• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.2. Diskusi

Berdasarkan pada hasil penelitian ini bahwa trait kepribadian big five

mempengaruhi agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmatillah (2011) yang juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara trait kepribadian big five terhadap agresivitas dimana dimensi neuroticism, agreeableness, dan

conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas, sedangkan pada trait kepribadian extraversion dan openness tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas.

Selain itu, Baron dan Byrne (2005) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan perilaku agresif adalah tipe kepribadian. Faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Larsen dan Buss (2002) juga menyebutkan bahwa kepribadian seseorang mempengaruhi cara individu dalam beraksi, berpikir, merasa, berinteraksi, dan beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam bentuk perilaku agresif.

Variabel pertama yang mempengaruhi agresivitas anak Punk pada penelitian ini adalah conscientiousness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mempengaruhi agresivitas anak Punk dengan kontribusi sebesar 13.3%.

Conscientiousness digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian, dan disiplin diri (Costa & McCrae dalam Cloninger, 2009). Hal ini senada dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmatillah (2011) dimana dalam penelitiannya dimensi conscientiousness

memiliki pengaruh negatif terhadap agresivitas. Semakin tinggi skor

conscientiousness maka semakin rendah agresivitas anak Punk di Jabodetabek, dan sebaliknya. Hal ini terkait dengan pekerjaan anak Punk di Jabodetabek yang sebagian besar mereka berprofesi sebagai pengamen jalanan dan tukang parkir sehingga membutuhkan disiplin diri yang tinggi, keteraturan, ambisi yang besar untuk memperoleh penghasilan yang besar pula sehingga dapat mencukupi kehidupan mereka.

Variabel trait kepribadian big five lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap agresivitas dalam penelitian ini adalah neuroticism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan dan secara positif mempengaruhi agresivitas anak Punk di Jabodetabek dengan konstribusi sebesar 13.2%. Semakin tinggi skor neuroticism anak Punk tersebut maka semakin tinggi pula agresivitasnya. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Costa & McCrae (dalam Cloninger, 2009) dimana individu dengan skor tinggi pada dimensi ini, memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, tempramental, mengasihi diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress. Fenomena yang ditemukan di lapangan, peneliti melihat bahwa kehidupan yang dilalui oleh anak jalanan seperti halnya anak Punk tidaklah

mudah. Kondisi jalanan yang kurang bersahabat seperti sulitnya mencari uang hanya dengan menjadi pengamen jalanan atau tukang parkir untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makan dan rokok. Kondisi demikian dapat membuat mereka rentan terhadap stress, emosi tidak stabil, dan sering mengalami kecemasan sehingga perilaku agresi tidak dapat dihindarkan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari kelima dimensi trait kepribadian

big five, agreeableness, extraversion, dan openness tidak mempengaruhi secara signifikan agresivitas anak Punk di Jabodetabek, tetapi kedua dimensi tersebut memberikan proporsi masing-masing sebesar 0.3%, 0.9%, dan 0.2%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agreeableness tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmatillah (2011) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara trait

kepribadian big five terhadap agresivitas yang mana pada dimensi agreeableness

memiliki pengaruh yang signifikan pula terhadap agresivitas. Ketidaksesuaian ini boleh jadi terjadi karena sampel dalam penelitian ini menjawab pernyataan secara tidak teliti atau menjawab pernyataan secara asal sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Peneliti menemukan beberapa fakta di lapangan bahwa kebanyakan dari sampel berpenampilan tidak rapi atau ‘urakan’. Mereka juga kurang bersimpati bila salah satu temannya membutuhkan pertolongan, justru mereka saling mengolok-olok satu sama lain.

