• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Teknik Pengabsahan Data

Pengabsahan data adalah menjamin bahwa semua yang telah diamati dan diteliti peneliti sesuai (relevan) dengan data yang sesungguhnya ada dan memang benar-benar terjadi. Untuk memperoleh tingkat keabsahan pada data untuk mendukung sebuah penelitian kualitatif selanjutnya adalah teknik triangulasi. Tujuan triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis.

Triangulasi diartikan sebagai kegiatan pengecekan data (Arnild Augina Mekarisce, 2020) melalui :

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dalam penelitian adalah pengecekan data-data atau informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber untuk membandingkan kebenaran dari informan utama.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara pengecekan data kepada sumber yang sama, namun dengan teknik yang berbeda.

3) Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan kembali terhadap data kepada sumber dan tetap menggunakan teknik yang sama, namun dengan waktu atau situasi yang berbeda.

42

1. Sejarah Singkat Terbentuknya Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar yang berlokasi di Jalan A. P. Pettarani No. 72 Kelurahan Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222

Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar merupakan departemen yang diserahi tugas untuk menangani masalah Tenaga Kerja berulang kali mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun penggabungan. Perubahan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya.

Dalam periode perang kemerdekaan yang terjadi pada masa kabinet presidensial, masalah perubahan berada pada di bawah dan ditangani oleh kementerian sosial. Keadaan ini terus berlanjut sampai pada masa kabinet Syahrir III. Pergantian kabinet yang terjadi berulang kali, serta lahirnya partai-partai politik yang mewarnai gerakan kaum buruh menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelit, apalagi disertai oleh memburuknya keadaan ekonomi dalam keadaan perang.

Maklumat presiden No.7 Th.1947 yang diumumkan pada tanggal 3 Juli 1947 tentang susunan Kabinet Syarifuddin bahwa menteri

perburuhan belum dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketetapan mengenai apa yang menjadi tugas pokoknya. Dengan dikeluarkannya penetapan pemerintah No.3 Th. 1947 tanggal 25 Juli 1947, eksistensi tugas pokok kementerian sosial, termasuk didalamnya pelimpahan organisasi jawatan perburuhan personil dan mata anggarannya. Oleh karena itu, tanggal 25 Juli berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja No.Kep.28/MEN/1992 ditetapkan sebagai “hari jadi”

Departemen Tenaga Kerja.

Pada periode demokrasi Liberal, Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), Organisasi kementerian Perburuhan tidak lagi mencakup urusan social. Pada masa RIS, Negara Kesatuan Republik Indonesia di Yogyakarta merupakan Negara bagian dari RIS, sehingga pada masa itu ada menteri Perburuhan di Yogyakarta. Setelah RIS bubar struktur organisasi Kementerian Perburuhan tampak lebih lengkap karena mencakup struktur organisasi tingkat pusat sampai tingkat daerah dan resort dengan uraian tugas yang jelas. Ditingkat pusat organisasi Kementerian Perburuhan terdiri dari dua Direktorat Tenaga Kerja (PMP 79 Tahun 1954).

Periode Demokrasi terpimpin dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah membuat babak baru dalam tata kehidupan kenegaraan pada awal Demokrasi terpimpin. Kementerian perburuhan berada dalam naungan Menteri Inti Bidang Produksi dan dipimpin oleh seorang Menteri muda berubah menjadi menteri perburuhan dengan dibantu oleh 4

pembantu menteri yang kemudian bertambah menjadi 5 pembantu Menteri. Dalam periode ini kehidupan kenegaraan diwarnai oleh kehidupan partai yang terpusat dalam pola Nasakom yang memberikan angin kepada PKI untuk bergerak dan berupaya untuk mendominasi segala posisi dalam organisasi pemerintahan yang ada.

Periode Orde Baru merupakan transisi, sejalan dengan itu terjadi perubahan nama organisasi kementerian berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja. Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/II/1996 mengalami penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja yang diatur dengan keputusan Presiden pada masa transisi yaitu masa penerbitan dan pembersihan aparatur pemerintahan dari yang terlibat G 30 S/PKI tercatat tiga kali pergantian Kabinet.

Dalam perkembangannya organisasi Departemen Nakertranskop mengalami perubahan dengan dipindahkan urusan koperasi ke Departemen Perdagangan. Kemudian disempurnakan kembali setelah masalah urusan transmigrasi dilimpahkan ke Departemen Transmigrasi.

