• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Kejadian deforestasi di berbagai tempat di dunia disebabkan oleh faktor-faktor yang sangat beragam. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai karakteristik ekosistem biofisik hutannya, serta kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang berbeda-beda juga menyebabkan faktor penyebab terjadinya deforestasi menjadi beragam. Geist dan Lambin (2001) telah melakukan studi tentang deforestasi yang terjadi di hutan tropis termasuk Indonesia. Hasil studi ini menemukan bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya deforestasi pada hutan tropis adalah: perluasan lahan untuk pertanian, penebangan kayu dan pembangunan infrastruktur. Sedangkan faktor yang melandasinya adalah: faktor ekonomi, institusi dan kebijakan, teknologi, sosial budaya, dinamika pertumbuhan penduduk dan faktor lain seperti: karakteristik lahan, sifat-sifat biofisik tanaman/lahan dan gejolak sosial.

Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang menjadi pemicu deforestasi juga telah dilakukan oleh Mertens dan Lambin (1997) yang menemukan kedekatan dengan jalan, kota dan tepi hutan yang menjadi pemicu deforestasi di Kamerun. Linkie et al. (2004) yang meneliti deforestasi di hutan dataran rendah Sumatra Indonesia menemukan faktor kedekatan dengan jalan dan faktor kelas ketinggian. Arekhi (2011) menemukan faktor jarak dari pemukiman, jarak dari jalan, jarak dari tepi hutan, indek fragmentasi, ketinggian tempat serta kelerengan sebagai faktor pemicu deforestasi di hutan Zagros, Iran.

Perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang penting dan selalu menarik untuk diteliti karena berkaitan dengan berbagai isu permasalahan global. Deforestasi merupakan bagian dari perubahan penggunaan lahan yang memiliki dampak negatif yang luas sebagaimana telah disampaikan pada Bab 1. Pemanasan global, berkurangnya biodiversitas dan dampak terhadap kehidupan manusia merupakan isu global yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki keterkaitan dengan perubahan penggunaan lahan. Besarnya pengaruh dan dampak yang ditimbulkan oleh terjadinya perubahan penggunaan lahan telah mendorong banyak lembaga internasional untuk membentuk suatu programyang khusus mengkaji fenomena tersebut. Land Use/Cover Change (LUCC) merupakan salah satu contoh program internasional yang mengkaji masalahperubahan penggunaan lahan. Kelompok kerja dalam LUCC telah merekomendasikan tiga subyek utama penelitian yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan yaitu:

situation assessment, modeling and projecting, and conceptual scaling (Anwar 2002; Singh 2003).

Model merupakan abstraksi dari kenyataan,secara sederhana model dapat diartikan sebagai segala bentuk penyajian dari realitas atau bentuk penyederhanaan dari realita (Kuby et al. 2005). Model dunia nyata dapat memudahkan manusia dalam memahami studi mengenai area aplikasi yang dipilih dengan cara mereduksi sejumlah kompleksitas yang ada di dalamnya. Definisi dan pengertian tentang model secara sederhana dapat dipahami bahwa model pada hakekatnya merupakan bentuk penyederhanaan dari realita atau fenomena dunia nyata. Model deforestasi merupakan bagian dari model perubahan penggunaan lahan. Fenomena perubahan penggunaan lahan dapat dimodelkan dengan banyak cara sehingga dapat diperoleh model yang

beragam. Pada penelitian ini model deforestasi dimodelakan secara spasial dengan menggunakan pendekatan statistik regresi binary logistik.

Mertens dan Lambin (1997) mengemukakan model perubahan penggunaan dan penutupan lahan dapat membantu para ilmuwan menghasilkan hipotesis dan dalam beberapa kasus dapat menjawab tiga pertanyaan utama : (1) Apakah variabel biofisik dan sosial ekonomi dapat menjelaskan perubahan penggunaan lahan? (2) Dimana lokasi yang terpengaruh oleh perubahan? (3) Pada tingkat perlakuan apakah perubahan penggunaan lahan meningkat?. Melalui pemodelan deforestasi banyak hal yang bisa disimulasikan mengenai kemungkinan dampak negatif dari deforestasi yang dapat terjadi.

