• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI DEFORESTASI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI SPASIAL RENDAH

Pendahuluan

Penutupan hutan menjadi hal penting dalam menjaga iklim global, penyimpanan karbon, hidrologi serta keanekaragaman hayati (Achard et al. 2002; Ozanne et al. 2003; FAO 2012). Deforestasi sebagai bagian dari perubahan penggunaan lahan dalam skala regional telah menjadi isu lingkungan global disamping isu mengenai degradasi lahan, keanekaragaman hayati, ketahanan pangan serta kelestarian lingkungan (Olson et al. 2004; Foley et al. 2005). Gullison

et al. (2007) menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa pada tahun 1990 emisi gas rumah kaca sebesar 17% telah diakibatkan oleh deforestasi di hutan tropis. Peningkatan emisi gas rumah kaca diyakini dapat berdampak secara global dengan meningkatnya suhu permukaan bumi.

Pemantauan hutan merupakan bagian penting dalam skema REDD. Pemantauan memegang peranan dalam hal peringatan untuk bahaya deforestasi.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah menekankan pentingnya ketersediaan data penutupan hutan yang akurat dan konsisten dalam pemantauan deforestasi. Hal ini penting untuk menghitung besarnya emisi gas rumah kaca. Salah satu masalah teknis yang ditekankan oleh UNFCC dalam mekanisme REDD adalah bahwa semua perkiraan harus transparan, konsisten dan seakurat mungkin, serta terbuka untuk dinilai secara independen (Achard et al. 2010; Eckert et al. 2011).

Pemantauan hutan/lahan pada skala regional yang luas dengan sistem pengukuran lapangan memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Metode yang cepat dan akurat diperlukan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan khususnya lahan hutan. Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mendapatkan informasi terkini mengenai penutupan lahan (Hansen et al. 2008) termasuk di dalamnya pemantauan penutupan hutan (Portillo-Quintero et al. 2012). Teknologi penginderaan jauh merupakan sarana yang cukup ampuh untuk memperoleh informasi mengenai perubahan penutupan lahan dengan memahami dinamika perubahan di permukaan tanah (Herold et al. 2006; Galford et al. 2008). Data dari citra satelit untuk pendeteksian perubahan vegetasi sangat terkait dengan resolusi spasial, resolusi temporal dan resolusi spektral. Semakin sering pemantauan perubahan lahan yang dilakukan, informasi yang dihasilkan lebih baik, untuk itu diperlukan citra satelit dengan resolusi temporal yang tinggi (Wedastra et al. 2013).

Penggunaan data satelit MODIS dengan resolusi spasial rendah (lebih dari 30 m) bisa menjadi salah satu solusi untuk kegiatan pemantauan hutan dalam skala regional yang luas seperti di Kepulauan Sumatera. Kemampuan tersebut didasarkan pada resolusi temporal dalam skala harian, resolusi spektral yang tergolong tinggi (36 kanal) dan 3 pilihan resolusi spasial (250 m, 500 m, 1 km). Citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 adalah produk yang mempunyai banyak keunggulan dalam pemetaan perubahan dan penggunaan lahan. Pertama, produk dari satelit ini terdiri dari kanal Enhanced Vegetation Index (EVI) dan kanal Normalized Difference

Vegetation Index (NDVI), kanal biru, kanal merah, and NIR dan kanal MIR, dengan komposit 16 harian yang dapat digunakan untuk mengurangi awan dan piksel-piksel lainnya yang tidak bagus.

Penelitian mengenai dinamika perubahan penutupan lahan dengan menggunakan citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 telah banyak dilakukan. Penggunaan kanal EVI dan NDVI yang terdapat di dalam citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 telah banyak digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan termasuk untuk mendeteksi deforestasi. Dinamika temporal nilai-nilai indeks tersebut berguna untuk membedakan kondisi permukaan tanah, termasuk perubahan dan distribusi penutupan lahan (Lunetta et al. 2006; Setiawan dan Yoshino 2013). Deteksi deforestasi pada penelitian ini menggunakan pendekatan yang berbeda yakni menggunakan pendekatan post classification comparison

seperti yang telah dilakukan oleh Wedastra et al. (2013). Penelitian pada bab ini bertujuan untuk mendapatkan informasi perubahan penutupan lahan hutan dan besarnya laju deforestasi menggunakan citra satelit resolusi spasial rendah Terra MODIS MOD13Q1 secara cepat pada kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2012.

