Bab II Berbagai Konsep Dimensi dalam Graf
II.5 Dimensi partisi graf asal dan graf hasil operasi
Dalam subbab ini diberikan beberapa hasil yang telah diketahui dari beberapa graf dalam kelas pohon, yaitu graf bintang ganda, dan graf ulat. Pada bagian lain, diberikan juga pengetahuan tentang dimensi partisi dari graf mirip roda (seperti graf gir, graf helm, dan graf bunga matahari) dan dimensi partisi graf hasil operasi kartesian.
Sebuah graf pohon disebut graf bintang ganda jika graf pohon tersebut mempunyai tepat dua simpul u dan v berderajat lebih dari satu. Jika u dan v berderajat r + 1 dan
D D D D 3 D D D D D 1 2 3 r 1 2 s
Gambar II.9: Graf bintang ganda T (r, s) dengan deg(u) = r+1 dan deg(v) = s+1
s+1 berturut-turut maka graf bintang ganda ini dinotasikan dengan T (r, s). Gambar II.9 adalah graf bintang ganda T (r, s) dengan deg(u) = r + 1 dan deg(v) = s + 1. Graf bintang ganda order 4 adalah sebuah lintasan P4 yang mempunyai dimensi partisi 2. Graf bintang ganda order 5 mempunyai dimensi partisi 3. Secara umum, dimensi partisi graf bintang ganda diberikan oleh Teorema II.11.
Teorema II.11. (Chartrand dkk., 1998) Misalkan T (r, s) adalah graf bintang ganda order n ≥ 6, dengan u dan v adalah simpul yang berderajat r + 1 dan s + 1, berturut-turut. Maka, pd(T (r, s)) = max{r, s}.
Bukti. Misalkan r ≥ s, simpul u1, u2,· · · , ur adalah simpul ujung dari T (r, s) yang terkait ke simpul u dan simpul v1, v2, · · · , vsadalah simpul ujung T (r, s) yang terkait ke simpul v. Dua simpul sebarang ui, uj, dengan 1 ≤ i 6= j ≤ r, mempunyai jarak sama ke semua simpul di T − {ui, uj}. Menurut Lema II.1 simpul ui dan uj harus termuat dalam kelas partisi yang berbeda. Karena r ≥ s, maka pd(T (r, s)) ≥ r.
Sekarang akan ditunjukkan bahwa pd(T (r, s)) ≤ r. Pandang dua kasus berikut: Kasus 1.r = s.
Misalkan Π = {S1, S2, · · · , Sr} adalah partisi pembeda dengan S1 = {u, u1, v1}, S2 = {v, u2, v2} dan Si = {ui, vi} untuk 3 ≤ i ≤ r. Periksa representasi simpul di S1: r(u1|Π) = (0, 2, 2, 2, · · · , 2), r(v1|Π) = (0, 1, 2, 2, · · · , 2) dan r(u|Π) = (0, 1, 1, 1, · · · , 1). Demikian pula simpul di S2: r(u2|Π) = (1, 0, 2, 2, · · · , 2), r(v2|Π) = (2, 0, 2, 2, · · · , 2) dan r(v|Π) = (1, 0, 1, 1, · · · , 1). Untuk 3 ≤ i ≤ r, r(ui|Π) = (1, 2, · · · , 0, · · · ) dan r(vi|Π) = (2, 1, · · · , 0, · · · ) dengan koordinat ke-i pada setke-iap representaske-i adalah 0. Dapat dke-ilke-ihat bahwa setke-iap ske-impul dke-i T (r, s) mempunyai representasi yang berbeda. Oleh karena itu, Π adalah partisi pembeda dan pd(T (r, s)) ≤ r.
D D D D D D D 1 D D D D D 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
Gambar II.10: Graf pohon dengan 4t(T ) = 3
Kasus 2.r > s. Pandang dua subkasus dalam Kasus 2 ini. Subkasus 2.1. s = 1.