Beberapa penelitian mengenai model spasial deforestasi pernah dilakukan pada beberapa tempat di Kepulauan Sumatera diantaranya Melati (2012) di Provinsi Riau. Mulyanto dan Jaya (2004) di HPH PT. Duta Maju Timber Provinsi Sumatera Barat, serta Linkie et al. (2004) di Lembah Tapan, Provinsi Jambi. Sementara itu Brun et al. (2015) memodelkan deforestasi dalam cakupan yang lebih luas yakni negara Indonesia, termasuk Sumatera di dalamnya. Penelitian model spasial deforestasi pada skala regional yang luas seperti Kepulauan Sumatera dengan menggunakan pendekatan tipologi belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menjadi penting, mengingat informasi yang dihasilkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan dan strategi penyusunan baseline

dalam mekanisme REDD+ di Indonesia pada umumnya, serta di Kepulauan Sumatera khususnya serta untuk kepentingan upaya pencegahan deforestasi di masa yang akan datang. Tujuan dari penelitian pada bab ini adalah membangun model spasial deforestasi berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pemicunya pada masing-masing tipologi deforestasi di Kepulauan Sumatera.

Metode Penelitian

Data Penelitian

Data penelitian yang dipakai untuk membangun model spasial deforestasi di Kepulauan Sumatera secara umum dapat dikategorkan ke dalam dua kategori yakni data spasial dan data non spasial. Data spasial merupakan data yang berorientasi geografis atau memiliki referensi ruang kebumian (georeference), sebaliknya data non spasial berupa data-data yang tidak berorientasi geografis. Data spasial dan data non spasial yang dipakai dalam penelitian ini didapatkan dari berbagai sumber. Data yang dipakai pada penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini.

Tabel 26 Data yang digunakan untuk membangun model spasial deforestasi

No Jenis Data Sumber Data

1 Citra Satelit Terra MODIS MOD 13Q1 tahun peliputan 2000. 2006. 2012

Dapat diakses pada :

http://modis.gsfc.nasa.gov atau

https://lpdaac.usgs.gov/data_access/data_pool 2 Data DEM

(Digital Elevation Model)

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) Dapat diakses pada :

http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTION/ inputCoord.asp

3 Data Vektor Hutan Tanaman Industri (HTI)

Kementerian Kehutanan Replubik Indonesia, Tahun 2012

4 Data vektor jaringan

jalan Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2005 5 Data vektor jaringan

sungai

Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2005

6 Data vektor administrasi provinsi dan

kabupaten/kota di Kepulauan Sumatera

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010

7 Data potensi desa BPS tahun 2003, 2006 dan 2011 8 Data sosial ekonomi :

data kependudukan, Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB), kemiskinan

BPS tahun 2000, 2002, 2003, 2006 dan 2011

Identifikasi Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Deforestasi

Faktor pemicu (driving force) dimaksudkan disini adalah faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya deforestasi, sifatnya tidak langsung mempengaruhi terjadinya deforestasi. Faktor pemicu deforestasi dalam penelitian ini diidentifikasi melalui exploratory analysis yang mendasarkan pada dugaan awal (apriori), studi literatur, ketersediaan data yang digunakan sebagai dasar untuk pemilihan beberapa variabel dari sejumlah besar variabel yang mungkin digunakan. Pemilihan yang didasarkan pada dugaan awal, selanjutnya diuji dengan menggunakan metode statistik untuk menentukan variabel yang sesuai digunakan dalam pemodelan spasial deforestasi.

Asumsi yang melandasi model prediksi deforestasi adalah adanya hubungan antara terjadinya deforestasi dengan sejumlah faktor pemicu. Beberapa peubah yang diduga menjadi faktor pemicu atau driving force terjadinya deforestasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk geografis adalah merupakan cerminan dari besarnya tekanan penduduk terhadap lahan. Semakin tinggi kepadatan penduduk geografis semakin besar pula tekanan penduduk terhadap lahan. Dalam suatu ekosistem, penduduk merupakan bagian yang sangat penting. Salah satu aspek

kependudukan yang perlu diperhatikan antara lain menyangkut kepadatan penduduk geografis. Kepadatan penduduk geografis di suatu wilayah mempunyai pengaruh terhadap potensi kerusakan lingkungan termasuk terhadap kelestarian sumberdaya lahan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa suatu wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk geografis tinggi cenderung akan lebih mempunyai resiko terjadinya kerusakan lingkungan dari pada wilayah dengan kepadatan penduduk geografis rendah. Hal tersebut disebabkan intensitas pemanfaatan lahan atau ruang dan air akan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk geografis yang lebih rendah (Kementerian Kehutanan 2013). Hasil penelitian Prasetyo et al (2009) menyebutkan bahwa kerapatan kepadatan penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

