• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Determinan Perilaku Anak Buah Kapal (ABK) Terhadap Pengendalian Vektor Penular Penyakit Pada Kapal Yang Sandar Di Pelabuhan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Determinan Perilaku Anak Buah Kapal (ABK) Terhadap Pengendalian Vektor Penular Penyakit Pada Kapal Yang Sandar Di Pelabuhan Belawan"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh

ISMAIL BAKHRI SIREGAR 067023006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH DETERMINAN PERILAKU ANAK BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP PENGENDALIAN VEKTOR PENULAR PENYAKIT

PADA KAPAL YANG SANDAR DI PELABUHAN BELAWAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISMAIL BAKHRI SIREGAR 067023006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH DETERMINAN PERILAKU ANAK BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP

PENGENDALIAN VEKTOR PENULAR

PENYAKIT PADA KAPAL YANG SANDAR DI PELABUHAN BELAWAN

Nama Mahasiswa : Ismail Bakhri Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 067023006

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 17 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH DETEMINAN PERILAKU ANAK BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP PENGENDALIAN VEKTOR PENULAR PENYAKIT

PADA KAPAL YANG SANDAR DI PELABUHAN BELAWAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 17 September 2009

(6)

ABSTRAK

Pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal merupakan salah satu upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit. Survei awal yang dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 83,3 % kapal yang datang melalui pelabuhan Belawan dikategorikan risiko tinggi karena di atas kapal dijumpai vektor penyakit.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe Explanatory research yang bertujuan menganalisis pengaruh determinan perilaku terhadap pengendalian vektor penyakit oleh Anak Buah Kapal (ABK) melalui pelabuhan Belawan. Populasi dalam penelitian sebanyak 46 orang ABK dengan jabatan sebagai Chip cook (penjamah makanan di kapal). Sampel adalah total populasi, sedangkan analisis data digunakan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi yang tidak berpengaruh terhadap tindakan pengendalian vektor penyakit oleh ABK meliputi umur (p=0,494), masa kerja (p=0,949), kebangsaan (p=0,256), pengetahuan (p=0,516) dan sikap (p=0,871). Sedangkan berdasarkan faktor pendukung dan faktor pendorong, variabel ketersediaan waktu (p=0,008), dukungan seprofesi (p=0,026) dan dukungan kapten (p=0,034) berpengaruh signifikan terhadap pengendalian vektor penyakit, namun variabel ketersediaan sarana (p=0,574) dan dukungan petugas (p=0,429) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengendalian vektor penyakit oleh ABK melalui pelabuhan Belawan.

Disarankan kepada Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI agar membuat rekomendasi kepada pihak pelayaran umtuk dilakukan rekrutmen tenaga ABK yang khusus menangani pengendalian vektor di atas kapal dan menginstruksikan kepada seluruh Kepala KKP untuk meningkatkan pengawasan vektor penyakit di atas kapal. Kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan agar membuat perencanaan pemberantasan vektor dengan melibatkan stake holder di pelabuhan serta meningkatkan sosialisasi kepada seluruh ABK tentang faktor risiko keberadaan vektor di atas kapal.

(7)

ABSTRACT

The controling of diseases vector on ship is one of efforts to eliminate the chain of diseases transmission. According to survey was conducted by health port of Medan in 2008, that 83,3 % ships through Belawan port was certified in high risk category because it was found diseases vector on ship.

This study is an explanatory research aimed to analyze the influence of behaviour determinant on the controling of diseases vector held by ship’s crew through Belawan port. The population for this study were 46 ship’s crew with the position of chip cook. Samples were taken from the total population. Data analysis is done by using multiple logistic regression test with 95 % confidence level.

The result of study revealed that the predisposing factors which did not have influence on the control action of diseases vector by ship’s crew were age (p=0.494), work time (p=0.949), nationality (p=0.256), knowledge (p=0.516) and attitude (p=0.871). While enabling and reinforcing factors, the time available (p=0.008), colleaque’s supports (p=0.026) and captain’s support (p=0.034) have influence significantly on the control of diseases vector, on the other hand variable facility availability (p=0.574) and official’s support (p=0.429) do not have influence significantly on the control of diseases vector by ship’s crew through Belawan port.

It was suggested that General Directorate of Disease Control and Environmental Health, Ministry of Health Republic Indonesia made recommendation to shipping company to perform a ship’s crew recruitment specifically for handling the control of disease vector on ship and instruction to Health Port Office to increase the control of disease vector on ship. It was also suggest that Health Port Office makes a vector eradication plan by involving stakeholder at the seaport and to increase the socialization to all ship’s crew about the risk factor of the existing vector on ship.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Determinan Perilaku Anak Buah Kapal (ABK) terhadap Pengendalian Vektor

Penular Penyakit pada Kapal yang Sandar di Pelabuhan Belawan”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.

Dr. Ir .Erna Mutiara, M.Kes dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

(9)

Dr. H. Syahril Aritonang, MHA selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan dan Dr .H. Masrip Sarumpaet, M.Kes selaku Kepala Bidang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda tercinta H.Takim Siregar (Alm) dan ibunda tercinta Hj. Gokkon Harahap yang selalu memberikan doa, nasihat dan dorongan selama ini. Terima kasih juga kepada Isteri tercinta Rohani dan anak-anakku tersayang Rosliana Fajaria Siregar dan Isroni Azhari Siregar yang telah mendorong dan mendampingi penulis dengan setia dalam suka dan duka selama mengikuti pendidikan. Demikian halnya kepada adinda semua dan keluarga di Padangsidimpuan.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua rekan-rekan seperjuangan dan pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ismail Bakhri Siregar

Tempat Tanggal lahir : Padangsidimpuan, 9 April 1965

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pusat

Alamat Rumah : Komplek Perumahan PT.Inalum P-18-6 Batubara

Riwayat Pendidikan

1. SD Muhammadiyah 1 Padangsidimpuan : Lulus Tahun 1976 2. SMP Muhammadiyah Padangsidimpuan : Lulus Tahun 1980 3. SMA Negeri 1 Padangsidimpuan : Lulus Tahun 1983 4. Akademi Kesehatan Lingkungan Jakarta : Lulus Tahun 1987 5. Fakultas Biologi Universitas Medan Area : Lulus Tahun 2003

