• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian dan Pembahasan

G. Penegakan Kredibilitas dan Dependibilitas Penelitian

2. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, peneliti akan memaparkan hasil yang ditemukan di lapangan terkait dinamika penderita nomophobia berat.

Tiga hal yang menjadi fokus utama peneliti dalam pemaparan hasil dinamika ini adalah (a) asal-usul munculnya kecemasan, (b) gejala dan keluhan yang muncul terkait dengan dimensi nomophobia, dan (c) strategi coping yang digunakan partisipan untuk mengatasi kecemasan yang muncul ketika jauh dari smartphone -nya. Kemudian, untuk upaya memperkuat hasil yang ditemukan, peneliti akan memberikan kutipan yang mampu mendukung pemaparan hasil temuan peneliti.

a. Asal-Usul Timbulnya Kecemasan

Asal-usul timbulnya kecemasan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui asal muasal penyebab dari timbulnya kecemasan pada penderita nomophobia berat. Asal muasal timbulnya kecemasan ini akan dilihat dari waktu mulai timbulnya kecemasan, siapa yang mungkin memicu timbulnya kecemasan, dan peristiwa apa yang menyebabkan timbulnya kecemasan.

1) Waktu Munculnya Kecemasan

Berdasarkan hasil asal-usul timbulnya kecemasan, sebagian besar partisipan mulai merasakan kecemasan pada saat kuliah (P1, P2, P4), namun ada pula yang mulai merasakannya ketika SMA (P3). Bagi mereka yang mulai merasakan kecemasan baru di waktu kuliah, ada yang dimulai dari semester awal dan ada pula yang baru muncul di semester 4. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

Muncul Saat Kuliah P4

Baru kuliah ini deh kayaknya kak. Kalau SMA enggak terlalu. P1

…Mungkin sekitar, semester 4 kemarin. Yang bener-bener itu semester 4 ke semester 5..

Muncul Saat SMA P3

Mungkin sejak kelas 1 juga. Nah memang kan kelas 1 aku ada pacar itu lho…

Munculnya perasaan cemas yang dirasakan partisipan saat kuliah dan SMA ini dilatarbelakangi oleh beberapa sebab. Bagi partisipan yang merasakan cemas saat awal perkuliahan memiliki latar belakang sebagai mahasiswa perantau. Latar belakang ini membuat partisipan kerap kali harus stand by dengan smartphone-nya untuk dapat berkomunikasi dengan orangtuanya. Sementara itu, partisipan yang merasakan cemas saat semester 4 dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang membuatnya merasa sendiri. Peristiwa tersebut membuatnya merasa lebih nyaman ketika ia bisa menggunakan smartphone untuk bermain. Di sisi lain, pemicu timbulnya kecemasan untuk partisipan yang sudah merasakannya sedari SMA adalah karena partisipan sudah mulai berpacaran sejak SMA. Oleh sebab itu, ia merasa harus selalu memberi kabar pada kekasih hatinya tersebut.

2) Siapa yang Memicu Timbulnya Kecemasan

Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan, diantaranya adalah orang-orang di sekitar kita. Maka dalam sub ini, peneliti ingin mengetahui siapakah yang mungkin utamanya memicu timbulnya kecemasan ketika partisipan tidak dapat menggunakan smartphone-nya. Hasil di lapangan membuktikan bahwa orang terdekat merupakan salah satu faktor yang dapat memicu seseorang memiliki perasaan cemas. Akan tetapi, 3 dari 4 partisipan mengatakan orang terdekat yang dimaksud adalah orangtua (P1, P2,

P4). Satu partisipan lainnya mengungkapkan bahwa orang terdekat yang memicu kecemasannya adalah sang pacar (P3). Temuan tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:

Dipicu Orangtua P1

Heemm karena kan hp ku aku silent, terus kadangan tu ibuku telepon berkali-kali tapi aku enggak tahu tu loo. Misalnya aku lagi di jalan. Terus aku dimarahin, terus aku jadi cemas tu loo.

