LANDASAN TEORI
B. Kerangka Teori
3. Dewan Pengawas Syariah
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,
No: Kep-98/MUI/III/2001):DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan
syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga
keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan
di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari
DSN. Dalam Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa dalam
tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa DPS wajib dibentuk di Bank
Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah. Dalam PBI
No.11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah juga disebutkan pengertian DPS
yaitu DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. DPS
merupakan suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan supervises /
pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar
lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah. DSN
merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisi dan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS
berkedudukan di kantor pusat dan berkewajiban melihat secara langsung
pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN
merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisidan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk
usaha bank, asuransi dan reksadana. Menurut MUI (SK MUI No.
Kep.754/II/1999), ada 4 tugas pokok DSN,yaitu;
1. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian
3. Mengeluarkan fakta atas produk keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan
DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi
harus sesuai dengan prinsip syariah, yang paling utama adaalah mengesahkan dan
mengawasi produk-produk yang dikeluarkan bank agar sesuai dengan ketentuan
syariah dan undang-undang yang berlaku. DPS dalam strukrur organisasi bank
syariah diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap
bank syariah. Posisi yang demikian ditujukan agar DPS lebih berwibawa dan
mempunyai kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada semua direksi di bank tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pengaplikasian produk perbankan syariah. Oleh sebab itu, penetapan DPS
dilakukan melalui RUPS setelah nama-nama anggota DPS tersebut mendapat
pengesahan dari DSN.
Fungsi dan Peran DPS dalam perbankan syariah sangat berhubungan kuat
dengan manajemen resiko perbankan syariah, yaitu resiko reputasi, yang
memungkinkan adanya dampak pada resiko lainnya, seperti resiko likuiditas.
Pelanggaran syariah complience yang dibiarkan DPS atau luput dari pengawasan
DPS, jelas akan merusak citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat,
sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah
yang bersangkutan. Untuk itulah peran DPS di bank syariah harus benar-benar
dioptimalkan, kualifikasi menjadi DPS harus diperketat, dan formalisasi perannya
Peranan Dewan Pengawas Syari’ah sangat strategis dalam penerapan
prinsip syariah di lembaga perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN
MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa
Bhakti Th. 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam
satu tahun anggaran
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
Ratna Aditya Ningrum, Fachrurrozie, dan Prabowo Yudo Jayanto (2013)
membahas tentang “Pengaruh Kinerja Keuangan, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Dewan Pengawas Syariah terhadap Pengungkapan ISR”.Tujuan dari
penelitian ini adalahuntuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan, kepemilikan
institusional, danukuran dewan pengawas syariah terhadap pengungkapan Islamic
Social Reporting (ISR).Hasil dari penelitian menunjukan secara simultan variabel
kinerja keuangan,kepemilikan institusional dan ukuran dewan pengawas syariah
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Sosial Reporting. Secara parsial
variabel kepemilikan institusional dan ukuran dewan pengawas syariah
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Sosial Reporting, sedangkan
variabel kinerja keuangan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic
sekarang dimanakeduanya membahas mengenai Islamic Social Reporting,
sedangkan perbedaan antara keduanya, pada penelitian yang ini membahas
mengenai pengaruh kinerja keuangan, kepemilikan institusional, dan ukuran
dewan pengawas syariah terhadap pengungkapan ISR sedangkan penelitian yang
sekarang merupakan studi komparasi pengungkapan CSR pada perbankan syariah
Indonesia dan Malaysia menggunakan Islamic Social Reporting Index.
Pada penelitian ini peneliti mengukur pengaruh ukuran Dewan Pengawas
Syariah, jumlah rapat DPS, dan rangkap jabatan DPS terhadap ROA.
a) Jumlah Anggota Dewan Pengawas Syariah
Ahmad Ridwan (2011) DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dalam
rangka penerapan prinsip Good Corporate Governance dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka DPS dapat melakukan perangkapan jabatan
dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank
Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS
anggota DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.
b. Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS lain
sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
c. Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota
DSN-MUI sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.
Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu:
1. Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah sebelum
No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus disesuaikan
selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.
2. Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus
disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.
b) Jumlah Rapat Dewan Pengawas Syariah
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor
30/POJK.05/2014. DPS wajib menyelenggarakan rapat DPS secara berkala
paling sedikit 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun. Perbedaan pendapat
(dissenting opinions) yang terjadi dalam keputusan rapat DPS wajib
dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat DPS disertai alasan perbedaan
pendapat tersebut. Anggota DPS yang hadir maupun yang tidak hadir dalam
rapat DPS berhak menerima salinan risalah rapat Dewan Pengawas Syariah.
Jumlah rapat DPS yang telah diselenggarakan dan jumlah kehadiran
masing-masing anggota DPS harus dimuat dalam laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik.
Menurut Bathula (2008) rapat DPS digunakan sebagai ukuran dari
intensitas kegiatan dewan dan nilai dari dewan yang relevan. Waktu rapat DPS
merupakan sumber daya penting dalam meningkatkan efektivitas DPS yang
akan berdampak luar biasa pada kinerja dari DPS, dan pertemuan yang efektif
penting bagi keberhasilan tugas DPS.
c) Rangkap Jabatan DPS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK
Konglomerasi Keuangan. Dalam aturan ini, struktur direksi, Dewan Pengawas
Syariah dan dewan komisaris lembaga jasa keuangan (LJK) diperbolehkan
untuk rangkap jabatan.
Yonatan Hermanto (2015) rangkap jabatan memiliki pandangan
berbeda-beda tergantung dari sisi mana yang dilihat. Misalnya, dari sisi pengaturan di
pasar modal, jika dikaitkan dengan transaksi terafiliasi rangkap jabatan
merupakan hal yang negatif.
Yonanto (2015) jika dilihat dari sisi praktik di lapangan, rangkap jabatan
biasanya diisi oleh orang-orang yang sudah ahli di bidangnya. Bukan hanya
itu, dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), tak ada
klausul lebih rinci mengenai kewajiban atau hak dari pemegang saham
pengendali. Untuk lebih rinci malah diatur dalam peraturan Bank Indonesia
(BI) atau peraturan OJK bahwa kewajiban pemegang saham pengendali lebih
banyak karena mayoritas saham yang dimilikinya. Itu fakta hukum yang de
facto terjadi, tapi dalam UU PT kita belum akomodir. Achmad Daniri (2015)
pedoman Good Corporate Governance (GCG) perbankan yang diluncurkan
KNKG hanyalah sebuah rujukan. Meski begitu, setiap industri atau
perusahaan bisa memberikan pedoman masing-masing untuk mengisi
kekosongan pada UU PT. Pedoman yang dikeluarkan KNKG hanya rujukan,
setiap perusahaan bisa berikan pedoman masing-masing untuk mengisi
kekosongan dari UU PT itu sesuai dengan prinsip-prinsip GCG” .
Ismanto Kuat (2009) Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Ini menjadikan ketentuan
mengenai dewan pengawas syariah (DPS) di bank menjadi lebih
fleksibel.Sebelumnya berdasar PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,
anggota DPS ditetapkan merangkap jabatan di dua bank syariah dan dua
lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota DPS
dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua
bank.