Riwayat Pekerjaan

1. Staf Seksi Sanitasi KKP Medan : Tahun 1988 – 1990 2. Staf KKP Medan Wilker Kuala Tanjung : Tahun 1991 – 1994 3. Koordinator KKP Medan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK…. ………. i

ABSTRACT....……….. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP………. v

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL….. ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN…….. ………. xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Permasalahan ………. 7

1.3 Tujuan Penelitian………. 7

1.4 Hipotesis…….………. 8

1.5 Manfaat Penelitian…..………. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Vektor Penular Penyakit…….. ………. 9

2.2 Determinan Perilaku ………. 22

2.3 Landasan Teori……... ………. 31

2.4 Kerangka Konsep…... ………. 33

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……... ………. 34

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian…….………. 34

3.3 Populasi dan Sampel ………. 35

3.4 Metode Pengumpulan Data… ………. 35

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ………. 37

3.6 Metode Pengukuran………. 38

(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 44

4.2 Analisis Univariat... 45

4.3 Analisis Bivariat ………... 58

4.4 Analisis Multivariat... 62

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengendalian Vektor Penyakit……... ………. 65

5.2 Pengaruh Faktor Predisposisi ... 67

5.3 Pengaruh Faktor Pendukung ... 72

5.4 Pengaruh Faktor Pendorong ... 75

5.5 Keterbatasan Penelitian…….. ………. 80

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan… ………... 82

6.2 Saran...………. 83

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen...……….... 39 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen….………. 43 4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Responden Tentang

Pengendalian Vektor Penyakit... 47 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Sikap Responden Tentang Pengendalian

Vektor Penyakit ...…... 48 4.3 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Faktor Predisposisi ... 49 4.4 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Sarana Pengendalian Vektor... 50 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan Sarana Pengendalian Vektor Penyakit ... 50 4.6 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Waktu Pengendalian Vektor... 51 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan

Waktu ... 51 4.8 Distribusi Frekuensi Variabel Dukungan Teman Seprofesi Responden

dalam Pengendalian Vektor... 52 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Teman

Seprofesi………... 53 4.10 Distribusi Frekuensi Dukungan Kapten Kapal dalam Pengendalian

Penyakit... 54 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Kapten

(14)

4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Petugas

KKP……….. 56

4.14 Distribusi Frekuensi Tindakan Pengendalian Vektor Penyakit………….... 57

4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Pengendalian Penyakit……….. 57

4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kapaldan Tindakan Pengendalian Vektor ... 58

4.17 Hubungan Variabel Faktor Predisposisi dengan Pengendalian Vektor Penyakit... 60

4.18 Hubungan Variabel Faktor Pendukung dengan Pengendalian Vektor Penyakit... 61

4.19 Hubungan Variabel Faktor Pendorong Dengan Pengendalian Vektor Penyakit... 62

4.20 Nilai Signifikansi Uji Analisis Bivariat……….. 63

4.21 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda... 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan Komunitas 32 2.2 Kerangka Konsep Penelitian………. 33

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Pengaruh Determinan Perilaku Terhadap Tindakan

Pengendalian Vektor Penyakit Oleh ABK Melalui Pelabuhan Belawan 89

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Data... ... 98

3. Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi)... 105

4. Analisis Bivariat... 120

5. Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik Ganda)... 128

6. Surat Permohonan Izin Penelitian ... ... 138

(17)

ABSTRAK

Pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal merupakan salah satu upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit. Survei awal yang dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 83,3 % kapal yang datang melalui pelabuhan Belawan dikategorikan risiko tinggi karena di atas kapal dijumpai vektor penyakit.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe Explanatory research yang bertujuan menganalisis pengaruh determinan perilaku terhadap pengendalian vektor penyakit oleh Anak Buah Kapal (ABK) melalui pelabuhan Belawan. Populasi dalam penelitian sebanyak 46 orang ABK dengan jabatan sebagai Chip cook (penjamah makanan di kapal). Sampel adalah total populasi, sedangkan analisis data digunakan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi yang tidak berpengaruh terhadap tindakan pengendalian vektor penyakit oleh ABK meliputi umur (p=0,494), masa kerja (p=0,949), kebangsaan (p=0,256), pengetahuan (p=0,516) dan sikap (p=0,871). Sedangkan berdasarkan faktor pendukung dan faktor pendorong, variabel ketersediaan waktu (p=0,008), dukungan seprofesi (p=0,026) dan dukungan kapten (p=0,034) berpengaruh signifikan terhadap pengendalian vektor penyakit, namun variabel ketersediaan sarana (p=0,574) dan dukungan petugas (p=0,429) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengendalian vektor penyakit oleh ABK melalui pelabuhan Belawan.

Disarankan kepada Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI agar membuat rekomendasi kepada pihak pelayaran umtuk dilakukan rekrutmen tenaga ABK yang khusus menangani pengendalian vektor di atas kapal dan menginstruksikan kepada seluruh Kepala KKP untuk meningkatkan pengawasan vektor penyakit di atas kapal. Kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan agar membuat perencanaan pemberantasan vektor dengan melibatkan stake holder di pelabuhan serta meningkatkan sosialisasi kepada seluruh ABK tentang faktor risiko keberadaan vektor di atas kapal.

(18)

ABSTRACT

The controling of diseases vector on ship is one of efforts to eliminate the chain of diseases transmission. According to survey was conducted by health port of Medan in 2008, that 83,3 % ships through Belawan port was certified in high risk category because it was found diseases vector on ship.

This study is an explanatory research aimed to analyze the influence of behaviour determinant on the controling of diseases vector held by ship’s crew through Belawan port. The population for this study were 46 ship’s crew with the position of chip cook. Samples were taken from the total population. Data analysis is done by using multiple logistic regression test with 95 % confidence level.