Dipicu Pacar P3

Karena kalau dulu SMA kan masih jamannya pacaran kan. Jadi komunikasi itu perlu. Jadi kalau tanpa handphone pun nanti kadang si ceweknya suka kamu seharian kemana aja kok enggak ada kabar, kayak gini kayak gini. Jadi kita serba salah kan kalau..mungkin handphone nya ketinggalan, tapi namanya cewek kan paling kamu suka dikasi tahu kayak gitu loo. Jadi memang mungkin dari situ harusss stay handphone kayak gitu.

Orang terdekat yang menjadi pemicu kecemasan partisipan ini sebagian besar pernah memberikan dampak negatif pada partisipan. Orang terdekat seakan-akan meminta partisipan selalu stand by pada smartphone mereka untuk dapat menghubungi dan memberikan informasi terkait kabar atau hal lainnya. Maka, ketika partisipan merasakan dampak negatif seperti terkena marah, partisipan akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi dengan selalu stand by pada smartphone-nya. Partisipan ingin untuk tetap siaga agar dapat mempertahankan hubungan baik dengan orang terdekat mereka.

3) Peristiwa Penyebab Timbulnya Kecemasan

Terdapat beberapa peristiwa atau penyebab yang membuat partisipan memiliki perasaan cemas ketika mereka tidak bersama dengan smartphone -nya. Ada yang disebabkan karena faktor internal, seperti merasa sendiri (P1),

ada yang disebabkan karena faktor eksternal, seperti berada jauh dari keluarga (P2, P4), serta pernah menerima dampak negatif dari orang-orang terdekat karena tidak stand by pada smartphone (P1, P2, P3). Penemuan tersebut dapat dibuktikan dari beberapa kutipan partisipan di bawah ini:

Merasa sendiri P1

Mungkin intinya ada suatu peristiwa terus itu membuat aku ngerasa aahh aku sendirian. Terus apa yaaa yang bisa aku lakukan dengan aku sendirian. Oh main hp, gitu sih.

Berada jauh dari keluarga P2

Semenjak ke Jogja, semenjak jauh dari orangtua.

Partisipan menjelaskan bahwa ketika ia mulai merantau dan berada jauh dari keluarga mereka, ada beberapa hal yang harus mereka perhatikan. Misalnya pada P2, ia merasa perlu cepat dalam merespon pesan yang diberikan orangtuanya karena jika tidak dilakukan maka pemenuhan kebutuhan seperti uang sulit dilakukan oleh orangtuanya sewaktu-waktu. Kesulitan ini disebabkan oleh jarak tempat pengiriman uang dari lokasi rumahnya sangat jauh. Sementara bagi P4, ia dipesankan oleh orangtuanya untuk selalu memberi kabar aktivitasnya ketika dirinya hidup di Yogyakarta. Ketika P4 tidak memberi kabar, terbuka kemungkinan orangtuanya memikirkan hal yang tidak benar terhadap P4. Pada partisipan lainnya, hal negatif lain bisa saja terjadi misalnya, seperti contoh di bawah ini:

Menerima dampak negatif dari orang-orang terdekat karena tidak

stand by pada smartphone

P1

Heemm karena kan hp ku aku silent, terus kadangan tu ibuku telepon berkali-kali tapi aku enggak tahu tu loo. Misalnya aku lagi di jalan. Terus aku dimarahin, terus aku jadi cemas tu loo. Ha..ha..ha

P3

Karena kalau dulu SMA kan masih jamannya pacaran kan. Jadi komunikasi itu perlu. Jadi kalau tanpa handphone pun nanti kadang si ceweknya suka kamu seharian kemana aja kok enggak ada kabar, kayak gini kayak gini. Jadi kita serba salah kan kalau..mungkin handphone-nya ketinggalan, tapi namanya cewek kan paling kamu suka dikasi tahu kayak gitu loo. Jadi memang mungkin dari situ harusss stay handphone kayak gitu. Mungkin pengalaman pacaran yang protective kali ya, haha lebih harus stay handphone.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kutipan-kutipan di atas adalah sebagian besar peristiwa atau keadaan yang membuat partisipan merasa cemas disebabkan oleh dampak negatif yang diberikan oleh orang terdekatnya, termasuk keberadaan partisipan yang jauh dari orangtua. Penjelasan Mayangsari dan Ariana (2015) pun mampu mendukung hal tersebut, yakni adanya beberapa faktor yang dapat memicu munculnya nomophobia yaitu, lingkungan, pengalaman masing-masing individu, pola pengasuhan, dan sosial ekonomi. Pengalaman masing-masing partisipan termasuk dampak negatif yang diterima, membawa partisipan berusaha untuk selalu stand by pada

smartphone mereka atau bahkan berusaha menggunakannya agar selalu

mendapatkan hiburan. Berdasarkan pemaparan di atas, asal-muasal timbulnya kecemasan dapat terangkum pada tabel di bawah ini:

Tabel 12

Hasil Analisis Asal-Usul Timbulnya Kecemasan

Tema Kategori Kode

Asal-Usul Timbulnya Kecemasan Waktu munculnya kecemasan  Kuliah  SMA Seseorang yang memicu

timbulnya kecemasan

Orang terdekat (Orangtua, pacar)

Penyebab timbulnya perasaan cemas

 Merasa sendiri

Tema Kategori Kode

 Menerima dampak negatif dari orang-orang terdekat karena tidak stand by pada smartphone

b. Gejala-gejala dan Keluhan-keluhan Terkait dengan Dimensi Nomophobia

Gejala-gejala dan keluhan-keluhan terkait dengan dimensi nomophobia yang akan dipaparkan pada hasil penelitian ini berpedoman dengan dimensi-dimensi nomophobia Yildirim dan Correia (2015). Dimensi-dimensinya meliputi: tidak dapat berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat mengakses informasi, dan kehilangan kenyamanan ketika tidak bersama dengan smartphone.

1) Tidak Dapat Berkomunikasi

Dimensi tidak dapat berkomunikasi diartikan sebagai suatu perasaan kehilangan komunikasi, sehingga tidak dapat menggunakan layanan yang memungkinkan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Ada dua gejala yang muncul pada partisipan terkait dengan dimensi yang pertama. Gejala-gejala tersebut seperti cemas ada yang menghubungi (P1, P2, P3, P4) dan cemas tidak dapat menghubungi (P4). Hal ini terbukti dari kutipan ungkapan partisipan di bawah ini:

Cemas Ada yang Menghubungi P2

Eee perasaan yang paling sering muncul itu, khawatir aja sih khawatir. Mungkin ada keluarga yang, yang menghubungi. Soalnya kalau jauh dari keluarga parnoan. Parnoan itu yang paling sering

aku alami itu, takut ada keluarga ngehubungin, papa, itu yang paling sering.

Cemas Tidak Dapat Mengubungi P4

…Tapi kalau orangtua tu karena di orangtuanya A hampir setiap hari bisa 4 kali 3 kali hubungin kan buat nanyak dimana. Mungkin mikir oohh sekarang enggak bawa hp enggak bisa ngabarin, apa orangtuanya ngabarin. Pasti bingung kan nyarinya kemana. Tu samalah kayak tadi cemas juga kalau enggak bisa ngabarin.

Kesimpulan yang didapat oleh peneliti pada dimensi ini adalah sebagian besar partisipan merasakan bahwa menghubungi atau dihubungi merupakan aktivitas penting untuk mereka lakukan dengan orang terdekat mereka. Kondisi ini bertolak dari latar belakang yang dimiliki partisipan, ketika partisipan tidak melakukan komunikasi yang baik via smartphone pada orang terdekat mereka, partisipan akan menerima sebuah dampak negatif dari hal tersebut.

2) Kehilangan Koneksi

Kehilangan koneksi diartikan sebagai sebuah perasaan yang muncul ketika seseorang tidak mendapatkan sebuah koneksi pada smartphone-nya dan hal tersebut membuatnya merasa terputus dengan identitas online khususnya pada sosial media yang dimiliki. Gejala-gejala yang muncul terkait dengan dimensi kehilangan koneksi, seperti cemas tidak dapat menerima notifikasi (P1, P2, P3), takut tidak bisa up to date (P2, P3, P4), dan tidak tahu apa yang harus dilakukan (P1, P2, P3, P4). Hasil yang ditemukan ini dapat terlihat dari beberapa kutipan partisipan di bawah ini:

Cemas Tidak Dapat Menerima Notifikasi P1

…Jadi cemas sih kayak, ini beneran enggak ada apa-apa?! Ahaha gitu sih… Terus ini beneran enggak ada notif terus aku buka lagi. Oh enggak ada beneran. Terus ternyata ohhh ada lagi. Gitu sih.

