernisator instansi belum memiliki sumber daya manusia yang ahli untuk membuat aplikasi. Saran untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan memberikan anggaran khusus kepada dinas tenaga kerja pada tiap kota atau kabupaten yang bisa digunakan untuk melaksanakan kegiatan edukasi dan sosialisasi terkait dengan ketenagakerjaan khususnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, membuat SOP yang lebih jelas terkait dengan konsultasi online, dan menambah sumber daya manusia yang kompeten pada bidang pembuatan aplikasi (Alamsyah & Rahaju, 2020).

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

Judul Fokus Penelitian Pendekatan

Penelitian Analisis Kinerja Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Lampung Selatan Dalam

Mencegah dan

Menyelesaikan Perselisihan

Hubungan Industrial

di Kabupaten

Lampung Selatan

Hasil dari penelitian dilihat selama tiga tahun terakhir 2017-2019 berhasil menyelesaikan berbagai macam kasus perselisihan di lingkungan Kabupaten lampung Selatan. Disimpulkan bahwa kinerja pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah membantu menyelesaikan konflik para pekerja dengan perusahaan, sehingga membantu mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menurunkan tingkat pengangguran

Kualitatif

Peran Dinas Tenaga Kerja Dalam Proses Mediasi Penyelesaian Permasalahan

Hubungan Industrial

Dari hasil penelitian ini menunjukan: (1) Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Kualitatif

(24)

yaitu dengan cara mufakat dan terdiri dari mediasi yang akan di pimpin oleh mediator, (2) Hambatan saat penyelesaian perselisihan hubungan industrial salah satunya adalah kurangnya pengetahuan kedua belah pihak dan tidak adanya kesepakatan atau berbeda pendapat sehingga menimbulkan perselisihan dan kurangnya pemahaman terhadap regulasi perundang-undangan ketenagakerjaan yang berbeda-beda, dan pihak ketiga pun akhirnya memberikan pendampingan kepada kedua belah pihak

Peran Dinas Tenaga

Kerja Dan

Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian

Perselisihan

Hubungan Industrial Melalui Mediasi

Hasil menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sebagai mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur telah melaksanakan 5 indikator fungsi pemerintahan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kendala pada bagian inovator yang mana masih ada salah paham antara mediator dengan para pihak yang berselisih pada saat pelaksanaan konsultasi online, pada bagian modernisator instansi belum memiliki sumber daya manusia yang ahli untuk membuat aplikasi. Saran untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan memberikan anggaran khusus kepada dinas tenaga kerja pada tiap kota atau kabupaten yang bisa digunakan untuk melaksanakan kegiatan edukasi dan sosialisasi terkait dengan ketenagakerjaan khususnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, membuat SOP yang lebih jelas terkait dengan konsultasi online, dan menambah sumber daya manusia yang kompeten pada bidang pembuatan aplikasi

Kualitatif

Posisi Penelitian yang dilaksanakan: Penelitian mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhadap penanganan pengaduan pekerja maupun perusahaan terkait kasus perselisihan yang dihadapi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, yang dilaksanakan ini memiliki kesamaan

(25)

dengan beberapa penelitian yang lain yakni metode yang digunakan. Perbedaan terletak pada fokus penelitian. Pengumpulan data yang diterapkan menggunakan metode observasi langsung, dan beberapa dimensi yang menjadi objek juga diharapkan menjadi temuan baru dalam penelitian ini khususnya terkait dengan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan tugas Dinas Ketenagakerjaan.

B. Konsep dan Teori

1. Undang-undang Ketenagakerjaan

Undang-undang Ketenagakerjaan (Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003) mengatur berbagai hal yang telah dituangkan dalam undang- undang tersebut. Undang-undang ini memberikan perhatian yang khusus dan memberikan kerangka hukum atas hak-hak dasar bagi pekerja, termasuk hak para pekerja untuk melakukan mogok serta hak untuk menutup perusahaan bagi para pengusaha, perlindungan yang berkaitan dengan upah, dan jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja.

Undang-undang ini juga mengatur hubungan industrial Indonesia dan prosedur bagaimana menangani pemutusan hubungan kerja (Suwarto, 2003).