The result of study revealed that the predisposing factors which did not have influence on the control action of diseases vector by ship’s crew were age (p=0.494), work time (p=0.949), nationality (p=0.256), knowledge (p=0.516) and attitude (p=0.871). While enabling and reinforcing factors, the time available (p=0.008), colleaque’s supports (p=0.026) and captain’s support (p=0.034) have influence significantly on the control of diseases vector, on the other hand variable facility availability (p=0.574) and official’s support (p=0.429) do not have influence significantly on the control of diseases vector by ship’s crew through Belawan port.

It was suggested that General Directorate of Disease Control and Environmental Health, Ministry of Health Republic Indonesia made recommendation to shipping company to perform a ship’s crew recruitment specifically for handling the control of disease vector on ship and instruction to Health Port Office to increase the control of disease vector on ship. It was also suggest that Health Port Office makes a vector eradication plan by involving stakeholder at the seaport and to increase the socialization to all ship’s crew about the risk factor of the existing vector on ship.

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di wilayah kerja pelabuhan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia sehat 2010. Pembangunan kesehatan di pelabuhan perlu dikembangkan peranan dan fungsinya agar wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman atau vektor penyakit.

Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang strategis bagi masuknya vektor penular penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah dari berbagai negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara mengakibatkan dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan perpindahan dan penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran vektor melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri (Depkes RI, 2007a).

Keberadaan vektor di atas kapal dapat mempengaruhi kondisi kesehatan para Anak Buah Kapal (ABK) karena vektor dapat menularkan penyakit kepada manusia. Misalnya vektor jenis kecoa yang ada di atas kapal sering membawa mikroorganisme seperti Salmonella, Entamoeba histolitica yaitu kuman penyebab diare,

(20)

Pada kasus penyakit diare misalnya, data menurut Depkes RI (2006b), angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2001 (301 kasus) meningkat menjadi 374 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Sedangkan hasil wawancara terhadap 20 orang kapten kapal pada bulan Desember 2007 bahwa penyakit yang sering dikeluhkan para ABKnya adalah penyakit diare atau penyakit perut. Hal ini didukung oleh data kunjungan poliklinik tahun 2006/2007 yang dihimpun dari beberapa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas utama di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa laporan penyakit diare di KKP Tanjung Priok (318 kasus), KKP Batam (77 kasus), KKP Makassar (205 kasus), KKP Surabaya (110 kasus), Semarang (84 kasus), Dumai (538 kasus) dan KKP Medan (72 kasus) (Simkespel, 2007).

(21)

Wabah pes sering muncul secara sporadis seperti pada tahun 1994 di India dengan jumlah kasus 1400 orang dan 50 kematian (CFR = 3,57 %). Kasus ini sempat meresahkan dunia internasional sehingga setiap negara melakukan pengawasan ketat terhadap kapal yang datang dari India atau kapal yang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan di India (Depkes RI, 2000).

Selama tahun 2001-2006 wabah pes muncul kembali setiap tahun di beberapa negara seperti Zambia, India, Vietnam, Algeria, Kongo dengan jumlah kasus 2793 dan kematian 233 orang (CFR = 8,34 %). Penyakit ini masih endemis di beberapa negara Afrika seperti Congo, Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil, Ekuador, Peru, dan di Asia seperti Vietnam dan India (WHO, 2007). Sedangkan di Indonesia menurut Depkes RI (2007b), bahwa hasil pemeriksaan specimen pes pada manusia tahun 2002-2006 masih ditemukan positif sebanyak 15 orang di propinsi Jawa Tengah.

(22)

Menurut WHO (2005), standar yang ditetapkan IHR (International Health Regulation) bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat angkut yang menjadi tanggung jawabnya bebas dari sumber penyakit atau kontaminasi, dan juga bebas dari vektor penyakit. Sedangkan menurut Depkes RI (2007b) indikator sehat 2010 bagi Tempat-Tempat Umum (TTU) termasuk alat angkut ditargetkan memenuhi syarat mencapai 80 %.

Kebijakan yang ditetapkan KKP kelas I Medan dalam upaya pengendalian vektor penular penyakit antara lain: (1) Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara sehat dan negara endemis. (2) Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan. (3) Pelaksanaan hapus tikus/serangga. (4) Peningkatan sanitasi lingkungan (well environmental sanitation). (5) Pelayanan Health Clearance pada kedatangan dan keberangkatan kapal. (6) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Disamping itu kewajiban bagi ABK untuk menjaga hygiene dan sanitasi kapal serta pencegahan masuknya vektor ke atas kapal seperti memasang rat guard (perisai tikus), meninggikan tangga setinggi 60 cm dari dermaga serta mencegah kapal tender/gandeng dengan kapal lain (Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan, 2005).

Menurut Kepala Seksi Karantina dan Surveilans Epidemiologi KKP Kelas II Medan pada wawancara bulan Desember 2007 diperoleh informasi bahwa sekitar 80-90 % kapal yang masuk ke pelabuhan Belawan selama tahun 2006/2007 masih teridentifikasi membawa vektor penular penyakit.

(23)

diperiksa ada 25 kapal (83,3 %) teridentifikasi membawa vektor penular penyakit (kecoa, tikus). Pengamatan di lapangan menunjukkan kepadatan kecoa cukup tinggi di atas kapal khususnya di ruang dapur, ruang makan dan ruang penyimpanan bahan makanan. Hal ini merupakan indikasi kurangnya perhatian ABK terhadap hygiene

dan sanitasi kapal sehingga upaya penyehatan kapal belum dapat dilakukan secara maksimal. Demikian halnya dengan tanda-tanda kehidupan tikus, masih sering dijumpai di atas kapal. Kondisi ini diperburuk dengan kebiasaan ABK dalam pengendalian tikus. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kapal yang tidak memasang rat guard dengan baik ada 22 kapal (73,33 %), kapal yang tidak memasang perangkap ada 26 kapal (86,66 %) dan kapal yang tidak meninggikan posisi tangga 60 cm dari dermaga ada 19 kapal (63,33 %). Fenomena seperti ini dijumpai pada kapal yang berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing.