Metodologi

Data

Data citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dengan resolusi spasial 250 m yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA (National Aeronautics and Space Administration) dengan cara mendownload melalui internet pada alamat website di http://modis.gsfc.nasa.gov atau di https://lpdaac.usgs.gov/data_access/data_pool (LPDAAC 2014a). Data citra satelit MODIS ini merupakan data level 2, komposit 16 hari. MODIS level-2 dihasilkan dari produk level -1 dimana isi data utama adalah nilai geofisik untuk setiap piksel, yang berasal dari data level-1 dengan menerapkan kalibrasi sensor, koreksi atmosfir, dan algoritma biooptik. Setiap produk level -2 ini berhubungan dengan cakupan geografis dari produk level 1-A dan disimpan dalam format HDF (LPDAAC 2014b). Data citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 yang dipakai dalam penelitian ini adalah tahun 2000, 2006 dan 2012, sementara data vektor Hutan Tanaman Indonesia (HTI) bersumber dari Kementerian Kehutanan Replubik Indonesia Tahun 2012.

Tabel 9 Jumlah citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 yang digunakan untuk mendeteksi deforestasi di Kepulauan Sumatera

No Tahun Jumlah Raw Data Jumlah Data

Layer

1 2000 80 20

2 2006 80 20

3 2012 80 20

Cakupan citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 untuk Kepulauan Sumatera memerlukan 4 tiles (h27v08, h27v09, h28v08, h28v09). Pembagian grid dari cakupan data citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grid horizontal dan vertical akusisicitra MODIS (Sumber : https://lpdaac.usgs.gov)

Analisis penutupan lahan dilakukan secara multiwaktu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi perubahan penutupan lahan yang akan dijadikan dasar dalam penentuan luas dan laju deforestasi. Deteksi perubahan tutupan hutan menggunakan metode post classification comparison sebagaimana yang diuraikan pada Howarth dan Wickware (1981) serta Jaya dan Kobayashi (1995). Analisis klasifikasi citra Terra MODIS MOD13Q1 menggunakan klasifikasi terbimbing (Supervised classification) dengan metode peluang maksimum (maximum likelihood classifier). Pengolahan citra digital dilakukan dengan bantuan perangkat lunak pemroses citra Erdas Imagine. Susunan komposit citra yang dipakai adalah kanal MIR pada layer merah, kanal NIR pada layer hijau, serta kanal blue pada layer biru (Wedastra et al. 2013).

Pembuatan data set (Stacking)

Produk data citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 memiliki 12 kanal yaitu, NDVI, EVI, VI Quality detailed QA, red reflectance, Near infrared (NIR), Blue,

Middle Infrared (MIR), view zenith angle, sun zenith angel, relative azimuth angle,

composite day of the year, dan pixel reliability summary QA. Setiap perekaman data dalam satu hari, data ini merekam 12 band tersebut, yang kemudian dibuat data set untuk komposit 16 harinya yang menghasilkan 23 data pada tiap tahunnya. Proses konversi data dalam format HDF ke format tif, serta mosaik (penggabungan) tiap kanal dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Mosaic Reprojection Tools (MRT) (LPDAAC 2014c). Koreksi geometrik dilakukan

dengan melakukan koreksi terhadap garis pantai data vektor peta dasar tematik kehutanan tahun 2006.

Pemilihan data (Masking)

Produk data komposit 16 harian dari Terra MODIS MOD13Q1 masih mengandung data kurang baik yang disebabkan oleh adanya awan atau nilai reflektansi yang buruk, sehingga perlu dilakukan pemilihan (masking) agar data yang dipakai adalah data yang bagus. Proses masking dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Er Mapper dan digunakan formula sederhana untuk menghilangkan awan.