● Hubungan Kerja

Pasal 50 Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa hubungan kerja terjadi karena perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Undang-undang ini menetapkan beberapa persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dalam perjanjian kerja untuk melindungi tenaga kerja dari praktek tidak adil atau penyalahgunaan dan untuk

(26)

menjamin kepastian hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha (Suwarto, 2003).

a. Syarat-syarat Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau secara lisan (Pasal 51).

Perjanjian kerja tertulis setidaknya harus memuat beberapa hal berikut (Pasal 54):

1) Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;

2) Nama, jenis kelamin, usia, dan alamat pekerja/buruh;

3) Jabatan atau jenis pekerjaan;

4) Tempat Pekerjaan;

5) Upah dan bagaimana cara pembayarannya;

6) Syarat kerja yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja/buruh dan perusahaan;

7) Saat dimulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

8) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

9) Tanda tangan pengusaha dan pekerja/buruh.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

Masa percobaan yang tidak lebih dari 3 (tiga) bulan dapat diberlakukan dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu, dan masa berlakunya masa percobaan tersebut tidak dapat diperpanjang.

Sewaktu masa percobaan itu pengusaha dilarang untuk melakukan pembayaran upah kurang dari upah minimum yang berlaku (Pasal 60).

(27)

Suatu Perjanjian kerja tidak tertentu dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis dan tidak terbatas pada jenis pekerjaan/tugas tertentu, tidak seperti perjanjian kerja waktu tertentu. Surat pengangkatan harus dibuat oleh pengusaha jika perjanjian dibuat secara lisan. Surat pengangkatan paling tidak harus memuat (Pasal 63):

1) Nama dan alamat pekerja/buruh;

2) Tanggal dimana pekerja/buruh mulai bekerja;

3) Jenis pekerjaan;

4) Upah.

c. Akhir Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja akan berakhir dengan kejadian-kejadian sebagai berikut (Pasal 61):

1) Pekerja/buruh meninggal dunia;

2) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

3) Adanya putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja;

(28)

Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha, atau beralihnya perusahaan, atau akibat perubahan lain atas status perusahaan (Pasal 61(3)).

● Perlindungan dan Pengupahan Pekerja

Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan perhatian yang luas untuk tenaga kerja dan orang lain yang terlibat dalam hubungan kerja untuk melindungi yang bersangkutan dari penyalahgunaan dan perlakuan lain yang tidak wajar. Undang-undang ini memberi perhatian khusus untuk perlindungan bagi pihak yang lebih lemah dalam hubungan kerja, seperti anak-anak atau penyandang cacat, dan menyediakan suatu kerangka hukum khusus untuk menghindari hubungan kerja yang tidak adil dan tidak wajar. Ketentuan mencakup jam kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, dan pah dan kesejahteraan semuanya bertujuan untuk menjamin lingkungan kerja sehat untuk keuntungan pekerja/buruh serta perusahaan. Undang-undang ini mengatur tentang yang menyandang cacat, anak-anak, perempuan, jam kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, upah dan kesejahteraan (Suwarto, 2003).

a. Pekerja Anak

Perusahaan dilarang untuk mempekerjakan anak-anak, kecuali kalau mereka sudah berusia 13 sampai 15 tahun untuk mengerjakan pekerjaan pekerjaan ringan, dan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:

1) memperoleh izin tertulis dari orang tua atau wali;

(29)

2) membuat perjanjian kerja antara perusahaan dan orangtua atau wali;

3) waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

4) pekerjaan dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

5) memberlakukan keselamatan dan kesehatan kerja;

6) adanya hubungan kerja yang jelas;

7) memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam hal seorang anak bekerja pada tempat yang sama dengan orang dewasa, maka tempat kerja untuk anak harus dipisah (Pasal 72). Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan-

pekerjaan yang terburuk, seperti:

1) segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

2) segala pekerjaan yang melibatkan pornografi;

3) semua pekerjaan yang berkaitan dengan narkoba, dan lain-lain yang sejenisnya;

4) semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, dan/atau moral anak (Pasal 74).

b. Pekerja Perempuan

Pasal 76 mengatur bahwa perempuan berusia dibawah 18 tahun tidak diijinkan untuk bekerja antara jam 23.00 – 07.00. Larangan juga berlaku bagi perempuan hamil karena potensi risiko

(30)

kesehatan. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan pada jam antara 23.00 – 07.00 harus:

1) memberikan makanan dan minuman bergizi;

2) menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja;