Takut Tidak Bisa Up To Date P2

Eee itu tadi ee karena takut ketinggalan informasi. Karena itu tadi. Jadi berusaha, berusaha untuk tetap on…

P4

Iya cemas.

Kan bisa tau info-info dari luar yang biar enggak terlalu apa ya kudet tu lo jadi apa yang orang lain tahu tu kita juga bisa tahu kayak gitu. Biasanya gitu sih dari sosial media.

Tidak Tahu Apa yang Harus Dilakukan P3

Kalau enggak ada handphone, haduhhh ini mau ngapain yaa? (mencotohkan) Kayak enggak ada apa-apa gitu.

Melalui pemaparan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi merupakan suatu hal yang penting dan utama untuk partisipan miliki. Yildirim dan Correia (2015) juga menjelaskan kesimpulan yang sama bahwa koneksi adalah alasan utama kaum muda dalam menggunakan smartphone. Adanya koneksi membuat partisipan dapat melakukan banyak hal dengan smartphone -nya, seperti up to date informasi terkini atau terkait dengan teman-temannya. Beberapa partisipan pun merasakan, jika koneksi yang dimilikinya hilang, maka semua aktivitas pada smartphone-nya lumpuh sampai pada tidak ada notifikasi yang masuk. Kondisi tersebut membuat mereka seakan bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

3) Tidak Dapat Mengakses Informasi

Dimensi tidak dapat mengakses informasi digambarkan sebagai ketidakmampuan seseorang ketika ia ingin mengakses informasi dari

smartphone-nya. Pada dimensi ini, keluhan-keluhan yang muncul adalah seperti takut tidak bisa melihat informasi (P2), tidak bisa mengakses informasi dengan segera (P3, P4), dan kesal tidak bisa digunakan saat ingin menggunakan (P1). Temuan ini dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:

Takut Tidak Bisa Melihat Informasi P2

Itu lebih ke takut ketinggalan informasi aja sih. Soalnya kalau sama temen itu mesti yang dibahas seputar kuliah. Gitu, praktikum dan lain-lain. Ee takut ketinggalan aja.

Tidak Bisa Mengakses Informasi dengan Segera P3

Ada sih, kayak rasanya pingin segera segera bisa diakses gitu loo. Kesal Tidak Bisa Digunakan Saat Ingin Menggunakan

P1

Yampun kok harus sekarang gitu lhoo. Kok harus sekarang sih matinya. Pas lagi butuh, pas lagi bener-bener kepo terus enggak ada akses untuk mencari informasi itu eee aaaahh (menghela nafas). Kesimpulan yang dapat ditarik dari dimensi ini ialah bahwa sebuah informasi memang benar menjadi suatu hal yang selalu ingin dilihat oleh partisipan dengan segera. Walaupun mereka mengeluhkan ketika tidak dapat mengakses informasi dengan segera, pada saat wawancara partisipan menjelaskan bahwa mereka akan mengaksesnya di lain waktu saat smartphone mereka sudah bisa digunakan. Namun, saat informasi dirasa benar-benar dibutuhkan dan mendesak, partisipan akan berusaha meminta tolong temannya untuk mencarikan informasi yang mereka butuhkan.

4) Kehilangan Kenyamanan

Dimensi kehilangan kenyamanan adalah suatu perasaan kehilangan kenyamanan saat tidak dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang disediakan

smartphone. Hal ini membuat seseorang selalu ingin memanfaat kenyamanan

yang diberikan oleh smartphone tersebut. Gejala-gejala yang muncul terkait dengan dimensi ini seperti, panik ketika baterai habis (P1, P3, P4), dan berusaha mencari sinyal/koneksi yang hilang (P1, P2, P4). Gejala-gejala yang ditemukan ini dibuktikan dari kutipan partisipan di bawah ini:

Panik Ketika Baterai Habis P3

Eeemm rasanya cemas sih, kayak pingin buru-buru di charge kayak gitu. Jadi kalau emang kan kalau hp aku ini udah 20% itu biasanya ada pemberitahuan untuk di charger. Gitu, yaitu cemas aduhh ini baterainya udah mau habis. Apalagi kalau lupa bawa charger gitu kan. Kalau ada charger aja kalau ada colokan udah dimanapun enggak mikir tempat dicolokin aja (sambil ketawa) haha.

