• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIDIK TINGKAT SD/MI SEBAGAI PRASYARAT TERWUJUDNYA GENERASI EMAS

Dalam dokumen Professional Learning Untuk Indonesia Emas (Halaman 71-80)

Dina Rahma Fadlilah

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Email: drahma89@gmail.com

Abstrak: Dalam 100 tahun kemerdekaan Indonesia tahun 2045, Indonesia memperoleh bonus demograi berupa potensi kekayaan sumber daya manusia (SDM) usia produktif. Hal ini menjadi sangat berharga jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sedari dini. Pengelolaan melalui pendidikan dari jenjang pendidikan dasar (SD/MI) dapat menghasilkan SDM yang berkualitas dan menjadi generasi emas karena memiliki karakter berlandaskan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual dan sosial sejak dini yang dapat diteruskan hingga dewasa. Namun, berkarakter tanpa kesehatan tidak ada artinya, karena tanpa kesehatan produktivitas menurun. Pembahasan ini bertujuan untuk mengungkapkan pentingnya pemberian pendidikan gizi guna menciptakan generasi emas yang bukan hanya berkarakter, namun juga sehat.

Kata kunci: Gizi dan Kesehatan, SD/MI, Generasi Emas

Pendahuluan

Bangsa Indonesia akan genap berusia 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Selain genapnya usia tersebut, mengutip dari sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012, diperkirakan pada saat itu Bangsa Indonesia diisi oleh generasi emas, yaitu generasi yang mayoritas berusia produktif, yang sekarang berusia 0-19 tahun dan menjadi peserta didik SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi, yang karena proses dan hasil pendidikan, mereka memiliki karakter yang baik dan kuat. Generasi emas ini diharapkan dapat membawa Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang lebih baik dan maju di berbagai bidang sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang adil berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan.

Harapan tersebut tidak mungkin terwujud tanpa upaya yang sungguh-sungguh terutama dalam membangun dan mengembangkan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM berkualitas adalah sumber daya manusia yang memiliki karakter berlandaskan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual dan sosial. Upaya yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan SDM yang berkualitas adalah pendidikan. Selain itu, upaya ini sebaiknya dilakukan sedari dini, yaitu dari jenjang pendidikan dasar (SD/MI), sehingga nilai- nilai yang telah ditanamkan dari SD/MI dapat dilanjutkan ke tingkat selanjutnya.

Tanpa kesehatan, SDM yang berkualitas tidak akan berarti karena kesehatan mempengaruhi produktivitas. Dalam proses pembelajaran pun kesehatan merupakan faktor internal yang harus terpenuhi oleh peserta didik. Bardasarkan hal tersebut, kesehatan adalah faktor yang patut diperhatikan dalam membentuk SDM yang berkualitas.

Gizi buruk di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang sulit diatasi oleh Bangsa Indonesia dan merupakan hambatan dalam membentuk SDM yang berkualitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi buruk sering terjadi pada anak usia sekolah dasar (6-14 tahun). Masalah gizi buruk ini dapat diatasi salah satunya dengan memberikan pendidikan gizi untuk peserta didik SD/MI. Dengan pemberian pendidikan gizi pada peserta didik SD/MI, diharapkan kesehatan pun akan meningkat dan dapat menghasilkan generasi emas yang tidak hanya berkarakter, namun juga sehat.

Generasi Emas

Generasi emas pertama kali digaungkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012. Pada tahun 2010-2035, Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Hal ini menjadi bonus demograi (demographic dividend) dari Tuhan YME yang sangat berharga bila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Maka dapat dikatakan bahwa generasi emas adalah generasi usia produktif yang sangat berharga dan bernilai yang dikelola serta dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif (Wibowo, 2013).

Ciri-Ciri Generasi Emas: Memiliki 18 Karakter

Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan dapat dijadikan sarana yang strategis untuk membentuk generasi emas.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentiikasi dari sumber-sumber berikut, yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional (Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010). Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentiikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

No Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai

perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. S e m a n g a t Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air Cara berikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan isik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. M e n g h a r g a i Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. B e r s a h a b a t / Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan amanatas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negaradan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010)

Oleh karena itu, ciri-ciri generasi emas, generasi yang merupakan hasil tempaan proses pendidikan adalah generasi yang memiliki 18 karakter di atas.

Pentingnya Kesehatan, Gizi dan Makanan Bagi Tubuh

WHO dalam Syaiq (2007) mendeinisikan kesehatan sebagai: “Keadaan sempurna baik isik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial.” Sedangkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan juga menjelaskan tentang deinisi kesehatan, yaitu keadaan sehat, baik secara isik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Karakter adalah hal yang utama dari manusia berkualitas. Namun, karakter juga memerlukan kesehatan jiwa dan raga (Manullang, 2013). Sementara itu, Adisasmito (2007) menyatakan bahwa SDM yang berkualitas dicirikan dengan isik yang tangguh, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Sedangkan Syaiq (2007) berpendapat bahwa tanpa kesehatan, tidak akan ada SDM yang intelektual dan produktif. Kesehatan juga adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi sebelum hak-hak asasi lainnya dapat dipenuhi. (Syaiq, 2007).

Kesehatan tubuh sangat berhubungan dengan gizi. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat-zat gizi yang harus didatangkan dari makanan (Almatsier, 2009). Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini

berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak sehingga tidak mampu berfungsi dengan normal (Anwar, 2008 dalam Pamularsih, 2009).

