BAB III: STRATEGI PEMBELAJARAN
B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan
13. Sosiodrama dan Bermain Peran
Metode sosiodrama adalah metode pembela ja- ran Pendidikan Agama Islam dengan mendemon- strasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan bermain peran menekankan kenyataan di mana anak didik diikutsertakan dalam permainan peran di dalam mendemonstrasikan
masalah-masalah sosial (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 65).
Ramayulis (2000: 24) menjelaskan pengertian sosiodrama yang berasal dari kata sosio yang artinya masyarakat dan drama artinya keadaan orang atau peristiwa yang dialami orang, sifat, dan tingkah laku, hubungan seseorang, hubungan seseorang dengan orang lain dan sebagainya.
Metode ini sebagai prinsip dasarnya telah diuraikan di dalam Al Qur‘an di mana banyak kita jumpai macam-macam drama, dari drama cinta segitiga sampai drama cinta sejati (misalnya drama Habil dan Qabil, Yusuf dan Zulaikha), Adam dan Hawa, dan sebagainya).
Dalam metode sosiodrama dan bermain peran, anak didik bisa memerankan tingkah laku tokoh secara bebas sesuai dengan imajinasi mereka, selain itu mereka akan lebih menghayati pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan. Unsur yang menonjol dari metode sosiodrama dan bermain peran adalah unsur hubungan kemasyarakatan, seperti berperan sebagai pahlawan, petani, dokter, guru, dan sebagainya.
Kesuksesan metode sosiodrama dan bermain peran sangat tergantung pada kualitas permainan yang dirancang oleh sang sutradara alias guru mata pelajaran (dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam). Di samping itu sangat tergantung juga pada persepsi anak didik terhadap peran yang dimainkan
dalam situasi yang nyata.
Adapun prosedur atau langkah-langkah metode sosiodrama dan bermain peran:
a. Guru berupaya memperkenalkan permasalahan kepada anak didik, agar mereka dapat mempe- lajari dan menghayati tugas yang mereka peran- kan dan menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh.
b. Guru menyediakan suatu cerita kemudian dibacakan di depan kelas berulangkali, bila arah cerita sudah dipahami baru karya itu bisa dipentaskan.
c. Memilih pemain (partisipan), guru Pendidikan Agama Islam dan anak didik membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya, dalam pemilihan pemain ini guru Pendidikan Agama Islam dapat memilih anak didik yang sesuai dengan karakter untuk memainkannya atau anak didik sendiri yang mengusulkan untuk memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya, sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai ayah yang galak dengan kumis tebal seperti pak Raden, dia ingin memerankannya atau guru sendiri yang menunjuk salah seorang anak didik untuk memerankan ilustrasi di atas. d. Menata panggung, dalam hal ini guru
Pendidikan Agama Islam mendiskusikan dengan anak didik di mana dan bagaimana
peran itu akan dimainkan, apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat dilakukan secara sederhana atau kompleks, pementasan secara sederhana adalah hanya dengan membahas skenario saja (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran, misalnya siapa dulu yang muncul kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara penataan panggung secara kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum, dekorasi, tempat, dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya adalah bukan kemegahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri.
e. Menyiapkan pengamat. Guru Pendidikan Agama Islam menunjuk beberapa orang anak didik untuk menjadi pengamat, namun demikian pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
f. Pementasan. Drama atau permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya banyak anak didik yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya dilakonkan alias bertukar peranan. Jika drama dan permainan peran sudah terlalu jauh melenceng dari alur cerita, guru Pendidikan Agama Islam dapat menghentikannya dan segera masuk ke langkah berikutnya.
g. Guru bersama anak didik bersama-sama mendiskusikan, mengevaluasi drama dan permainan peran. Sehingga pada pementasan yang kedua akan berjalan lebih baik lagi, karena para anak didik sudah menemukan peran yang sesuai dengan skenario yang telah disusun gurunya.