2. Jumlah Keluarga pertanian

Suatu wilayah yang didominasi oleh kegiatan pertanian atau dengan kata lain struktur mata pencaharian sebagian besar penduduknya di sektor pertanian maka akan mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kerusakan hutan (Kementerian Kehutanan 2013). Hasil penelitian Prasetyo et al (2009) menyebutkan bahwa persentase keluarga pertanian merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

3. Jumlah Penduduk Miskin

Penduduk yang miskin mempunyai potensi sebagai pelaku kerusakan hutan (Kementrian Kehutanan 2013). Daerah-daerah yang memiliki proporsi penduduk miskinnya besar perlu diwaspadai karena potensial merusakkan hutan yang bisa mengakibatkan deforestasi. Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin tinggi angka kemiskinan suatu daerah, maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin besar.

4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Tingkat pendapatan masyarakat di suatu kabupaten dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB. Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin tinggi PDRB suatu daerah. maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin kecil. Hasil penelitian Romijn et al. (2013) dan Etter et al. (2006) menyatakan PDRB merupakan faktor yang berpengaruh positif terhadap deforestasi.

5. Kemiringan lahan atau slope

Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin rendah kemiringan lahannya, maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin besar. Beberapa hasil penelitian seperti Arekhi (2011); Prasetyo et al (2009); Kumar et al. (2014) menyebutkan bahwa slope merupakan faktor yang mempengaruhi peluang terjadinya deforestasi.

6. Ketinggian tempat

Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin rendah ketinggian suatu tempat, maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin besar. Hasil penelitian model deforestasi yang dibangun oleh Linkie et al. (2004) yang menyebutkan faktor ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap deforestasi di hutan dataran rendah di Pulau Sumatera. Hasil penelitian Arekhi (2011) di Northen Forest, Provinsi Ilam, Iran dan Kumar et al. (2014) di Kanker district, Provinsi Chhattisgarh India, Linkie et al. (2004) di hutan dataran rendah Sumatera juga menyebutkan deforestasi yang terjadi berbanding terbalik dengan faktor elevasi.

7. Jarak dari jalan

Faktor kedekatan dengan jalan mempunyai peran yang besar. Hasil penelitian dari Linkie et al. (2004); Mulyanto dan Jaya (2004); Wyman dan Stein (2010); Arekhi (2011); Kumar et al. (2014); Brun et al. (2015) menyebutkan bahwa faktor kedekatan jarak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap deforestasi. Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin dekat dengan jalan, maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin besar.

8. Jarak dari sungai

Peta jarak sungai akan didapatkan dengan cara menghitung jarak euklidian pada peta jaringan sungai. Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin dekat dengan sungai, maka peluang terjadinya deforestasi hutan akan semakin besar. Hasil penelitian Etter et al. (2006); Wyman dan Stein (2010) menyebutkan bahwa jarak dari sungai merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

9. Jarak dari pemukiman

Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin dekat dengan pusat pemukiman, maka peluang terjadinya deforestasi akan semakin besar. Beberapa hasil penelitian seperti Arekhi (2011); Kumar et al. (2014) menyebutkan bahwa jarak dari pemukiman merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Pembentukan Data Spasial Faktor Pemicu Deforestasi (X) dan Data Spasial Deforestasi Aktual (Y)

Pembuatan data-data spasial berikut ini dilakukan untuk dua tipologi yakni daerah-daerah administrasi kabupaten/kota dengan laju deforestasi rendah (tipologi 1) dan daerah-daerah administrasi kabupaten/kota dengan laju deforestasi tinggi (tipologi 2). Data-data spasial yang dibangun dalam penelitian ini antara lain : 1. Peta Deforestasi Aktual

Pembentukan peta deforestasi dilakukan dengan menggunakan hasil analisis penutupan lahan dengan citra satelit Terra Modis MOD13Q1 seperti yang sudah diuraikan pada Bab 3. Peta deforestasi aktual ini dibuat untuk dua periode yakni tahun 2000 – 2006 sebagai data pembangun model, sedangkan data deforestasi tahun 2006 – 2012 digunakan sebagai data validasi proyeksi ke depan dari model spasial deforestasi yang terbentuk.