Pemilihan data didasarkan pada informasi data dari web MODIS, dimana kanal yang menentukan adalah kanal Pixel Reliability dan VI Quality (Solano et al. 2010). Data dikatakan bagus jika Pixel Reliability bernilai 0 dan dikatakan tidak bagus jika semakin tinggi nilai Pixel Reliability (lebih besar dari 0). Band VI Quality digunakan untuk masking, jika ternyata hasil masking menggunakan Pixel Reliability masih kurang mencukupi untuk mengetahui informasi tutupan lahan yang dibutuhkan. Informasi mengenai kanal Pixel Reliability dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Informasi yang terkandung dalam band pixel reliability citra satelit Terra MODIS MOD13Q1

Nilai Pixel Reliability

Kualitas data Keterangan

-1 Tidak ada data Tidak dapat diproses

0 Data baik Dapat digunakan

1 Data marginal Berguna, lihat informasi QA lainnya

2 Salju Objek tertutup salju

3 berawan Objek tertutup awan

Sumber : https://lpdaac.usgs.gov

Pada penelitian ini data yang diutamakan digunakan adalah yang mempunyai nilai pixel reliability bernilai 0, tetapi jika masih belum bisa menutupi semua wilayah maka di tambah dengan data citra yang mempunyai nilai pixel reliability 1 pada daerah-daerah yang belum tertutupi. Proses masking dilakukan pada semua data set citra Terra Modis mulai liputan ke 049 sampai ke 353 pada tiga tahun pengamatan untuk selanjutnya dilakukan penggabungan (mosaik) pada seluruh liputan citra yang telah dimasking tiap tahunnya. Ilustrasi proses masking dan mosaik citra Terra MODIS MOD13Q1 pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses penggabungan citra Terra MODIS MOD13Q1 yang telah dimasking

Klasifikasi Penutupan lahan

Klasifikasi penutupan lahan Terra MODIS 13Q1 dilakukan menggunakan metoda klasifikasi terbimbing (Otukeia dan Blaschke 2010; Churches et al. 2014). Pada penelitian ini kelas penutupan lahan dikategorikan kedalam tiga kelas yakni kelas hutan, kelas non hutan dan kelas tubuh air dan awan. Proses klasifikasi dimulai dengan membuat training area pada citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 berdasarkan citra resolusi tinggi dengan bantuan google earth dan data lapangan. Evaluasi terhadap area contoh (training area) yang telah dibuat untuk klasifikasi lahan dilakukan berdasarkan nilai separabilitas. Pengukuran separabilitas dilakukan untuk memperoleh kualitas ketelitian klasifikasi. Metode yang dipilih yaitu

Transformed Divergence (TD) karena baik dalam mengevaluasi keterpisahan antar kelas penutupan lahan, juga memberikan estimasi yang terbaik untuk pemisahan kelas penutupan lahan (Jaya 1996). Nilai TD antar kelas penutupan lahan dapat dihitung menggunakan fomula (Swain dan Davis 1978; Singh 1984) [2].

Dij = .5 tr[ Ci − Cj Cj− − Ci− ] + .5 tr[ Ci− + Cj− Mi − Mj Mi − Mj T] [1]

TD = [ − exp [−D8 ]] [2] Keterangan:

i and j = dua kelas yang dibandingkan Ci = matrik kovarian matrix dari kelas i M = rata-rata vektorkelas i

tr = matrix algebra T = fungsi transpos

Analisis tingkat separabilitas diperlukan untuk menunjukan keterpisahan statistik antar kelas penutupan lahan berdasarkan rata-rata digital number tiap kelas penutupan lahan yang diklasifikasikan sehingga kita dapat menyimpulkan apakah suatu kelas perlu dilakukan penggabungan dengan kelas lain atau tidak. Kriteria nilai TD yang digunakan dalam memisahkan kelas-kelas penutupan lahan dalam penelitian ini menggunakan kriteria (Mather et al. 1990; Jaya dan Kobayashi 1995; Jensen 1996) :

1. tidak terpisah : ≤ 1600

2. Jelek keterpisahannya : 1601 – 1699 3. Sedang keterpisahannya : 1700 – 1899 4. Baik keterpisahannya 1900 – 1999, dan 5. Sangat baik keterpisahannya : 2000

Validasi Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan

Proses validasi dilakukan pada penutupan lahan terakhir yakni penutupan lahan tahun 2012 dengan melakukan ground truth pada citra google earth (Setiawan

et al. 2015) dan data lapangan. Proses validasi ini dilakukan dengan melihat penutupan lahan yang dominan pada grid sampel dengan ukuran 250 x 250 m yang dipilih secara acak (Gambar 5).