h. Langkah berikutnya, diskusi dan evaluasi kedua. Dalam pembahasan diskusi dan evaluasi, lebih diarahkan pada realitas, karena pada saat drama dan permainan peran dilakukan, banyak peranan yang barangkali melampaui batas kenyataan, misalnya seorang anak didik memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tak realistis, contoh lainnya seorang anak didik yang memainkan peran sebagai orang tua yang galak, kegalakan yang ia perankan tidak sesuai dengan skenario peran yang harusnya ia perankan.
i. Yang terakhir, anak didik diajak berbagi pengalaman tentang tema drama dan permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya anak didik akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, kemudian guru Pendidikan Agama Islam membahas bagaimana sebaiknya anak didik menghadapi situasi tersebut, seandainya jadi ayah dari anak didik tersebut, sikap apa yang sebaiknya dilakukan.
Metode sosiodrama dan bermain peran bisa diterapkan pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang SMA. Dalam melaksanakan metode sosiodrama dan bermain peran pada jenjang kelas rendah tidak perlu disusun suatu cerita secara khusus, guru cukup menggambarkan isi cerita secara garis besar, kemudian kepada anak didik ditentukan peran- peran yang ada dalam cerita tersebut.
Sedangkan pada kelas yang lebih tinggi, perlu disusun berdasarkan pertimbangan: (a) Menentukan topik; (b) Menyusun kalimat-kalimat yang tepat; (c) Menentukan pemeran; (d) Mempelajari tugas masing-masing selanjutnya melaksanakan perma inan. Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tujuan serta jenis permainan (Conny Semiawan, dkk., 1990: 83).
Situasi suatu masalah diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karakter atau sifat, kemudian diikuti diskusi dengan masalah yang baru diperagakannya, setelah itu ditentukan secara pasti situasi masalah, mengatur para pelaku, peragaan situasi, menghentikan permainan pada saat mencapai klimaks, menganalisa dan membahas peran tersebut serta mengevaluasi hasilnya (A. Surjadi, 1989: 97). Permainan peran ini bertujuan untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama, di samping itu juga anak didik dapat memperoleh kesempatan untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain.
Kelebihan dari metode sosiodrama dan bermain peran: (a) melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian; (b) Metode ini akan menarik perhatian anak didik sehingga suasana kelas menjadi hidup; (c) Anak-anak dapat meng- hayati suatu peristiwa sehingga mudah mengam- bil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri; dan (d) Anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur.
Sedangkan kekurangannya: (a) Metode ini memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) Memer- lukan persiapan yang teliti dan matang; (c) kadang- kadang anak didik tidak mau mendrama tisasikan suatu adegan karena malu; dan (d) kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabila pelaksanaan dramatisasi itu gagal Abu Ahmadi dan (Joko Tri Prasetya, 2005: 66-67).
Demikianlah beberapa metode yang bisa jadi pilihan guru Pendidikan Agama Islam dalam aktivitas pembelajaran. Sebagaimana dapat kita mafhumi, mengajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimana mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi pembe- lajaran yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengakumulasikan dan mengaplikasikan segala penge tahuan keguruannya. Itulah sebabnya dalam melak sanakan interaksi pembelajaran perlu adanya kete rampilan mengajar dari seorang guru, termasuk keterampilan memilih dan menggunakan metode-
metode mengajar (lihat Sardiman AM, 2007: 195). Mengingat belajar adalah proses bagi anak didik untuk membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka aktivitas pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan anak didik secara aktif, misalnya mengamati, bertanya, dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar aktif pendek kata tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi anak didik.
Terdapat berbagai cara membuat proses pembela- jaran yang melibatkan keaktifan anak didik dan mengasah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran aktif (dalam memperoleh infor- masi, keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui proses pencarian dalam diri anak didik. Para anak didik hendaknya lebih dikondisikan berada dalam suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif, yaitu mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru Pendidikan Agama Islam maupun yang ditentukan oleh mereka sendiri. Semua ini dapat terjadi bilamana anak didik diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan aktivitas pembelajaran dilaksanakan dalam rangka mendorong mereka berpikir, bekerja, dan merasa.
