• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir

Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada perubahan penutupan lahan selama 14 tahun terakhir, yang dibagi dalam 3 masa rentang waktu mulai dari tahun 1999, 2006 dan 2013. Analisis ini dilakukan dengan tahapan interpretasi citra satelit pada 3 (tiga) titik tahun tersebut. Pertimbangan pemilihan tahun tersebut didasarkan pada kondisi Kota Kupang sebagai kota tepi pantai yang baru mengalami pemekaran serta terkonsentrasinya aktivitas jasa dan perdagangan yang cenderung terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut ditandai dengan pengembangan dan pembangunan pada sektor pariwisata yakni pembangunan hotel dan restoran.

Berdasarkan hasil interpretasi visual citra Landsat kelas penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang terdiri atas tujuh kelas, yaitu : hutan bakau, hutan kota, ladang/tegalan/belukar, permukiman, perairan/tubuh air, sawah dan tanah kosong. Dinamika perubahan luas masing-masing kelas penggunaan lahan berbeda-beda seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Dinamika Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Periode Tahun 1999 – 2013 Penggunaan Lahan Luas % Luas % Luas %

Perubahan Perubahan Perubahan

(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)

1999 2006 2013 1999-2006 2006-2013 1999-2013 Hutan Bakau 18,96 0,60 14,26 0,45 7,19 0,23 -4,70 -7,07 -11,77 Hutan Kota 255,09 8,06 650,41 20,56 530,85 16,78 395,31 -119,55 275,76 Ladang/tgln/bkr 2.235,45 70,66 913,23 28,87 653,99 20,67 -1.322,21 -259,24 -1.581,46 Pemukiman 473,00 14,95 1.098,12 34,71 1.536,34 48,56 625,11 438,22 1.063,33 Perairan/tubuh air 57,61 1,82 61,68 1,95 65,04 2,06 4,07 3,36 7,43 Sawah 19,54 0,62 18,05 0,57 7,47 0,24 -1,49 -10,59 -12,08 Tanah Kosong 103,81 3,28 407,72 12,89 362,59 11,46 303,91 -45,13 258,78 Jumlah 3.163,48 100,00 3.163,48 100,00 3.163,48 100,00

Karakteristik masing-masing jenis penggunaan lahan berdasarkan hasil analisis citra Landsat, pengamatan dilapangan dan studi pustaka dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Penggunaan Lahan Permukiman

Kenampakan permukiman di lapang dipengaruhi oleh adanya aksesibilitas. Semakin dekat jaraknya dengan jalan-jalan utama maka luasan permukiman akan semakin besar. Konsentrasi pengembangan dan pembangunan Kota Kupang berada pada kawasan pesisirnya. Hal tersebut ikut mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan bangunan lainnya termasuk hotel dan restoran. Persebaran permukiman pada umumnya berkaitan dengan mata pencaharian umum masyarakat di lokasi penelitian yaitu di bidang perdagangan,

66

jasa, perikanan dan pertanian. Permukiman dalam hal ini meliputi ruang terbangun seperti : perumahan, sekolah, pasar, gedung layanan umum masyarakat dan bangunan lainnya. Kondisi permukiman di pesisir Kota Kupang yang pada umumnya terletak di sepanjang pinggiran pantai atau mengikuti garis pantai dan polanya tidak teratur.

Pola bangunan di pesisir Kota Kupang sebagian besar tidak teratur karena membelakangi pantai dan sebagian besar berada pada jalur hijau sempadan pantai. Kondisi tersebut sangat tidak memenuhi aspek penataan maupun sanitasi lingkungan yang baik sehingga menimbulkan kesan yang kumuh. Kondisi permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang sebagian besar permanen dan sebagian besar warganya memiliki sertifikat tanah sehingga sulit untuk dikembalikan pada keadaan semula. Dengan keadaan tersebut maka pemerintah setempat akan sulit untuk mencapai kota tepi pantai berbasis waterfront city

berkelanjutan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Gambaran mengenai kondisi permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang tertera dalam Gambar 21.