Karena n ≥ 6, dengan sendirinya r ≥ 3. Misalkan Π = {S1, S2, · · · , Sr} adalah partisi pembeda dengan S1 = {u, u1}, S2 = {v, u2}, S3 = {u3, v1}, dan Si = {ui} untuk 4 ≤ i ≤ r. Karena r(u1|Π) = (0, 2, 2, ∗, ∗, · · · , ∗), r(u2|Π) = (1, 0, 2, ∗, ∗, · · · , ∗), r(u3|Π) = (1, 2, 0, ∗, ∗, · · · , ∗), r(u|Π) = (0, 1, 1, ∗, ∗, · · · , ∗), r(v|Π) = (1, 0, 1, ∗, ∗, · · · , ∗) dan r(v1|Π) = (2, 1, 0, ∗, ∗, · · · , ∗) dengan ∗ adalah koordinat yang tidak berpen-garuh. Dengan demikian, Π adalah partisi pembeda dan pd(T (r, s)) ≤ r.
Subkasus 2.2. s ≥ 2.
Misalkan Π = {S1, S2, · · · , Sr} adalah partisi pembeda dengan S1 = {u, u1, v1}, S2 = {v, u2, v2}, Si = {ui, vi} untuk 3 ≤ i ≤ s dan Si = {ui} untuk s + 1 ≤ i ≤ r. Dengan pembuktian yang serupa dengan Subkasus 2.1., dapat ditunjukkan bahwa
Π adalah partisi pembeda dan pd(T (r, s)) ≤ r.
Graf ulatadalah sebuah graf pohon T yang mempunyai sifat apabila semua daunnya dihilangkan, graf pohon tersebut menjadi sebuah lintasan. Sebuah simpul di graf pohon T dengan derajat paling sedikit 3 disebut simpul mayor dari T . Simpul ujung u ∈ V (T ) disebut simpul terminal dari simpul mayor v ∈ V (T ) jika d(u, v) < d(u, w) untuk setiap simpul mayor w ∈ V (T ) − {v}. Derajat terminal dari simpul mayor v adalah banyak simpul terminal dari v. Sebuah simpul mayor v ∈ V (T ) disebut simpul mayor eksterior dari T jika v mempunyai derajat terminal positif. Sebagai contoh, graf pohon pada Gambar II.10 mempunyai empat simpul mayor v1, v2, v3, v4. Simpul terminal dari v1 adalah u1 dan u2, simpul terminal dari v3
8 0 1 2 3 4 5 6 7 4 0 1 2 3 0 1 2 3
Gambar II.11: Graf gir G8dan graf helm H4
tidak mempunyai simpul terminal dan, karenanya, v2bukan simpul mayor eksterior dari T . Misalkan 4t(T ) menyatakan derajat terminal maksimum dari semua simpul mayor eksterior dari pohon T . Gambar II.10 menunjukkan sebuah graf pohon T dengan 4t(T ) = 3. Maka, (Chartrand dkk., 1998) menunjukkan batas atas dan batas bawah dari dimensi partisi graf T yang dinyatakan dalam 4t(T ) pada Teorema II.12 berikut ini.
Teorema II.12. (Chartrand dkk., 1998) Misalkan T adalah graf ulat dengan 4t(T ) ≥ 3. Maka, 4t(T ) − 2 ≤ pd(T ) ≤ 4t(T ) + 1.
Selain graf pohon, graf mirip roda juga menjadi kajian menarik dalam penelitian dimensi partisi. Graf mirip roda adalah graf yang diperoleh dengan memberi perubahan kecil, misalkan dengan penambahan simpul atau sisi, pada sebuah graf roda. Graf gir, graf helm, dan graf bunga matahari adalah tiga contoh graf mirip roda.
Graf girG2ndidefinisikan sebagai graf yang diperoleh dari sebuah graf siklus genap C2n dengan himpunan simpul V (C2n) = {v0, v1, · · · , v2n−1}, dengan n ≥ 2 dan sebuah simpul baru c yang terkait dengan n buah simpul C2n, yaitu v0, v2, · · · v2n−2. Graf gir G2n mempunyai order 2n + 1 dan 3n sisi. Dengan cara lain, graf gir G2ndiperoleh dari sebuah graf roda Wndengan menambah sebuah simpul di antara sepasang simpul (bukan pusat) yang bertetangga di graf roda Wn. Gambar II.11.a memberi ilustrasi graf gir G8.
Teorema II.13. (Javaid dan Shokat, 2008) Misalkan n ≥ 2 dan k menyatakan partisi dimensi dari graf girG2n. Maka berlaku2n + 1 < 3k4(k + 2)2k−7.