Gambar 5 Proses ground truth menggunakan google earth

Uji akurasi juga dilakukan dengan cara membandingkan hasil klasifikasi penutupan lahan dari citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dengan hasil klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan. Pengkelasan kembali (reclass) pada penutupan lahan oleh Kementerian Kehutanan dilakukan dengan tujuan untuk menyamakan kelas penutupan lahan hasil klasifikasi penutupan lahan dari citra satelit Terra MODIS MOD13Q1. Kelas penutupan lahan hutan terdiri dari kelas penutupan hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, dan hutan rawa sekunder, sedangkan kelas penutupan non hutan terdiri dari kelas

penutupan lahan pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, perkebunan, sawah, savana dan tanah terbuka. Pengujian dilakukan pada piksel sampel yang dipilih secara acak.

Analisis akurasi hasil klasifikasi akan dilakukan dengan cara menghitung nilai overall accuraccy dan kappa accuracy dengan persamaan (Jensen 1996; Congalton 2001):

� = × %

� � =� ∑ � ��−∑ � �++�

� −∑ � �+�+� x 100% Keterangan:

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (pada diagonal matriks) Xk+ = ∑Xij (jumlah semua kolom pada baris ke-i)

X+k = ∑Xij (jumlah semua kolom pada lajur ke-j)

Akurasi dihitung dengan menggunakan rumus overall accuracy dan Kappa Accuracy. Kappa Accuracy dipergunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik kontingensi. Akurasi kappa juga digunakan untuk menguji kesignifikanan antara dua matrik kesalahan dari metode yang berbeda atau kombiansi band yang berbeda (Jaya 1996). Overall accuracy, termasuk producer

dan user accuracy menggambarkan kebenaran, tetapi tidak mempertimbangkan kemungkinan kesamaan (agreement) peta berkaitan dengan data referensi.

Analisis Deforestasi

Deforestasi didefinisikan sebagai perubahan penutupan hutan menjadi non hutan yang bersifat permanen. Perubahan penutupan lahan hutan yang terjadi pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam penelitian ini tidak dimasukan dalam perhitungan deforestasi, hal ini disebabkan aktifitas penebangan yang terjadi di HTI adalah aktifitas yang reguler yang tidak permanen sifatnya. Data vektor penyebaran HTI yang dipakai dalam penelitian ini bersumber dari Kementerian Kehutanan Tahun 2013.

Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra Terra MODIS multiwaktu, selanjutnya dilakukan analisis perubahan tutupan lahan. Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan cara menumpang tindihkan (overlay) citra hasil klasifikasi pada tiap waktu, yaitu tahun 2000 – 2006 dan tahun 2006 – 2012. Overlay matriks dari dua citra hasil klasifikasi ini akan menghasilkan matriks transisi yang menyatakan besarnya luas atau jumlah piksel suatu kelas tutupan lahan pada citra tahun pertama yang berubah menjadi kelas tutupan lahan lain pada tahun berikutnya. Rumus laju deforestasi yang dipakai adalah:

=

� −� [5] [3] [4]

Keterangan :

r = laju deforestasi

t2 = tahun pada waktu akhir t1 = tahun pada waktu awal

A2 = luas hutan hutan pada waktu akhir A1 = luas hutan pada tahun waktu awal

Hasil Dan Pembahasan

Analisis Separabilitas dan Matrik Kesalahan

Hasil analisis separabilitas pada penelitian ini secara umum menunjukkan kisaran dari baik sampai sangat baik, hal ini bisa dilihat dari pembacaan nilai statistik hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2000, 2006 dan 2012 dimana secara keseluruhan mempunyai nilai rata-rata separabilitas lebih dari 1900. Nilai separabilitas (keterpisahan) antar kelas yang dibuat dalam klasifikasi terbimbing tersebut termasuk ke dalam kategori sangat baik keterpisahannya, sehingga training area yang digunakan sebagai sample dalam pengkelasan penutupan lahan yang telah dibuat dapat dipergunakan. Hasil analisis separabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11 - 13.

