• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Analisis Bivariat

4.3.3 Hubungan antara variabel faktor pendorong dengan pengendalian vektor penyakit

Pengendalian Vektor Penyakit Jumlah

Faktor Pendukung Baik Tidak Baik p n % n % n % Ketersediaan Sarana Lengkap 6 19,4 25 80,6 31 100,0 0,706 Kurang Lengkap 4 26,7 11 73,3 15 100,0 Ketersediaan Waktu Cukup 6 60,0 4 40,0 10 100,0 0,003 Kurang 4 11,1 32 88,9 36 100,0

4.3.3 Hubungan antara variabel faktor pendorong dengan pengendalian vektor penyakit

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki dukungan teman seprofesi kurang baik lebih besar persentasenya yaitu 90,6 % yang tidak melakukan pengendalian vektor dengan baik dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan teman seprofesi baik yaitu 50,0 %. Responden yang memiliki dukungan kapten kurang baik lebih besar persentasenya yaitu 88,2 % tidak melakukan pengendalian vektor dengan baik dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan baik yaitu 54,5 %. Sedangkan responden yang memiliki dukungan petugas baik lebih besar persentasenya yaitu 82,1 % untuk tidak

melakukan pengendalian vektor dengan baik dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan petugas kurang baik yaitu 72,2 % yang tidak mengendalikan vektor, seperti terlihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Hubungan Variabel Faktor Pendorong dengan Pengendalian Vektor Penyakit

Pengendalian Vektor Penyakit Jumlah Faktor Pendorong Baik Tidak Baik

p n % n % n % Dukungan Seprofesi Baik 7 50,0 7 50,0 14 100,0 0,005 Kurang Baik 3 9,4 29 90,6 32 100,0 Dukungan Kapten Baik 6 54,5 6 54,5 12 100,0 0,012 Kurang Baik 4 11,8 30 88,2 34 100,0 Dukungan Petugas Baik 5 17,9 23 82,1 28 100,0 0,480 Kurang Baik 5 27,8 13 72,2 18 100,0 4.4. Analisis Multivariat

Analisis ini menggunakan uji regresi logistik ganda untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 (sepuluh) variabel yang diuji,

terdapat 4 (empat) variabel independen yang potensial masuk kandidat model multivariat yaitu variabel kebangsaan, ketersediaan waktu, dukungan seprofesi dan

dukungan kapten kapal karena memenuhi syarat p<0,25 seperti terlihat pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Nilai Signifikansi Uji Analisis Bivariat

Variabel Penelitian p Umur (X1) 0,664 Masa kerja(X2) 1,000 Kebangsaaan (X3) ` 0,130* Pengetahuan (X4) 1,000 Sikap (X5) 0,838 Ketersediaan Sarana (X6) 0,706 Ketersediaan Waktu (X7) 0,003* Dukungan Seprofesi (X8) 0,005*

Dukungan Kapten Kapal (X9) 0,012*

Dukungan Petugas KKP (X10) 0,480

Selanjutnya keempat variabel yang memperoleh nilai p<0,25 diikutkan dalam analisis multivariat. Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.21.

Tabel 4.21 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

Variabel Penelitian B Exp (B) p

Kebangsaan 1,785 0,168 0,256

Ketersediaan Waktu 3,691 40,095 0,010 Dukungan Seprofesi 2,881 17,937 0,029

Dukungan Kapten Kapal 2,219 9,200 0,103

Hasil tersebut pada Tabel 4.21 dapat dilihat nilai signifikansi masing-masing variabel dan bila ada variabel yang nilainya p>0,05 maka dikeluarkan dari model dengan cara bertahap satu per satu yang dimulai dari variabel yang nilai p terbesar. Dalam hal ini variabel kebangsaan memiliki nilai p yang terbesar sehingga analisis selanjutnya tidak mengikutsertakan variabel kebangsaan. Hasil uji ketiga variabel selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.22.