3) menyediakan angkutan antar jemput.

c. Jam Kerja

Jam kerja dapat diatur sebagai berikut:

1) 7 (tujuh) jam satu hari dan 40 (empat puluh) jam per minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam satu minggu, atau

2) 8 (delapan) jam per hari dan 40 (empat puluh) jam per minggu untuk 5 lima) hari dalam satu minggu.

d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 86 menetapkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Selanjutnya, setiap pengusaha wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan itu (Pasal 87).

e. Upah

Ketentuan tentang upah diatur secara luas dalam Pasal 88 sampai Pasal 98. Disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak

(31)

bagi kemanusiaan. Pemerintah harus menetapkan kebijakan pengupahan, antara lain, meliputi:

1) upah minimum;

2) upah kerja lembur;

3) upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

4) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

5) bentuk dan cara pembayaran upah;

6) struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

7) upah untuk pembayaran pesangon.

Seorang pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi setiap kelompok pekerja. Pengusaha juga harus melakukan peninjauan secara berkala dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas perusahaan. Upah tidak akan dibayar jika pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaannya.

Pengecualian, antara lain, adalah:

1) pekerja/buruh dalam keadaan sakit;

2) Keluhan yang dialami pekerja perempuan pada hari pertama dan kedua waktu menstruasi;

3) pekerja/buruh yang menikah (3 hari), anaknya laki- laki/perempuan menikah, sunatan bagi anak laki-lakinya, pembaptisan bagi anak laki-laki/perempuan, isteri melahirkan atau mengalami keguguran, kematian suami/isteri

(32)

anak/orangtua/mertua dari pekerja (2 hari untuk setiap kejadian), kematian anggota keluarga yang tinggal di dalam rumah yang sama (1 hari);

4) pekerja/buruh sedang melakukan kewajiban (tugas) negara;

5) pekerja/buruh melakukan kewajiban agama.

Permintaan pembayaran upah para pekerja dan pembayaran lainnya kadaluarsa setelah dua tahun.

2. Hubungan Industrial

Pengertian hubungan industrial telah di dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

Menurut Payaman J. Simanjuntak 2009 (dalam Rahadi et al., 2021), Hubungan Industrial merupakan hubungan semua pihak yang terlibat atau memiliki kepentingan dari proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan.

Menurut Bethel and Others (dalam Rahadi et al., 2021) “Hubungan Industrial adalah bagian dari manajemen yang berkaitan dengan tenaga kerja perusahaan baik operator mesin, pekerja terampil atau manajer”.

Tenaga kerja perusahaan, dengan demikian, diklasifikasikan sebagai manajemen dan pekerja atau pengusaha dan karyawan dan hubungan industrial dapat diperlakukan sebagai hubungan antara pengusaha dan pekerja.

Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 angka 16 mengartikan “Hubungan

(33)

Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang berdasarkan nilai- nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945” (KEMENPERIN, 2003).

Dari beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa hubungan industrial adalah hubungan yang merupakan hasil dari

“hubungan kerja” dalam suatu perusahaan industri. Dengan demikian, hubungan pengusaha dan pekerja dalam suatu industri. Dua pihak pengusaha dan pekerja diperlukan, yang tanpa adanya hubungan tersebut tidak akan ada hubungan industrial dan yang menyediakan pengaturan/peraturan untuk hubungan industrial adalah industri tersebut.

Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur tentang hubungan industrial. Ketentuan itu menjelaskan peranan pemerintah, para pekerja, dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial. Undang- undang ini juga mengatur hak-hak dasar pengusaha dan pekerja/buruh, seperti (Suwarto, 2003):

1) Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (hak pekerja);

2) Hak untuk melakukan aksi mogok (hak pekerja);

3) Hak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha (hak pengusaha);

4) Hak untuk menutup perusahaan (hak perusahaan).

(34)

Menurut Pasal 103, hubungan industrial akan dilaksanakan melalui sarana (Suwarto, 2003)

1) Serikat pekerja/serikat buruh;

2) Organisasi pengusaha;

3) Lembaga kerja sama bipartit;

4) Lembaga kerja sama tripartit;

5) Peraturan perusahaan;

6) Perjanjian kerja bersama;

7) Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;

8) Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Dalam hubungan ini, pemerintah dan perwakilan/lembaganya menetapkan kebijakan dan pengawasan Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan

(35)

perundang-undangan ketenagakerjaan pemerintah akan mengambil tindakan yang tepat untuk menjamin ketaatan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan ini.