Tabel 11 Matrik keterpisahan klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2000

No Penutupan Lahan Hutan Non Hutan

Tubuh Air dan Awan

1 Hutan 0 1970 1999

2 Non Hutan 1970 0 1952

3 Tubuh Air dan Awan 1999 1952 0

Tabel 12 Matrik keterpisahan klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2006

No Penutupan Lahan Hutan Non Hutan

Tubuh Air dan Awan

1 Hutan 0 1999 2000

2 Non Hutan 1999 0 1995

Tabel 13 Matrik keterpisahan klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2012

No Penutupan Lahan Hutan Non Hutan

Tubuh Air dan Awan

1 Hutan 0 1997 1999

2 Non Hutan 1997 0 1999

3 Tubuh Air dan Awan 1999 1999 0

Hasil uji akurasi dari pengklasifikasian citra digital dengan metode klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini termasuk baik, hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai overall accuracy dan nilai kappa accuracy yang dihasilkan. Semakin tinggi akurasinya, baik overall accuracy maupun kappa accuracy maka pengklasifikasian yang dilakukan semakin baik. Hasil overall accuracy yang dihasilkan pada klasifikasi penutupan lahan tahun 2000, 2006 dan 2012 berturut-turut sebesar 95.1%, 95.7% dan 95.2%, sedangkan nilai kappa accuracy masing-masing sebesar 92.3%, 93.5% dan 92.5%. Nilai kappa accuracy ini menunjukkan bahwa dari seluruh piksel yang digunakan pada training area, sebesar 92.3%, 93.5% dan 92.5% dari piksel-piksel tersebut dapat dikelaskan dengan benar. Hasil analisis

confusion matrix selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 - 16.

Tabel 14 Matrik kesalahan pada klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2000

No Kelas Penutupan Lahan Data Rujukan Tahun 2000

Hutan Hutan Non Tubuh Air dan Awan Total Baris User’s Accuracy Kla sifikasi Ta hun 2000 1 Hutan 4370 228 0 4598 0.950 2 Non Hutan 81 2486 28 2595 0.958

3 Tubuh Air dan

Awan 17 109 2143 2269 0.945

Total Kolom 4468 2823 2171 9462

Producer’s Accuracy 0.978 0.881 0.987

Tabel 15 Matrik kesalahan pada klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2006

No Kelas Penutupan Lahan Data Rujukan Tahun 2006 Hutan Non Hutan Tubuh Air dan Awan Total Baris User’s Accuracy Kla sifika si Ta hun 2006 1 Hutan 1793 49 26 1868 0.959 2 Non Hutan 78 2206 76 2360 0.935

3 Tubuh Air dan

Awan 2 76 2898 2976 0.974

Total Kolom 1873 2331 3000 7204

Tabel 16 Matrik kesalahan pada klasifikasi terbimbing citra Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2012

No Kelas Penutupan Lahan

Data Rujukan Tahun 2012 Hutan Non Hutan Tubuh Air dan Awan Total Baris User’s Accuracy Kla sifikasi Ta hun 2012 1 Hutan 2300 208 2 2510 0.916 2 Non Hutan 62 2975 122 3159 0.942

3 Tubuh Air dan

Awan 74 31 4573 4678 0.978

Total Kolom 2436 3214 4697 10347

Producer’s Accuracy 0.944 0.926 0.974

Jumlah piksel hutan yang digunakan untuk membuat training area pada klasifikasi citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2000 berjumlah 4,468 dengan tingkat akurasi pembuat sebesar 97.8 % (Tabel 14), jumlah piksel hutan tahun 2006 berjumlah 1,873 piksel dengan akurasi pembuat sebesar 95.7% (Tabel 15), dan jumlah piksel hutan tahun 2012 berjumlah 2,436 dengan akurasi pembuat sebesar 94.4% (Tabel 16). Nilai akurasi pembuat (produser’s accuracy) untuk kelas hutan pada klasifikasi di atas sudah bagus, yakni nilainya yang lebih dari 90%.