(24)

yang diperoleh masih rendah; (2) Sikap yang belum mendukung pelaksanaan program; (3) Belum adanya keyakinan tentang manfaat pengendalian; (4) Kondisi sarana yang tidak layak; (5) Kurangnya ketersediaan waktu dalam pengendalian (6) Kurangnya dukungan sosial (teman seprofesi dan lain-lain); (6) Masih rendahnya dukungan petugas KKP dalam memberi arahan; (7) Masih rendahnya dukungan stake holder dan undang-undang karantina yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan Menurut Green dan Kreuter (2005), determinan perilaku atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu), faktor pendukung (tersedianya sarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya) dan faktor pendorong (pengaruh keluarga, teman, panutan, pelaksana kesehatan dan pembuat keputusan).

Menurut Ajzen (1991), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Kar, perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan sosial, ada tidaknya informasi, dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak.

(25)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (umur, masa kerja, kebangsaan, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan sarana, ketersediaan waktu) dan faktor pendorong (teman seprofesi, kapten kapal, petugas KKP) terhadap tindakan ABK dalam pengendalian vektor penular penyakit, sehingga dapat dirumuskan strategi kebijakan manajemen pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi (umur, masa kerja, kebangsaan, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan sarana, ketersediaan waktu) dan faktor pendorong (teman seprofesi, kapten kapal, petugas KKP) berpengaruh terhadap tindakan ABK dalam pengendalian vektor penular penyakit di pelabuhan Belawan.

1.3. Tujuan Penelitian

(26)

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (umur, masa kerja, kebangsaan, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan sarana, ketersediaan waktu) dan faktor pendorong (teman seprofesi, kapten kapal, petugas KKP) berpengaruh terhadap tindakan ABK dalam pengendalian vektor penular penyakit di pelabuhan Belawan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Depkes RI dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan yang terkait dengan pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

2. Sebagai bahan masukan bagi KKP Kelas I Medan dan KKP seluruh Indonesia untuk mengevaluasi kinerja dalam pelaksanaan pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

3. Sebagai pengembangan ilmu dan pengetahuan bidang kesehatan umumnya dan pengendalian vektor penular penyakit khususnya.

(27)

2.1. Pengendalian Vektor Penular Penyakit

2.1.1 Pengawasan

Institusi yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko lingkungan (Depkes RI, 2008). Selanjutnya salah satu fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai Permenkes RI. No. 356/Menkes/Per/IV/2008 tersebut di atas adalah pelaksanaan pengawasan alat angkut dan pengendalian vektor penular penyakit dan risiko lingkungan di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.

2.1.2 Pengertian Vektor

(28)

Menurut Iskandar (1989), vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat (2005), keberadaan vektor penyakit dapat mempermudah penyebaran agent penyakit. Hal ini menentukan bahwa masuknya agent baru ke dalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.

2.1.3 Pengertian Zoonosis

Definisi zoonosis menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah suatu penyakit yang secara alamiah dapat menular di antara hewan vertebrata dan manusia (WHO, 2005). Sedangkan menurut Undang Undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan, dinyatakan bahwa penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.

Karena banyaknya penyakit menular yang tergolong zoonosis dan kompleknya keragaman penyakit ini, maka berbagai ahli berusaha untuk menggolongkan menurut cara penularannya, reservoir utama, penyebab dan asal hewan penyebarnya. Berdasarkan cara penularannya penyakit zoonosis menurut Dharmonojo, (2001) dapat dibedakan menjadi :

a) Anthropozoonoses yaitu penyakit yang ditularkan dari manusia ke hewan vertebrata.

(29)

2.1.4 Vektor Penyebab Penyakit

Menurut Nafika (2008), hewan yang termasuk ke dalam vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat dan kecoa. Vektor nyamuk yang terdapat di pemukiman perkotaan secara umum ada tiga jenis yaitu Culex quinquefasciatus, Anophele dan

(30)

masyarakat, antara lain: Nyamuk Aedes aegypti (menyebabkan penyakit demam berdarah dan cikungunya), Culex quinquefasciatus (menyebabkan penyakit disentri), dan Anopheles gambiae (menyebabkan penyakit malaria). Lalat menyebabkan penyakit gastrointestinal pada manusia. Larva dan lalat dewasa (Musca domestica) sering termakan ayam, kemudian menjadi “hospes intermedier” cacing pita pada ayam dan kalkun. Tikus dan mencit, penyakit bersumber rodensia yang disebabkan oleh berbagai agen penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing dapat ditularkan kepada manusia secara langsung. sedangkan secara tidak langsung dapat melalui feses, urin dan ludah, melalui gigitan vektor ektoparasit tikus dan mencit (kutu, pinjal, caplak, tungau). Disamping itu kecoa juga merupakan vektor penularan penyakit yang cukup penting yang sering hidup di sekitar kita.

2.1.5 Pengendalian kecoa

Jenis-jenis kecoa yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat dan tempat hidupnya pada umumnya berada di dalam lingkungan manusia dan khususnya di dalam lingkungan kapal antara lain : German cockroach (Blatella germanica),

American cockroach (Periplaneta americana), Oriental cockroach (Blatta orientalis)

Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa) dan Brown cockroach (Periplanetabrunnea) (Aryatie, 2005).

(31)

yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat terbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga ini dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaan tertentu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :

a) Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. b) Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.

c) Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan pada kelopak mata.

(32)

kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dia hinggapi.

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa :

1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :

Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan

membakar/dihancurkan. 2) Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik atau mekanis dengan :

- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan. - Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.

- Menutup celah-celah dinding. Secara Kimiawi :

- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

(33)

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) : 1) Pencegahan

Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-celah, lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi.

2) Sanitasi

Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor.

3) Trapping

(34)

kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air. 4) Pengendalian dengan insektisida

Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobang-lobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi.

2.1.6 Pengendalian pinjal pada tikus

(35)

menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat paha, ketiak dan leher). Sedangkan pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat, berbuih, air liur berdarah, sesak nafas dan susah bernafas (Simanjuntak, 2006).

