• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

2. Di dalam Lingkungan Kampus

Pada kajian penelitian ini membahas presentasi mahasiswa homoseksual di kota Serang. Subjek yang menjadi kajian pada penelitian ini yaitu mahasiswa homoseksual. Sehingga salah satu ruang lingkup lingkungan sosial yang akan dibahas pada SUB BAB ini yaitu di lingkungan sosial kampusnya. tempat

individu gay ini menjadi bagian dari anggota lingkungan sosial tersebut untuk

melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sepergaulan di lingkungan kampusnya.

Lingkungan kampus merupakan lingkungan sosial kedua atau sosialisasi sekunder setelah lingkungan keluarga. Di mana ketika seseorang telah memasuki jenjang pendidikan di bangku universitas, maka orang tersebut dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melawati fase anak-anak dan remaja dan menuju fase dewasa. Pada tahap ini di mana manusia atau seseorang yang telah disebut sebagai manusia dewasa. Dia bukan hanya menempatkan dirinya pada posisi orang lain, tetapi juga dapat bertenggang rasa dengan masyarakat secara luas. Seseorang telah menyadari pentingnya peraturan-peraturan sehingga kemampuan bekerjasama menjadi mantap. Dalam tahap ini, manusia telah menjadi warga masyarakat sepenuhnya.

Hidup berbaur di lingkungan keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat menunjukkan terjadinya sosialisasi. Di lingkungan sekolah atau universitas, seseorang pada awal tahun ajaran baru, di mana mahasiswa lama dan mahasiswa baru berbaur menjadi satu. Bagi mahasiswa baru mereka akan bertemu dengan teman-teman baru, dosen atau pengajar baru dan orang-orang lain yang belum mereka kenal di sekolah sebelumnya. Setiap anggota baru dari kelompok atau masyarakat harus mempelajari kebiasaan melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi. Jadi, untuk bisa dianggap sebagai anggota dari lingkungan sosialnya yaitu lingkungan kampusnya, seseorang harus mempelajari kebiasaan-kebiasaan anggota masyarakat yang lain.

Di lingkungan sosial ini individu gay akan berusaha untuk mempelajari

peraturan-peraturan atau kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam lingkungan kampusnya tersebut. Lingkungan kampus dalam penelitian ini berada di wilayah

kota Serang, yang masyarakatnya merupakan masyarakat heteroseksual yang

beragama. Selain itu background kota Serang merupakan kota santri. Sehingga

individu gay yang menjadi seorang mahasiswa di wilayah kota Serang, harus

mengikuti peraturan dan kebiasaan dari mayoritas masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan pilihan orientasi seksual.

Di wilayah inilah individu gay itu akan membangun dan menunjukkan

sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran individu mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya dapat diterima oleh teman-teman sepergaulan

di kampusnya. individu gay akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam

penampilan mereka.

Key informan pertama yaitu AL, mengakui bahwa keberadaan

homoseksual gay di kota Serang sendiri masih belum dapat diterima

keberadaannya, dan masih menjadi kontroversi. Karena kondisi lingkungan sosial

di kota Serang, di mana masyarakatnya religius dan Serang identik dengan kota

santri, sehingga mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat yang heteroseksual atau menyukai lawan jenis yaitu laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan dengan laki-laki. Sehingga dari kondisi lingkungan masyarakat yang seperti ini. AL mengakui bahwa dia memiliki peran ganda, atau dualisme peran. Ketika berada di lingkungan sosial yang masyarakatnya heteroseksual seperti di lingkungan kampusnya, maka dia akan berperilaku layaknya seperti laki-laki heteroseksual yang menyukai perempuan.

“keberadaan gay atau homoseksual sebenarnya masih kontroversi ya.. dimanakan kita tahu ya, kalau masyarakat kita itu masih memegang adat budaya timur, jadi kalangan kita sendiri khususnya yaitu kaum gay mereka masih tersembunyi, jadi hanya sesama komunitas saja kita tahu kalau misalnya kita itu gay. Untuk menghindari adanya keterbukaan pengungkapan jati diri kita.”90

Sama seperti key informan diatas, key informan kedua ini yaitu EL juga

mengakui bahwa dia memiliki kekhawatiran untuk membuka identitas dirinya kepada masyarakat, yang pada akhirnya EL memutuskan untuk tetap merahasiakan identitasnya tersebut kepada orang lain.