Berusaha Mencari Sinyal/Koneksi yang Hilang P2

Cemas, berusaha cari tempat yang koneksinya ada. P4

A sih biasanya nyari sampe dapet hahaha.

Sementara pada penemuan lainnya, ada beberapa partisipan mengeluh ketika ia tidak bersama dengan smartphone-nya. Keluhan itu seperti mengeluhkan tidak ada sinyal (P3). Keluhan ini dibuktikan dari kutipan wawancara partisipan di bawah ini:

Mengeluhkan Tidak Ada Sinyal P3

Iya enggak ada sinyal itu kayak ihh ini kenapa sih sinyalnya hehe, kayak gitu.

Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa kebermanfaatan yang diberikan smartphone saat ini membuat semua partisipan merasa tergantung pada smartphone yang mereka miliki. Ketergantungan inilah yang membuat partisipan merasa tidak nyaman ketika mereka kehilangan „nyawa‟ yang mampu menghidupkan smartphone mereka, yaitu sinyal, koneksi, ataupun baterai. Dampak dari perasaaan kehilangan dan ketidaknyamanan tersebut membuat partisipan selalu berusaha mencari sinyal, koneksi, ataupun cara untuk baterainya tidak habis.

Ringkasan hasil yang didapatkan pada poin kedua, mengenai gejala dan keluhan terkait dimensi nomophobia akan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 13

Hasil Analisis Gejala dan Keluhan Terkait Dimensi Nomophobia Tema Dimensi Nomophobia

Kategori Tidak dapat berkomunikasi Kehilangan koneksi Tidak dapat mengakses informasi Kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh smartphone Kode Cemas ada yang menghubungi Cemas tidak dapat menghubungi Cemas tidak dapat menerima notifikasi Takut tidak bisa up to date Tidak tahu apa yang harus dilakukan Takut tidak bisa melihat informasi Tidak bisa mengakses informasi dengan segera Kesal tidak bisa digunakan saat ingin menggunakan  Panik ketika baterai habis  Berusaha mencari sinyal/koneksi yang hilang  Mengeluhkan tidak ada sinyal

c. Strategi Coping Mengatasi Kecemasan

Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki berbagai respon untuk menghadapi kecemasannya. Ada yang akan berlarut dan tidak bisa menghadapi kecemasan yang ia rasakan, namun ada juga yang bangkit dan berupaya mencari suatu solusi untuk mengurangi kecemasannya tersebut. Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan temuan terkait strategi coping yang dimiliki partisipan untuk mengurangi kecemasan ketika sedang berada jauh atau tidak dapat menggunakan

smartphone-nya. Keempat partisipan ketika ditanyakan apa yang akan ia lakukan

ketika smartphone-nya tidak bisa digunakan atau tertinggal di suatu tempat adalah mereka akan mencoba menjalin interaksi sosial (P1, P2, P3, P4). Hal ini dibuktikan dari kutipan beberapa partisipan di bawah ini:

Menjalin Interaksi Sosial P2

Biasanya aku, aku eee ajak temen-temen keluar gitu. Biasanya kan ada kelompok belajar tu, kelompok belajar tu kayak yang ketawa-ketawa terus jadi asik gitu, jadi aku lebih yang keluar bareng-bareng temen.

P3

Yaa mencoba mendekatkan diri pada orang di sekitar yang real real bener bener ada di sekitar gitu. Dari pada tidak berinteraksi ya kan hahaha. Namun pada penelitian ini juga ditemukan beberapa usaha yang dilakukan partisipan dalam menghadapi stressor cemas terkait dengan smartphone, yaitu melukan hobi (P1) yang ia senangi, seperti bermain video game dan melukis. Berikut merupakan kutipan partisipan yang mampu menggambarkan di atas:

Melakukan Hobi P1

Sebenernya dulu sempet sih dikasi NDS tuu loo khusus buat main game. Itu sempet membuat ku menjauh dari hp sebentar. Tapi tu, mungkin karena itu enggak bisa buat update, terus aku bosen sama game-game nya tu, yaudah aku balik lagi ke hp.

