• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN ………………………………………… 85-100

5.2 Diskusi

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan religiusitas, moral disengagement dan demografi terhadap agresivitas.

Dalam penelitian ini, secara umum variabel religiusitas mempengaruhi agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang. hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shaw, et.al. (2011) yang meneliti tentang bagaimana kekerasan yang diprediksi dari adanya pengaruh religiusitas dan keteguhan moral (moral certainty), menyebutkan bahwa pada tingkat yang lebih tinggi dari keteguhan moral (moral certainty), religiusitas memiliki pengaruh yang lebih besar pada munculnya bentuk kekerasan.

Religiusitas merupakan variabel yang memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Religiusitas tidak hanya terdiri dari satu konstruk variabel namun berdiri dari beberapa konstruk, baik berupa konstruk internal individu (kepribadian) hingga konstruk sosial. Selain itu, konstruk religiusitas pun memiliki irisan dengan konstruk lain yang serupa seperti kondisi fisik, keadaan lingkungan dan pengaruh kelompok

(social support) sehingga religiusitas memiliki kontribusi yang besar dalam menggambarkan agresivitas.

Namun, dalam hasil penelitian ini ditemukan bahwa tidak semua dimensi dalam religiusitas ini berpengaruh secara signifikan terhadap agresivitas. Terbukti dalam penelitian ini hanya satu dari tujuh dimensi religiusitas yaitu unvengefulness (rasa tidak dendam) yang memiliki pengaruh secara signifikan. Berdasarkan nilai koefisien regresi dimensi unvengefulness (rasa tidak dendam) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap agresivitas. Hal ini berarti menunjukkan bahwa semakin rendah rasa tidak dendam seseorangmaka semakin tinggi agresivitas orang tersebut. Gazi dan Faozah (2010) menjelaskan bahwa tidak ada jaminan orang yang taat beragama akan bebas dari rasa dendam dan kebencian terhadap orang lain atau kelompok lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam dimensi religiusitas yaitu general religiosity, social support, forgiveness, god us judge, thankfulness dan involve god tidak signifikan berpengaruh terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang dengan tingkatan religiusitasnya tidak mudah melakukan perilaku agresif. Namun dalam penelitiannya, Huesmann, et.al. (2011) menyatakan bahwa partisipasi keagamaan dapat membangun religiusitas seseorang dan mempengaruhi tinggi rendah tingkat agresivitas secara kontinu pada tiap tahap perkembangan hidupnya.

Selanjutnya, dari hasil penelitian mengenai pengaruh moral disengagement dengan diikutsertakan semua variabelnya, hanya ditemukan satu dimensi yang berpengaruh yaitu dimensi blaming/dehumanizing the victim sedangkan dimensi yang lainnya tidak berpengaruh. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hymel, et.al. (2005) yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh dari blaming/dehumanizing the victim terhadap agresivitas.

Dimensi cognitive restructuring tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hymel et.al., (2005) yang menyatakan bahwa moral disengagement dalam hal ini cognitive restructuring berhubungan positif dengan agresivitas. Peneliti mengasumsikan perbedaan hasil penelitian karena berbedanya karakteristik umur sampel, yaitu pada penelitian ini menggunakan sampel usia dewasa yang dalam hal kognitifnya jelas lebih mantap dibandingkan dengan usia remaja. William Perry (dalam Santrock, 2002) mengemukakan bahwa remaja sering memandang dunia dalam dualisme pola polaritas mendasar – seperti benar/salah atau baik/buruk. Pada waktu kaum muda mulai matang dan memasuki tahun-tahun masa dewasa, mereka mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang orang lain, yang mengguncang pandangan dualistik mereka. Pemikiran dualistik mereka digantikan oleh pemikiran beragam. Pada waktu pendapat pribadi ditentang oleh orang lain, pemikiran yang beragam menghasilkan pemikiran yang relatif tunduk, di mana pendekatan yang analitis dan evaluatif terhadap ilmu

pengetahuan secara sadar dan aktif dilakukan. Orang dewasa memahami bahwa arti dari sebuah peristiwa dihubungkan dengan konteks di mana peristiwa itu terjadi dan dibatasi pada kerangka berpikir individu yang digunakan untuk memahami peristiwa tersebut.