“Gue masih pengin hidup, kalau gue ungkapin ke masyarakat sama saja gue cari mati!. Jadi ya gue mau enggak mau ya harus menyembunyikan identitas gue ini yang sebenarnya, ya dengan cara berperilaku normal saja layaknya laki-laki normal gitu”.91

Ketiga key informan dalam penelitian ini sepakat, termasuk YEL. Dengan

kondisis masyarakat Serang yang mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat beragama islam dengan kota Serang yang identik dengan kota santri, tidak memungkinkan YEL untuk memberitahukan kepada orang lain termasuk

teman-teman di kampusnya mengenai identitasnya sebagai seorang gay. Tetapi

meskipun YEL merahasiakan identitasnya tersebut, dia tidak mau mejadi pribadi yang tertutup.

“ya tadi itu, di Serang sendiri masih banyak yang kontroversial sih yaaa soalnya kan mereka untuk serang sendiri kan yaaah itu mereka lebih….agamanya lebih kuat jadi kan makanya mereka enggak akan nerima yang kaya begitu. kalau untuk orang tua sih, kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya                                                                                                                          

90

AL dalam wawancara 29 september 2015.

sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.”92

Dari kondisi masyarakat kota Serang yang dianggap oleh ketiga key

informan ini masih memegang adat budaya timur, sehingga keberadaan kaum gay

masih sulit untuk diterima di kalangan masyarakat Serang, mengakibatkan

individu gay dalam penelitian ini, sedikit mengalami kesulitan pada saat

bersosialisasi dengan masyarakat heteroseksual.

Termasuk AL, AL memutuskan untuk melakukan kegiatan seperti sandiwara di hadapan teman-teman kampusnya dengan cara mempunyai dua kepribadian. Yaitu sebagai laki-laki heteroseksual ketika dia berada di lingkungan

kampusnya yang mayoritas heteroseksual dan sebagai individu gay atau menjadi

jati diri aslinya, ketika dia berada di lingkungan sesama gay. Upaya yang dilakukan oleh AL ini dilakukan supaya AL tetap merasa diterima di lingkungan

sosialnya tersebut. Karena apabila identitas aslinya sebagai seorang gay diketahui

teman-teman kampusnya, maka dia bisa mendapatkan tekanan psikis berupa anggapan-anggapan aneh yang ditunjukkan dari teman-temannya kepada dirinya.

“ya.. pasti sih ada kesulitan ya, maksudnya dilihat dari budayanya kita sudah beda ya, jadi kita dalam istilahnya kita mesti mempunyai 2 (dua) kepribadian ya.. di mana kita di tengah masyarakat misalnya di lingkungan kampus dengan teman-teman, kita istilahnya kita seolah-olah normal gitu. Jadi, mau tidak mau jika kita menolak harus terpaksa kita mengikuti kultur atau budaya yang ada di masyarakat tersebut, jadi mau tidak mau kesulitan itu bisa jadi menjadi tekanan untuk kita sendiri.”93

Key informan kedua ini yaitu EL mengungkapkan, bahwa keberadaan

homoseksual gay tidak dapat dikatakan sebagai sebuah ancaman dalam

                                                                                                                         

92

 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.  

kehidupan. Karena mereka sama halnya seperti laki-laki pada umumnya, seperti dari cara berpakaian yang mereka pakai. Yang mungkin membedakan hanya pilihan orientasi seksualnya saja. Dan selama mereka tidak menganggu aktivitas, maupun mempengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat untuk berubah.

Keberadaaan kaum homoseksual khususnya gay, masih dianggap wajar dan dapat

diterima. Karena dari cara berpenampilan pun mereka tidak seperti laki-laki kewanita-wanitaan yang sering disebut sebagai seorang waria.

“ya.. menurut saya sih selama dia tidak menganggu satu sama lain, tidak mengusik satu sama lain.. yang notabenenya istilahnya, dia seperti cowok normal saja gitu. Gak seperti yang kaya apa.. laki-laki kewanita-wanitaan kaya gitu gitu.. ya, gak masalah gitu, soalnya juga istilahnya dari cara berpakaian penampilan mereka juga kalau gay kaya gitu masih.. masih normal aja gitu, seperti laki-laki lain kaya gitu.”94

Pada saat di lingkungan kampus, ketika YEL sedang bersama dengan teman-temannya. YEL mengakui bahwa dia termasuk tipe individu yang ceria.