Gambar 21 Kondisi Pola Permukiman di Kelurahan Namosain Tahun 2013 dan Kelurahan Fatubesi Tahun 2008

b) Penggunaan Lahan Hutan Bakau/Mangrove

Kondisi hutan bakau di pesisir Kota Kupang dalam perkembangannya mengalami penurunan dan polanya sebagian besar sudah tidak mengikuti pinggir pantai karena sudah mengalami perubahan fungsi menjadi penggunaan lain serta tingginya erosi dan abrasi. Menurut masyarakat setempat bahwa berkisar tahun 1990-an sampai tahun 2000-an di kelurahan Lasiana dan Oesapa sebagian besar lahan hutan bakaunya di tebang untuk dijadikan sebagai tempat kegiatan off road

kendaraan dan sebagiannya lagi adalah pemanfaatan kayu bakau oleh masyarakat. Hutan bakau sebagian besar terkonsentrasi di Kelurahan Oesapa. Meski bentuk hutan bakau masih tumbuh secara alami, namun jumlah luasannya semakin menurun. Hal tersebut didasarkan pada kenampakan bentuk hutan bakau di citra

Landsat yang masih alami dan tidak berbentuk petak atau hasil budidaya. Jenis penggunaan lahan hutan bakau disajikan dalam Gambar 22.

67

Gambar 22 Penggunaan Lahan Hutan Bakau di Kelurahan Oesapa Tahun 2013 c) Penggunaan Lahan Hutan Kota

Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota. Kondisi penggunaan lahan hutan kota di sekitar pesisir Kota Kupang secara resmi belum ada, namun pemerintah setempat sejak tahun 2012 sudah ada perencanaan untuk membangun kawasan hutan kota. Hutan kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah merupakan areal bervegetasi, baik itu hutan, dan beberapa kelompok pepohonan yang tumbuh di atas tanah hak negara maupun diatas tanah hak milik masyarakat setempat, kondisi hutan kota disekitar pesisir Kota Kupang pada umumnya tumbuh di atas lahan kosong yang sebagian lokasinya berdekatan atau berada dekat dengan permukiman dan sebagiannya lagi berada pada lokasi yang cukup jauh dari lokasi permukiman atau terletak di pinggiran kota. Kondisi penggunaan lahan hutan kota di sekitar pesisir Kota Kupang disajikan dalam Gambar 23.

Gambar 23 Penggunaan Lahan hutan Kota di Kelurahan Oesapa dan Lasiana Tahun 2013

68

d) Penggunaan Lahan Ladang/Tegalan/Belukar

Pada umumnya berdekatan dengan permukiman atau berdekatan dengan daerah aliran sungai, biasanya terletak di lereng bawah sampai dengan daerah yang berbukit-bukit dengan pola menyebar. Kondisi ladang/tegalan/belukar di lokasi penelitian cenderung menempati areal kosong yang cenderung berdekatan dengan areal permukiman, lahan kosong dekat sungai. Ladang umumnya ditanami tanaman jagung, singkong, jambu mente, dan tanaman khas pantai yaitu, kelapa dan pohon lontar/tuak. Secara umum luas lahan belukar paling dominan di kawasan tersebut. Kondisi penggunaan lahan ladang/tegalan dan belukar disajikan dalam Gambar 24.