2. Peta Jarak

Peta jarak dari jalan. jarak dari sungai serta jarak dari pusat pemukiman didapatkan dengan cara menghitung jarak lurus (euclidean distance). Analisis ini merupakan pengukuran jarak horizontal yang diukur dengan berbasis data raster. Jarak minimum suatu sel ke obyek digunakan sebagai nilai dari sel tersebut. Jarak minimum suatu sel ke obyek digunakan sebagai nilai dari sel tersebut. Jarak euclidean secara formal didefinisikan sebagai panjang dari suatu garis lurus yang menghubungkan dua obyek yang memiliki posisi geografis yang tetap (Moore 2002). Menggunakan dua titik, (xi, yi) dan (xj, yj), yang diambil dari sejumlah titik yang bereferensikan pada sistem koordinat kartesius (Cartesian coordinates), jarak euclidean dapat dituliskan dengan formula sebagai berikut:

� , = √[( − ) + ( − ) ]

Keterangan :

dE(i,j) = jarak euclidean

Xi = nilai x1

Yi = nilai y1

Xj = nilai x2

Yj = nilai y2

3. Peta Slope dan Ketinggian

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) adalah suatu projet pememetaan topografi menggnakan radar yang menghasilkan suatu Digital Elevation Model (DEM SRTM) yang hampir mencakup seluruh permukaan bumi dengan latitud maksimal sekitar sekitar 60 LU/LS. Data DEM diolah menggunakan software global mapper dan arcgis pada menu 3D analyst untuk mendapatkan data ketinggian dan slope. Format data slope dan ketinggian yang dipakai adalah data kontinyu.

4. Peta Sosial Ekonomi

Peta faktor pemicu deforestasi sosial ekonomi didapatkan dengan cara merubah data non spasial berupa data kepadatan penduduk. jumlah keluarga pertanian. PDRB serta jumlah penduduk miskin menjadi data spasial melalui proses join and relate data-data tersebut dengan atribut peta administrasi kabupaten/kota menjadi data vektor. Proses merubah data vektor faktor pemicu deforestasi sosial ekonomi menjadi data raster dilakukan melalui proses

polygon to raster.

Standarisasi data

Variabel X mempunyai satuan dan skala yang berbeda-beda, untuk itu perlu dilakukan standarisasi skor dari setiap variabel yang digunakan dalam pemodelan deforestasi. Proses standarisasi nilai variabel X dilakukan dengan cara menstandarkan pada rentang nilai 0-255 dengan menggunakan persamaan Jaya (2006) sebagai berikut :

= [(�� �� �� � −�� �� � )

�� �� � ��−�� �� � × ] +

Keterangan:

Score Rout : nilai skor hasil rescalling

Score Einput : nilai skor dugaan (estimated score) input Score Emin : nilai minimal skor dugaan

Score Emax : nilai maksimal skor dugaan

Score Rmax : nilai skor tertinggi hasil rescalling (255) Score Rmin : nilai skor terendah hasil rescalling (0)

[12]

Penentuan Sampel

Unit terkecil yang dipakai sebagai sampel adalah piksel dengan ukuran 250 x 250 m yang dipilih secara acak.Sampel yang diambil harus mewakili atau berasal dari dua kategori kelas deforestasi dan non deforestasi dan tersebar merata pada seluruh daerah penelitian. Penentuan jumlah piksel sampel minimal yang digunakan menggunakan rumus Slovin dengan persamaan sebagai berikut : n = N

1+Nα2 Keterangan: N = Populasi

α = taraf signifikasi yang digunakan (0.05) n = Sample minimal

Uji Multikolinieritas Faktor Pemicu Deforestasi

Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk melihat hubungan diantara faktor pemicu deforestasi sebagai variabel prediktor. Model regresi logistik yang baik sebaiknya terhindar dari masalah multikolinieritas. Tingkat keeratan hubungan antar variabel prediktor dihitung menggunakan koefisien korelasi Pearson.

=

√ ∑ − (∑ − )

Keterangan :

n = Banyaknya Pasangan data X dan Y Σx = Total Jumlah dari Variabel X Σy = Total Jumlah dari Variabel Y

Σx2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X Σy2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y

Σxy = Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y

Nilai koefisien korelasi Pearson berkisar antara -1 hingga 1. Tanda di depan koefisien korelasi menunjukkan sifat hubungan. Tanda minus (-) menunjukkan hubungan yang bersifat negatif (berkebalikan), sedangkan tanda plus (+) menunjukkan hubungan yang bersifat positif. Besarnya nilai koefisien korelasi (-ataupun +) menunjukkan tingkat hubungan atau korelasi. Tidak ada batasan yang tegas berapa nilai koefisien korelasi yang digunakan sebagai dasar untuk memilih variabel. Pada penelitian ini mengacu pada beberapa peneliti diantaranya (de Almeida et al. 2002; Aguayo et al. 2007) menggunakan nilai koefisien korelasi sebesar 0.65 sebagai batasan untuk memilih variabel.