0 1 2 3 0 1 2 3
Gambar II.12: Graf bunga matahari SF4
Graf Helm Hn adalah sebuah graf yang diperoleh dari sebuah roda Wn dengan siklus Cn dengan menambah sebuah simpul anting (pendant) yang terkait dengan setiap simpul (bukan pusat) dari siklus tersebut. Graf helm Hnterdiri atas himpunan simpul V (Hn) = {vi|0 ≤ i ≤ n − 1} ∪ {ai|0 ≤ i ≤ n − 1} ∪ c dan himpunan sisi E(Hn) = {vivi+1|0 ≤ i ≤ n − 1} ∪ {viai|0 ≤ i ≤ n − 1} ∪ {vic|0 ≤ i ≤ n − 1} dengan i + 1 diambil modulo n. Gambar II.11.b memberi ilustrasi graf gir H4.
Teorema II.14. (Javaid dan Shokat, 2008) Misalkan n ≥ 3 dan k menyatakan partisi dimensi dari graf helmHn. Maka, berlaku 2n + 1 < 2k−1+P3
i=02k−i−1 k−1
i (k − i)+ P1 j=0
P2
i=02k−i−j−2 k−1i,j (k − i − j + 1).
Graf bunga matahari didefinisikan sebagai graf yang diperoleh dari sebuah graf roda Wn, yang terdiri simpul pusat c dan n-siklus v0, v1, · · · , vn−1, dan penambahan n buah simpul tambahan w0, w2, · · · wn−1, dengan wi dihubungkan oleh sebuah sisi ke vi, vi+1 untuk setiap i = 1, 2, · · · , n1 dan i + 1 diambil modulo n. Graf bunga matahari SFnmempunyai order 2n + 1 dan 4n sisi. Gambar II.12 memberi ilustrasi graf bunga matahari SF4. SFn
Teorema II.15. (Javaid dan Shokat, 2008) Misalkan n ≥ 3 dan k menyatakan partisi dimensi dari graf bunga matahariSFn. Maka,2n + 1 < 2k−1+P4
i=02k−i−2 k−1 i (k − i + 1)+ P2 j=0 P4 i=02k−i−j−1 k−1 i,j(k − i − j).
Selanjutnya, Chartrand, Salehi dan Zhang (2000) menunjukkan dimensi partisi graf bipartit G((V1, V2), E) dalam Teorema II.16 berikut ini. Graf bipartit adalah sebuah graf yang himpunan simpulnya dapat dipartisi dalam dua subhimpunan, katakan V1 dan V2, sedemikian hingga setiap sisi e ∈ E(G) mempunyai sebuah simpul ujung di V1dan simpul ujung lainnya di V2.
Teorema II.16. (Chartrand, Salehi dan Zhang, 2000) Jika graf G((V1, V2), E) adalah graf bipartit dengan partisi V1 dan V2, dimana |V1| = m dan |V2| = n, maka
pd(G((V1, V2), E)) ≤ (
m + 1 , jika m = n,
max{m, n} , jika m 6= n.
Bukti. Misalkan G((V1, V2), E) adalah graf bipartit, dengan V1 = {a1, a2, · · · , am} dan V2 = {b1, b2, · · · , bn}. Pandang dua kasus berikut:
Kasus 1. m = n.
Misalkan Π = {S1, S2, · · · , Sm+1} adalah partisi pembeda untuk graf G((V1, V2), E), dengan Si = {ai, bi} dengan 1 ≤ i ≤ m − 1, Sm = {am} dan Sm+1 = {bn}. Jarak d(ai, Sm) selalu genap dan jarak d(bi, Sm) selalu gasal. Jadi, r(ai|Π) 6= r(bi|Π) untuk 1 ≤ i ≤ m − 1. Selanjutnya, Sm dan Sm+1 adalah kelas partisi singleton, maka amdan bm mempunyai representasi yang unik. Oleh karena itu, pd(Km,n) ≤ m + 1.
Kasus 2.m 6= n.