3. Perselisihan Hubungan Industrial

● Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, perselisihan hubungan industrial terdiri empat jenis, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja (Pujiastuti, 2008).

a. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan merupakan perselisihan mengenai hak normatif yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan atau peraturan perundang- undangan.

b. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja

(36)

yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidaki adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

d. Perselisihan antar serikat pekerja adalah perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban serikat pekerjaan.

● Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial terbagi menjadi bipartit dan tripartit. Keduanya merupakan sarana hubungan industrial yang berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Perbedaannya, LKS Bipartit berada di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis, dimana perusahaan yang mempekerjakan pekerja 50 orang atau lebih, wajib membentuknya. Sedangkan LKS Tripartit merupakan lembaga yang berada di luar perusahaan yang kedudukannya berjenjang mulai dari tingkat nasional, tingkat provinsi, hingga tingkat kabupaten/kota. Keanggotaannya terdiri dari organisasi

(37)

pengusaha, gabungan serikat pekerja serta pemerintah (Kartawijaya, 2018)

Ada 5 (lima) cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 (Kartawijaya, 2018b).

1) Penyelesaian Perselisihan Secara Bipartit

Merupakan cara penyelesaian yang mutlak harus dilakukan untuk setiap jenis perselisihan menyangkut perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK maupun perselisihan antar SP/SB. Wajib dilaksanakan secara langsung oleh pihak–pihak (pekerja dan pengusaha/manajemen) secara musyawarah, tanpa melibatkan pihak ketiga dan merupakan awal langkah penyelesaian. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit yaitu melakukan perundingan terlebih dahulu secara musyawarah untuk mencapai mufakat harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.

Bentuk penyelesaiannya berupa Persetujuan Bersama. Apabila tidak berhasil dicapai persetujuan bersama, maka pihak-pihak dapat bersepakat untuk melanjutkan penyelesaian ke tahap kedua, dimana ada 3 opsi penyelesaian, yaitu melalui cara Mediasi, cara Konsiliasi, atau cara Arbitrasi.

2) Penyelesaian Perselisihan Dengan Cara Mediasi

(38)

Merupakan penyelesaian perselisihan tingkat kedua apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil mencapai persetujuan bersama, dilaksanakan melalui jasa mediator (penengah) sebagai pihak ketiga yang merupakan pegawai pemerintah di bidang ketenagakerjaan, setelah mendapat limpahan perkara dari pihak- pihak yang berselisih. Cara ini dapat menangani semua jenis perselisihan (kepentingan, hak, Pemutusan Hubungan Kerja, perselisihan antar SP/SB). Hasil penyelesaian diharapkan berupa Persetujuan Bersama (PB), sedangkan apabila tidak tercapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan produk yang bernama Anjuran Tertulis yang dikeluarkan paling lambat 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak. Apabila anjuran tidak diterima oleh salah satu atau kedua pihak (melalui jawaban anjuran), maka pihak-pihak dapat mengajukan penyelesaian ke Peradilan Hubungan Industrial.

Prosedur dan Mekanisme Penyelesaian melalui Mediasi a. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih;

b. Mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan persidangan mediasi;

c. Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat Persetujuan Bersama yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh

(39)

Mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama.

d. Dan sebaliknya apabila tidak mencapai kesepakatan maka Mediator mengeluarkan surat anjuran tertulis selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak dan para pihak memberikan jawaban atas surat anjuran yang dikeluarkan Mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran.

e. Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat- lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan (dimana apabila para pihak tidak menentukan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam 7 hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator).

Mediator harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Warga Negara Indonesia

c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter

d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan

(40)

e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1) g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri

3) Penyelesaian Perselisihan Dengan Menggunakan Cara Konsiliasi Merupakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tingkat kedua yang menyangkut perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan SP/SB, dengan menggunakan jasa pihak ketiga yaitu jasa konsiliator (juru damai), yang ditunjuk dengan kesepakatan oleh masing-masing pihak. Produk penyelesaiannya berupa Persetujuan Bersama (PB). Apabila tidak dicapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan Anjuran Tertulis, yang dapat dipertimbangkan oleh masing-masing pihak untuk menerima atau menolak melalui jawaban anjuran. Dalam hal anjuran konsiliator ditolak, maka pihak-pihak dapat melanjutkan perkara ke peradilan hubungan industrial.