Menurut Richardson (2003), bakteri Yersinia pestis endemik pada rodent liar dan disebarkan oleh gigitan pinjal, ketika terlalu banyak tikus yang mati akibat pes, maka pinjal tersebut dapat menggigit tikus urban atau manusia dan menyebarkan infeksi. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara dalam rodent. Bakteri Yersinia pestis yang terdapat di dalam darah tikus terjangkit dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia melalui gigitan pinjal yang berperan sebagai vektor penyakit pes.

Penularan pes dapat juga terjadi di atas kapal dan menurut Chin (2006) :

a) Direct contact yaitu penularan pes ini dapat terjadi kepada seseorang atau para ABK melalui gigitan pinjal jika ditemukan tikus mati tersangka pes di atas kapal. b) Penularan pes dapat terjadi pada orang atau para ABK, karena digigit oleh pinjal

infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes. d) Droplet penderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau

pernapasan, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo dan pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

(36)

penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita, anjing dan tikus yang kadang-kadang juga bisa menginfeksi manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk penyakit pes (kira-kira 60 species). Beberapa species pinjal menggigit dan menghisap darah manusia. Vektor terpenting untuk penyakit pes dan Murine typhus ialah pinjal tikus Xenopsylla cheopis. Kuman pes, Pasteurella pestis, berkembang biak dalam tubuh tikus sehingga akhirnya menyumbat tenggorokan pinjal itu. Kalau pinjal mau mengisap darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan kuman-kuman pes yang menyumbat tenggorokannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan dan terjadi infeksi dengan Pasteurella pestis. Pinjal-pinjal yang tersumbat tenggorokannya akan lekas mati.

Menurut Soejoedi (2005) yang mengutip pendapat Ehler dan Stell, keberadaan tikus dapat dideteksi dengan beberapa cara dan yang paling umum adalah adanya kerusakan barang atau alat. Tanda tanda berikut merupakan penilaian adanya kehidupan tikus yaitu:

a) Gnawing (bekas gigitan) b) Burrows (galian /lubang tanah) c) Dropping (kotoran tikus) d) Runways (jalan tikus)

e) Foot print (bekas telapak kaki)

(37)

Selanjutnya pengendalian tikus dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan yaitu menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan tikus pelaksanaannya dapat ditempuh dengan cara:

a) Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan rapi ditempat yang kedap tikus.

b) Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, bertutup rapi dan terpelihara dengan baik. c) Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas pondasi beton atau semen,

rak atau tonggak.

d) Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.

e) Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat sehingga tidak dapat dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.

Pemasangan perangkap (trapping) perlu diupayakan secara rutin. Macam perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah jenis snap/guillotine trap dan cage trap. Jenis cage trap digunakan untuk mendapatkan tikus hidup, guna diteliti pinjalnya. Biasanya perangkap diletakkan di tempat jalan tikus atau di tepi bangunan. Pemasangan perangkap lebih efektif digunakan setelah dilakukan poisoning, dimana tikus yang tidak mati karena poisoning dapat ditangkap dengan perangkap.

(38)

bakterial, penyakit-penyakit virus, penyakit-penyakit Spirochaeta dan penyakit cacing. Dilihat dari sudut estetika dan pelayanan umum, tikus dapat menimbulkan citra kurang baik karena dihubungkan dengan sektor pariwisata (Depkes RI, 2002).

Menurut Depkes RI (2007a), pengendalian tikus di kapal dilakukan dengan mengamati dan mengawasi terhadap pemasangan rat guard, pemasangan lampu pada malam hari yang menerangi seluruh tangga, usaha menghindari kapal tender/bergandengan serta posisi tangga kapal harus ditinggikan 60 cm dari dermaga. Sedangkan pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal adalah :

1) Pemeriksaan terhadap kapal dilakukan sekali enam bulan dan disesuaikan dengan masa berlakunya dokumen Sertifikat Sanitasi Kapal. Pemeriksaan tikus di kapal di lakukan dengan melihat tanda-tanda kehidupan tikus.

2) Tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal :

a. Dropping (kotoran tikus), tersebar halus dan berbentuk kumparan (spindle shape), kotoran baru (lembek, hitam gelap dan mengkilap) sedang kotoran lama (keras, abu-abu hitam).

b. Runways, tikus suka mempergunakan jalan yang sama untuk keluar dari sarangnya mencari makan dan sebagainya, karena badan tikus (bulunya) kotor dan berlemak maka akan terdapat bulu menempel pada jalan tikus.

c. Tracks atau bekas tapak kaki, dapat dilihat jelas pada tempat-tempat lantai yang berdebu halus.

(39)

mengunyah/menggigit makanan dan sebagai binatang pengerat ia harus selalu menggigit-gigit agar gigi seri tetap pendek, selain bahan-bahan yang empuk kadang-kadang metal seperti pipa leding dan lain-lain digigit pula.

e. Tikus hidup, jika pada waktu pemeriksaan kapal ditemukan tikus dalam keadaan hidup. Sedangkan tikus mati, jika pada waktu pemeriksaan ditemukan tikus mati akibat peracunan atau terinfeksi pes. Apabila terlihat satu ekor tikus sewaktu pemeriksaan berarti diperkirakan ada 20 ekor di tempat/kapal itu.

Selanjutnya teknik pengendalian tikus di atas kapal adalah:

1) Cara Mekanik

a. Pemasangan perangkap pada tempat-tempat yang diperkirakan tempat bersarangnya tikus.

b. Penggunaan lem tikus.

c. Penangkapan langsung (sulit dilakukan). 2) Cara Biologis

a. Dengan memelihara binatang pemangsa (predator) seperti kucing. 3) Cara peracunan (Poisoning)

a. Pemberitahuan kepada pihak kapal tentang akan diadakan peracunan, bahaya terhadap manusia dan cara-cara pengamanannya.

b. Menentukan tempat-tempat pemasangan racun dan diberi tanda/penomoran. c. Racun yang telah dicampur dengan makanan antractaf diletakkan di atas

(40)

4) Fumigasi

a. Fumigasi kapal dilakukan berdasarkan hasil pemeriksana adanya tanda-tanda kehidupan tikus dan atas permintaan pihak kapal (nakhoda/pemilik).

b. Dilakukan apabila dalam pemeriksaan dijumpai adanya tanda-tanda kehidupan tikus.

c. Kegunaannya adalah untuk melakukan hapus tikus/serangga diatas kapal sebagai syarat untuk mendapatkan dokumen kesehatan Internasional (Surat Keterangan Bebas Pengawasan Sanitasi Kapal).

d. Bila fumigasi dilakukan, harus ditentukan fumigan yang dipakai (HCN, CH3Br atau CO2).

