• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Strategi Pembelajaran

BAB III: STRATEGI PEMBELAJARAN

A. Hakikat Strategi Pembelajaran

Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Istilah

strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang yang dipandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut harus didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah personal, kekuatan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh, dan sebagainya. Dalam perwujudannya, strategi itu akan dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakan-tindakan nyata dalam medan pertempuran (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 11).

Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang ilmu lain, termasuk ilmu pendidikan. Dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/ kekuatan untuk mengamankan sasaran pembelajaran yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatan baik fisik maupun non fisik (seperti mental, spiritual, dan moral baik dari subyek, obyek, maupun lingkungan sekitar) (lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009: 214-215).

Dihubungkan dengan aktivitas pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan suatu sistem

lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran. Maksudnya agar tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru Pendidikan Agama Islam dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen- komponen pembelajaran Pendidikan Agama Islam sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antara komponen pembelajaran dimaksud.

Menurut Newman dan Logan, seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 12), strategi dasar arti setiap usaha mencakup 4 masalah, yaitu:

(1) Pengidentiikasian dan penetapan spesiikasi dan kualiikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran

usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya. (2) Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran. (3) Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir. (4) Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.

Kalau diterapkan dalam konteks aktivitas pembe- lajaran dalam Pendidikan Agama Islam, keempat strategi tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1)

Mengi dentiikasikan serta menetapkan spesiikasi dan kualiikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian

anak didik sebagaimana yang diharapkan. (2) Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. (3) Memilih dan

menetapkan metode pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru Pendidikan Agama Islam dalam kegiatan mengajarnya. Dan (4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran, yang selanjutnya menjadi umpan balik bagi penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Dari uraian di atas, tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dijadikan pedoman dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran:

Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang hendak dicapai dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan itu. Dengan kata lain, menentukan sasaran dari kegiatan pembelajaran tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan kongkret sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang diharapkan setelah anak didik mengikuti suatu kegiatan pembelajaran itu harus jelas, misalnya, dari tidak bisa membaca menjadi dapat membaca. Kalau sebelum mengikuti pembelajaran para anak didik tidak mampu membaca atau menulis huruf Al Qur‘an, maka setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, mereka menjadi mampu membaca dan menulis huruf Al Qur‘an, dari tidak bisa melaksanakan shalat, berubah menjadi dapat melaksanakan shalat, dan seterusnya. Suatu aktivitas

pembelajaran tanpa sasaran yang jelas, berarti aktivitas tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Suatu usaha atau aktivitas yang tidak mempunyai arah atau tujuan yang pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.

Kedua, memilih cara pendekatan pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian, dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan jika cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian, konsep ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar, atau adil menurut pengertian, konsep dan teori dalam ilmu hukum, juga akan tidak sama bila kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar, atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga dengan cara pendekatan yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam.

Belajar menurut teori asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar menurut teori problem solving. Topik tertentu dalam Pendidikan Agama Islam yang dipelajari atau dibahas dengan cara menghapal akan berbeda hasilnya apabila dipelajari atau dibahas dengan teknik

diskusi atau seminar. Juga akan lain hasilnya andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi berbagai teori.

Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur dan metode pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode untuk mendorong para anak didik mampu berpikir dan memiliki cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, kita dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang relevan.

Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan pada peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus pada peranan guru atau alat pengajaran seperti buku atau komputer. Adapula metode yang lebih berhasil bila digunakan anak didik dalam jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi Pendidikan Agama Islam tertentu. Demikian juga apabila kegiatan pembelajaran itu berlangsung di dalam kelas, di perpustakaan, atau di masjid, tentu metode yang diperlukan agar tujuan tercapai, untuk masing-masing tempat tersebut tidak

sama. Tujuan instruksional yang ingin dicapai itu tidak selalu tunggal, bisa terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu, guru Pendidikan Agama Islam membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik penyajian supaya kegiatan pembelajaran yang berlangsung tidak membosankan.

Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru Pendidikan Agama Islam mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas- tugas yang dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi. Evaluasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.

Apa yang harus dievaluasi dan bagaimana evaluasi itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru Pendidikan Agama Islam. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang berhasil bila dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari aspek kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, keterampilan, dan sebagainya, atau dilihat dari gabungan berbagai aspek.

Dokumen terkait