Prosedur dan Mekanisme Penyelesaian melalui Konsiliasi a. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih;

b. Mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan persidangan konsiliasi;

c. Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh

(41)

Konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama;

d. Dan sebaliknya apabila tidak mencapai kesepakatan maka Konsiliator mengeluarkan surat anjuran tertulis selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsili pertama kepada para pihak dan para pihak memberikan jawaban atas surat anjuran yang dikeluarkan Konsiliator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran;

e. Konsiliator harus terdaftar pada Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh Menakertrans atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.

4) Penyelesaian Perselisihan Dengan Menggunakan Cara Arbitraase Merupakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tingkat kedua yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar SP/SB, dengan menggunakan jasa arbiter (wasit atau juru runding), yang berasal dari kalangan profesional dan yang ditunjuk melalui kesepakatan masing-masing pihak.

Produk hasil penyelesaian berupa Nota Kesepakatan, apabila dari perundingan diperoleh kesepakatan. Sedangkan apabila tidak

(42)

dicapai kesepakatan, maka arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat kedua belah pihak, kecuali apabila dalam putusan tersebut dinilai ada unsur–unsur yang bertentangan, maka pihak-pihak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

5) Penyelesaian Perselisihan melalui Peradilan Hubungan Industrial Merupakan cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilaksanakan oleh lembaga peradilan, setelah mendapat limpahan kasus perselisihan yang tidak berhasil diselesaikan oleh lembaga bipartit, cara cara mediasi maupun konsiliasi. Peradilan ini merupakan salah satu bentuk peradilan hukum yang berada pada lembaga pengadilan negeri, dengan susunan hakim yang terdiri hakim ad hoc dan hakim karier. Putusan PHI dapat dikasasi oleh pihak-pihak ke Mahkamah Agung.

Prosedur dan Mekanisme Penyelesaian melalui Arbitrase a. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih;

b. Mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan persidangan arbitrase;

c. Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat Akta Perdamaian yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh Arbiter serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial

(43)

pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Akta Perdamaian;

d. Dan sebaliknya apabila tidak mencapai kesepakatan maka Arbiter mengeluarkan surat putusan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan surat perjanjian penunjukan Arbiter dan Arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hub industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja serta apabila salah satu pihak menolak putusan tersebut maka putusan dapat diajukan pembatalan/Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung;

e. Arbiter harus terdaftar pada Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh Menakertrans atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.

4. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No 8 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah, yang berisi makna Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan urusan pemerintahan bidang tenaga kerja yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah (PERDA, 2016).

(44)

Dinas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas menyelenggarakan fungsi :

1) Perumusan kebijakan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang tenaga kerja;

2) Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang tenaga kerja;

3) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja;

4) Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja; dan

5) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

Dinas ketenagakerjaan kota makassar memiliki wewenang sebagai berikut:

1) Memberikan pelayanan pembuatan AK-1 2) Memberikan Pelatihan

3) Melakukan Mediasi Perselisihan Hubungan Industrial C. Kerangka Pikir

Dinas ketenagakerjaan merupakan lembaga pemerintah yang membantu urusan pemerintah daerah yang mengurusi masalah ketenagakerjaan/tenaga kerja. Salah satu fungsi dari Dinas Ketenagakerjaan sendiri yaitu menetapkan kebijakan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan baik berupa pencari kerja, hubungan industrial maupun penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

(45)

Pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan tripartit merupakan cara yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan antara pekerja dan pengusaha yang dibantu oleh mediator untuk melakukan negosiasi kepada pihak yang berselisih agar mencapai mufakat.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan untuk mengetahui apa saja faktor perselisihan hubungan industrial di Dinas ketenagakerjaan dan bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan, tidak dapat dipungkiri dalam hubungan industrial biasanya terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha dan salah satu tugas dan wewenang Dinas Ketenagakerjaan adalah membantu menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan pengusaha yang ada. Dalam menyelesaikan perselisihan yang ada antara pekerja dan pengusaha peneliti merujuk pada proses penyelesaian berdasarkan Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Tahun 2004 yang mencakup salah satunya yakni Mediasi. Dimana mediasi menjadi alat untuk menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan pengusaha yang sedang berselisih. Oleh karenanya, Peneliti ingin melihat pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan lahir kerangka pikir penelitian seperti pada gambar dibawah ini:

(46)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini dilihat dari latar belakang masalah yang telah dirumuskan pada rumusan masalah yang dikaji berdasarkan teori dan konsep dalam tinjauan pustaka dengan memfokuskan penelitian pada proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas ketenagakerjaan Kota Makassar. Pola penyelesaian perselisihan yaitu memberikan pelayanan mediasi terhadap pengaduan pekerja/pengusaha untuk menciptakan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah hubungan industrial antara kedua pihak yang

Faktor Terjadinya Perselisihan

Hubungan Industrial

Mediasi

Cara Penyelesaian

Perselisihan Hubungan

Industrial

Terselesainya Perselisihan Pekerja dan

Pengusaha

Pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

(47)

berselisih. Pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini memfokuskan pada penyelesaian melalui tripartit yang mencakup salah satunya yakni mediasi melihat apa saja faktor perselisihan hubungan industrial dan bagaimana penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui tripartit di Dinas Ketenagakerjaan. Dinas Ketenagakerjaan memiliki kewenangan besar dalam membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial sebagai bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada pekerja dan pengusaha/perusahaan.

E. Deskripsi Fokus

Berdasarkan fokus penelitian maka berikut ini pemaparan mengenai deskripsi fokus sebagai berikut:

1) Dinas Ketenagakerjaan merupakan pelaksana urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di bidang tenaga kerja yang melaksanakan salah satu fungsi menetapkan kebijakan dan memberikan pelayanan dibidang ketenagakerjaan dalam hal ini pelayanan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

2) Pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial merupakan proses yang dilakukan Dinas Ketenagakerjaan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha, salah satunya dengan menggunakan cara mediasi.

3) Faktor perselisihan hubungan industrial diantaranya Pemutusan Hubungan Kerja, Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

(48)

4) Cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan mediasi di Dinas Ketenagakerjaan yaitu Perjanjian Bersama dan Anjuran.

(49)

35

Waktu penelitian yang dibutuhkan pada penelitian ini kurang lebih selama 2 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Tenaga Kerja yang sekarang berubah nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Makassar. Disnaker adalah dinas yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Makassar untuk mengelola atau mengurusi masalah yang berkaitan dengan Tenaga Kerja. Dipilihnya lokasi penelitian di Disnaker Kota Makassar didasari pertimbangan bahwa belum banyak penelitian tentang Pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe kualitatif deskriptif menggunakan pendekatan yuridis empiris. Menurut Sugiyono (2016:9) (dalam Irawan, 2019) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan,menjelaskan dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang

(50)

individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara faktual objek yang akan diteliti terkait dengan pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan deskriptif, yang dirancang untuk mengidentifikasi hal-hal yang terkait dengan kinerja Dinas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas penanganan pengaduan pekerja dan melakukan pelayanan mediasi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan kerja. Pemilihan penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara luas dan utuh berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada instansi yang bersangkutan.

Fenomena yang maksud dalam hal ini adalah kinerja Dinas Ketenagakerjaan dalam menerima laporan pengaduan pekerja dan dalam memberikan pelayanan mediasi perselisihan hubungan kerja khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja.

C. Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari sumber informasi yaitu:

1) Data primer yakni data dari sumber pertama yang diperoleh secara langsung dari informan penelitian. Data ini diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan pejabat terkait, observasi terhadap kegiatan Dinas Ketenagakerjaan dalam memberikan layanan mediasi pengaduan perselisihan pekerja/pengusaha khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja.

(51)

2) Data sekunder yakni data yang dikumpulkan sebagai penunjang data primer, data ini diperoleh dari literature, dan dokumen yang ada pada lokasi dan objek penelitian yakni pada kantor Dinas Ketenagakerjaan.