Gambar 24 Penggunaan Lahan Ladang/Tegalan dan Belukar di Kelurahan Alak dan Namosain Tahun 2013

e) Penggunaan Lahan Perairan/Tubuh Air/Badan Air

Kelas penggunaan lahan perairan dalam citra Landsat pada umumnya memiliki ciri berwarna biru tua dengan tekstur yang halus. Kedalaman air sangat mempengaruhi kegelapan warna, semakin tinggi kedalaman air maka warna yang akan tampak pada citra Landsat akan semakin gelap (biru tua). Kenampakan perairan terdiri dari beberapa bentuk yakni, bentuk yang lebih besar adalah laut, sedangkan yang lebih kecil adalah sungai memiliki ciri bentuk yang memanjang dan berliku-liku atau berkelok-kelok. Badan air/tubuh air dapat berupa sungai, danau, situ dan laut. Kondisi badan air/tubuh air di Kota Kupang lebih didominasi laut, sedangkan untuk sungai dan situ masih tergolong kecil. Penggunaan lahan badan air/tubuh air disajikan dalam Gambar 25.

Gambar 25 Penggunaan Lahan Perairan/tubuh air di Kelurahan Namosain dan Lahi Lai Bissi Kopan (LLBK) Tahun 2013

69 f) Penggunaan Lahan Sawah

Kunci interpretasi citra Landsat yang paling penting untuk mengenali la- han sawah adalah mengetahui fase-fase pertumbuhan tanaman padi. Fase-fase kondisi penutupan lahan selama masa pertumbuhan tanaman padi dan kenampakannya pada citra landsat dapat dijelaskan sebagai berikut: Fase awal pertumbuhan padi, dimana lahan sawah didominasi oleh air karena penggenangan. Pada citra Landsat TM dengan komposisi warna true color composite (TCC), lahan sawah akan tampak berwarna biru, selanjutnya fase pertumbuhan vegetatif, ditandai dengan semakin lebatnya daun tanaman padi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini, penutupan lahan didominasi oleh warna hijau. Warna hijau ini akan tampak hijau pada citra, fase pertumbuhan generatif, dimana lahan sawah yang semula didominasi oleh daun yang berwarna hijau akan digantikan dengan butir-butir padi yang berwarna kuning pucat pada TCC, dan terakhir fase panen. Pada fase ini lahan menjadi bera selama jangka waktu tertentu. Pada kondisi ini lahan sawah akan tampak berwarna coklat kemerahan pada komposisi warna TCC.

Namun jika dilihat maka kenampakan sawah pada citra Landsat pada umumnya berwarna hijau muda dengan tekstur yang halus, dan biasanya berada dekat dengan ladang atau permukiman atau berada tidak jauh dari aliran sungai. Kondisi lahan sawah sawah di sekitar kawasan pesisir adalah cenderung berada pada pinggiran kota dan berdekatan dengan daerah aliran sungai. Pada saat pengambilan data kondisi sawah di sekitar daerah penelitian berada pada fase panen. Gambar 26 memperlihatkan kondisi penggunaan lahan sawah di sekitar pesisir Kota Kupang.

Gambar 26 Penggunaan Lahan Sawah di Kelurahan Lasiana Tahun 2013 g) Penggunaan Lahan Kosong

Kenampakan lahan kosong biasanya ditandai dengan warna hijau dengan tesktur kasar dan memiliki pola yang tidak teratur, terkadang kenampakan lahan kosong bisa juga ditandai dengan warna coklat dengan tekstur yang kasar. Kondisi kenampakan lahan kosong di pesisir Kota Kupang dipengaruhi oleh faktor cuaca dan musim, jika pada saat musim hujan, maka kenampakan lahan kosong adalah warna hijau, hal tersebut terjadi akibat muncul vegetasi oleh tanaman-tanaman yang tumbuh pada saat musim hujan sebaliknya jika pada saat musim kemarau maka kenampakan lahan kosong akan berwarna coklat dengan sedikit tanaman didalamnya. Lahan kosong di pesisir Kota Kupang pada umumnya terdiri dari

70

tanaman ilalang atau rumput savana, serta tanaman liar lainnya. Jenis penggunaan lahan kosong di pesisir Kota Kupang disajikan dalam Gambar 27.

