• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Nomophobia

2. Dimensi Nomophobia

Menurut Yildirim dan Correia (2015), nomophobia memiliki empat dimensi yaitu, not being able to communicate, losing connectedness, not being

able to access information, dan giving up convenience.

a. Not Being Able to Communicate atau tidak dapat berkomunikasi, adalah perasaan kehilangan komunikasi dan tidak bisa menggunakan layanan yang memungkinkan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Hal tersebut meliputi perasaan tidak bisa menghubungi atau dihubungi. Dalam temuan hasil wawancaranya, Yildirim dan Correia (2015) menemukan para partisipannya sangat mengandalkan smartphone dan fitur-fitur yang ada untuk keperluan komunikasi. Pernyataan-pernyataan yang muncul misalnya seperti: “Ini

memungkinkan saya berkomunikasi lebih mudah dengan seseorang. Jadi, jika jadwal saya diubah atau saya perlu bertanya dengan seseorang, saya dapat melakukannya dengan lebih mudah.” (Olivia). Ada pula yang mengatakan, “Anda

bisa saja mengirimkan pesan teks ke grup untuk memberitahu dimana Anda akan bertemu.” (Lily). Satu partisipan juga menyatakan bahwa telepon sangat

membantunya dalam berkomunikasi, Ted berkata, “Ketika saya pertama kali

datang ke AS, saya merasa rindu rumah, tapi telepon saya dapat membantu saya untuk berkomunikasi dengan keluarga saya dan saya merasa lebih baik”.

Melalui kutipan pernyataan tersebut dapat ditunjukkan bahwa smartphone sebagai alat komunikasi begitu penting bagi orang dewasa muda. Para partisipan menyatakan bahwa ketika mereka tidak dapat menggunakan smartphone, mereka akan merasa cemas. Hal ini tergambar dari kutipan-kutipan pernyataan di bawah

ini: “Bagian yang paling disayangkan adalah ketika saya tidak dapat menerima

pesan atau e-mail apapun. Saya tidak dapat menghubungi orang yang perlu saya hubungi dan hal tersebut memunculkan perasaan tidak menyenangkan.” (Petrus).

Pernyataan lain dari Lily seperti, “Uhmm..itu agak aneh, ketika saya tidak bisa mengirimkan pesan kepada teman sekamar saya. Saya seakan tidak bisa

berkomunikasi”.

Kemudian, Yildirim dan Correia (2015) menemukan bahwa komunikasi secara langsung atau yang dikatakan instan berarti bisa mendapatkan pesan teks dari seseorang dengan segera. Selain pesan teks, media komunikasi lain yang dilakukan oleh beberapa orang adalah pesan e-mail. Misalnya, partisapan Astrid

cemas karena saya tahu di akhir hari saya akan mendapatkan e-mail yang banyak. Di sisi lain, saya tidak dapat memeriksanya. Jika seseorang membutuhkan sesuatu, saya tidak dapat segera meresponnya.”. Pernyataan tersebut juga

menunjukkan bahwa ada sebuah keinginan dari Astrid untuk segera merespon seseorang yang menghubunginya.

b. Losing Connectedness atau kehilangan koneksi adalah perasaan kehilangan koneksi pada smartphone dan terputus dengan identitas online khususnya pada sosial media yang dimiliki. Para peserta menjelaskan bahwa koneksi merupakan alasan utama kaum muda menggunakan smartphone. Hal tersebut dapat tergambarkan dari salah satu hasil wawancara Yildirim dan Correia dengan seorang mahasiswi yaitu, Astrid. Ia mengatakan bahwa smartphone memungkinkannya untuk tetap terhubung pada teman-temannya yang berada di negeri yang berbeda dan ia juga dapat mengikuti perkembangan dari teman-temannya. Selain itu, keterhubungan atau terkoneksi yang dijelaskan oleh peserta lainnya adalah ia mampu mengetahui arti dari notifikasi yang muncul melalui

smartphone miliknya. Hal ini seperti lampu berwarna ungu memiliki arti bahwa

itu adalah e-mail. Warna biru mengartikan teman dan yang lainnya. Melalui hal tersebut peserta dapat memperhatikan dari kejauhan dan bisa pula memutuskan untuk tidak memperdulikan hal-hal yang dianggap tidak penting. Peserta lainnya ada pula yang mencontohkan bahwa keterhubungan yang dimaksud seperti ia akan memeriksa sesegera mungkin jika terdapat pemberitahuan yang masuk ke dalam smartphone miliknya.