Penyempurnaan organisasi semula menganut pendekatan “Holding Company Type” beralih ke pendekatan “Integrated Type”. Struktur organisasi yang baru diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja NO.

Kep-525/Men/1984 yang mengacu pada Keppres Tahun 1997, dan masa Kabinet Pembangunan VI.

Organisasi Departemen Tenaga Kerja bertambah 2 (dua). Unit Eselon I yaitu Direktorat Jenderal Binalattas dan Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Perkembangan organisasi tersebut disebabkan oleh berkembangnya beban kerja, sehingga Pelita VI telah dirumuskan kebijaksanaan SAPTA KARYA UTAMA, dan sekarang menjadi DASA KARYA.

Sehubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah secara efektif 1 Januari 2001, sesuai Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonomi.

Departemen Tenaga Kerja Kota Makassar secara resmi menggabung pemerintah kota Makassar dengan nama Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar. Berdasarkan Perda Kota Makassar tahun 2004 pembentukan susunan organisasi dan Tata Kerja serta Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar.

2. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah membawa dampak perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan juga akan berdampak pada bagaimana pembangunan direncanakan dan dilaksanakan. Konsekuensi tersebut antara lain penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,

khususnya kewenangan di bidang ketenagakerjaan, yang merupakan komponen penting dalam pertumbuhan dan pemerintahan daerah.

Tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar akan terpengaruh dengan penerapan kebijakan ini. Meskipun secara fungsional telah berkoordinasi dengan kebijakan nasional Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, dan instansi/lembaga terkait lainnya, namun pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi secara struktural mengacu pada Pemerintah Kota Makassar.

Mengingat penanganan masalah ketenagakerjaan tidak memperhatikan batas wilayah, maka fungsi koordinasi ini dimaksudkan agar program penanganan masalah ketenagakerjaan di Kota Makassar tetap sesuai dengan program dan kebijakan nasional di seluruh daerah.

Salah satu bidang utama pembangunan ekonomi nasional adalah sektor ketenagakerjaan, terutama mengingat inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan menurunkan angka kemiskinan. Penciptaan dan implementasi berbagai inisiatif pembangunan ekonomi yang berfokus pada peningkatan tingkat keterampilan, peningkatan kesempatan kerja melalui investasi, dan pemberian usaha baru kepada masyarakat umum adalah cara pengembangan tenaga kerja dilakukan.

Sejumlah perubahan strategis telah dilakukan seiring dengan pelaksanaan program dan kegiatan antara tahun 2014 hingga 2016.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menandai adanya pergeseran kebijakan di bidang sumber daya manusia.

Undang-undang ini terutama mengatur tentang adanya pengawasan ketenagakerjaan yang beralih dari sistem desentralisasi ke sistem dekonsentrasi. Pemerintah provinsi kini memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pengaturan dan pengelolaan Pengawasan Ketenagakerjaan, yang sebelumnya menjadi tugas pemerintah kabupaten dan kota.

Susunan Perangkat Daerah Kota Makassar telah mengalami perubahan akibat berlakunya Undang-Undang tersebut di atas, dan kini diatur dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah yang menggantikan Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar menjadi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Dengan terjadinya perubahan kebijakan pengawasan ketenagakerjaan maka terjadinya perubahan struktur organisasi Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Makassar Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Ketenagakerjaan yang berimplikasi pada perubahan nomenklatur Dinas dan bidang kerja. Dinas Tenaga Kerja berganti nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan, Bidang Perencanaan, Perluasan & Penempatan Tenaga Kerja berganti nama menjadi Bidang

Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Bidang Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kerja menjadi Bidang Pelatihan Kerja, Bidang Pembinaan Hubungan Industrial, Syarat-Syarat Kerja dan Kesejahteraan menjadi Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sedangkan pengelolaan Pengawasan Ketenagakerjaan sudah menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi sehingga Bidang Pengawasan dan Perlindungan Ketenagakerjaan sudah tidak relevan.

Sesuai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dimana Dinas Ketenagakerjaan masuk dalam kategori dinas tipe A dan dianggap sangat perlunya menciptakan tenaga kerja yang terampil dan berkompeten maka dibentuk badan baru yaitu Bidang Informasi Pasar Kerja dan Peningkatan Produktivitas.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar No. 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Makassar, Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah.

