• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Informan Terkait Dukungan dari Lingkungan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Hasil Penelitian

4. Dinamika Informan Terkait Dukungan dari Lingkungan

tahap pengampunan, baik informan I maupun informan II mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial mereka terkait dengan status mereka sebagai ODHA. Namun, informan I dan informan II juga menghadapi situasi tidak dapat mengungkapkan

status mereka kepada orang tertentu, bahkan mendapatkan penolakan dari pihak tertentu.

Pada 2007, setelah empat bulan dalam kesendirian, informan I bertemu dengan V+ dan dirujuk untuk bergabung dengan KDS D. Pada saat itu, belum ada banyak ODHA, sehingga dalam pertemuan KDS tersebut, informan I bertemu dengan baik perempuan dengan HIV positif, perempuan dari keluarga HIV positif, hingga aktivitis yang peduli ODHA. Dalam pertemuan tersebut, informan I banyak mendapatkan dukungan. Informan I juga bertemu dengan ODHA yang sehat secara fisik. Berbagai pengalaman tersebut perlahan mulai menumbuhkan kembali rasa percaya diri informan I.

Terkait dengan keluarga, informan I mengungkapkan status HIV-nya kepada kakak perempuannya yang pertama dan ketiga. Informan I hanya membuka status kepada kedua saudaranya tersebut karena dirinya memang paling dekat dengan kakak ketiganya, sekaligus merasa bahwa kakak pertamanya cukup mengayomi. Kakak ketiga informan I mendukung dan memintanya selalu patuh dalam minum obat. Sementara itu, kakak pertama informan I menanggapi dengan, “Ya sudah.”.

Sementara itu, informan I tidak membuka status kepada kedua orangtuanya karena kondisi keduanya yang tidak memungkinkan untuk menerima informasi tersebut, juga relasi

informan I dengan orangtuanya yang tidak terlalu akrab. Saat itu, informan I juga berencana untuk mengungkapkan statusnya kepada anaknya, yang saat itu berusia 3 tahun, ketika anaknya menginjak usia remaja.

Namun, ternyata pada saat duduk di kelas 1 SD, anak informan I sudah mulai bertanya tentang obat yang dikonsumsi informan I, serta mengingatkan akan bahaya overdosis. Anak informan I juga mulai mencari di internet informasi mengenai obat tersebut, karena informan I memang tidak pernah menyembunyikan obatnya. Oleh sebab itu, informan I merasa akan terlambat jika baru mengungkapkan status kepada anak saat SMP, karena sejak kelas 4 atau 5 SD, anaknya sudah tahu mengenai CD4, dan lain sebagainya.

Akhirnya, informan I memutuskan untuk memberitahu anaknya mengenai kondisinya. Anak informan I kemudian bersikeras ingin menjadi dokter. Anak informan I juga tidak malu dan mengangkat tema HIV saat melakukan presentasi di sekolah. Informan I mengaku merasa kaget dan bangga atas peristiwa tersebut. Kendati demikian, informan I mengaku bahwa terkadang dirinya langsung emosi saat anaknya melakukan kesalahan karena tingkat stessnya yang tinggi.

Sementara itu, informan II memiliki pengalaman yang sedikit berbeda dengan informan I. Setealah suaminya meninggal,

informan II tidak keluar dari rumah selama satu tahun karena minder akan kondisinya dan takut menghadapi tanggapan masyarakat. Perilaku informan II tersebut bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, saat suami informan II meninggal, masyarakat sekitar menunjukkan sikap mendiskriminasi dengan membuat jarak saat melayat. Namun, saat ini masyarakat bersikap biasa saja dengan informan II, bahkan bersedia untuk makan bersama, karena melihat informan tetap sehat.

Berbeda dengan informan I, informan II mengungkapkan statusnya kepada seluruh anggota keluarganya. Keluarga informan II sedih mengetahui informasi status informan II, tetapi tidak memperlakukan informan II secara berbeda. Bahkan, kakak informan II menyatakan kesediaan untuk mengurus pemakaman informan II kelak apabila orang lain takut. Informan II sempat menghibur kedua orangtuanya yang takut dirinya meninggal, sekalipun di dalam hati informan II juga sebenarnya merasa takut.

Informan II juga membuka statusnya pada suaminya yang sekarang. Suami kedua informan II tersebut menerima kondisi informan II dan tidak memperlakukan informan II dengan berbeda. Suami informan II tersebut biasanya mengingatkan untuk minum obat dan jangan kecapean agar tidak mudah sakit. Namun, suami kedua informan II tersebut meminta informan II untuk tidak mengungkapkan statusnya kepada keluarga suami dan masyarakat

di lingkungan sekitar mereka dengan alasan cukup dirinya yang tahu. Hal tersebut menyebabkan informan II tidak membuka status HIV-nya kepada kedua mertuanya, sekalipun mereka tinggal bersama. Kondisi tersebut menyebabkan informan II merasa cemas apabila suatu hari keluarga suami keduanya tahu mengenai statusnya dan menolak dirinya. Menghadapi situasi tersebut, informan II berkata demikian:

“Misalkan suatu saat tahu, kayak gitu, misalkan mereka nggak terima dengan status aku, ya udah. Paling balik ke kampungku.” (Informan II, Baris 1400-1403). Terhadap anaknya, informan II juga membuka statusnya sekaligus menjelaskan kondisi almarhum suaminya dan mengingatkan pada anaknya bahaya narkoba. Informan II juga melarang anaknya untuk memegang informan II apabila dirinya mengalami luka yang berdarah. Anak informan II memahami kondisi penyakit informan II dan sejak itu selalu mengingatkan informan II untuk meminum obat. Bahkan, anak informan II biasanya mengambilkan obat dan minum bagi informan II. Sikap anak tersebut menjadi penyemangat tersendiri bagi informan II.

“Terus… anakku juga udah ngerti. Terus tak… setiap jam alarm HP bunyi, dia langsung ambilin… ini… misalkan banyak orang, kayak gitu, dia, “Ma, vitamin dulu.” kayak gitu.” (Informan II, Baris 155-160).

“Dia bilangnya vitamin, gitu. Kayak gitu. Ngasih… kayak gitu. Kalau aku belum ngambil, diambilin. Diambilin air, kayak gitu. Diambilin… dia kasih minum sekalian, kayak gitu. Jadi itu kan… jadi penyemangat juga buat aku, kayak gitu.” (Informan II, Baris 164-171).

Setelah setahun berdiam diri di rumah, informan II mencoba untuk keluar dan akhirnya bertemu dengan KDS D. Oleh teman-teman KDS, informan II diajak untuk ikut pertemuan, hingga akhirnya bertemu dengan V+. Dalam pertemuan-pertemuan, informan II banyak menyaksikan ODHA yang sudah terlebih dahulu terkena HIV, ternyata dapat hidup lama dan sehat. Pertemuan informan II dengan komunitas pendukung seperti KDS dan V+ kemudian mengubah pandangan informan II yang awalnya berpikir akan segera meninggal, menjadi termotivasi untuk melihat anak dewasa dan sukses.

Dokumen terkait