• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dialog Agama menurut Armada Riyanto

Kekerasan Berkedok Agama dan Konflik dalam Masyarakat

G. LANGKAH PEMBELAJARAN 4. Pertemuan Pertama

2. Dialog Agama menurut Armada Riyanto

Kehidupan yang rukun dan damai antar pemeluk agama merupakan dambaan

seluruh masyarakat. Dialog sebagai suatu upaya yang tepat untuk menuju perdamaian dengan kelompok-kelompok agama lain. Dialogue Proclamation (1991) 9, membedakan tiga macam arti dialog. Arti pertama tingkat manusiawi sehari-hari, sebagai komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar saling tukar informasi, atau untuk meraih kesepakatan, atau menjalin persatuan. Arti kedua lebih berkaitan dengan tugas evangelisasi yang harus dijalankan dalam semangat dialogis. Dialog dalam arti ini dipahami sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, terbuka, suka mendengarkan orang lain. Arti ketiga merupakan arti merupakan hubungan antar agama yang positif dan kontruktif. Hubungan ini dilangsungkan dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan jemaah-jemaah dari agama-agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya (DM 3), dalam ketaatan kepada kebenaran dan hormat terhadap kebebasan.

Menurut Yohans Paulus II, dialog dalam level yang paling mendalam pada prinsipnya ialah dialog keselamatan. Yang dimaksudkan dengan dialog keselamatan ialah dialog yang terus-menerus berusaha menemukan, memperjelas, dan memahami tanda-tanda Allah dalam persatuan manusia sepanjang masa. Dialog keselamatan merupakan sharing keselamatan. Dalam dialog ini mereka yang terlibat di dalamnya diajak untuk saling membagikan pengalaman keselamatan.

Berikut ini merupakan pemaparan mengenai bentuk dialog agama yang dapat diupayakan untuk mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama yang pluralis seperti di Indonesia.

a. Dialog Kehidupan (bagi semua orang)

Dialog kehidupan diperuntukkan bagi semua orang dan sekaligus merupakan level dialog yang paling mendasar. Sebab ciri kehidupan bersama sehari-hari dalam masyarakat majemuk yang paling umum dan mendasar ialah ciri dialogis.

Kita sering hidup bersama dengan umat beragama lain dalam suatu lingkungan atau daerah. Dalam hidup bersama itu, kita tentu berusaha untuk bertegur sapa, bergaul, saling mendukung dan saling membantu satu sama lain. Hal itu dilakukan bukan saja demi tuntutan sopan santun dan etika pergaulan, tetapi juga tuntutan iman kita.

b. Dialog Karya (untuk berkerjasama)

Yang dimaksudkan dengan dialog karya adalah kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain. Sasaran yang hendak diraih jelas dan tegas, yakni pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Bentuk dialog semacam ini sekarang kerap berlangsung dalam kerangka kerjasama organisasi-organisasi internasional, di mana orang-orang kristen dan para pengikut agama-agama lain bersama-sama menghadapi masalah-masalah dunia.

Dalam hidup bersama dengan umat beragama lain, kita sering diajak dan didorong untuk bekerja sama demi kepentingan bersama atau kepentingan yang lebih luas dan luhur. Kita bekerja sama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan sosial karitatif, kegiatan rekreatif, dan sebagainya. Dalam kegiatan-kegiatan seperti itu, kita dapat lebih saling mengenal dan menghargai.

c. Dialog Pandangan Teologis (untuk Para Ahli)

Sebenarnya dialog teologis tidak hanya dikhususkan untuk para ahli melainkan juga untuk siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi karena menyangkut soal-soal teologis yang sering rumit, dialog semacam itu lebih tepat untuk para ahli. Dalam dialog teologis, orang diajak untuk menggumuli, memperdalam, dan memperkaya warisan-warisan keagamaan masing-masing, serta sekaligus diajak untuk mengetrapkan pandangan-pandangan teologis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada umumnya (DM 33). Karenanya dialog semacam ini membutuhkan visi yang mantap.

Dialog pandangan teologis tidak (dan tidak boleh) berpresensi apa-apa, kecuali untuk saling memahami pandangan teologis agama masing-masing dan penghargaan terhadap nilai-nilai rohani masing-masing. Dialog teologis tidak boleh dimaksudkan untuk menyerang pandangan sesame rekan dialog. Dialog teologis meminta keterbukaan dari masing-masing untuk menerima dan mengadakan pembaruan-pembaruan yang makin sesuai dengan nilai rohaninya.

d. Dialog Pengalaman Keagamaan (Dialog Pengalaman Iman)

Dialog pengalaman iman atau pengalaman keagamaan merupakan dialog tingkat tinggi. Dialog pengalaman iman dimaksudkan untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing pribadi.

Dalam hidup beriman, kita dapat saling memperkaya, walaupun berbeda agama. Ada banyak ajaran iman yang sama, ada banyak visi dan misi agama yang sama. Lebih dari itu, semua orang ternyata mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran imannya, dan dalam hal ini kita dapat saling belajar, saling meneguhkan, dan saling memperkaya.

J. BACAAN ANJURAN

Riyanto, Armada. 1995. Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik. Cet ke-7. Yogyakarta: Kanisius.

Sastrapratedja, M. 2013. Lima Gagasan yang dapat Mengubah Indonesia. Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila. Jakarta

Sutrisno, Mudji. 2004. Ide-ide Pencerahan. Jakarta: Obor.