Pada metode-metode pembelajaran di atas, guru Pendidikan Agama Islam diharapkan bisa mengem- bangkan atau mencari-cari metode yang dipandang lebih tepat, sebab tidak ada metode yang paling ideal.
Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Hal ini sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai, materi yang diajarkan, pengguna metode (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi anak didik dan situasi serta kondisi yang ada waktu itu. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah metode yang dipakai seyogyanya bisa menyenangkan, menggembirakan, dan menciptakan kesan yang baik bagi diri anak didik, karena itu menurut Al-Syaibany (1979: 619-620), akan menarik minat dan keinginannya serta menolongnya mencapai tujuan-tujuan dan selanjutnya menambah semangatnya dalam aktivitas pembelajaran.
Selamat beraktivitas, semoga Allah SWT senantiasa membimbing dan merahmati kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, 2005. Strategi pembelajaran Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: Pustaka Setia.
AM, Sardiman, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Graindo.
Anonim, 2003. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar Graika.
Ariin, HM., 1994. Ilmu Pendidikan Islam. jakarta: Bumi Aksara.
Baharuddin, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Barnadib, Imam, 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Basuki dan M. Miftahul Ulum, 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press.
Budiyanto, Mangun, 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri.
Echols, John M. Dan hassan Shadily, 1993. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran. Kompas Media Nusantara.
Hamalik, Omar, 2003. Pendekatan baru Strategi pembelajaran Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensido.
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode- diskusi.htm).
http://www.syair.com/2011/01/08/metode-tanya-
jawab
Maimun, Agus, 2001. Madrasah for Tomorrow: Madrasah Masa Depan. Jakarta: DEPAG RI.
Mansur, 1991. Strategi pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nata, Abuddin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Nasution, S., 1995. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari, 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Haji Masagung.
Poerbakawatja, Soergarda dan H.A.H Harahap, 1992.
Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Rabily, Osman, 1982. Kamus Internasional. Jakarta: Bulan
Bintang.
Ramayulis, 2000. Teknik-teknik Mengajar Pendidkan Agama Islam. Batusangkar: STAIN My Press.
Robinson, Adjai, 1988. Asas-asas Praktik Mengajar. Jakarta: Bhratara.
Roestiyah, 2004. Strategi pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi, 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, 2009.
Studi Ilmu Pendidikan Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Sardiman AM., 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Shalahuddin, Mahfudh , 1990. Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu.
Silbermen, Melvin L., 2006. Acitive Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif . Terj. Raisul Muttaqin. Bandung: Nusamedia dan Nuansa.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Subari, 1988. Supervisi Pendidikan. Surabaya: Fajar Harapan.
Suharyono dkk., 1991. Strategi pembelajaran I. Semarang: IKIP Semarang Press.
Surachmad, Winarno, 1984. Pengantar Interaksi pembelajaran: dasar, Teknik, dan Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy, 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.
Syaiful Bahri Djamarah dkk, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad, 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Yusuf, Munawir, 1984. Psikologi Belajar. Surakarta: UNS. Zaini, Hisyam, dkk., 2002. Strategi Pembelajaran Aktif
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga.
TENTANG PENULIS
Drs. H. Mangun Budiyanto, MSI.
Lahir di Batang 19 Desember 1955. Pendidikan formalnya diawali dari SD Negeri Getas (1969), MTs Sunan Kalijaga Bawang (1972), SP (Sekolah persiapan) IAIN Walisongo Pekalongan (1975), Sarjana Muda Fak. Tarbiyah (Jurusan PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1980), Sarjana Lengkap Fak. Tarbiyah (Jurusan PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1982), Kuliah Pasca Sarjana Sosiologi Agama Fisipol UGM Yogyakarta (tidak lulus), dan lulus Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009). Sedang pendidikan non formalnya diawali dari Madrasah Diniyah di Getas (1962-1967), Pondok Pesantren Nurul Huda Klawen- Batang (1967-1969), Pondok Pesantren Al-Ikhlas Bawang (1969-1972), Pondok Pesantren Nurul Islam Pekalongan (1973-1975), dan Pondok Pesantren Al- Munawir Krapyak Yogyakarta (1976-1977).