D. Informan Penelitian

Informan penelitian merupakan narasumber yang akan diwawancarai untuk mendapatkan jawaban terkait dengan kinerja Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dalam melakukan mediasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Informan penelitian ditentukan secara purposive sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh informan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti yakni dianggap cakap, dan kredibel untuk menjawaab pertanyaan sesuai topic penelitian. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan, Tim Mediator Dinas Ketenagakerjaan serta pelapor/pekerja atau perusahaan/pimpinan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Wawancara

Wawancara digunakan untuk dapat mendeskripsikan dan mengkonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, oleh karena itu, teknik ini digunakan dengan cara komunikasi langsung dengan informan penelitian yaitu Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan, Tim Mediator Dinas Ketenagakerjaan serta

(52)

pelapor/pekerja atau perusahaan/pimpinan. Teknik ini merupakan teknik paling utama yang akan digunakan selama proses penelitian berlangsung dan instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri.

2) Studi dokumentasi

Studi dokumentasi yang akan dilakukan peneliti dengan melihat di lokasi secara langsung apa yang terjadi mencari data, catatan, foto dan lain-lain yang berhubungan dengan fokus penelitian peneliti. Sugiyono (2013:240) mendefinisikan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar atau karya – karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain sebagainya. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

3. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mengamati secara langsung peristiwa/fenomena yang ada kaitannya dengan objek atau fokus penelitian pada lokasi penelitian. Dalam hal ini observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung tentang Mediasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

(53)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data interaktif dari Miles dan Huberman (dalam Anggito dan Setiawan, 2018) yang meliputi:

1) Reduksi Data

Reduksi data dalam hal ini peneliti melakukan proses pengumpulan dan penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di lapangan mungkin jumlahnya sangat banyak. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2) Penyajian Data

Menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah di pahami. Dalam penyajian data selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat berupa bahasa nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan table. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.

3) Verifikasi Data

(54)

Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data.

Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan aka nada perubahan-perubahan bila tidak dibarengi dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya.

F. Teknik Pengabsahan Data

Pengabsahan data adalah menjamin bahwa semua yang telah diamati dan diteliti peneliti sesuai (relevan) dengan data yang sesungguhnya ada dan memang benar-benar terjadi. Untuk memperoleh tingkat keabsahan pada data untuk mendukung sebuah penelitian kualitatif selanjutnya adalah teknik triangulasi. Tujuan triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis.

Triangulasi diartikan sebagai kegiatan pengecekan data (Arnild Augina Mekarisce, 2020) melalui :

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dalam penelitian adalah pengecekan data-data atau informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber untuk membandingkan kebenaran dari informan utama.

2) Triangulasi Teknik

(55)

Triangulasi teknik dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara pengecekan data kepada sumber yang sama, namun dengan teknik yang berbeda.

3) Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan kembali terhadap data kepada sumber dan tetap menggunakan teknik yang sama, namun dengan waktu atau situasi yang berbeda.

(56)

42

1. Sejarah Singkat Terbentuknya Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar yang berlokasi di Jalan A. P. Pettarani No. 72 Kelurahan Banta- Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222

Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar merupakan departemen yang diserahi tugas untuk menangani masalah Tenaga Kerja berulang kali mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun penggabungan. Perubahan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya.

Dalam periode perang kemerdekaan yang terjadi pada masa kabinet presidensial, masalah perubahan berada pada di bawah dan ditangani oleh kementerian sosial. Keadaan ini terus berlanjut sampai pada masa kabinet Syahrir III. Pergantian kabinet yang terjadi berulang kali, serta lahirnya partai-partai politik yang mewarnai gerakan kaum buruh menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelit, apalagi disertai oleh memburuknya keadaan ekonomi dalam keadaan perang.

Maklumat presiden No.7 Th.1947 yang diumumkan pada tanggal 3 Juli 1947 tentang susunan Kabinet Syarifuddin bahwa menteri

(57)

perburuhan belum dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketetapan mengenai apa yang menjadi tugas pokoknya. Dengan dikeluarkannya penetapan pemerintah No.3 Th. 1947 tanggal 25 Juli 1947, eksistensi tugas pokok kementerian sosial, termasuk didalamnya pelimpahan organisasi jawatan perburuhan personil dan mata anggarannya. Oleh karena itu, tanggal 25 Juli berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja No.Kep.28/MEN/1992 ditetapkan sebagai “hari jadi”

Departemen Tenaga Kerja.