Manusia memerlukan zat gizi untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan isik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan. Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh digolongkan ke dalam enam macam, yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral dan (6) air (Suhardjo dan Kusharto, 1988).

Tubuh yang kekurangan gizi akan berakibat buruk pada tubuh. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh bergantung pada zat- zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada beberapa proses, yaitu: pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku. Tubuh yang kelebihan gizi pun tidak baik bagi tubuh. Gizi lebih dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung empedu (Almatsier, 2009).

Mewujudkan Manusia Sadar Kesehatan Melalui Pendidikan Gizi Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia yang bekualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM Indonesia masih rendah. Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan status kesehatan penduduk (Azwar, 2004). Sejalan dengan Azwar (2004), Adisasmito (2007) juga menerangkan bahwa strategi sebuah bangsa dalam menciptakan SDM yang sehat sangat terkait dengan penanganan gizi buruk.

Status gizi dan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pendidikan (Atmarita, 2004). Pendidikan gizi harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal pada sekolah dasar, sekolah menengah, serta ditingkat akademi dan universitas (Suhardjo, 2006). Pada dasarnya program pendidikan gizi bertujuan merubah perilaku yang kurang sehat menjadi perilaku yang lebih sehat terutama perilaku makan (Sahyoun dkk, 2004). Pendidikan gizi bisa diterapkan di sekolah dasar melalui program-program yang sudah ada misalnya dipadukan dengan program PMTAS maupun kegiatan rutin yang

dilakukan sekolah (Zulaekah, 2009). Dengan penerapan pendidikan gizi di sekolah, penyakit yang terjadi karena kekurangan gizi dapat diatasi, sesuai dengan Zulaekah (2009) yang mengungkapkan bahwa dengan adanya pendidikan gizi yang dipadukan dengan suplementasi zat besi di sekolah masalah anemia di Indonesia dapat teratasi.

Atmarita (2004) menambahkan bahwa, tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Oleh sebab itu, jika upaya peningkatan pendidikan pada masyarakat dilakukan, status gizi dan kesehatan dapat berubah secara signiikan. Perubahan status gizi sangat signiikan terjadi jika dilakukan upaya sebagai berikut, diantaranya peningkatan pendidikan sampai jenjang SLTP pada laki-laki dan peningkatan pendidikan sampai jenjang SLTP pada perempuan (Atmarita, 2004).

Gambar 1. Bagan penyebab kurang gizi. Kurang pendidikan merupakan salah satu faktor kurang gizi (Adisasmito, 2007)

Februhartanty (2005) memaparkan, penyampaian pendidikan gizi di sekolah dilakukan tidak cukup dengan cara memasukkan materi tentang gizi ke dalam beberapa mata pelajaran, seperti biologi, olahraga, ilmu kesehatan dan ekonomi keluarga. Menurutnya, penyampaian pendidikan gizi di sekolah formal membutuhkan kajian ulang pada berapa hal, yaitu 1) topik dan mata pelajaran sekolah, dimana gizi adalah sebuah komponen; 2) orang yang menyampaikan materi; 3) kesiapan majemen sekolah dalam memberikan proses pembelajaran yang kondusif; 4) koordinasi antara departemen kesehatan dan departemen pendidikan; 5) komitmen pemerintah Indonesia dalam memantapkan promosi kesehatan melalui sekolah di Indonesia.

Penutup

Untuk terciptanya generasi emas (SDM yang berkualitas), berkarakter dan sehat diperlukan pendidikan gizi sedari dini, yaitu jenjang pendidikan dasar (SD/MI). Hal ini bertujuan agar peserta didik memiliki wawasan mengenai gizi. Wawasan tersebut dapat menjadi bekal untuk peserta didik dalam memilih asupan makanan yang baik bagi tubuhnya sehingga kesehatannya terjaga.

Daftar Pustaka

Adisasmito, Wiku, Ph.D., 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. RajaGraindo Persada.

Almatsier, Sunita, 2009. Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Atmarita, Tatang S. F., 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: 1-37.

Azwar, Azrul, 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi: 1-16.

Februhartanty, J., 2005. Nutrition Education: It Has Never Been an Easy Case for Indonesia. Food and Nutrition Bulletin. 26(2): S267-S274. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan

Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010. Bahan Pelatihan: Penguatan Metode Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa.

Emas 2045. Jurnal Pendidikan Karakter. 3(1): 1-14.

Pamularsih, Arni, 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sahyoun, NR., Pratt, CA., Anderson, A., 2004. Evaluation of Nutrition

Education Intervensions for Older Adults: a Proposed Framework. J. Am. Diet Assoc. 104(1):58-69.

Suhardjo & Clara M Kusharto, 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Suharjo, 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Petunjuk Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. PAU-IPB: Bogor. Syaiq, Ahmad, 2007. Tinjauan atas Kesehatan dan Gizi Anak Usia

Dini. Makalah pada Diskusi Peningkatan Kesehatan dan Gizi Anak Usia Dini.

Wibowo, Mungin E., 2013. Menyiapkan Bangkitnya Generasi Emas Indonesia. Prosiding Seminar Nasional X Biologi, Sains, Lingkungan dan Pembelajarannya. Surakarta: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Zulaekah, Siti, 2009. Peran Pendidikan Gizi Komprehensif untuk Mengatasi Masalah Anemia di Indonesia. Jurnal Kesehatan. 2(2): 169-178.

MEMANDANG MANUSIA DAN IMPLIKASINYA

Dalam dokumen Professional Learning Untuk Indonesia Emas (Halaman 71-80)