Pengertian Dasar Zakat
Bab 5 : Kriteria Harta Zakat
A. Kepemilikan Yang Sempurna
2. Dikuasai Secara Mutlak
Yang dimaksud dengan harta yang dikuasai secara mutlak adalah seseorang memiliki harta secara sepenuhnya dan dia mampu untuk membelanjakannya atau memakainya, kapan pun dia mau melakukannya.
Hal ini berbeda dengan seorang yang memiliki harta dengan tidak secara sempurna. Yaitu dimana seseorang secara status memang menjadi pemilik, namun dalam kenyataannya, harta itu tidak sepenuhnya dikuasainya.
Contoh-contoh lebih detail dari harta yang dimiliki secara tidak sempurna antara lain :
a. Harta Yang Hilang Tidak Wajib Zakat
Seorang yang kehilangan hartanya tidak wajib
mengeluarkan zakat atas harta itu. Sebab meski statusnya masih berhak atas harta itu, namun nyatanya harta itu tidak bisa dipakainya, karena tidak ada di tangannya. Dan tidak ada kepastian apakah hartanya itu akan kembali atau tidak. Sehingga secara prinsip, tidak ada kewajiban zakat atas harta itu.
Al-Malikiyah mengatakan bahwa bila seseorang kehilangan hartanya, untuk tahun pertama dia masih wajib mengeluarkan zakat. Tetapi untuk tahun-tahun berikutnya, sudah tidak perlu
lagi mengeluarkan zakat.17
Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa bila seseorang sedang dalam keadaan kehilangan hartanya, maka dia tidak wajib mengeluarkan zakat atas hartanya itu.
Tetapi seandainya harta itu ditemukan kembali, wajiblah atasnya mengeluarkan zakat selama masa kehilangan. Sedangkan bila untuk seterusnya harta itu tidak pernah kembali,
maka prinsipnya tidak ada kewajiban zakat atas harta itu. 18
17 Hasyiyatu Ad-Dasuki jilid 1 hal. 457-458
Harta warisan yang belum dibagikan dan diserahkan kepada ahli waris yang berhak, belum ada kewajiban atasnya zakat. Walau pun mungkin saja calon ahli waris itu sudah tahu kira-kira dia akan mendapat nilai tertentu dari harta itu.
Tetapi prinsipnya, selama harta itu masih belum diserahkan di tangannya, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.
b. Harta Yang Dipinjam Pihak Lain
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum zakat atas harta yang dipinjam pihak lain. Secara status kepemilikan memang masih jadi milik yang empunya, tetapi karena kenyataanya harta itu tidak berada dalam genggamannya, maka keadaan ini membuat suara ulama pecah.
Ibnu Umar, Aisyah, Ikrimah maula Ibnu Abbas,
radhiyallahuanhum berpendapat bahwa harta yang berada
dipinjam pihak lain tidak ada kewajiban zakat atas. Alasannya, karena harta itu tidak bisa tumbuh (ghairu naamin) selama di tangan orang lain.
Namun jumhur ulama tentang harta yang dipinjam pihak lain membedakan antara yang ada harapan kembali dengan yang tidak ada harapan kembali.
Harta yang dipinjam dan tidak jelas statusnya, akan kembali atau tidak, termasuk jenis harta yang tidak dimiliki secara penuh.
Sebagai contoh misalnya A memiliki uang bermilyar, tetapi uangnya dipinjam pihak lain (B). Namun ternyata B kemudian menghabiskan uang itu, tanpa pernah tahu apakah dia bisa membayarkannya suatu hari atau tidak.
Secara hukum, uang yang dipinjam itu milik A, namun karena tidak jelas lagi apakah uangnya itu akan kembali atau tidak, maka kepemilikian uang itu oleh A disebut kepemilikan yang tidai sempurna. Maka dalam hal ini, A tidak diwajibkan membayar zakat atas uang yang tidak lagi dimilikinya secara sempurna itu.
Bab 5 : Kriteria Harta Zakat Seri Fiqih Kehidupan (4) : Zakat - 1
98
masih mungkin kembali, meski statusnya dipinjam, hukumnya tetap wajib bagi pemiliknya untuk mengeluarkan zakatnya.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah mengatakan selama harta itu masih di tangan orang, memang tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Zakatnya dibayarkan setelah harta itu kembali, untuk selama masa sedang dipinjam pihak lain.
Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa setiap tahun harta yang dipinjam dan memang bisa diambil kapan saja itu tetap wajib dizakati, dengan alasan pada dasarnya
pemiliknya bisa mengambilnya kapan saja dia mau.19
c. Harta Untuk Pihak Tertentu Secara Massal
Misalnya harta yang dikumpulkan untuk korban bencara alam, fakir miskin atau anak yatim. Harta seperti ini bukan lagi milik perorangan atau pihak tertentu, melainkan telah menjadi hak mereka secara umum. Harta yang seperti ini pun termasuk yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Sebab dalam hal ini, belum ditetapkan jati diri tiap orang dan berapa nilai yang mereka miliki.
Namun bila harta itu telah dibagikan per-individu, dimana masing-masing orang telah menerima secara sepenuhnya harta untuk mereka, maka barulah harta itu dikatakan telah dimiliki secara sempurna.
d. Harta Negara
Termasuk dalam kriteria ini adalah harta yang dimiliki oleh negara. Harta itu berarti tidak dimiliki oleh perorangan, melainkan menjadi harta bersama milik rakyat. Sehingga tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat atas harta milik negara.
Dalam hal ini, harta milik negara tidak bisa dikatakan milik orang per orang atau milik jati diri tertentu, melainkan dimiliki secara kolektif oleh rakyat suatu negara.
e. Harta Pinjaman
Dan yang paling jelas dari semua hal di atas, harta pinjaman dari pihak lain termasuk dalam kriteria ini. Bila seseorang dipinjami harta oleh pihak lain, jelas sekali bahwa dia bukanlah pemilik harta pinjaman itu.
Maka si peminjam sama sekali tidak punya kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya. Sebab si peminjam bukanlah pemilik harta itu.
B. Produktif
Syarat ketiga agar harta menjadi wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tumbuh atau bisa ditumbuhkan, tidak mati atau diam. Dalam bahasa Arab disebut (ﻮﻤﻨﻟا).
Dalam bahasa kita sekarang ini, harta itu dimiliki pokoknya namun bersama dengan itu, harta itu bisa memberikan pemasukan atau keuntungan bagi pemiliknya.