Sumber:Koleksi foto Bappeda Kota Kupang dan Dokumentasi Pribadi

Gambar 27 Penggunaan Lahan Kosong atau Tanah Terbuka di Kelurahan Namosain Tahun 2009 dan 2013

5.1.1 Struktur Dinamika Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Kota Kupang Tahun 1999, 2006 dan 2013

Kebutuhan lahan untuk ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Kupang semakin meningkat sejalan dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakatnya. Implikasi beragamnya adalah dimana terjadi pergeseran fungsi ruang dari sebagaimana mestinya, misalnya fungsi budidaya kawasan perkotaan menekan lahan yang awalnya merupakan ruang terbuka hijau (RTH) dan jalur hijau termasuk didalam sempadan pantai yang berfungsi sebagai kawasan lindung ekologis kota. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan kota itu sendiri dengan bermacam aktifitasnya yang merubah penggunaan lahan ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun. Perubahan-perubahan fungsi yang terjadi merupakan bagian dari konsekuensi dinamika perubahan penggunaan lahan perkotaan yang cepat.

Kota Kupang sendiri merupakan kota yang berada pada pesisir pantai dan sebagian besar kegiatan perekonomiannya kini berpusat pada kawasan tersebut. Dengan adanya kebijakan pemerintah setempat tentang pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata maka akan memberikan peluang semakin meningkatnya alih fungsi lahan pada kawasan tersebut. Pembangunan dan pengembangan yang terjadi di kawasan pesisir Kota Kupang menimbulkan dinamika pada setiap jenis penggunaan lahan, untuk melihat seberapa besar perubahan yang terjadi pada kawasan tersebut maka perlu dilakukan interpretasi citra Landsat .

Interpretasi citra Landsat pada 3 (tiga) titik tahun, di pesisir Kota Kupang menghasilkan peta sebaran penggunaan lahan pada tahun 1999, 2006 dan tahun 2013 yang kemudian menghasilkan luasan dan besarnya perubahan dari tiap jenis penggunaan lahan. Peta sebaran penggunaan lahan disajikan dalam Gambar 28, Gambar 29 dan Gambar 30.

71 G am ba r 28 P et a P engg unaa n L aha n di P es is ir K ot a K upang T ahun 199 9

72 G am ba r 29 P et a P engg una an L aha n di P es is ir K ot a K upa ng T ahun 2006

73 G am ba r 30 P et a P engg una an L aha n di P es is ir K ot a K upa ng T ahun 2013

74

Hasil analisis menunjukkan bahwa di pesisir Kota Kupang telah mengalami perkembangan dan pertumbuhan daerah perkotaan yang cukup pesat. Dinamika perubahan penggunaan lahan terlihat nyata pada hampir semua jenis penggunaan lahan. Pada Tabel 12 diketahui bahwa luas total penggunaan lahan pada kawasan pesisir Kota Kupang sebesar 3.163,48 ha. Dalam kurun waktu 14 tahun (1999 – 2013) jenis penggunaan lahan yang paling dominan atau memiliki jumlah luasan terbesar dari penggunaan lahan lain adalah permukiman sedangkan penggunaan hutan bakau, ladang/tegalan/belukar dan sawah cenderung menurun. Sementara untuk jenis penggunaan lahan yang lainnya seperti hutan kota dan tanah kosong mengalami fluktuasi. Pada tahun 1999 luas penggunaan lahan hutan kota hanya 255,09 ha dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 650,41 ha, namun memasuki tahun 2013 luasannya kembali menurun menjadi 530,85 ha, sementara jenis penggunaan lahan tanah kosong pada tahun 1999 luasnya 103,81 ha kemudian meningkat pesat pada tahun 2006 menjadi 407,72 ha, namun memasuki tahun 2013 luasannya mengalami penurunan sehingga tersisa 362,59 ha. Khusus perairan/tubuh air selama periode tahun 1999 – 2013 cenderung mengalami peningkatan, meski tidak signifikan pengembangan luas penggunaan lahan tersebut diduga berkaitan dengan berkurangnya luas penggunaan lahan hutan bakau pada kawasan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa populasi hutan bakau yang ada pada kawasan pesisir Kota Kupang khususnya yang berada di kecamatan Kelapa Lima di tebang untuk dimanfaatkan kayunya dan sebagai tempat kegiatan olah raga motor dan mobil (off road). Hal tersebut merupakan penyebab berkurangnya luas penggunaan lahan hutan bakau di pesisir Kota Kupang.

