• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: STRATEGI PEMBELAJARAN

B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan

4. Diskusi

Diskusi tidaklah sama dengan berdebat. Diskusi selalu ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang menimbulkan berbagai pendapat (S. Nasution, 1995: 152).

Menurut bahasa, diskusi diartikan sebagai perte muan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah (lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994: 238). Metode diskusi dalam aktivitas pembelajaran umumnya dipahami sebagai proses interaksi dan komunikasi dua arah atau lebih yang melibatkan guru dan anak didik. Metode ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan proses belajar aktif.

Diskusi sebagai metode pembelajaran dapat diterapkan pada kelas besar yang terdiri dari 40-100 orang, namun akan jauh lebih efektif bila metode diskusi diterapkan pada kelas kecil yang terdiri atas 20-30 orang (Hisyam Zaini, dkk. 2002: 134).

Sebagai metode dalam aktivitas pembelajaran, diskusi mungkin saja tidak efektif untuk menyajikan informasi baru di mana anak didik sudah dengan sendirinya termotivasi. Tetapi diskusi lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak: (a) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada anak didik; (b) Memberi kesempatan pada anak didik untuk mengeluarkan kemampuannya; (c) Membantu anak didik belajar berpikir secara

kritis; (d) Membantu anak didik belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya; (e) Membantu anak didik menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran di sekolah; dan (f) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut (http://gurupkn.wordpress. com/2007/11/26/metode-diskusi.htm).

Ada beberapa tipe/ jenis diskusi antara lain:

a. Diskusi tak formal, di mana anak-anak didik berhadapan satu dengan lain dalam situasi

face to face relationship. Bentuk diskusi ini hanya mungkin dilakukan dalam kelompok yang kecil. Keuntungannya adalah sangat mengaktifkan anak-anak didik.

b. Panel diskusi atauround table discussion, dimana pokok diskusi ditinjau dari berbagai segi. Peserta diskusi hendaknya terdiri atas orang- orang yang berlainan pandangannya.

c. Diskusi formal, di mana untuk diskusi ini perlu seorang moderator, pembicara, dan peserta diskusi.

d. Diskusi dalam bentuk simposium. Simposium dilakukan bila ada masalah yang mengandung kontroversi. Tokoh-tokoh yang berlainan pendapat memberikan keterangan kemudian diadakan diskusi antara pendengar dan pembicara. Dalam hal ini tidak dicari kebenaran tertentu tetapi mendapatkan berbagai

pandangan.

e. Diskusi ceramah, di mana seorang pembicara memberi uraian tentang suatu masalah lalu berdiskusi dengan para pendengar. Di sini hanya ada satu pandangan dan pembicara berfungsi sebagai pemimpin.

Dari sekian banyak jenis/tipe diskusi, diskusi yang berpusat pada anak didik cenderung lebih efektif daripada diskusi yang berpusat pada guru.

Langkah, petunjuk dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan metode diskusi antara lain: (a)

Persoalan harus jelas. Guru harus menetapkan sendiri suatu pokok masalah atau problem yang akan didiskusikan atau guru Pendidikan Agama Islam meminta kepada anak didik untuk mengemukakan suatu problem sebagai kajian diskusi; (b) Guru Pendidikan Agama Islam menjelaskan tujuan diskusi; (c) Guru Pendidikan Agama Islam memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan; (d) Mendorong semua anak didik berbicara mengeluarkan pendapatnya, jangan sampai anak didik yang berani saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya; (e) Guru Pendidikan Agama Islam mengatur giliran pembicara agar tidak semua anak didik berbicara serentak mengeluarkan pendapatnya; (f) Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang

sedang dikemukakan; (g) Berusaha agar diskusi tidak terlalu formal, melainkan diselingi dengan humor; (h) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem; (i) Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru Pendidikan Agama Islam harus segera dikoreksi yang memungkinkan anak didik tidak menyadari pendapat yang salah; (j) Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara anak didik dengan anak didik; (k) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan; (l) Menyimpulkan hasil-hasil pembicaraan di akhir kegiatan diskusi; dan (m) mengakhiri diskusi tepat pada waktunya.