[14]

Penentuan Model Spasial Deforestasi

Analisis regresi logistik binary (Prasetyo et al. 2009; Arsanjani et al. 2013) digunakan untuk mendapatkan model deforestasi. Piksel contoh yang dipilih secara acak digunakan untuk membangun model deforestasi pada masing-masing tipologi. Variabel terikat dalam regresi logistik bersifat biner (ada atau tidak ada kejadian), dimana nilai 1 berarti ada perubahan jenis penutupan lahan hutan menjadi non hutan dan nilai 0 yang berarti tidak ada perubahan jenis penutupan lahan pada rentang waktu tahun 2000-2006. Persamaan regresi yang dihasilkan digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya deforestasi pada waktu ke depan (tahun 2006 – 2012).

Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala ratio dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow 2000). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian piksel berubah atau terjadi deforestasi (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian tidak berubah atau tidak terjadi deforestasi (Y=0).

Secara umum persamaan regresi logistik dapat dirumuskan sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow 2000):

� = (� + � + ⋯ + � ) + (� + � + ⋯ + � ) atau = [ − � ] = (� + � + ⋯ + � ) Keterangan: β0 = intersep β1 = koefisien variabel X X1-p = variabel X

π

= peluang perubahan lahan hutan (0-1) X1 = kepadatan penduduk (jiwa/km2)

X2 = jumlah keluarga pertanian (rumah tangga) X3 = jumlah penduduk miskin (jiwa)

X4 = PDRB (milyar) X5 = slope (%)

X6 = ketinggian tempat (m) X7 = jarak dari jalan (m) X8 = jarak dari sungai (m)

X9 = serta jarak dari pemukiman (m)

[16]

Uji Signifikansi Model

Pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama (overall) di dalam model regresi logistik digunakan uji Likelihood Ratio dengan hipotesisnya sebagai berikut:

Ho : β1 = β2 =....= βp = 0 (tidak ada pengaruh veriabel bebas secara simultan terhadap variabel tak bebas)

H1 : minimal ada satu βj ≠ 0 (ada pengaruh paling sedikit satu veriabel bebas terhadap variabel tak bebas)

Untuk j = 1.2...p

Statistik uji yang digunakan adalah:

= −

Keterangan :

Lo = Maksimum Likelihood dari model reduksi (Reduced Model) atau model yang terdiri dari konstanta saja

Lp = Maksimum Likelihood dari model penuh (Full Model) atau dengan semua variabel bebas.

Statistik G2 ini mengikuti distribusi Khi-kuadrat dengan derajad bebas p sehingga hipotesis ditolak jika p-value < α, yang berarti variabel bebas X secara bersama-sama mempengaruhi variabel tak bebas Y.

Uji Parsial dan Pembentukan Model

Pada umumnya tujuan analisis statistik adalah untuk mencari model yang cocok dan keterpautan yang kuat antara model dengan data yang ada. Pengujian keberartian parameter (koefisien β) secara parsial dapat dilakukan melaluiuji

Walddengan hipotesisnya sebagai berikut:

Ho: βj = 0 (variabel bebas ke j tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas)

H1: βj ≠ 0 (variabel bebas ke j mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas)

Untuk j = 1.2...p

Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:

= [ � ]

[18]

Hipotesis akan ditolak jika p-value < α yang berarti variabel bebas Xj secara partial mempengaruhi variabel tidak bebas Y.

Uji Kecocokan Model

Uji Hosmer dan Lemeshow yang ditulis dengan uji C. dihitung berdasarkan taksiran probabilitas (Hosmer dan Lemeshow 2000). Statistik uji Hosmer dan

Lemeshow C dihitung berdasarkan rumus :

Ĉ = ∑ − ′ ̅

̅ − ̅

�=

Keterangan :

̅ = rata-rata taksiran probabilitas sukses/berubah kelompok ke-r = jumlah sampel kejadian sukses dalam kelompok ke-r

�= = = total sampel kelompok ke-r dan dengan r = 1. 2. …. g

Statistik uji C mendekati distribusi Chi-Square dengan derajat bebas g-2. Hipotesis uji Hosmer dan Lemeshow sebagai berikut:

Ho: βj = 0 (model mampu menjelaskan data / sesuai)

H1: βj ≠ 0 (model tidak mampu menjelaskan data / tidak sesuai)