2.2. Determinan Perilaku

(41)

dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor tersebut agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.

Determinan perilaku dapat juga dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal yang merupakan karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya. Sedangkan faktor ke dua adalah faktor eksternal baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja (Robbin, 1996). Sedangkan menurut Ajzen (1991) dalam teori perilaku terencana (Theory of planned behavior), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi beberapa faktor yang terkait erat dengan perilaku. Perilaku kesehatan bertitik tolak dari adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, ada tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan, otonomi pribadi yang bersangkutan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (Kar dalam Notoatmodjo, 2003).

1) Pengetahuan

(42)

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teliga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif : a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

(43)

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

(44)

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-imbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,dan sikapnya terhadap stimulus.

2) Sikap

Menurut Gibson (1996), sikap adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap dipelajari pada satu periode waktu dan diorganisasi oleh pengalaman dan menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang. Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

(45)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003).

(1) Komponen pokok sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Alport, sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

(2) Jenis sikap

Menurut Purwanto (1999), sikap dapat dibedakan dalam :

a) Sikap positif yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

b)Sikap negatif terhadap kecenderungan pendidikan untuk menjalani menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu.

(3) Tingkatan sikap

(46)

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap ABK terhadap pengendalian vektor dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pelaksanaan program yang sudah ada.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang Chip cook kapal mengajak para ABK lain untuk selalu menjaga kebersihan di atas kapal, lalu para ABK melakukannya atau mendiskusikan tentang risiko keberadaan vektor di atas kapal adalah suatu bukti bahwa seorang Chip cook telah mempunyai sikap positif terhadap keberadaan vektor tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang Chip cook

(47)

Pengukuran sikap dapat juga dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

(4) Ciri-ciri sikap

Sebagaimana dikemukakan Walgito (2001), ciri-ciri sikap yaitu :

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu

pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang tersebut.

c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap sesuatu.

d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

3) Tindakan

(48)

atau anggotanya. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

b. Respon terpimpin (guided response).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme (mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptation)

(49)

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3. Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah konsep Green dan Kreuter (2005), yang digunakan untuk menilai tindakan individu atau kelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi (pengetahuan individu, sikap, keyakinan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu), faktor pendukung (tersedianya sarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya) dan faktor pendorong (keluarga, teman, panutan, guru, petugas kesehatan dan pembuat keputusan). Disamping itu dikombinasikan dengan teori Kar yang dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Sedangkan menurut Ajzen (1991), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu. Selanjutnya determinan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Notoatmodjo 2003). Sedangkan menurut Robbin (1996), beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja.

(50)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan

6. Dukungan sosial Faktor Eksternal :

(51)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori tersebut di atas, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kebangsaan, usia, masa kerja), faktor pendukung (ketersediaan sarana, ketersediaan waktu) dan faktor pendorong (dukungan teman seprofesi, dukungan kapten kapal, dukungan petugas KKP). Sedangkan variabel dependen adalah pengendalian vektor penular penyakit.

Faktor Predisposisi Umur

Masa Kerja Kebangsaan

Pengetahuan Sikap

Pengendalian Vektor Penular Penyakit

Faktor Pendorong

Dukungan Teman Seprofesi Dukungan Kapten Kapal Dukungan Petugas KKP

(52)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe Explanatory Research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 1989), yaitu menjelaskan pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap tindakan ABK dalam pengendalian vektor penular penyakit di pelabuhan Belawan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan di Belawan dengan pertimbangan bahwa pelabuhan Belawan merupakan salah satu pelabuhan laut kelas utama di Indonesia yang memiliki kunjungan kapal dari berbagai penjuru dunia termasuk dari negara-negara terjangkit penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah jika dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain di Sumatera Utara. Selanjutnya penelitian serupa belum pernah dilakukan di wilayah kerja pelabuhan Belawan.

(53)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah ABK yang bertanggung jawab dalam mengendalikan vektor penyakit di atas kapal serta kapal tersebut memiliki jalur pelayaran tetap ke pelabuhan Belawan dan atau sekali sebulan pernah berlayar ke luar negeri. Data KKP Medan (Oktober 2007 – Pebruari 2008) tercatat 46 kapal : Kargo (33 kapal), Tanker (11 kapal) dan Feri (2 kapal) atau 46 orang ABK yang memiliki jabatan sebagai “Chip cook”/juru masak.

Sampel penelitian adalah total populasi yaitu semua populasi yang bertanggung jawab dalam mengendalikan vektor penyakit di atas kapal khususnya di ruang dapur, ruang makan dan gudang penyimpanan bahan makanan yaitu ABK yang menjabat sebagai “Chip cook”/juru masak.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh langsung dari responden (ABK) melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner dan melalui observasi dengan Check list. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen yang sudah tersedia di KKP Kelas II Medan mencakup data penyakit, data kunjungan kapal dan data jumlah ABK.

(54)

tempat ini karena ABK/kapal yang masuk ke pelabuhan Kuala Tanjung memiliki karakteristik yang sama dengan ABK/Kapal yang masuk ke pelabuhan Belawan. Uji validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total variabel dengan nilai item corrected correlation pada analisis reability statistics.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika nilai r Cronbach’s Alpha>0,361, maka dinyatakan reliabel (Helmi, 2008).

(55)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel independen

1) Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tindakan responden dalam pengendalian vektor penular penyakit yang dalam hal ini dibatasi pada faktor umur, masa kerja, kebangsaan, pengetahuan dan sikap.

