• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku (non-perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor : (1) Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat; (2) Faktor pendukung (enabling factors) yaitu tersedianya sumber daya, sarana/prasarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya; (3) Faktor pendorong (reinforcing factors) berasal dari kelompok atau individu yang dekat dengan seseorang termasuk keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas kesehatan. Pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting

dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor tersebut agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.

Determinan perilaku dapat juga dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal yang merupakan karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya. Sedangkan faktor ke dua adalah faktor eksternal baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja (Robbin, 1996). Sedangkan menurut Ajzen (1991) dalam teori perilaku terencana (Theory of planned behavior), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi beberapa faktor yang terkait erat dengan perilaku. Perilaku kesehatan bertitik tolak dari adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, ada tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan, otonomi pribadi yang bersangkutan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (Kar dalam Notoatmodjo, 2003).

1) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teliga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif : a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilakukan dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi yang harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Rogers, bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-imbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,dan sikapnya terhadap stimulus.

2) Sikap

Menurut Gibson (1996), sikap adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap dipelajari pada satu periode waktu dan diorganisasi oleh pengalaman dan menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang. Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

Menurut Azwar (2003) yang mengutip hasil penelitian Thurstone et.al, bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable). Sedangkan menurut Sarwono (2004), sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif maupun negatif terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Sikap mengandung penilaian emosional (senang, benci, sedih dan lain-lain).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003).

(1) Komponen pokok sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Alport, sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

(2) Jenis sikap

Menurut Purwanto (1999), sikap dapat dibedakan dalam :

a) Sikap positif yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

b)Sikap negatif terhadap kecenderungan pendidikan untuk menjalani menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu.

(3) Tingkatan sikap

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap ABK terhadap pengendalian vektor dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pelaksanaan program yang sudah ada.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang Chip cook kapal mengajak para ABK lain untuk selalu menjaga kebersihan di atas kapal, lalu para ABK melakukannya atau mendiskusikan tentang risiko keberadaan vektor di atas kapal adalah suatu bukti bahwa seorang Chip cook telah mempunyai sikap positif terhadap keberadaan vektor tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang Chip cook

kapal mau melakukan pengendalian vektor di atas kapal meskipun pekerjaan tersebut sering membosankan karena harus dilakukan secara rutin.

Pengukuran sikap dapat juga dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

(4) Ciri-ciri sikap

Sebagaimana dikemukakan Walgito (2001), ciri-ciri sikap yaitu :

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu

pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan- keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang tersebut.

c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap sesuatu.

d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

3) Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003), terdapat hubungan yang erat antara sikap dan tindakan yang didukung oleh pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Tindakan nampak lebih konsisten dengan sikap bila sikap individu sama dengan sikap kelompok dimana ia adalah bagiannya

atau anggotanya. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

b. Respon terpimpin (guided response).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme (mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Dokumen terkait