Dinas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja,

2) Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja, 3) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang

tenaga kerja,

4) Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang tenaga kerja, dan

5) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

Untuk mendukung tugas dan fungsi di atas tersebut maka Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dilengkapi perangkat organisasi yang tergambar dalam susunan organisasi dan struktur. Struktur organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dipimpin oleh Kepala Dinas, memiliki Kelompok Jabatan Fungsional dengan Sekretaris yang mencakup tiga Kepala Sub yaitu Kepala Sub. Bidang Umum &

Kepegawaian, Kepala Sub. Bagian Keuangan, Kepala Sub.

Perlengkapan dan empat Kabid yang mencakup Kabid. Penempatan Perluasan dan Kesempatan Kerja, Kabid. Pelatihan Kerja, Kabid.

Hubungan Industrial dan Jamsostek, Kabid. IPK & Produktivitas serta 12 Kasi yang terdiri dari Kasi. Penempatan Tenaga Kerja, Kasi Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kasi. Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Kasi. Penyelenggara Pelatihan, Kasi.

Sertifikasi Kompetensi, Kasi. Kelembagaan Pelatihan, Kasi.

Penyelesaian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Kasi.

Persyaratan Kerja, Kasi. Pengupahan dan Jamsostek, Kasi. Informasi

Pasar Kerja, Kasi. Pemagangan dan Sertifikasi Ketenagakerjaan, Kasi.

Peningkatan Produktivitas Ketenagakerjaan. Berikut struktur organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Sumber. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Agustus 2022

Adapun visi dan misi Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, sebagai berikut:

A. Visi

Mewujudkan ketenagakerjaan yang mandiri, berdaya saing, harmonis dan sejahtera untuk semua

B. Misi

Adapun misi Dinas Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

1) Meningkatkan peluang kesempatan kerja, perluasan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja yang didukung oleh sistem pelatihan kerja sehingga terwujud tenaga kerja yang mandiri dan berdaya saing,

2) Terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis berkeadilan bertanggung jawab dan berkelanjutan,

3) Terwujudnya kepastian hukum dengan melaksanakan pembinaan pengawasan dan perlindungan terhadap norma ketenagakerjaan.

3. Mekanisme Pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan kepada warga masyarakat salah satunya yaitu pelayanan pengaduan atau laporan mengenai masalah perselisihan hubungan industrial. Adapun alur pengaduan perselisihan hubungan industrial sebagai berikut:

Gambar 4.2 Alur Pengaduan Perselisihan HI

Sumber. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Agustus 2022

Mekanisme kerja yang dilakukan Dinas Ketenagakerjaan dalam menangani laporan pengaduan masyarakat khususnya pekerja maupun perusahaan sebagaimana tergambar dalam Gambar di atas memperlihatkan mekanisme yang dilakukan menggunakan pendekatan sistem yakni dimulai dari input, proses, dan output

Input atau memasukkan adalah segala bentuk laporan atau pengaduan pekerja maupun perusahaan di Dinas Ketenagakerjaan terkait permasalahan perselisihan hubungan industrial yang terlebih dahulu

melakukan musyawara untuk mencapai kesepakatan melalui bipartit yang mencakup pekerja dan perusahaan.

Dalam proses alur pengaduan perselisihan pekerja atau perusahaan mengajukan surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial dengan melampirkan bukti penyelesaian secara bipartit, surat permohonan bipartit, daftar hadir dan risalah perundingan bipartit, setelah pihak pengadu menyediakan berkas tersebut langkah selanjutnya akan diproses pada Bidang Umum (persuratan) setelah itu di dilanjutkan pada Sekretaris Dinas selanjutnya akan dilanjutkan ke Kepala Dinas untuk di disposisi dan diberikan Kepala Bidang untuk pemberian pendisposisian mediator dilanjutkan pada Staf Administrasi untuk dilakukan pencatatan dan dilanjutkan pada Kelapa Seksi Perselisihan Hubungan Industrial dan diberikan kepada Mediator Hubungan Industrial untuk menindaklanjuti pengaduan perselisihan hubungan industrial yang masuk.

Output (luaran) hasil yang akan didapatkan dalam proses pengaduan perselisihan hubungan industrial ini yakni penyelesaian perselisihan yang mencapai luaran Perjanjian Bersama atau Anjuran.

B. Hasil Penelitian

1. Faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial a. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja merupakan perselisihan yang terjadi antara pekerja dan perusahaan terkait masa kerja atau hubungan kerja.