2) Umur adalah lama hidup responden sejak lahir sampai saat dilakukan penelitian berdasarkan tahun (dewasa dini, dewasa madya dan dewasa lanjut).

3) Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai “chip cook” di atas kapal. 4) Kebangsaan adalah status kewarganegaraan responden yang dibedakan WNI dan

WNA.

5) Pengetahuan adalah segala sesuatu informasi yang diperoleh dari proses belajar sehingga timbul pemahaman dalam responden tentang vektor penyakit, cara penularan penyakit dan pengendaliannya di atas kapal.

6) Sikap adalah kecenderungan responden untuk memberi pandangan perasaan setuju, kurang setuju dan tidak setuju tentang program KKP dalam pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

7) Faktor pendukung adalah faktor pemungkin yang dapat mendukung responden dalam mengendalikan vektor penyakit di atas kapal dalam hai ini adalah ketersediaan sarana dan ketersediaan waktu.

8) Ketersediaan sarana adalah kelengkapan dan kondisi sarana dalam pengendalian vektor penular penyakit yang sarananya wajib disediakan oleh pihak kapal yaitu

(56)

9) Ketersediaan waktu adalah kesempatan yang dimiliki responden untuk melakukan pengendalian vektor penyakit di luar tugas pokok untuk mengendalikan vektor di dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan.

10) Faktor pendorong adalah faktor penguat yang mendorong responden dalam mengendalikan vektor penular penyakit di atas kapal.

11) Dukungan teman seprofesi adalah adanya interaksi sesama teman sekerja di atas kapal dalam bentuk dukungan terhadap pengendalian vektor penular penyakit. 12) Dukungan kapten kapal adalah peranan kapten sebagai orang pertama yang

memiliki tanggung jawab dalam mengawasi anak buahnya untuk melaksanakan pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

13) Dukungan petugas KKP adalah peranan petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan dalam memberikan dorongan dan arahan kepada responden yang terkait dengan pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal.

b. Variabel dependen

Pengendalian vektor penular penyakit adalah perbuatan nyata responden dalam upaya menjaga dan mengendalikan vektor penyakit di atas kapal.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1 Variabel independen

(57)
(58)

1. Variabel umur

Variabel ini mencakup 1 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Hasil ukur dikategorikan menjadi 3 yaitu dewasa dini (18-40 tahun) dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa lanjut > 60 tahun (Haditomo, 1990).

2. Variabel masa kerja

Variabel ini mencakup 1 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Hasil ukur dikategorikan menjadi 2 yaitu ≤ 3 tahun dan > 3 tahun berdasarkan rata-rata lamanya kontrak kerja.

3. Variabel kebangsaan

Variabel ini hanya 1 pertanyaan dengan menggunakan skala ukur nominal dan responden dapat memberi jawaban kewarganegaraan WNI atau WNA.

4. Variabel pengetahuan

Variabel ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala ukur ordinal. Setiap jawaban yang benar diberi skor 2 dan jawaban salah diberi skor 1 dan hasil ukur variabel dibagi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi jika responden mendapat skor 35-40, kategori sedang jika responden mendapat skor 28-34 dan kategori rendah jika responden mendapat skor 20-27 (Pratomo dan Sudarti, 1986).

5. Variabel sikap

(59)

tidak setuju. Kategori setuju jika responden mendapat skor 24-30, kategori kurang setuju jika responden mendapat skor 17-23 dan kategori tidak setuju jika responden mendapat skor 10-16.

6. Variabel ketersediaan sarana

Variabel ini terdiri dari 5 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberi skor terendah 1 dan tertinggi 2 (skala pengukuran Guttman) dan dibagi kedalam dua kategori yaitu lengkap dan kurang lengkap. Hasil ukur kategori lengkap dengan kondisi baik jika responden mendapat skor 8-10 dan hasil ukur kurang lengkap jika responden mendapat skor 5-7.

7. Variabel ketersediaan waktu

Variabel ini terdiri dari 5 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberi skor terendah 1 dan tertinggi 2 (skala pengukuran Guttman) dan dibagi kedalam dua kategori yaitu cukup dan kurang cukup. Hasil ukur kategori cukup jika responden mendapat skor 8-10 dan hasil ukur kurang cukup jika responden mendapat skor 5-7.

8. Variabel dukungan seprofesi

(60)

9. Variabel dukungan kapten kapal

Variabel ini terdiri dari 5 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberi skor terendah 1 dan tertinggi 2 (skala pengukuran Guttman) dan dibagi kedalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik. Hasil ukur kategori baik jika responden mendapat skor 8-10 dan hasil ukur kurang baik jika responden mendapat skor 5-7.

10. Variabel dukungan petugas KKP

Variabel ini terdiri dari 5 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal. Setiap jawaban pertanyaan diberi skor terendah 1 dan tertinggi 2 (skala pengukuran Guttman) dan dibagi kedalam dua kategori yaitu baik dan kurang baik. Hasil ukur kategori baik jika responden mendapat skor 8-10 dan hasil ukur kurang baik jika responden mendapat skor 5-7.

3.6.2. Variabel dependen

(61)

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen

Variabel Jumlah

Pertanyaan

Bobot Bobot Nilai

Skor Kategori Skala

Ukur

Pengendalian Vektor Penyakit

10 20 2

1

17-20 10-16

Baik Tidak baik

Ordinal

3.7. Metode Analisis Data

(62)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pelabuhan Belawan merupakan salah satu pelabuhan kelas utama di Indonesia yang secara geografi terletak pada posisi 03º47’00” Lintang Utara, 98º42’08” Bujur Timur, dengan luas wilayah pelabuhan 12.072,33 Ha. Secara demografi pelabuhan Belawan merupakan tempat kegiatan ekspor impor barang dengan kondisi dan potensi hinterlandnya (Provinsi Sumatera Utara, Riau, dan Aceh) yang kaya dengan komoditi hasil perkebunan, hasil pertanian dan hasil industri. Pelayanan terhadap kegiatan ini dilakukan secara terpadu oleh pemerintah maupun swasta yang terkait di pelabuhan. Instansi pemerintah terdiri dari : (1) Administrator Pelabuhan Belawan, (2) Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, (3) Kantor Imigrasi Belawan, (3) Kantor Pelayanan Bea Cukai Belawan (4) Pelabuhan Indonesia I (Persero) Belawan, (5) Kantor Karantina Hewan, Karantina Ikan dan Karantina Tumbuhan, (6) Lantamal I Belawan (7) Polres KP3 Belawan. Sedangkan Instansi swasta terdiri dari: (1) Agen perusahaan pelayaran, (2) Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), (3) Perusahaan eksportir dan importir.