Sedangkan langkah, petunjuk, dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh anak didik, antara lain: (a) Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas; (b) Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan; (c) Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau kelompok; (d) Berbicara dengan jelas supaya dapat dipahami oleh peserta lain tanpa ada salah paham, dengan mengemukakan argumen-argumen yang valid, tidak berbicara tanpa ada alasan, dasar, atau sumber yang kuat; (e) Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat

yang baru dikemukakan; (f) Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh anak didik atau kelompok lain; (g) Menghargai dan menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat; (h) Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan; (i) Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat; (j) Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi; (k) Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang; dan (l) Bersikap ramah selama berlangsungnya diskusi.

Dalam sebuah diskusi, terkadang dijumpai peserta yang aktif sementara yang lain pasif (hampir tidak berbicara sepatah katapun). Hal ini tentu menjadikan kegiatan diskusi tidak berjalan efektif dan hasilnya hanya bisa dirasakan oleh beberapa anak didik saja sementara yang lain tidak. Untuk mengatasi hal ini, setidaknya ada dua teknik yang bisa dipakai:

Pertama, Buzz Groups atau Buzz Session. Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi singkat tentang suatu problem. Tiap kelompok diminta menghasilkan suatu hipotesis yang mereka pandang relevan mengenai suatu konsep atau solusi terhadap sebuah problem. Masing-masing kelompok menunjuk seseorang

yang bertugas sebagai pemimpin sekaligus juru bicara yang akan melaporkan hasil diskusi kelompoknya. Ia kemudian meminta kepada setiap anggotanya untuk mengemukakan ide untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang sedang didiskusikan. Hasil ide yang telah disepakati ini lalu dilaporkan dalam diskusi besar. Biasanya dalam diskusi seperti ini, masing-masing kelompok diberi batasan waktu, misalnya lima menit atau tergantung kompleksitas masalahnya.

Kedua, The Inner Circle. Yaitu kelas di dalam kelas. Sebagian anak didik bertindak sebagai kelompok diskusi dan sebagian yang lain sebagai observer. Akan lebih baik jika dimungkinkan kursi disusun membentuk dua lingkaran konsentrik. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kepada anak didik – terutama anak didik yang pasif – sedangkan yang lain mendengarkan pendapat dari yang bersangkutan. Dengan teknik ini anak didik sebagai anggota the inner circle akan lebih merasa punya tanggung jawab untuk mengeluarkan pendapatnya (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 116- 118).

Dalam diskusi yang baik biasanya konlik akan

muncul. Tugas guru Pendidikan Agama Islam dalam

hal ini adalah memfokuskan konlik tersebut dan

menjadikannya sebagai sebuah pelajaran tambahan. Di antara cara yang bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Islam: (a) merujuk suatu teks atau sumber lain jika solusi tersebut bergantung pada fakta-

fakta yang pasti; (b) Menjadikan konlik sebagai

dasar bagi tugas perpustakaan; (c) jika problemnya menyangkut nilai, maka guru Pendidikan Agama Islam membantu untuk menyadarkan anak didik akan nilai yang terkandung di dalamnya; (d) Menginventarisir di papan tulis semua argumen, misalnya guru Pendidikan Agama Islam membuat kolom “setuju A” dan “setuju B” atau “pro” dan “kontra”, kemudian meminta argumen atau fakta dari anggota diskusi yang ingin mengemukakan pendapatnya. Jika argumen sudah dianggap selesai, maka diskusi beralih ke tahap pemecahan masalah,

yaitu dengan mengidentiikasi wilayah pro dan

kontra (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 118-119). Kelebihan metode diskusi antara lain: (a) Mendidik anak didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat; (b) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk memperoleh penjelasan- penjelasan dari berbagai sumber data; (c) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk menghayati pemecahan suatu problem bersama-sama; (d) Melatih anak didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru; (e) Merangsang anak didik untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya; (f) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil; (g) Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali;

(h) Membina anak didik untuk berpikir matang- matang sebelum berbicara; (i) berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis; dan (j) dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan anak didik mengenai suatu problem akan bertambah luas.

Sedangkan kelemahan metode diskusi: (a) Tidak semua topik dapat menggunakan metode diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan; (b) Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu; (c) Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi; (d) Biasanya tidak semua anak didik berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu anak didik mengemukakan pendapat; (e) Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh anak didik yang berani dan telah terbiasa berbicara. Anak didik pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara; dan (f) Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh (lihat http:// gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode- diskusi.htm).

Dokumen terkait