Pada pengolahan model regresi logistik menggunakan SPSS, model dikatakan fit jika nilai pengujian secara keseluruhan (overall test) dan uji secara parsial (partial test) pada variabel yang prediktor terpilih memiliki nilai kurang dari taraf nyata yang digunakan (0.05) serta nilai uji kelayakan model hosmer and lemeshow memiliki nilai lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (0.05). Besarnya kontribusi variabel prediktor dapat dilihat dari nilai Exp β (odd ratio) yang merupakan fungsi eksponensial nilai koefisien regresi. Semakin jauh dari nilai 1 maka kontribusi variabel tersebut akan semakin besar sebaliknya semakin dekat dengan nilai 1 maka kontribusinya semakin kecil (Hosmer dan Lemeshow 2000). Proses pemilihan faktor-faktor pemicu deforestasi dilakukan dengan metode

stepwise yakni dengan mereduksi atau mengeluarkan faktor-faktor pemicu yang tidak berpengaruh dari model. Analisis statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS. Uji validasi model dilakukan dengan menggunakan overall accuracy (OA) yakni dengan membandingkan prediksi deforestasi dengan deforestasi aktual yang terjadi. Pengolahan model distribusi spasial deforestasi dalam format data raster dilakukan menggunakan bantuan

software Arc GIS 10.

Diagram alur berikut ini (Gambar 14) menggambarkan proses pembangunan model spasial deforestasi pada masing-masing tipologi yang terbentuk di Kepulauan Sumatera.

Gambar 14 Tahapan pembentukan model deforestasi menggunakan model regresi logistik

Hasil dan Pembahasan

Pembentukan Faktor Pemicu Deforestasi

Pembentukan model deforestasi tahun 2000 – 2006 menggunakan data faktor pemicu deforestasi tahun-tahun awal diawali dengan melakukan uji multikolineritas dengan melihat besarnya korelasi antar faktor pemicu deforestasi (variabel X). Berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan informasi adanya hubungan yang kuat antara variabel jumlah keluarga pertanian dengan jumlah penduduk miskin, sehingga salah satu peubah harus dikeluarkan dari model. Dalam hal ini peubah jumlah penduduk miskin dikeluarkan dari model. Hasil pengujian besarnya korelasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk tipologi 1 dan Lampiran 3 untuk tipologi 2.

Asumsi bahwa kejadian deforestasi dipicu oleh kondisi faktor pemicu deforestasi pada tahun awal. Data spasial faktor-faktor pemicu deforestasi tahun 2000 - 2006 pada kondisi tahun-tahun awal dapat dilihat pada Gambar 15 di bawah ini.

Gambar 15 Faktor pemicu deforestasi: a) kepadatan penduduk (X1), b) jumlah keluarga pertanian (X2), c) jumlah penduduk miskin (X3), d) PDRB (X4), e) slope (X5), f) elevasi (X6), g) jarak dari sungai (X7), h) jarak dari pusat pemukiman (X8), i) jarak dari jalan (X9)

Penempatan Sampel Piksel

Jumlah piksel kejadian deforestasi (1) dan non deforestasi (0) pada tipologi 1 berjumlah 991,687 piksel, sedangkan pada tipologi 2 berjumlah 1,099,519 piksel. Hasil perhitungan menggunakan rumus [14] dengan tingkat α = 0.05 (taraf nyata), jumlah piksel minimal yang diperlukan berjumlah 400 piksel sampel pada masing-masing tipologi. Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan pada tipologi 1 berjumlah 682 piksel, sedangkan pada tipologi 2 berjumlah 889 piksel. Hasil

g h d e f c b a i

pengacakan piksel sampel pada masing-masing tipologi 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17 berikut ini.

Gambar 16 Penempatan piksel sampel penyusun model spasial deforestasi tahun 2000 – 2006 pada tipologi 1

Gambar 17 Penempatan piksel sampel penyusun model spasial deforestasi tahun 2000 – 2006 pada tipologi 2

Model Spasial Deforestasi

Hasil overall test pada tipologi 1 menunjukan nilai sig sebesar 0.000 yang berarti minimum ada satu varibel prediktor yang mempengaruhi variabel Y (tolak H0) sehingga model dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil pengujian pada masing-masing faktor yang berpengaruh (uji parsial) juga memperlihatkan nilai signifikasi dibawah 0.05 (tolak H0), yang dapat diartikan bahwa faktor-faktor pemicu

Dokumen terkait