(63)

regional dan internasional. Salah satu upaya yang ditempuh KKP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya adalah dengan melakukan pengawasan dan pengendalian vektor (serangga penular penyakit, tikus dan pinjal) di lingkungan pelabuhan dan di atas kapal.

4.2. Analisis Univariat

Berdasarkan tujuan dan kerangka konsep penelitian, variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari tiga faktor, yaitu (1) faktor predisposisi meliputi umur, masa kerja, kebangsaan, pengetahuan dan sikap, (2) faktor pendukung terdiri dari ketersediaan sarana dan ketersediaan waktu, dan (3) faktor pendorong meliputi dukungan teman seprofesi, dukungan kapten kapal dan dukungan petugas KKP. Sedangkan variabel dependen yaitu tindakan pengendalian vektor penyakit.

4.2.1 Faktor Predisposisi

(64)
(65)

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Responden Tentang Jenis vektor yang menyebabkan penyakit diare,

disentri dan typoid 37 80,4 9 19,6 Tempat perindukan yang disenangi kecoa 20 43,5 26 56,5 Cara kecoa dapat naik ke atas kapal 20 43,5 26 56,5 Tujuan mengendalikan vektor kecoa di atas kapal 44 95,7 2 4,3 Cara yang paling efektif dalam mengendalikan kecoa 19 41,3 27 58,7 Tindakan yang seharusnya dilakukan secara rutin

dalam pengendalian kecoa 45 97,8 1 2,2 Tindakan yang sering dilakukan KKP dalam

mengendalikan tikus di atas kapal 33 71,7 13 28,3 Tindakan yang paling baik agar tikus tidak

naik ke atas kapal 40 89,1 6 10,9 Cara penularan pes kepada manusia 25 54,3 21 45,7 Cara mencegah naiknya tikus ke kapal selain

pemasangan rat guard 17 37,0 29 63,0 Perlu tidak mengendalikan tikus dan kecoa

di atas kapal 43 93,5 3 6,5

(66)

% responden setuju bahwa kapal harus bebas vektor, 73,9 % responden menyatakan setuju dengan pemberian sertifikat sanitasi kapal, 71,7 % responden setuju dengan pemberian buku kesehatan kapal, 73,9 % responden menyatakan setuju dengan prosedur pemeriksaan kapal dan sebesar 80,4 % responden setuju dengan perlunya pemasangan rat guard dan menaikkan tangga 60 cm dari dermaga. Namun sebanyak 52,2 % responden kurang setuju dengan tindakan fumigasi di atas kapal kapal dan 58,7 % responden masih kurang setuju dengan adanya sanksi yang tegas jika dijumpai vektor di atas kapal, seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Sikap Tentang Program Pengendalian Vektor Penyakit

Setuju Kurang Tidak Indikator Sikap Setuju Setuju

n % n % n %

Respon tentang pemeriksaan vektor di atas kapal 39 84,8 7 15,2 0 0.0 Respon tentang pemberian dokumen kesehatan-

dalam pengawasan pengendalian vektor 37 80,4 6 13,0 3 6,5 Respon tentang tindakan pengendalian vektor 37 80,4 7 15,2 2 4,3

Respon tentang aturan kapal harus bebas vektor 36 78,3 8 17,4 2 4,3 Respon tentang tindakan fumigasi di atas kapal 15 32,6 24 52,2 7 15,2 Respon tentang pemberian sertifikat sanitasi kapal 34 73,9 7 15,2 5 10,9 Respon tentang pemberian buku kesehatan kapal 33 71,7 10 21,7 3 3.5 Respon tentang prosedur pemeriksaan kapal 34 73,9 8 17,4 4 8,7 Respon tentang perlunya pemasangan rat guard

dan menaikkan tangga 60 cm dari dermaga 37 80,4 8 17,4 1 2,2 Respon tentang sanksi yang tegas jika dijumpai 7 15,2 27 58,7 12 26,1

(67)

Tabel 4.3 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Faktor Predisposisi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan   Komunitas                         Sumber : Green dan Kreuter (2005), Kar dalam Notoatmodjo (2003), Notoatmodjo
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel  3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk setiap senyawa organik yang ada, digunakan waktu interaksi 12 jam mengikuti studi sebelumnya (Marz, 2012), bahwa kapasitas adsorpsi dari fenol yang paling

Sebaliknya jika kepemimpinan yang dilakukan seorang atasan tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh karyawan, dalam arti atasan tidak pernah melakukan pengawasan secara

Analisis buatan yg berisi ciri-ciri khas suatu takson tbh-an yang disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu diantara

Perlakuan pupuk P tanpa kombinasi BPF memberikan hasil paling rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan bakteri pelarut fosfat karena meskipun lahan sawah tempat

Lahan non produktif yang berada di wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sangat berpotensi untuk usaha hutan rakyat dan dipadukan dengan agroforestry.. Luasan

Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pasar minggu di Kawasan Bandung Timur diantaranya: murahnya biaya iuran rutin, lokasi yang strategis dekat permukiman

Di sisi lain, penilaian pribadi ini akan mengurangi sikap defensif karyawan terhadap penilaian yang dilakukan orang lain, dan dapat merupakan alat yang baik

Ketidaklengkapan dokumen rekam medis dikarenakan pada riwayat penyakit pasien tidak dituliskan, seperti: diare cair, muntah, mual, nyeri ulu hati, demam, tidak nafsu