Persentase luas lahan masing-masing jenis penggunaan lahan di pesisir Kota Kupang pada tahun 1999 berbeda-beda. secara berurutan jenis penggunaan ladang/tegalan menempati urutan pertama sebesar 70,66% (2.235,45 ha), kemudian permukiman 14,95% (473,00 ha), hutan kota 8,06% (255,09 ha), tanah kosong 3,28% (103,81 ha), perairan/tubuh air 1,82% (57,61 ha), sawah 0,62% (19,54 ha), dan terakhir adalah hutan bakau 0,60% (18,96%).

Berbeda dengan tahun sebelumnya (1999) pada tahun 2006 atau 7 tahun kemudian, menunjukkan bahwa pertumbuhan penggunaan lahan permukiman dan bangunan lainnya menjadi 2 kali lipat dari 14,95% (473,00 ha) pada tahun 1999 menjadi 34,71% (1.098,12 ha) pada tahun 2006, sebaliknya terjadi penyusutan secara signifikan pada lahan untuk ladang/tegalan/belukar dari 70,66% (2.235,45 ha) pada tahun 1999 hingga tersisa menjadi 28,87% (913,23 ha) pada tahun 2006. Selanjutnya jenis penggunaan lahan yang mengalami peningkatan antara lain, hutan kota 20,56% (650,41 ha), tanah kosong 12,89% (407,72 ha), perairan/tubuh air 1,95% (61,68 ha), sedangkan jenis penggunaan lahan yang mengalami penurunan antara lain hutan bakau 0,45% (14,26 ha) dan sawah 0,57% (18,05 ha).

Perkembangan penggunaan lahan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa luas lahan permukiman terus mengalami peningkatan sebesar 48,56% (1.536,34 ha) atau naik menjadi 14% dari tahun 2006. Jenis penggunaan lahan lainnya yang mengalami penyusutan pada tahun 2013 diantaranya ladang/tegalan/belukar sebesar 9% (259,24 ha), hutan kota sebesar 5% (119,55 ha) dari tahun 2006 dan tanah kosong sebesar 2% (45,13 ha) kemudian jenis penggunaan lahan hutan bakau tersisa menjadi 0,23% (7,07 ha).

75 Secara umum terlihat bahwa perkembangan permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang terus mengalami peningkatan, begitu pula dengan penggunaan lahan tanah kosong yang juga meningkat. Meningkatnya luas lahan tanah kosong pada tahun 2000 - 2009 di kawasan pesisir Kota Kupang disebabkan oleh meningkatnya alih fungsi lahan kebun Aren (Tuak) secara besar-besaran dibeberapa kelurahan pesisir, antara lain kelurahan Namosain, Oesapa dan Lasiana. Kondisi tanah kosong yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang sudah dimiliki oleh para investor yang kapan saja siap untuk dibangun menjadi lahan permukiman. Kondisi pengunaan lahan hutan kota juga mengalami peningkatan, meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2013 namun luas lahannya masih sangat mencukupi. Kategori hutan kota yang ada pada umumnya merupakan jenis hutan kota alami, sedangkan hutan kota yang dibangun oleh pemerintah setempat secara resmi belum ada. Dinamika perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang multiwaktu disajikan dalam Gambar 31.

Gambar 31 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Kupang Tahun 1999 – 2013

Dinamika dan arah perubahan penggunaan lahan yang terjadi di pesisir Kota Kupang cenderung bersifat irreversible artinya bahwa setiap perubahan yang terjadi dari fungsi awalnya akan sulit untuk kembali seperti semula. Seandainya usaha untuk mengambalikan fungsinya pada penggunaan awal, maka akan memerlukan energi yang besar untuk mengatasinya seperti biaya, waktu dan juga akan memicu terjadinya konflik sosial dan budaya.