Sedangkan hasil pada variabel minimizing agency dan distortion of negative consequences sesuai dengan penelitian Hymel, et.al., (2005) bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan minimizing agency dan distortion of negative consequences terhadap agresivitas. Peneliti berasumsi bahwa yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak signifikan karena dalam penelitian ini pemilihan sampel diambil secara accidental sampling sehingga ketika kuesioner disebarkan tidak ada seleksi untuk sampel yang benar-benar mengalami moral disengagement. Hasil kategorisasi juga menyatakan bahwa masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang cenderung memiliki tingkat minimizing agency dan distortion of negative consequences yang rendah. Hal ini berarti masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang cenderung tidak memindahkan atau menyebarkan tanggung jawab kepada orang lain dan tidak mengabaikan konsekuensi sehingga moral disengagement yang memprediksi agresivitas yang terjadi di masyarakat berada pada tingkatan yang rendah.

Pada penelitian ini karakterisitik sampel termasuk dalam masa dewasa dengan rentang usia 20 – 50 tahun. Schaie (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa pada masa dewasa terjadi fase eksekutif, yaitu di mana seseorang

bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial (misalnya, pemerintah atau perusahaan). Dalam fase eksekutif individu membangun pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dan berbagai hubungan yang kompleks yang terlibat di dalamnya.

Terakhir, adapun variabel demografi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa variabel jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap agresivitas masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukankan oleh Bjorkqvist, Osterman dan Hjelt-Back (dalam Baron, 2005) bahwa laki-laki lebih terlibat dalam berbagai bentuk perilaku agresif langsung–

tindakan yang ditujukan secara langsung pada target dan secara jelas datang dari aggressor (misalnya, kekerasan fisik, mendorong, menampik, melempar sesuatu pada orang lain, berteriak dan mengejek). Sedangkan perempuan lebih terlibat dalam berbagai bentuk perilaku agresif tidak langsung–tindakan ini termasuk menyebarkan rumor mengenai target, bergosip di belakang target, mengarang cerita sehingga target mendapat masalah dan lain-lain. Peneliti berasumsi bahwa keterbatasan dalam penelitian ini terajadi karena penelitian yang dilakukan hanya memakai kuesioner tanpa dilakukan lagi observasi atau wawancara mendalam mengenai perilaku keseharian subjek sehingga cukup besar peluang untuk melakukan faking good terhadap isi dari kuesioner.

Selain itu, jika dilihat dari fenomena agresivitas yang terjadi pada masyarakat desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang pada saat dilaksanakannya pilkada termasuk ke dalam perilaku kelompok, di mana terkadang orang kehilangan dirinya sendiri di dalam kerumunan dan bertindak secara berbeda (Reicher dalam Taylor et. al., 2009). Dalam situasi kerumunan, seseorang terkadang kehilangan rasa tanggung jawab atas tindakannya. Sistem kontrol melemah dan karenanya dorongan agresif bebas disalurkan. Hasilnya bisa berupa tindakan kekerasan yang tak bermoral. Fenomena ini disebut deindividuasi (Postmes & Spears, dalam Taylor, et.al., 2009). Deindividuasi menciptakan keadaan psikologis khusus di mana individu menjadi kurang menyadari nilai personalnya dan perilakunya, dan lebih fokus pada nilai dan perilaku kelompok dan situasi (Diener, dalam Taylor, 2009). Sehingga, pada saat agresivitas diukur secara individu diperoleh hasil kategorisasi agresivitas yang rendah. Hal ini berarti masyarakat di desa Kampung Melayu Timur kecamatan Teluknaga, Tangerang memiliki tingkatan yang rendah pada segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan pihak lain yang dapt dilakukan baik secara fisik, verbal, anger dan hostility.

Dari hasil penelitian di atas, terdapat perbedaan pendapat dari hasil penelitian sebelumnya mengenai dimensi-dimensi religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin terhadap agresivitas. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh dimensi-dimensi religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin

dengan agresivitas pada masyarakat agar dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam, sedangkan berdasarkan proporsi varians seluruhnya, agresivitas yang dipengaruhi independent variable (religiusitas, moral disengagement dan jenis kelamin) adalah sebesar 36.6%. Sisanya sebanyak 63.4% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain di luar penelitian sangat besar pengaruhnya terhadap agresivitas, terutama apabila fenomena yang diteliti adalah kasus politik dan fenomena kelompok, sehingga penting di dalamnya untuk meneliti faktor-faktor politik dan sosial yang dapat memprediksi terjadinya konflik atau agresivitas yang terjadi dalam konteks politik dan kelompok.

Dokumen terkait