Misalkan Π = {S1, S2, · · · , Sm} adalah partisi pembeda untuk graf G((V1, V2), E), dengan Si = {ai, bi} untuk 1 ≤ i ≤ n dan Si = {ai} untuk n + 1 ≤ i ≤ m. Jarak d(ai, Sm) selalu genap dan jarak d(bi, Sm) selalu gasal. Jadi, r(ai|Π) 6= r(bi|Π) untuk 1 ≤ i ≤ n. Selanjutnya, karena Siuntuk n + 1 ≤ i ≤ m adalah kelas partisi singleton, maka ai ∈ Si mempunyai representasi yang unik. Dengan demikian
pd(Km,n) ≤ m.
Pandang graf bipartit graf G((V1, V2), E). Jika setiap simpul u ∈ V1 bertetangga dengan semua simpul v ∈ V2 dan setiap simpul v ∈ V2 bertetangga dengan semua simpul u ∈ V1 maka graf bipartit G((V1, V2), E) disebut graf bipartit lengkap dan dinotasikan dengan Km,n, dengan m dan n masing-masing adalah kardinalitas V1
dan V2. Teorema II.17 berikut ini menunjukkan bahwa batas atas Teorema II.16 dipenuhi oleh graf bipartit lengkap.
bipartit lengkap dengan kardinalitas partisi masing-masingm dan n, maka
pd(Km,n) = (
m + 1 , jika m = n,
max{m, n} , jika m 6= n.
Bukti. Misalkan Km,nadalah graf bipartit lengkap , dengan |V1| = m dan |V2| = n. Pandang dua kasus berikut:
Kasus 1. m = n.
Menurut Teorema II.16, kita cukup menunjukkan batas bawah dari pd(Km,n). Jika simpul ai, aj ∈ V (Km,n) dan ai, aj ∈ V1, dengan 1 ≤ i 6= j ≤ m maka berdasarkan Lema II.1, ai dan aj harus berada pada partisi yang berbeda. Lebih jauh, jika ai ∈ V1, bi ∈ V2 dan keduanya termuat dalam kelas partisi yang sama, katakan Si ∈ Π, maka aidan biharus dibedakan oleh sedikitnya sebuah kelas partisi yang beranggota simpul-simpul di V1 saja (atau V2 saja). Jika tidak, r(ai|Π) = r(bi|Π). Oleh karena itu, pd(Km,n) ≥ m + 1.
Kasus 2. m 6= n.
Menurut Lema II.1 pd(Km,n) ≥ max{m, n} dan Teorema II.16 memberi batasnya, yaitu pd(Km,n) ≤ max{m, n}. Dengan demikian, pd(Km,n) = max{m, n}.
Menentukan dimensi partisi dari suatu graf baru yang dibangun dengan operasi biner pada dua graf asal merupakan ranah riset yang menarik. Operasi biner adalah operasi yang dikenakan pada dua buah graf operan, misalkan G dan H, untuk mendapatkan sebuah graf baru F . Operasi kartesian dan operasi korona merupakan dua contoh dari operasi biner. Caceres dkk. (2005) dan Caceres dkk. (2007) menun-jukkan hubungan antara dimensi metrik graf hasil operasi kartesian dengan dimensi metrik graf faktornya. Sedangkan Chartrand dkk. (1998) dan Yero dkk. (2010) menunjukkan hubungan antara dimensi partisi graf hasil operasi kartesian dengan dimensi partisi graf faktornya.
Teorema II.18. (Chartrand dkk., 1998) Untuk setiap graf terhubung tak-trivial G, pd(G × K2) ≤ pd(G) + 1.
Bukti. Misalkan G ∼= H × K2, dengan H adalah graf terhubung non-trivial. Misalkan pd(H) = k dan Π = {S1, S2, · · · , Sk} merupakan suatu partisi pembeda dari V (H). Untuk dua kopi graf H dalam konstruksi G, misalkan H1 dan H2. Selanjutnya, misalkan Π1 = {W1, W2, · · · , Wk} dan Π2 = {U1, U2, · · · , Uk}
merupakan partisi pembeda masing-masing dari V (H1) dan V (H2). Kami klaim bahwa
Π∗ = {W1 ∪ U1, W2∪ U2, · · · , Wk−1∪ Uk−1, Wk, Uk}
merupakan partisi pembeda dari V (G). Misalkan x, y ∈ V (G) sedemikian hingga r(x|Π∗) = r(y|Π∗). Akan ditunjukkan bahwa x = y. Pandang dua kasus berikut: Kasus 1. x, y ∈ H1 (atau x, y ∈ H2).