Variabel lain yang juga tidak mempengaruhi agresivitas anak Punk di Jabodetabek adalah extraversion. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastur (2012) pada petarung peresean yang menunjukkan bahwa kecenderungan tipe kepribadian yang dimiliki oleh petarung peresean adalah tipe kepribadian extraversion dengan tingkat agresivitas sedang. Hal tersebut dapat terjadi karena sampel menjawab pernyataan secara tidak teliti atau peneliti tidak dapat memastikan apakah subjek penelitian mengerti pernyataan-pernyataan yang ada di dalam angket. Fakta yang peneliti temukan di lapangan adalah sampel yaitu anak Punk memang terlihat riang, namun seperti banyak menanggung masalah, pandangannya tidak fokus, dan seperti sedang banyak hal yang dipikirkan. Tidak semua dari sampel menunjukkan keramahan, justru terkesan tidak terbuka. Aktivitas yang mereka lakukan hanya berkumpul dengan teman-teman, bercanda ria. Selain itu, mereka mengatur kendaraan di tempat-tempat belanja, mengamen, dan lain sebagainya.

Untuk dimensi openness juga demikian, dimensi ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Hal tersebut terjadi karena bila dilihat dari teori yang dijelaskan oleh Costa & McCrae (dalam Cloninger, 2009) bahwa individu dengan tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Hal yang sama ditemukan di lapangan bahwa sampel kurang terbuka dengan orang baru. Mereka tidak mau lebih mengembangkan kemampuan yang ada di dalam dirinya serta nyaman menjadi diri mereka yang sekarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konformitas teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fajri (2013) bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja. Senada dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Rois (2009) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara siswa yang terlibat tawuran dengan konformitas kelompok teman sebaya.

Dua dimensi konformitas teman sebaya yaitu compliance dan conversion

memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Variabel compliance memiliki pengaruh positif terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek dengan kontribusi 7.9%. Semakin anak Punk tersebut memiliki konformitas compliance yang tinggi maka semakin tinggi tingkat agresivitasnya. Menurut Wiggins, Wiggins, dan Zanden (1994), konformitas compliance terjadi apabila individu mengikuti aturan atau perilaku orang lain untuk mendapatkan

reward dan menghindari penolakan atau hukuman. Anak Punk melakukan perilaku agresif cenderung mengikuti perilaku orang lain yang dalam hal ini adalah teman sebaya, dimana mereka melakukan perilaku agresif agar diterima oleh lingkungan dan kelompoknya. Hasil tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajri (2013), dimana pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa variabel konformitas compliance secara positif dan signifikan mempengaruhi agresivitas.

Pada dimensi conversion didapatkan pengaruh signifikan dan secara positif mempengaruhi agresivitas anak Punk di Jabodetabek dengan kontribusi 2.3%. Semakin anak Punk tersebut memiliki konformitas conversion yang tinggi maka semakin tinggi agresivitasnya. Konformitas conversion itu sendiri merupakan konformitas yang terjadi saat seseorang menyesuaikan diri dalam ketidakberadaan orang lain karena ia melakukan apa yang dianggap benar atau melakukan apa yang ingin ia lakukan (Wiggins, Wiggins, & Zanden 1994). Anak

Punk yang mengikuti tingkah laku orang lain tanpa adanya paksaan atau karena diri sendiri menghendakinya juga cenderung melakukan perilaku agresif. Hal itu terjadi karena mungkin mereka melakukan hal demikian untuk kebaikan pribadi maupun kelompok, selain itu juga untuk membela diri, menjaga harga diri serta tidak ingin dianggap lemah oleh orang lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajri (2013) bahwa variabel konformitas conversion secara negatif dan signifikan mempengaruhi agresivitas.

Variabel terakhir yaitu jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas anak Punk di Jabodetabek. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Berkowitz, Osterman, dan Hjelt-Back (dalam Baron, 2003) tentang perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi perilaku agresif dimana hasilnya adalah pria umumnya lebih agresi dalam bentuk langsung daripada wanita. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini dimana laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan dengan perempuan. Hasil tersebut dapat dilihat dari nilai B jenis kelamin pada tabel 4.8 sebesar 0.572 yang

berarti angka tersebut positif. Artinya, laki-laki pada sampel penelitian ini lebih agresif daripada perempuan.

Dokumen terkait