Indikator perkembangan suatu wilayah dapat juga diukur dari tumbuh cepatnya ruang terbangun atau permukiman. Begitu pula dengan yang sedang dialami oleh kawasan pesisir Kota Kupang, dimana tingkat perkembangan permukimannya meningkat cukup signifikan dalam kurun waktu 14 tahun (1999 - 2013). Indikator lain yang merupakan bagian dari perkembangan wilayah antara lain terjadinya penurunan luas penggunaan lahan sawah atau lahan pertanian, dan tanah kosong yang dikonversi menjadi permukiman dan penggunaan yang lain dengan tujuan untuk perkembangan wilayah.

18.96 ha 14.26 ha 7.19 ha 255.09 ha 650.41 ha 530.85 ha 2235.45 ha 913.23 ha 653.99 ha 473.00 ha 1098.12 ha 1536.34 ha 57.61 ha 61.68 ha 65.04 ha 19.54 ha 18.05 ha 7.47 ha 103.81 ha 407.72 ha 362.59 ha 1999 2006 2013

Tanah Kosong Sawah Perairan/tubuh air

Pemukiman Ladang/tgln/bkr Hutan Kota

T

ah

u

76

Pada peta penggunaan lahan (Gambar 28, 29 dan 30) terlihat bahwa penyebaran jenis penggunaan lahan permukiman hampir merata pada ketiga kecamatan di pesisir Kota Kupang yaitu Kecamatan Alak, Kecamatan Kota Lama dan Kecamatan Kelapa Lima, namun kepadatan permukiman lebih dominan pada Kecamatan Kota Lama dan Kelapa Lima karena merupakan pusat aktivitas perdagangan dan jasa.

Proporsi penggunaan lahan ladang/tegalan/belukar secara spasial dominan pada kecamatan Alak, kemudian yang kedua pada kecamatan Kelapa Lima sedangkan pada Kecamatan Kota Lama sangat kecil. Meski penggunaan lahan ladang/tegalan terus mengalami penurunan, namun kondisi wilayah pada kecamatan Alak masih memadai atau masih terdapat ruang, sehingga sampai kini masih terdapat ladang/tegalan, meski kondisinya semakin sedikit sebagai akibat dari perkembangan yang dialami oleh Kota Kupang.

Penjelasan sebelumnya bahwa kondisi hutan kota yang ada di kawasan pesisir Kota Kupang merupakan jenis hutan kota alami atau yang tumbuh secara alami dan secara spasial penyebarannya dominan terletak pada kecamatan Alak, kemudian kecamatan Kelapa Lima dan yang terakhir pada kecamatan Kota Lama. Hutan kota terdiri dari pupulasi pohon yang khas tepi pantai yaitu pohon lontar atau pohon tuak dan jenis pohon lainnya.

Kondisi jenis penggunaan lahan tanah kosong jika dilihat dari penyebarannya secara spasial dominan pada kecamatan Alak, dan sebagian pada kecamatan Kelapa Lima, sedangkan di kecamatan Kota Lama persentase sangat sedikit. Dari hasil wawancara dengan masyarakat pesisir sebagian besar menyatakan bahwa kondisi penggunaan lahan tanah kosong meningkat akibat dari berubahnya penggunaan lahan tegalan/ladang/belukar menjadi tanah kosong. Kondisi penggunaan lahan tanah kosong di kawasan pesisir sebagian besar akan dibangun infrastruktur penunjang pariwisata.