Dalam Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 menyatakan bahwa

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak”.

Dinas Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa faktor penyebab perselisihan pemutusan hubungan kerja seperti yang dijelaskan AS selaku Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial menerangkangkan bahwa

“Pemutusan hubungan kerja mencakup pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan, pemutusan hubungan kerja karena adanya pelanggaran-pelanggaran kerja, pemutusan hubungan kerja karena mengundurkan diri dimana dari penyebab permasalahan tersebut masing-masing memiliki hak pesangon yang rinciannya diatur dalam Undang-undang” (Wawancara Informan I, pada tanggal 13 Juli 2022).

Beda halnya yang disampaikan KH selaku Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan mengenai pemutusan hubungan kerja menyatakan bahwa perselisihan pemutusan hubungan kerja tidak seharusnya melakukan proses mediasi di Dinas Ketenagakerjaan sebagaimana yang disampaikan bahwa:

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja yang biasa terjadi adalah pengurangan karyawan, tapi seharusnya kalau ada pengusaha pengurangan karyawan tidak perlu sampai ke Dinas Ketenagakerjaan sebenarnya. Kan dia kurangi jelas aturannya pengurangan karyawan, orang meninggal saja sampai disini pengaduannya padahal sudah jelas aturannya kalau orang meninggal, pensiun juga sampai ke Dinas Ketenagakerjaan tapi hak pekerja tidak dipenuhi oleh perusahaan. Makanya menurut saya pengusaha itu kan seharusnya tidak perlu berselisih kan sudah jelas aturannya kecuali kalau kena sanksikan masing-masing berbeda pendapat pekerja bilang tidak

pengusaha bilang dia telah melakukan pelanggaran” (Wawancara Informan II, pada tanggal 15 Juli 2022).

Jadi hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan kerja sesuai dengan Undang-undang yang mencakup ketidaksesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja seperti pemutusan secara sepihak, adanya pelanggaran kerja, pengunduran diri dan pengurangan karyawan.

b. Perselisihan Hak

Perselisihan Hak merupakan perselisihan yang terjadi antara pekerja dan perusahan yang timbul akibat tidak terpenuhinya hak seperti upah, pesangon dan lain-lain.

Dijelaskan dalam Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 menyatakan bahwa “Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Dinas Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa faktor penyebab perselisihan hak seperti yang dijelaskan AS selaku Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial menerangkangkan bahwa

“Perselisihan hak mencakup upah dimana upah yang dibayarkan tidak sesuai dengan minimum upah Kabupaten/Kota/Provinsi sebagai contoh upah minimum di Makassar 3 juta 200 sekian tapi pihak perusahaan hanya membayar upah pekerja sebesar 1 juta 500 nah

inilah menjadi penyebab terjadinya perselisihan hak ” (Wawancara Informan I, pada tanggal 13 Juli 2022).

Lebih lanjut disampaikan oleh KH selaku Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan mengenai perselisihan hak menyatakan bahwa perselisihan hak bukan kewenangan Dinas Ketenagakerjaan karena itu normatif tapi jika ingin dibahas dan diselesaikan di Dinas Ketenagakerjaan tidak masalah sebagaimana yang disampaikan bahwa:

“Perselisihan hak misalnya upah pekerja yang mana seharusnya pekerja mendapatkan 10 juta tapi pengusaha hanya membayar 50%

kepada pekerja. Kalau bicara hak itu mungkin aturan/normatif.

Normatif gaji dibawah UMKM sebenarnya bukan kewenangan kami karena itu normatif itu ada di Pengawasan Ketenagakerjaan di provinsi, tapi kalau dia berselisih dia mau bahas disini ya kita proses disini kita terima tapi kalau memeriksa kita tidak bisa mengawas bukan tanggung jawab kami” (Wawancara Informan II, pada tanggal 15 Juli 2022).

Jadi hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya perselisihan hak sesuai dengan Undang-undang yang timbul karena tidak dipenuhinya hak pekerja seperti pembayaran upah pekerja.

c. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan Kepentingan merupakan perselisihan yang terjadi antara pekerja dan perusahaan mengenai kepentingan seperti perjanjian kerja bersama dan lain-lainnya.

Dijelaskan dalam Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 menyatakan bahwa “Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul

dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.