Eemm iya sih aku mulai mengalihkan apa yaa, mengalihkan tanganku sih sebenarnya. Misalnya gambar, melukis, gitu. Tapi tu..hehe tetep cemas tu lho kek kalo lagi melukis tu lho. Liat hp, heheh gitu sih. Terus misalnya nanti lagi nunggu cat kering nih, em ngapain yaa, main hp hehehe gitu sih.

Dapat disimpulkan bahwa ketika partisipan benar-benar tidak dapat menghidupkan atau mengaktifkan smartphone-nya kembali, mereka akan melakukan cara lain untuk mengurangi kecemasan yaitu dengan berinteraksi sosial. Interaksi sosial ini partisipan lakukan untuk dapat mengaktifkan kehidupan sosialnya secara nyata, tidak hanya bermain dengan smartphone mereka. Selain itu, mereka melakukan hal tersebut juga bertujuan untuk melupakan sejenak ketidaknyamanan ketika tidak dapat menggunakan smartphone.

Di sisi lain, terdapat partisipan yang berusaha melakukan hobinya sebagai pengalihan untuk mengurangi keinginan selalu dekat dengan smartphone. Namun, pengalihan tersebut terlihat sulit dipertahankan. Oleh karena itu, dapat dikatakan strategi coping yang digunakan oleh seluruh partisipan masuk dalam emotion

focused coping, yakni usaha yang dilakukan merupakan usaha yang tidak

mengubah atau bahkan menghilangkan perasaan “tidak bisa jauh dari

smartphone”, tetapi hanya sebagai pengalihan sementara (Lazarus & Folkman,

1984). Pemaparan hasil mengenai strategi coping ini dapat teringkas dalam tabel di bawah ini:

Tabel 14

Hasil Analisis Strategi Coping Mengatasi Kecemasan Tema Jenis Strategi Coping

Kategori Emotion focus coping

Kode Menjalin interaksi sosial Melakukan hobi

Secara umum dapat disimpulkan bahwa, kecemasan terkait dengan ketidakmampuan menggunakan smartphone dapat muncul sejak SMA ataupun kuliah, saat suatu peristiwa kurang nyaman dirasakan oleh partisipan karena orang-orang terdekat mereka. Efek dari peristiwa yang memunculkan ketidaknyamanan tersebut membuat partisipan harus terbiasa menggunakan

smartphone-nya atau harus selalu stand by dengan smartphone-nya. Kebiasaan

tersebutlah yang memicu kecemasan partisipan saat mereka tidak mampu menggunakan smartphone-nya.

Maka dari itu, mereka selalu berupaya untuk menghidupkan smartphone mereka supaya mampu berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya, seperti berusaha mengisi daya baterai dimanapun mereka berada dan selalu berusaha terkoneksi atau memiliki paket data pada smartphone-nya. Sewaktu mereka benar-benar tidak mampu menghidupkan atau menggunakan smartphone, partisipan akan mencoba melihat lingkungan sekitarnya untuk dapat menjalin interaksi yang nyata sehingga mereka mampu mengurangi kecemasan yang muncul akibat tidak dapat menggunakan smartphone. Di sisi lain, ada partisipan yang berupaya untuk mengurangi aktivitasnya dekat dengan smartphone, yaitu dengan cara melakukan hobi. Akan tetapi, usaha yang dilakukan ini tidak berhasil dan pada akhirnya partisipan kembali dekat dengan smartphone-nya.

73

BAB V

PEMBAHASAN UMUM

Pada bagian ini, peneliti akan membahas terlebih dahulu terkait penemuan kuantatif pada Studi 1. Setelah itu, peneliti membahas hasil penemuan Studi 2, yaitu asal-usul timbulnya kecemasan ketika jauh dari smartphone. Pembahasan lalu berlanjut pada gejala dan keluhan mengenai dimensi-dimensi nomophobia menurut Yildirim dan Correia (2015). Terakhir, peneliti akan membahas mengenai strategi coping yang digunakan partisipan untuk mengurangi kecemasan ketika mereka jauh dari smartphone.

Dokumen terkait