Tabel 4.22 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda

Variabel Penelitian B Exp(B) p

Ketersediaan waktu 3,916 50,204 0,008 Dukungan seprofesi 2,755 15,722 0,026 Dukungan kapten kapal 2,715 15,100 0,034

Constant -14,212 0,000 0,001

Dari hasil uji tersebut di atas dapat dibuktikan bahwa variabel ketersediaan waktu, variabel dukungan seprofesi dan variabel dukungan kapten kapal mempunyai nilai p<0,05, artinya ketiga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pengendalian vektor penyakit. Berdasarkan nilai Beta, bahwa nilai tertinggi terdapat pada variabel ketersediaan waktu yaitu sebesar 3,916 dan nilai p=0,008, artinya variabel ketersediaan waktu merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi tindakan ABK dalam pengendalian vektor penyakit di pelabuhan. Nilai percentage correct diperoleh 89,1 % artinya diprediksi variabel yang mempengaruhi pengendalian vektor sebesar 89,1 %, sedangkan 10,9 % dipengaruhi variabel lain.

5.1 Pengendalian Vektor Penyakit

Pengendalian vektor di atas kapal merupakan upaya yang harus dilakukan secara sustainable dalam rangka pemutusan mata rantai penularan penyakit menular seperti penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah. IHR 2005 telah mengisyaratkan bahwa setiap alat angkut yang meninggalkan pintu masuk dari daerah pelabuhan harus dijaga agar bebas dari vektor penyakit. Oleh sebab itu seyogyanya negara-negara di dunia yang menjadi anggota WHO harus menyetujui pelaksanaan hapus serangga dan hapus tikus dan tindakan pengendalian lainnya terhadap alat angkut yang dilakukan oleh negara lain selama metode yang digunakan sesuai dengan anjuran WHO, namun kenyataan di lapangan bahwa kapal-kapal yang berlayar lintas internasional belum sepenuhnya melaksanakan amanat IHR 2005. Fakta menunjukkan kapal-kapal yang masuk malalui pelabuhan-pelabuhan laut khususnya melalui pelabuhan Belawan masih teridentifikasi membawa vektor penyakit. Hal ini dapat disebabkan oleh masih rendahnya pengendalian vektor penyakit yang dilakukan oleh ABK.

Beberapa indikator rendahnya tingkat pengendalian vektor penyakit di atas kapal oleh ABK adalah masih dijumpainya vektor (tikus, kecoa) di atas kapal, perangkap tikus dibiarkan tersimpan rapi di gudang, rat guard tidak terpasang dengan baik, tangga kapal tidak dinaikkan setinggi 60 cm, tidak melakukan penyemprotan

secara rutin dan masih membiarkan vektor hidup di atas kapal tanpa melakukan tindakan apapun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pengendalian vektor penyakit di kapal relatif bervariasi berdasarkan beberapa indikator. Namun secara umum diperoleh data 65,2 % responden tidak memasang perangkap tikus, 69,6 % responden tidak memasang rat guard, 58,7 % responden tidak menaikkan tangga setinggi 60 cm dari dermaga, 60,9 % membiarkan tikus hidup di atas kapal, 58,7 % responden membiarkan kecoa hidup di atas kapal dan 41,3 % responden tidak menutup celah- celah dinding/ruangan yang menjadi tempat telur/kapsul kecoa untuk berkembangbiak.

Adapun penyebab rendahnya pengendalian vektor penyakit cenderung akibat beberapa variabel faktor pendukung dan pendorong. Faktor pendukung dalam hal ini adalah ketersediaan waktu untuk melakukan tindakan pengendalian vektor penyakit masih kurang karena kesibukan ABK untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Sedangkan faktor pendorong adalah rendahnya dukungan teman seprofesi akibat kurangnya kerja sama diantara para ABK untuk melakukan pengendalian vektor penyakit, rendahnya dukungan dari kapten kapal akibat kurangnya komunikasi tentang pengendalian vektor penyakit antara ABK dengan kapten kapal.

Menurut Notoatmodjo yang mengutip pendapat Kar (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya, dukungan sosial dari masyarakat dalam hal ini teman seprofesi, tokoh yang berpengaruh (kapten kapal) atau dukungan/sikap

petugas kesehatan (petugas KKP) dan adanya situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (ketersediaan waktu yang dimiliki ABK). Oleh sebab itu tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan tokoh lain yang berpengaruh di lingkungan sekitar pekerjaannya. Untuk berperilaku sehat, kadangkala yang diperlukan ABK bukan hanya pengetahuan dan sikap positif atau dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh atau dukungan dari teman-teman, dari tokoh yang dianggap berpengaruh, lebih-lebih para petugas kesehatan.

Dokumen terkait