Dinas Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa faktor penyebab perselisihan kepentingan seperti yang dijelaskan AS selaku Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial menerangkangkan bahwa:

“Perselisihan Kepentingan, seperti dalam pembahasan perjanjian kerja bersama tidak adanya kesepakatan dalam pembuatan atau pembahasan dalam perjanjian kerja bersama sehingga dapat masuk kategori perselisihan kepentingan dan di daftarkan di Dinas Ketenagakerjaan untuk diselesaikan atau dibahas. Ketika dalam perjanjian kerja bersama dimana kepentingan-kepentingan/kewajiban-kewajiban pengusaha ataupun pihak pekerja diatur dalam perjanjian bersama. Munculnya perjanjian kerja bersama itu ketika di perusahaan tersebut memiliki serikat pekerja/serikat buruh” (Wawancara Informan I, pada tanggal 13 Juli 2022).

Lebih lanjut disampaikan oleh KH selaku Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan mengenai perselisihan kepentingan mengatakan bahwa:

“Perselisihan kepentingan menyangkut kepentingan pekerja misalnya kesepakatan mengacu pada Undang-undang pemerintah yang lama dalam hal ini UU 13 Tahun 2003 tapi setelah keluarnya UU 11 Tahun 2020 pihak perusahaan ingin menggunakan aturan baru tersebut tapi pihak pekerja tidak sepakat karena angka pembayaran pesangon pada UU 13 Tahun 2003 lebih tinggi dibandingkan UU 11 Tahun 2020” (Wawancara Informan II, pada tanggal 15 Juli 2022).

Jadi hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya perselisihan kepentingan sesuai dengan

Undang-undang yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan aturan atau syarat-syarat perjanjian kerja bersama.

d. Perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan perselisihan yang terjadi antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan, baik masalah keanggotaan dan lain sebagainya.

Dijelaskan dalam Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 menyatakan bahwa “Perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban serikat pekerjaan”.

Dinas Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa faktor penyebab perselisihan hak seperti yang dijelaskan AS selaku Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial menerangkangkan bahwa:

“Perselisihan serikat pekerja/serikat buruh terkait perselisihan masalah keanggotaan, contoh dalam satu perusahaan terdapat 2 serikat pekerja/serikat buruh. Biasa juga ada yang berselisih karena anggotanya dari serikat pekerja A beralih ke serikat B tapi tidak melakukan pengunduran diri di serikat A. Kadang itu perselisihannya tapi jarang-jarang kasus ini ditangani di Dinas Ketenagakerjaan karena pengaduannya sedikit khususnya 3 tahun belakangan ini tidak ada pengaduan serikat pekerja/serikat buruh” (Wawancara Informan I, pada tanggal 13 Juli 2022).

Lebih lanjut disampaikan oleh KH selaku Mediator Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan mengenai perselisihan serikat pekerja/serikat buruh menyatakan bahwa:

“Perselisihan serikat pekerja/serikat buruh biasanya terjadi dalam satu perusahan perusahaan yang terdapat dua serikat pekerja/serikat buruh yang berselisih, tapi selama saya jadi mediator belum ada perselisihan itu kita hadapi” (Wawancara Informan II, pada tanggal 15 Juli 2022).

Jadi hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya perselisihan serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan Undang-undang terjadi karena adanya perselisihan serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan yang biasanya mencakup masalah keanggotaan.

2. Cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial a. Alur pengaduan perselisihan hubungan industrial

Penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar apabila ada pengaduan. Proses pengaduan perselisihan hubungan industrial pihak yang berselisih jika tidak mencapai kesepakatan bipartit maka salah satu pihak yang dirugikan dapat mengajukan atau melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan memberikan penawaran kepada pihak yang berselisih untuk memilih kasus penyelesaian perselisihannya melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. dalam 7 hari kerja pra pihak yang berselisih belum memilih penyelesaiannya dilakukan melalui konsiliasi atau arbitrase, maka

penyelesaian perselisihannya dilakukan dengan mediasi yang dilimpahkan kepada mediator. Apabila pihak yang berselisih memilih untuk kasus perselisihannya ditangani oleh mediator maka pejabat struktural mendisposisikan kepada salah satu mediator menangani kasus perselisihan tersebut. Setelah mediator telah ditunjuk, maka mediator tersebut melakukan pemanggilan kepada pihak yang berselisih untuk dilakukan sidang mediasi.

Dalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 4 menyatakan bahwa “Instansi

Dalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 4 menyatakan bahwa “Instansi

Dokumen terkait