Validasi Klasifikasi Penutupan Lahan

Hasil Pengujian akurasi terhadap hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2012 dengan citra google earth menunjukan nilai overall accuracy 76.4% dan nilai

Kappa Accuracy sebesar 56.7% dari 538 grid sampel yang dipilih secara acak. Hasil uji Overall Accuracy ini lebih rendah dari hasil penelitian Spruce et al. (2011) di Wilayah dataran tinggi mid-Appalachian, Amerika Serikat dengan nilai Overall Accuracy 79% . Hasil penelitian Clark et al. (2010) juga melaporkan nilai Overall Accuracy hasil klasifikasi lahan citra satelit MODIS MOD13Q1 di Dry Chaco ecoregion, Amerika Selatan dengan nilai 79.3%, nilai Produce’s Accuracy dari sebesar 51.4% (perkebunan) sampai 95.8% (vegetasi berkayu), nilai User’s

Accuracy dari 58.9% (semak) sampai 100% (air).

Besar kecilnya hasil validasi ground truth ini sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya piksel yang bercampur dalam suatu kelas tertentu. Adanya aktivitas manusia yang dalam menyebabkan deforestasi tetapi dalam skala patch-patch yang kecil kurang dari 6.25 ha sebagai ukuran terkecil piksel citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga tidak terdeteksi sebagai deforestasi (Setiawan et al. 2015) juga ikut berpengaruh. Selain itu, besar kecilnya hasil akurasi ini juga dipengaruhi oleh kualitas citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 hasil mosaik dari liputan hari ke 049 sampai liputan hari ke 353 yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hasil masking citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 yang dihasilkan pada masing-masing liputan masih terdapat awan yang disebabkan oleh kurang sempurnanya atau kurang tepatnya band pixel reliability

dalam menunjukan informasi kualitas citra pada beberapa piksel di daerah penelitian. Hal lain juga disebabkan oleh adanya beberapa daerah di Kepulauan

Sumatera yang selalu tertutup awan pada semua liputan, sehingga keberadaan awan tidak bias seluruhnya dihilangkan atau dimasking pada penelitian ini.

Hasil pengujian akurasi klasifikasi penutupan lahan tahun 2000 terhadap hasil klasifikasi Kementerian Kehutanan menunjukan nilai overall accuracy sebesar 82.5% dan kappa accuracy sebesar 64.6%, klasifikasi penutupan lahan tahun 2006 menunjukan nilai overall accuracy sebesar 80.4% dan kappa accuracy sebesar 57.5%, sedangkan klasifikasi penutupan lahan tahun 2012 menunjukan nilai overall accuracy sebesar 83.1% dan kappa accuracy sebesar 60.9%. Hasil uji akurasi terhadap 1,000 piksel yang dibangkitkan secara acak antara klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra satelit MODIS MOD13Q1 dengan hasil klasifikasi penutupan lahan dari Kementerian Kehutanan dapat dilihat pada Tabel 17-19 berikut ini.

Tabel 17 Hasil uji validasi klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dibandingkan dengan klasifikasi penutupan lahan oleh Kementerian Kehutanan tahun 2000

Kementerian Kehutanan 2000 User’s

Accuracy Hutan Non Hutan Tubuh Air Total

MOD IS 2000 Hutan 263 59 0 322 0.817 Non Hutan 83 542 10 635 0.854 Tubuh Air 9 14 20 43 0.465 Total 355 615 30 Producer’s Accuracy 0.741 0.881 0.667

Tabel 18 Hasil uji validasi klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dibandingkan dengan klasifikasi penutupan lahan oleh Kementerian Kehutanan tahun 2006

Kementerian Kehutanan 2006 User’s

Accuracy Hutan Non Hutan Tubuh Air Total

MOD IS 2006 Hutan 211 47 0 258 0.818 Non Hutan 118 577 15 710 0.813 Tubuh Air 4 12 16 32 0.500 Total 333 636 31 Producer’s Accuracy 0.634 0.907 0.516