Tanpa mengurangi keumuman, katakan x, y ∈ H1. Maka, untuk 1 ≤ i ≤ k − 1, dG(x, Wi ∪ Ui) = dH1(x, Wi), dG(y, Wi ∪ Ui) = dH1(y, Wi) dG(x, Wk) = dH1(x, Wk), dG(y, Wk) = dH1(y, Wk), dG(x, Uk) = dH1(x, Wk) + 1, dan dG(y, Uk) = dH1(y, Wk) + 1. Andaikan x 6= y. Karena Π1 merupakan partisi pembeda dari V (H1), maka dH1(x, Wi) 6= dH1(y, Wi) untuk sebuah i dengan 1 ≤ i ≤ k. Oleh karena itu, dG(x, Wi) 6= dG(y, Wi), kontradiksi dengan kenyataan r(x|Π∗) = r(y|Π∗). Dengan demikian, x = y.
Kasus 2. x ∈ H1dan y ∈ H2 (atau x ∈ H2dan y ∈ H1).
Tanpa mengurangi keumuman, katakan x ∈ H1 dan y ∈ H2. Dalam kasus ini, dG(x, Wk) = dG(x, Uk) − 1 dan dG(y, Wk) = dG(y, Uk) + 1. Jadi, dG(x, Wk) 6= dG(y, Wk) dan dG(x, Uk) 6= dG(y, Uk), kontradiksi dengan r(x|Π∗) = r(y|Π∗).
Dengan demikian, x = y.
Secara umum, pada Teorema II.19, Yero dkk. (2010) menunjukkan batas atas dari dimensi partisi graf hasil operasi kartesian antara dua graf terhubung G1 dan G2 sebarang, dan menyatakannya dalam pd(G1) dan pd(G2).
Teorema II.19. (Yero dkk., 2010) Untuk sebarang graf terhubung G1 dan G2, pd(G1× G2) ≤ pd(G1) + pd(G2).
Bukti. Misalkan Π1 = {W1, W2, · · · , Wk} dan Π2 = {U1, U2, · · · , Ul} masing-masing merupakan partisi pembeda dari G1 = (V1, E1) dan G2 = (V2, E2). Kami akan menunjukkan bahwa Π1 = {W1× U1, W1× U2, · · · , W1× Ul, W2× U1, W3× U1, · · · , Wk× U1, C}, dengan C = (V1× V2) − ((V1× U1) ∪ (W1× V2)), merupakan partisi pembeda dari G1× G2.
Pandang dua simpul berbeda (a, b), (c, d) ∈ V (V1× V2). Jika a = c maka terdapat Ui ∈ Π2 sedemikian hingga dG2(b, Ui) 6= dG2(d, Ui). Oleh karena itu, terdapat dG1×G2((a, b), W1 × Ui) = dG1(a, W1) + dG2(b, Ui) 6= dG1(c, W1) + dG2(d, Ui) =
dG1×G2((c, d), W1× Ui).
Sekarang, jika a 6= c, periksa dua kasus berikut: Kasus 1. a ∈ Wi dan c ∈ Wj, dengan i 6= j.
Jika dG1×G2((a, b), Wi × U1) = dG1×G2((c, d), Wi× U1), dan dG1×G2((a, b), Wj × U1) = dG1×G2((c, d), Wj × U1), maka dG2(b, U1) = dG1×G2((a, b), Wi × U1) = dG1×G2((c, d), Wi × U1) = dG1(c, Wi) + dG2(d, U1) = dG1(c, Wi) + dG1×G2((c, d), Wj× U1) = dG1(c, Wi) + dG1×G2((a, b), Wj × U1) = dG1(c, Wi) + dG1(c, Wj) + dG2(b, U1), sebuah kontradiksi.
Kasus 2. a, c ∈ Wi.