Dan tidak terlalu mengambil pusing dengan kondisi dirinya sebagai gay pada saat

dia berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan teman-teman kampusnya, dia bersikap santai dan menjadi dirinya yang apa adanya. Tetapi meskipun sikapnya yang santai seperti itu, dia tetap berusaha untuk menjaga

identitas dirinya sebagai seorang gay, supaya tetap tidak diketahui oleh

teman-teman kampusnya.

“sebenarnya sih karena saya orangnya nyantai sih.. jadi enggak terlalu memikirkan banyak hal. Hal-hal sulitnya itu kalau misalnya mau pure dengan jalan seperti ini yaitu, ngasih tahu ke teman-teman kampus misalnya, pasti banyak banyak hal yang bakal dikorbanin juga nantinya juga gitu, makanya lebih baik kalau bagi saya yaudahlah jalan saja, nyantai saja, gitu. Kalau saya sih karena saya kan punya banyak teman, jadi nyantai-nyantai saja enggak ngasih tahu “eh” saya gini-gini loh.                                                                                                                          

Buat apa gitu loh! Enggak ada untungnya juga, malah ngerugiin juga ya kan.”95

Pada saat AL berada di lingkungan kampus, dan dia sedang bersama dengan teman-temannya, AL merupakan pribadi yang ceria, cerewet dan dia termasuk pribadi laki yang lebay jika dibandingkan dengan teman laki-lakinya di lingkungan kampusnya. Karena pada saat AL berada di lingkungan kampus, dia merasa bebas untuk berekspresi, jika dibandingkan dengan di dalam lingkungan keluarganya. Sehingga dia bisa menjadi dirinya yang apa adanya,

tetapi tetap untuk menjaga kerahasiaan jati diri aslinya sebagai gay kepada

teman-temannya.

“justru kalau di lingkungan kampus saya merasa bebas, jadi apa yang saya ucapkan ya plong.. tanpa mesti ada saya jaim, mesti saya istilahnya menutup diri, atau dalam arti saya tidak terbuka secara langsung, tapi mereka yang istilahnya menerka dari gaya bicara saya, maksudnya saya seperti apa, entah mereka menyadari atau tidak, karena mereka sendiri yang menerka, mungkin mereka bisa membaca gelagat dari gaya bicara saya ya mungkin beda.. karena, secara lebih aktif atau istilahnya lebih cerewet apa gimana gitu.”96

Untuk key informan kedua ini yaitu EL, dia mengatakan bahwa dia

merupakan pribadi yang tidak terlalu tertutup ketika berada di lingkungan kampus. Sama seperti teman-teman di kampusnya yang lain, dia juga ikut berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman di kampusnya baik itu perempuan ataupun laki-laki. Tetapi, EL mengungkapkan bahwa dia lebih sering menghabiskan waktu untuk bersama dengan 2 (Dua) sahabat perempuannya ketika berada di kampus.

                                                                                                                         

95

YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.

“kalau dari saya pribadi sih, kalau untuk komunikasi atau enggak berbaur sama teman-teman dikampus sih enggak ada masalah ya, saya juga bukan orang yang yang terlalu menutup diri. Istilahnya sama kaya yang lain saja, kaya teman-teman yang lain atau sama laki-laki lain yang ikut kumpul juga, yang istilahnya ngobrol-ngobrol bareng gitu sama teman-teman cowok lain. Tapi emang kalau di kampus itu saya lebih seringnya sama 2 (dua) sahabat cewek saya. Ya kadang teman yang cowok suka pada nanya, ko mainnya sama cewek 2 (dua) itu mulu sih, sini dong main sama kita-kita.”97

Pada saat di lingkungan kampus, ketika YEL sedang bersama dengan teman-temannya. YEL mengakui bahwa dia termasuk tipe individu yang ceria.

Dan tidak terlalu mengambil pusing dengan kondisi dirinya sebagai gay pada saat

dia berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan teman-teman kampusnya, dia bersikap santai dan menjadi dirinya yang apa adanya. Tetapi meskipun sikapnya yang santai seperti itu, dia tetap berusaha untuk menjaga

identitas dirinya sebagai seorang gay, supaya tetap tidak diketahui oleh

teman-teman kampusnya.

“kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.”98

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana AL merupakan pribadi

yang ceria, cerewet dan lebay, sehingga hal tersebut juga ikut mempengaruhi body

language AL. Menurut AL pribadi, body languagenya ketika dia sedang bersama dengan teman-teman kampusnya, terkadang dia suka mempraktikkan gaya kewanita-wanitaan, misalnya seperti slogan artis syahrini yang sedang hits pada

                                                                                                                         

97

EL dalam wawancara 29 September 2015.

saat itu beserta dengan tingkah lakunya yang genit. Meskipun seperti itu, AL tidak bermaksud untuk menunjukkan secara langsung kepada teman-temannya

mengenai rahasia akan jati dirinya yang sebenarnya sebagai seorang gay kepada

teman-teman kampusnya. Sebaliknya bagi AL sikap yang dia tunjukkan kepada teman-temannya itu hanya sebatas untuk bahan bercandaan, supaya suasana pada saat itu jadi lebih hidup atau ramai dan ceria. Dan perilaku AL yang seperti itu hanya pada saat-saat tertentu saja. Sehingga tidak terbawa hingga ke kebiasaan sehari-harinya pada saat beraktivitas.

“kalau saya di lingkungan kampus kan lebih dominan dan berinteraksi dengan wanita kan, karena di kelas juga di dominasi lebih banyak dari kaum wanita, jadi agak sedikit.. ya, mungkin saya agak kebablasan yang mengikuti body language atau bahasa tubuh yang mungkin sedang trend kali ya, kaya jargonnya syahrini yang “sesuatu” itu loh.. ya, kalo bercanda sama teman suka ngikutin gayanya saja. Tapi sebenarnya cuman buat ketawa-ketawa saja bukan untuk menunjukkan jati diri saya yang sebenarnya. Jadi saya agak terserempet mengikuti gaya atau body language yang sedang hits. Tapi kan itu ya.. balik lagi, itu kan untuk meramaikan suasana saja gitu, jadi istilahnya tetap body language saya agak kebablasan, tapi tidak sampai separah yang istilahnya mungkin dalam kita disebutnya ngondek kali ya.. kalo saya mungkin lebih masih taraf 10% kali ya.. jadi ya itu, tujuannya ya untuk meramaikan suasana saja.”99

Berbeda dengan key informan diatas, dari hasil pengamatan yang peneliti

lakukan selama berinteraksi dengan key informan kedua ini, berbeda dengan key

informan yang lainnya, EL lebih cenderung ke individu gay yang mainly.

“body language, ya.. tergantung orang ada yang apa.. dari body languagenya ada yang memang sudah mencirikan, ada yang memang menutupi, atau apa istilahnya biasanya biar orang enggak tahu.. tapi, kalau saya sih normal saja.”100

                                                                                                                         

99

AL dalam wawancara 29 september 2015.

Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL, berbeda dari kedua key

informan, dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan selama penelitian, key

informan ketiga ini yaitu YEL dari bahasa tubuh seperti lentikan jari terlihat sedikit seperti kewanita-wanitaan ketika sedang berbicara, dan memiliki nada

suara yang lembut, yang berbeda dengan kedua key informan sebelumnya. Ketika

YEL bersama dengan teman-teman dikampusnya, dia juga terlihat hampir sama

dengan key informan pertama, YEL termasuk pribadi yang dapat meramaikan

suasana, dengan pribadi yang mudah dekat dengan orang. Dengan sikap dan gesture badan yang seperti kewanita-wanitaan, tetapi itu YEL akui sama halnya

seperti key informan pertama hanya untuk meramaikan suasana dan untuk bahan

joke. Meskipun body language yang dia tampilkan kepada teman-temannya yang

terkadang seperti kewanita-wanitaa itu teman-teman di kampusnya belum ada yang sampai mencurigai dirinya, dan menanyakan langsung padanya bahwa dia

adalah seorang gay.

“body language ya… kalau saya sih biasa saja soalnya kan emang orangnya rame sih jadinya mau temenan sama siapa saja sih merekanya kan juga enggak ngelihat saya seperti apa gitu, jadinya yaudah santai… karena memang saya dari dulu juga, kalau dari bahasa tubuh sih rata-rata mereka sih enggak sadar kalau saya seperti ini, meskipun… yang dibilang tadi kan yang lenjeh atau yang menurut kita yang namanya ngondek, ya gak ngondek-ngondek gitu juga, kalau sama temen biasa ya saya biasa saja, paling kalau sama yang sudah dekat saya itu tipe orang yang sukanya ngeledekin juga sih, jadi suka ya kalau buat bercanda-bercandaan aja, itu juga kan bercandanya tergantung situasi".101