Jenis penggunaan lahan perairan/tubuh air lebih dominan adalah laut . Pada penggunaan lahan tubuh air seperti sungai sangat berpengaruh terhadap keadaan musim di Kota Kupang yang cenderung memiliki musim kemarau yang sangat panjang sehingga dengan sendirinya akan mempengaruhi jumlah debit air yang dimiliki bahkan sampai mengering. Kondisi tubuh air yang ada dipesisir Kota Kupang pada umumnya penyebarannya merata pada ketiga kecamatan (Kecamatan Alak, Kelapa Lima dan Kota Lama) sedangkan untuk tubuh air sungai hanya berada pada Kecamatan Kota Lama dan Kelapa Lima.

Penggunaan lahan berikutnya adalah sawah, dimana sepanjang tahun 1999 – 2013 terus mengalami dinamika dalam luasannya dan terus mengalami penurunan. Secara spasial kondisi jenis penggunaan lahan sawah dominan terletak pada Kecamatan Kelapa Lima, letak penggunaan lahan sawah cenderung berdekatan dengan aliran sungai atau DAS.

Jenis penggunaan lahan yang terakhir adalah hutan bakau. Keberadaan hutan bakau atau mangrove pada kawasan pesisir merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kawasan pesisir dan merupakan ciri khas suatu wilayah pesisir. Dengan adanya pengembangan Kota Kupang pada kawasan pesisirnya yang pesat tentu saja akan mempengaruhi keadaan lingkungan kawasan tersebut dan memberikan dampak serta tekanan terhadap luas penggunaan lahan hutan bakau di kawasan tersebut. Dari hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa luas penggunaan lahan hutan bakau kondisinya cenderung terus menurun dan

77 terancam punah. Secara spasial dapat terlihat bahwa penyebaran penggunaan lahan hutan bakau dominan hanya pada Kecamatan Kelapa Lima, khususnya di kelurahan Oesapa.

5.1.2 Kecenderungan Laju Perubahan Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Kupang Tahun 1999 – 2013

Gambaran dinamika luas perubahan penggunaan lahan di pesisir Kota Kupang yang terjadi selama periode tahun 1999 – 2006 dan periode tahun 2006 – 2013 disajikan dalam Gambar 32. Pada periode tahun 1999 – 2006 jenis penggunaan lahan yang mengalami kecenderungan penurunan terbesar adalah ladang/tegalan/belukar yakni sebesar 1.322,21 ha. (Tabel 13). Penurunan yang terjadi pada jenis penggunaan lahan ladang/tegalan/belukar dalam periode tahun tersebut disebabkan oleh tingginya alih fungsi lahan tersebut menjadi lahan kosong/tanah kosong dan sebagiannya lagi menjadi permukiman. Perubahan penggunaan lahan ladang/tegalan/belukar menjadi tanah kosong disebabkan oleh faktor musim kemarau yang sangat panjang di Kota Kupang, yang membuat sumber air menjadi sulit sehingga sebagian masyarakat memilih untuk menjual dan mencari sumber mata pencaharian yang lain. Hal tersebut menyebabkan sebagian lahan tersebut dialih fungsikan menjadi permukiman dan hingga kini sedang marak terjadi di pesisir Kota Kupang. Angka penurunan luas penggunaan lahan ladang/tegalan/belukar pada periode ini merupakan penurunan tertinggi, dimana pada tahun 1999 tercatat penggunaan lahan ini seluas 2.235,45 ha kemudian menurun siginifikan pada tahun 2006 sehingga tersisa 913,23 ha.

Memasuki periode 2006 – 2013 luas lahan ladang/tegalan/belukar terus mengalami penurunan, yakni sebesar 259,24 ha, meskipun penurunan yang terjadi pada tahun tersebut tidak sebesar pada periode tahun 1999 – 2006 namun tidak menutup kemungkinan jenis penggunaan lahan ladang/tegalan/belukar di pesisir Kota Kupang akan terus mengalami penyusutan bahkan akan terancam habis. Penurunan luas lahan ladang/tegalan/belukar yang berlangsung secara terus- menerus diakibatkan oleh tingginya konversi lahan yang sedang terjadi pada