Kasus 2.1. b, d ∈ Ul. Misalkan Wj ∈ Π1 sedemikian hingga dG1(a, Wj) 6= dG1(c, Wj). Dalam kasus ini, jika dG2(b, U1) = dG2(d, U1) maka terdapat dG1×G2((a, b), Wj × U1) = dG1(a, Wj) + dG2(b, U1) 6= dG1(c, Wj) + dG2(d, U1) = dG1×G2((c, d), Wj × U1). Sebaliknya, jika dG2(b, U1) 6= dG2(d, U1) maka terdapat dG1×G2((a, b), Wi× U1) = dG2(b, U1) 6= dG2(d, U1) = dG1×G2((c, d), Wi× U1) Kasus 2.2. b ∈ Uj dan d ∈ Ul, j 6= l.
Kasus ini serupa dengan Kasus 1. Oleh karena itu, setiap simpul berbeda (a, b), (c, d) ∈ V (V1 × V2), terdapat r((a, b)|Π) 6= r((c, d)|Π).
Dari Teorema II.5 dan Teorema II.19 diperoleh akibat berikut ini.
Akibat II.1. Untuk sebarang dua graf terhubung G1 dan G2, pd(G1 × G2) ≤ pd(G1) + dim(G2) + 1.
Lebih jauh, Yero dkk. (2010) memperbaiki batas yang diberikan oleh Akibat II.1 dan menyatakannya dalam Teorema II.20.
Teorema II.20. (Yero dkk., 2010) Untuk sebarang graf terhubung G dan H, pd(G × H) ≤ pd(G) + dim(H).
Bukti. Misalkan Π1 = {W1, W2, · · · , Wk} merupakan suatu partisi pembeda dari G1 = (V1, E1) dan S = {u1, u2, · · · , ut} merupakan suatu himpunan pembeda dari G2 = (V2, E2). Misalkan C = (V1 × V2) − ((V1 × {u1}) ∪ (W1 × {u2}) ∪ · · · ∪ (W1× {ut})). Sekarang, kami menunjukkan bahwa Π1 = {W1× {u1}, W2× {u1}, · · · , Wk× {u1}, W1× {u2}, W1× {u3}, · · · , W1× {ut}, C} merupakan suatu
partisi pembeda dari G1× G2.
Pandang dua simpul berbeda (a, b), (c, d) ∈ V (V1 × V2). Jika a = c maka b 6= d. Oleh karena itu, terdapat uj ∈ S sedemikian hingga dG2(b, uj) 6= dG2(d, uj). Selanjutnya, dG1×G2((a, b), W1× {uj}) = dG1(a, W1) + dG2(b, uj) 6= dG1(c, W1) + dG2(d, uj) = dG1×G2((c, d), W1× {uj}).
Sekarang, jika a 6= c, maka periksa dua kasus berikut: Kasus 1. a ∈ Wi dan c ∈ Wj, i 6= j.
Misalkan, dG2(b, u1) ≤ dG2(d, u1). Dalam kasus ini terdapat dG1×G2((a, b), Wi× {u1}) = dG2(b, u1) ≤ dG2(d, u1) < dG1(c, Wi) + dG2(d, u1) = dG1×G2((c, d), Wi× {u1}). Dengan cara yang serupa, jika dG2(b, u1) ≥ dG2(d, u1), maka terdapat dG1×G2((a, b), Wj× {u1}) > dG1×G2((c, d), Wj × {u1}).
Kasus 2. a, c ∈ Wi.
Misalkan dG2(b, u1) = dG2(d, u1). Karena terdapat j 6= i sedemikian hingga dG(a, Wj) 6= dG(c, Wj), maka dG1×G2((a, b), Wj × {u1}) = dG1(a, Wj) + dG2(b, u1) 6= dG1(c, Wj)+dG2(d, u1) = dG1×G2((c, d), Wj×{u1}). Jika dG2(b, u1) 6= dG2(d, u1), maka terdapat dG1×G2((a, b), Wi × {u1}) = dG2(b, u1) 6= dG2(d, u1) = dG1×G2((c, d), Wi×{u1}). Oleh karena itu, untuk setiap simpul berbeda (a, b), (c, d)
terdapat r((a, b)|Π) 6= r((c, d)|Π).
Dari Teorema II.5 dan Teorema II.20 diperoleh Akibat II.2 berikut ini.
Akibat II.2. Untuk sebarang dua graf terhubung G dan H, pd(G × H) ≤ dim(G) + dim(H) + 1.