Pada periode demokrasi Liberal, Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), Organisasi kementerian Perburuhan tidak lagi mencakup urusan social. Pada masa RIS, Negara Kesatuan Republik Indonesia di Yogyakarta merupakan Negara bagian dari RIS, sehingga pada masa itu ada menteri Perburuhan di Yogyakarta. Setelah RIS bubar struktur organisasi Kementerian Perburuhan tampak lebih lengkap karena mencakup struktur organisasi tingkat pusat sampai tingkat daerah dan resort dengan uraian tugas yang jelas. Ditingkat pusat organisasi Kementerian Perburuhan terdiri dari dua Direktorat Tenaga Kerja (PMP 79 Tahun 1954).

Periode Demokrasi terpimpin dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah membuat babak baru dalam tata kehidupan kenegaraan pada awal Demokrasi terpimpin. Kementerian perburuhan berada dalam naungan Menteri Inti Bidang Produksi dan dipimpin oleh seorang Menteri muda berubah menjadi menteri perburuhan dengan dibantu oleh 4

(58)

pembantu menteri yang kemudian bertambah menjadi 5 pembantu Menteri. Dalam periode ini kehidupan kenegaraan diwarnai oleh kehidupan partai yang terpusat dalam pola Nasakom yang memberikan angin kepada PKI untuk bergerak dan berupaya untuk mendominasi segala posisi dalam organisasi pemerintahan yang ada.

Periode Orde Baru merupakan transisi, sejalan dengan itu terjadi perubahan nama organisasi kementerian berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja. Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/II/1996 mengalami penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja yang diatur dengan keputusan Presiden pada masa transisi yaitu masa penerbitan dan pembersihan aparatur pemerintahan dari yang terlibat G 30 S/PKI tercatat tiga kali pergantian Kabinet.

Dalam perkembangannya organisasi Departemen Nakertranskop mengalami perubahan dengan dipindahkan urusan koperasi ke Departemen Perdagangan. Kemudian disempurnakan kembali setelah masalah urusan transmigrasi dilimpahkan ke Departemen Transmigrasi.

Penyempurnaan organisasi semula menganut pendekatan “Holding Company Type” beralih ke pendekatan “Integrated Type”. Struktur organisasi yang baru diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja NO.

Kep-525/Men/1984 yang mengacu pada Keppres Tahun 1997, dan masa Kabinet Pembangunan VI.

(59)

Organisasi Departemen Tenaga Kerja bertambah 2 (dua). Unit Eselon I yaitu Direktorat Jenderal Binalattas dan Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Perkembangan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya beban kerja, sehingga Pelita VI telah dirumuskan kebijaksanaan SAPTA KARYA UTAMA, dan sekarang menjadi DASA KARYA.

Sehubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah secara efektif 1 Januari 2001, sesuai Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonomi.

Departemen Tenaga Kerja Kota Makassar secara resmi menggabung pemerintah kota Makassar dengan nama Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar. Berdasarkan Perda Kota Makassar tahun 2004 pembentukan susunan organisasi dan Tata Kerja serta Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar.

2. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah membawa dampak perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan juga akan berdampak pada bagaimana pembangunan direncanakan dan dilaksanakan. Konsekuensi tersebut antara lain penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,

Referensi

Dokumen terkait

75% 75% Hasil penggabungan 100% Dengan perpotongan 50% 55% 75% Hasil penggabungan 100% Dengan perpotongan 30% 55% 55% Hasil penggabungan 100% Dengan perpotongan 10% Tabel

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji permasalahan pengelolaan arsip dinamis yang meliputi aspek penciptaan, penggunaan

Pelaksanaan Survailan dan Penelitian Lapangan ini bertujuan untuk "Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi ibu dan anak melalui penyediaan informasi dan peningkatan

“Orang Eropa tdak akan membel hasl tambang kalau hasl audt yang mereka lakukan terhadap perusahaan tersebut menemukan pelanggaran.” Demkan juga perusahaan dar

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lempung alam Desa Palas Pekanbaru berpotensi sebagai bahan aditif pada pembuatan membran hibrid polisulfon-lempung

Hasil yang diharapkan yaitu dengan adanya dukungan dari teknologi finansial pada sistem perbankan maka dapat meningkatkan statistik penggunaan M- banking /

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan peternakan

Alasan kepastian pasar yang di berikan oleh pihak koperasi kepada petani cabai merah merupakan alasan yang pal- ing utama yang di ungkapkan oleh petani untuk menjalin