Wibisono, Christianto. 2012. Gerhana Hati Nurani. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Modul 10

ANALISIS KASUS DAN TANTANGAN KE DEPAN

Kekerasan Berkedok Agama dan Konflik dalam Masyarakat

Oleh: P. Julius F. Nagel Unika Widya Mandala Surabaya

A. PENGANTAR

Di dalam Allah tidak ada “mereka” atau orang lain, atau apalagi “musuh” Allah atau yang disebut “kafir”, dan seterusnya. Dalam Allah yang ada adalah “kita”. Kita semua (umat beragama Muslim, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Yahudi, Konghucu, aneka aliran kepercayaan dan semuanya) adalah saudara dalam Allah. Dialog sejati untuk membangun persaudaraan sejati antar umat beragama hanya mungkin terjadi apabila relasi di antara umat berada dalam dataran ini, dataran relasi “kita”. Artinya – sekali lagi – dalam Allah, KITA semua adalah saudara.

Dari mana konflik agama? Dari sekian banyak perkara yang bisa dikatakan eksklusivisme penghayatan iman merupakan salah satu isu jawaban paling santer dan terdepan. Ekslusivisme tampak dalam aneka adagium baik dikatakan maupun tersimpan rapat – rapat di hati bahwa “kelompok kami adalah yang paling benar”, bahwa “Allah adalah Allah kami, sementara kelompok lain kafir atau musuh Allah”. Ungkapan – ungkapan ini lantas mematri secara sah aneka kekerasan dengan motif agama.

Modul ini akan berusaha mencari causa prima – penyebab utama kekerasan berkedok agama dan konflik dalam masyarakat. Setelah ditemukan penyebab utamanya maka berusaha mencari solusi terhadap kasus dan tantangan ke depan.

Modul ini sangat relevan untuk membongkar ekslusivisme penghayatan hidup beragama di satu pihak dan di lain pihak untuk membangun kepercayaan kepada Allah secara baru, untuk menggagas model penghayatan iman yang merangkul semua, untuk menumbuhkan persaudaraan sejati (“kita”) dengan siapa pun, untuk merajut relasi perdamaian dengan tetangga atau siapa saja berdasarkan relasi “kita” dalam Allah.

B. KOMPETENSI DASAR

1. Mahasiswa memiliki pemahaman tentang kekerasan berkedok agama dan konflik dalam masyarakat

2. Mahasiswa memiliki rasa tanggung jawab dalam keterlibatannya penghayatan hidup beragama di satu pihak, dan di lain pihak untuk membangun kepercayaan kepada Allah secara baru.

3. Mahasiswa memiliki kepedulian untuk mencari solusi terhadap kasus dan tantangan ke depan yaitu kekerasan berkedok agama dan konflik dalam masyarakat.

C. POKOK BAHASAN

1. Kekerasan berkedok agama 2. Konflik dalam masyarakat

D. PERLENGKAPAN

1. Laptop dan LCD

2. Slide dan film pendek atau artikel dari media elektronik yang menggambarkan tentang kekerasan berkedok agama, dan konflik dalam masyarakat.

3. Materi dari buku yang memberikan alternatif solusi terhadap kasus dan tantangan ke depan yaitu kekerasan berkedok agama dan konflik dalam masyarakat

4. Kertas kerja

E. DURASI

Satu kali pertemuan (1 x 100 menit)

F. METODE

1. Mahasiswa menyimak slide dari media elektronik atau film pendek 2. Kerja individual, diskusi kelompok, kesimpulan

G. LANGKAH PEMBELAJARAN

No Langkah Pembelajaran Waktu

1 Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyampaikan:

a Kompetensi yang harus dicapai dan materi pokok yang akan dipelajari 10 menit b Metode pembelajaran yang akan dipakai

c Panduan ringkasan/praktis untuk menyimak/mengkritisi sejumlah slide dan film pendek

2 Kegiatan Inti

a Diskusi/kerja kelompok dengan tugas:

• Mencari causa primakasus dan tantangan ke depan yaitu kekerasan berkedok agama dan konflik dalam masyarakat

• Mencari solusi / jalan keluar terhadap kasus dan tantangan ke depan tersebut

30 menit

b Presentasi dan tanya jawab hasil diskusi kelompok 30 menit

c Dosen memberikan alternatif solusi yang telah dipersiapkan dari salah satu bab buku yang berjudul “Agama anti Kekerasan

Membangun Iman Yang Merangkul”, dan bab “Fungsi Agama Sebagai Perekat Integrasi Bangsa” dari buku yang berjudul “Lima Gagasan Yang Dapat Mengubah Indonesia”.

3 Kegiatan Penutup

Mahasiswa membuat kesimpulan, refleksi dan rencana aksi (masing-masing 1-2 kalimat) pada kertas kerja yang telah disediakan

10 menit

H. REFLEKSI

Refleksi diarahkan untuk memaknai kembali pengalaman-pengalaman mengenai hubungan antar pemeluk agama, baik yang bersifat konstruktif (penuh persahabatan dan kedamaian) maupun destruktif (penuh permusuhan dan pertikaian). Mahasiswa perlu memeriksa secara teliti dan jujur apakah dirinya termasuk pemeluk agama yang taat dan toleran kepada pemeluk agama lain ataukah tidak. Bagaimana dirinya selama ini bergaul dengan orang yang berbeda agama, cenderung tertutup ataukah terbuka?

I. BACAAN