Meskipun terdapat perbedaan dari gaya berbicara, ataupun body language

yang ketiga key informan ini tampilkan ketika berinteraksi dengan teman-teman

di kampusnya, yaitu ada yang memang dari gaya berbicaranya lembut yang

                                                                                                                         

terlihat seedikit seperti gaya wanita berbicara yang sedikit lenjeh, dan body language yang pada situasi tertentu seperti menirukan seperti gesture wanita yaitu

dari lentikan jarinya. Bahkan ada yang dari gaya berbicara dan body language nya

tidak nampak seperti yang diatas, dan cenderung lebih mainly layaknya seperti

laki-laki straight pada umumnya. Tetapi ketiga key informan ini sepakat bahwa

meskipun pilihan orientasi seksual mereka yaitu gay dan sterotype di masyarakat

bahwa gay merupakan orang yang perilaku atau sikapnya nampak seperti

kewanita-wanitaan, akan tetapi untuk gaya berpakaian yang mereka kenakan sama seperti halnya laki-laki pada umunya. Justru gaya berpakaian mereka nampak

stylish dan modis. Mereka untuk kaum gay juga sangat menyukai akan perawatan tubuh seperti memperhatikan mulai dari tatanan rambut, hingga kebersihan kulit.

Beberapa dari mereka juga tidak jarang untuk melakukan facial. Seperti yang

dikatakan oleh key informan pertama yaitu AL, bahwa:

“gaya berpakaian seperti biasa ya umumnya laki-laki, seperti di rumah ataupun di kampus, ya istilahnya kan itu tadi ya saya bukan anak alay gitu, maksudnya yang mesti pakai kaya apalah, tapi ya sedikit mengikuti trend apa gitu yang sedang hits. Cuman ya itulah kalau dari segi berpakaian ya istilahnya sesuai dengan kepribadian saya sendiri, misalnya saya lebih nyaman seperti apa cara berpakaiannya, saya seperti ini berarti ya seperti ini”.102

Sama halnya dengan key informan sebelumnya, dimana key informan

kedua ini yaitu EL juga merupakan pribadi yang stylish dan modis dari cara

berpakaian dan suka merawat dan memperhatikan penampilan badan, mulai dari tatanan rambut sampai ke kebersihan kulit.

“misalnya kalau untuk yang bisa dibedakan ya, antara homoseksual sama cowok metroseksual bisa.. istilahnya beda tipis, kalau cowok metroseksual                                                                                                                          

memang dia laki-laki normal tulen yang suka sama cewek, cuman dia memang suka banget sama yang wangi-wangi yang menjaga kebersihan segala macam, menjaga penampilan kaya gitu.. nah kalau untuk yang homoseksual istilahnya dia memang setipe untuk kaya cara berpakaian, menjaga kebersihan dari mulai muka rambut, semuanya gitu dia sangat sangat menjaga banget, cuman untuk yang homoseksual itu cuman orientasi seksnya aja yang lebih cenderung ke laki-laki kaya gitu. Nah.. kalau saya kan emang orangnya paling rishi kalau ada jerawat bandel di muka gitu, makanya sering facial buat ngejaga kebersihan muka juga. Kalau buat ngejaga penampilan badan saya biasanya suka nge gym juga sama sauna, ada itu di daerah ciracas tempat gym gitu yang emang banyak juga kaum-kaum kaya kita gini. Cuman emang kalau orang awam mungkin agak susah juga kalau ngebedain ya”.103

Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL sama seperti kedua key informan

diatas, dengan gaya berpakaian yang sama halnya seperti laki-laki straight pada

umumnya. Tetapi, key informan ketiga ini dari hasil pengamatan yang dilakukan

oleh peneliti ketika melakukan pengamatan kepada YEL, dia merupakan laki-laki

dengan gaya berpakaian yang santai, dan biasa saja. Tidak seperti kedua key

informan sebelumnya.

“kalau di kampus ya biasa saja santai aja. Ya kaya laki-laki lain, ya bukan karena mentang-mentang kita kaya gini gitu ya, yang orang bilang gay terus gaya berpakaiannya kaya perempuan juga gitu, itu mah namanya bencong. Ya biasa saja santai pakai kaos kalau enggak kemeja sama celana jeans saja kalau pas ke kampus”.104

Ketika berada di lingkungan kampus ketiga key informan ini tentu saja

mempunyai seorang atau beberapa sahabat. Jika orang terus berinteraksi dan menyukai apa yang mereka temukan di satu sama lain, mereka mulai menganggap

Dokumen terkait