Saat ini yang bersangkutan aktif sebagai Dosen Tetap pada Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Luar Biasa STAIYO di Wonosari. Disamping itu juga aktif sebagai Praktisi pada berbagai kegiatan pendidikan Al-Qur’an untuk anak-anak, antara lain sebagai Penatar Nasional Taman Kanak-kanak Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al- Qur’an, Penatar Nasional Metodologi Baca Al-Qur’an
“Iqro”, Tim Perumus Kurikulum Nasional TPQ Dep. Agama RI, sebagai Seketaris Pembina Tim Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan Al-Qur’an Indonesia, aktif di Lembaga Dakwah dan Pendidikan Al-Qur’an (LDPQ) Yogyakarta, Ketua Dewan Pakar Badko TKA- TPA Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan juga aktif di Dewan Masjid Indonesia sebagai Ketua II DMI Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Karya-karya tulisnya antara lain Aspek-aspek Pendidikan Islam (2001), Ustadz Ideal (2005), Ciri- ciri Anak Sholeh (2003), Prinsip-prinsip Metodologi Iqro’ (1995), Menuju Terbentuknya Generasi Qur’ani (2005), Cara Mudah Memahami Juz ‘Amma (2007), Ilmu Pendidikan Islam (2011),Pedoman Memilih Pemimpin dalam Islam (2014). Pedoman Pengelolaan TKQ-TPQ- TQA (2016), Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS (2016), Menjadi Guru Idela; Perspektif Ilmu pendidikan Islam (2016) dll.
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I
Syamsul Kurniawan, S.Th.I., M.S.I adalah peminat kajian sejarah, kebu dayaan, dan pendidikan. Lahir di Pontianak pada tanggal 1 Juli 1983. Setamatnya dari MAN 2 Pontianak, pada tahun 2001 penulis merantau ke Yogyakarta untuk menem- puh pendidikan tinggi di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sebelumnya bernama IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Penulis menamatkan pendi- dikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ushuluddin pada tahun 2005.
Tahun 2007 penulis baru mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan Program Magister (S2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Program Studi pendi- dikan Islam, Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam. Penulis menamatkan Pendidikan Magister (S2) pada tahun 2009.
Tamat kuliah, penulis merintis karir sebagai Staff Direktur Program Pascasarjana IAIN Pontianak, dan selanjutnya dipromosikan menjadi Staff Rektor IAIN Pontianak. Kini, penulis bekerja sebagai PNS dosen di IAIN Pontianak dan menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.
Di bidang kemasyarakatan, penulis berkecimpung di organisasi Muhammadiyah, dan menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Hubungan Antar Agama dan
Peradaban, PW Muhammadiyah Kalimantan Barat dan juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pembinaan Karakter Bangsa Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat. Penulis juga aktif mengisi ceramah dan menjadi narasumber dalam kegiatan seminar atau forum diskusi. Penulis produktif menerbitkan sejumlah artikel dan buku terutama di bidang kajian sejarah, kebudayaan, dan pendidikan. Karya tulis yang telah dipublikasikan secara nasional, di antaranya: Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (2011), Strategi dan Metode Pembelajaran PAI: Sebuah Pengantar (2012), Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat: Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam Kalimantan Barat (2015), Pemikiran Pendidikan Islam Soekarno (2016), Ilmu Pendidikan Islam: Sebuah Kajian Komprehensif (2016), dan lain-lain.
Menikah tahun 2010 dengan Ns. Masmuri, S.Kep., M.Kep dan dikaruniai pada tahun 2015 seorang putri bernama Ayunindya Sophie Azzahra. Sekarang penulis bertempat tinggal di Komplek Perumahan Gading Garden Nomor A/23 Desa Kapur Kabupaten Kubu Raya. Kontak dengan penulis dapat melalui email: [email protected].***