Tabel 19 Hasil uji validasi klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 dibandingkan dengan klasifikasi penutupan lahan oleh Kementerian Kehutanan tahun 2012

Kementerian Kehutanan 2012 User’s

Accuracy Hutan Non Hutan Tubuh Air Total

MOD IS 2012 Hutan 200 48 5 253 0.791 Non Hutan 88 622 24 734 0.847 Tubuh Air 0 4 9 13 0.692 Total 288 674 38 Producer’s Accuracy 0.694 0.923 0.237

Tabel 20 Perbandingan luas penutupan lahan hutan hasil klasifikasi menggunakan Satelit Terra MODIS MOD13Q1 dengan data penutupan lahan Kementerian Kehutanan menggunakan citra satelit landsat

Tahun

Luas Hutan (ha)

Prosentase (%) MODIS Kementerian Kehutanan Perbedaan 2000 12,150,500.0 13,423,712.5 1,273,212.5 9.5 2006 10,398,324.8 12,886,393.8 2,488,068.9 19.3 2012 9,960,893.3 11,509,125.0 1,548,231.7 13.5 Tabel 20 menunjukan perbandingan luas hutan hasil klasifikasi menggunakan citra satelit MODIS MOD13Q1 dengan hasil klasifikasi penutupan hutan oleh Kementerian Kehutanan. Hasil klasifikasi penutupan lahan hutan yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hasil klasifikasi oleh Kementerian Kehutanan dengan menggunakan citra Landsat. Prosentase perbedaan luas penutupan lahan hutan oleh Kementerian Kehutanan dengan hasil klasifikasi penutupan lahan hutan menggunakan satelit Terra MODIS MOD13Q1 pada penelitian ini berada di kisaran 9.5 – 19.3%.

Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Dinamika perubahan penutupan lahan di Kepulauan Sumatera dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan besarnya nilai penutupan lahan di Kepulauan Sumatera pada tiap provinsi yang dihasilkan dalam penelitian ini selengkapnya disajikan dalam Tabel 21.

Gambar 6 Hasil mosaik citra satelit MODIS MOD13Q1 yang telah dimasking (a, b, c), hasil klasifikasi terbimbing citra satelit MODIS MOD13Q1 (d, e, f)

Tabel 21 Rekapitulasi luas hutan pada masing-masing Provinsi di Kepulauan Sumatera

No Provinsi

Luas Hutan (ha) Laju

Deforestasi (ha/th) Persentase Laju Deforestasi (%) 2000 2006 2012 1 Bengkulu 843,768.8 678,637.5 673,668.8 14,175.0 1.7 2 Jambi 1,138,918.8 1,179,200.0 1,117,975.0 1,745.3 0.2 3 Kepulauan Bangka Belitung 224,900.0 112,825.0 179,418.8 3,790.1 1.7 4 Kepulauan Riau 189,762.5 174,931.3 251,931.3 -5,180.7 -2.7 5 Lampung 245,718.8 204,631.3 301,825.0 -4,675.5 -1.9 6 Nanggroe Aceh Darussalam 2,687,631.3 2,515,750.0 2,156,781.3 44,237.5 1.6 7 Riau 2,277,787.5 1,264,962.5 1,569,493.8 59,024.5 2.6 8 Sumatera Barat 1,861,643.8 1,605,456.3 1,405,443.8 38,016.7 2.0 9 Sumatera Selatan 801,812.5 1,015,662.5 962,456.3 -13,387.0 -1.7 10 Sumatera Utara 1,876,556.3 1,644,262.5 1,339,887.5 44,722.4 2.4 12,150,500.0 10,398,324.8 9,960,893.3 Sumber : olahan data citra satelit Terra MODIS MOD13Q1 tahun 2000, 2006, 2012

Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara adalah dua provinsi yang mempunyai angka laju deforestasi yang tertinggi (Tabel 21). Penyebab tingginya angka laju deforestasi di Pulau Sumatera adalah banyaknya hutan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Pembukaan perkebunan kelapa sawit ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam skala besar maupun oleh masyarakat dalam skala kecil.

Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan menyebutkan luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2005 sebesar 1.4 juta hektar dan

Dokumen terkait