Pernyataan-pernyataan tersebut menggambarkan pentingnya orang-orang muda memberikan sebuah tanda yang berfungsi untuk memastikan mereka melihat pemberitahuan yang masuk ke dalam smartphone mereka. Pemberitahuan tersebutlah yang membuat mereka memiliki keinginan untuk memeriksa

smartphone mereka. Tampaknya, melihat sebuah notifikasi yang ada di

smartphone merupakan salah satu cara memastikan keterhubungan. Jika mereka

melihat pemberitahuan, berarti mereka merasa tetap terhubung dengan identitas dan jaringan online yang mereka miliki. Selain itu, keterhubungan tersebut tidak hanya terkait dengan identitas online yang mereka miliki, namun juga dengan

smartphone itu sendiri. Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Olivia yang

menyatakan bahwa ia merasa hampa ketika ia meninggalkan teleponnya di rumah. Kemudian ungkapan John juga mencerminkan hal yang sama, ia mengatakan akan merasa tidak nyaman ketika ia meninggalkan teleponnya.

c. Not Being Able to Access Information atau tidak dapat mengakses informasi adalah dimensi yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang dalam mengakses informasi. Dimensi ini tercermin dengan adanya ketidaknyamanan ketika individu kehilangan akses untuk mendapatkan informasi dari smartphone. Mengakses informasi melalui smartphone ditemukan menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh para kaum muda.

Hasil wawancara Yildirim dan Correia memberikan gambaran bahwa kaum muda sangat merasakan berbagai manfaat dari kepemilikan smartphone. Misalnya, ketika mereka sedang berjalan-jalan dan mendengarkan sebuah lagu, mereka dapat langsung mencari lagu apa yang sedang diputarkan tersebut. Selain

itu, ketika seseorang bertanya mengenai suatu hal, maka mereka langsung dapat mencari jawabannya dengan segera. Mereka juga dapat mengecek ramalan cuaca, jadwal pertandingan bola, berita, dan lainnya. Berbagai manfaat tersebutlah yang membuat kaum muda merasakan bahwa dengan smartphone mereka bisa mendapatkan banyak informasi yang mereka inginkan. Terlebih lagi, tidak hanya dengan informasi yang berbasis online, mereka juga bisa mendapatkan informasi dari smartphone mereka karena aplikasi yang diberikan mampu membantu mereka dalam mencatat materi perkuliahan dan lainnya.

Kemudian, ketika para anak-anak muda ini ditanyai mengenai masalah yang didapatkan ketika mereka tidak bisa mengakses informasi melalui

smartphone, jawaban mereka adalah mereka merasa cemas. Misalnya Olivia, ia

mengatakan “Jika saya tidak dapat menjawab pertanyaan dengan segera dan tanpa

akses internet, hal itu akan membuat saya merasa tidak nyaman”. Peter pun juga menyatakan hal yang serupa. Ia berpendapat, “Saya akan merasa cemas ketika saya tidak mendapatkan informasi dari google”.

d. Giving up Convenience atau kehilangan kenyamanan merupakan dimensi yang berkaitan dengan perasaan kehilangan kenyamanan yang disediakan oleh sebuah smartphone dan hal ini mencerminkan adanya keinginan untuk dapat memanfaatkan kenyamanan dalam memiliki smartphone. Yildirim dan Correia (2015) menemukan bahwa smartphone membuat kaum muda merasakan sebuah kenyamanan ketika mereka bersama dengan smartphone mereka. Terdapat seorang subjek yang menyadari bahwa dirinya sangat berlebihan dalam penggunaan smartphone, namun subjek itu melakukannya karena dirinya merasa

sangat nyaman dengan smartphone miliknya. Ia merasa benar-benar memiliki semua yang ia butuhkan di dalam sakunya.

Ketiadaan akses untuk dapat menggunakan smartphone membuat kaum muda merasakan kecemasan. Dari wawancara Yildirim dan Correia, ada yang mengemukakan bahwa smartphone hampir seperti sebuah kenyamanan yang selalu dapat dibawa bersama kemanapun kita pergi. Ia juga menganggap

smartphone tersebut seperti sebuah ketenangan pikiran. Selain itu, ada pula yang

mengatakan bahwa smartphone memberikan mereka semacam kebebasan. Kebebasan ini dirasakan karena dengan smartphone kita dapat bergerak kemana pun untuk mendapatkan internet dan mengakses segala sesuatu yang kita inginkan. Hal tersebut bisa dilakukan kapan saja. Di sisi lain, ketika kemudahan akses internet dirasakan tidak stabil, maka perasaan ketidaknyamanan akan muncul. Kemudian hal ini menyebabkan mereka selalu berusaha mencari tahu apakah mereka memiliki sebuah layanan atau dapat tersambung pada suatu layanan yang mirip.

Kecemasan dan ketidaknyamanan tidak hanya melanda ketika koneksi internet tidak didapatkan, namun kehabisan baterai juga dapat menyebabkan perasaan cemas, tidak nyaman, atau bahkan kehilangan ketenangan pikiran. Ada subjek yang menyatakan bahwa ketika ia kehabisan baterai, ia akan berusaha untuk mengisi daya baterai smartphone-nya. Hal ini ia upayakan untuk dapat menghidupkan kembali smartphone-nya. Akan tetapi, Ted salah seorang peserta wawancara Yildirim dan Correia (2015) menyatakan bahwa ketidaknyamanan tersebut bisa saja tidak terjadi ketika dia sedang bersama keluarga atau temannya.

Ia menyatakan hal tersebut dapat terjadi karena ia tidak merasakan kesepian. Maka, Ted pun mengatakan bahwa kontrol dari efek kesepian yang berhubungan dengan keluarga dan teman tersebut terkait dengan kemelekatannya pada

smartphone.

Dokumen terkait