• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversifikasi Konsumsi Pangan

Dalam dokumen BPPT OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2016 (Halaman 36-40)

BAB 2 POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI

2.1. Konsumsi

2.1.3. Diversifikasi Konsumsi Pangan

Bicara diversifikasi pangan, tentu tak lepas dari peran pemerintah terkait dengan ketahanan pangan negara. Untuk itu, diversifikasi pangan menjadi bagian penting untuk menjaga agar ketahanan dan kedaulatan pangan tetap kokoh terjaga. Implementasinya adalah dengan kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah mulai Perpres hingga Perbup atau Perwal yang mendukung percepatan penganekaragaman pangan lokal.

Berdasarkan kebijakan dari pemerintah tersebut, Program Diversifikasi Pangan menjadi salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik

Tindak lanjut dari

Peraturan Presiden

(Perpres) No.

22 Tahun 2009

tentang Kebijakan

Percepatan

Penganekaragaman

Konsumsi Pangan

Berbasis Sumber

Daya Lokal

daerah. Kontrak kerja tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal.

Peraturan tersebut menjadi acuan yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui kerja sama sinergis antara pemerintah dan pemerintah daerah. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur (Pergub) dan di kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwal).

Diversifikasi konsumsi pangan secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya peningkatan keanekaragaman konsumsi pangan ke arah yang sesuai prinsip atau kaidah gizi seimbang sehingga kualitas pangan menjadi semakin baik. Oleh karena itu, salah satu ukuran untuk mengetahui tingkat diversifikasi konsumsi pangan dikenal dengan konsep Pola Pangan Harapan (PPH). Semakin tinggi skor PPH mengindikasikan konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang (maksimal 100).

Skor PPH sebetulnya meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2007 dan 2008 mencapai skor 80-an, namun untuk tahun-tahun berikutnya skor PPH mengalami penurunan. Capaian skor PPH semakin jauh dari target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal pemerintah telah menetapkan kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang ditindaklanjuti dengan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Pangan. Konsumsi Pangan berbasis Sumber daya Lokal oleh Kementerian Pertanian, dengan target terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,5% /tahun dan kenaikan skor PPH sebesar 1%/tahun.

Dalam upaya mengoperasionalkan konsep diversifikasi konsumsi pangan, FAO RAPA (Regional office for Asia and the Pacific) pada tahun 1998 mengadakan pertemuan para ahli pangan dan gizi di Bangkok dengan merumuskan komposisi pangan yang ideal terdiri dari 56- 68% karbohidrat, 10-13% dari protein dan 20-30% dari lemak. Rumusan ini kemudian diimplementasikan dalam bentuk energi dalam

DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016

tahun 1994, konsep PPH pertama kali yang diterapkan di Indonesia berdasarkan hasil kesepakatan para ahli di bidang pangan dan gizi diakomodasi oleh Menteri Negara Pangan.

Secara detail, persentase energi dari masing-masing kelompok pangan, pembobotan (bobot) yang digunakan dan skor dari masing-masing kelompok. PPH merupakan manifestasi konsep gizi seimbang yang didasarkan pada konsep Triguna Makanan. Keseimbangan jumlah antarkelompok pangan merupakan syarat terwujudnya keseimbangan gizi. Dalam PPH, pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok pangan, yaitu kelompok: (a) padi-padian, (b) umbi-umbian, (c) pangan hewani, (d) minyak dan lemak, (e) buah dan biji berminyak, (f) kacang- kacangan, (g) gula, (h) sayuran dan buah-buahan, (i) lain-lain.

Konsep Pola Pangan Harapan (PPH)

Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokkan dalam tiga kelompok (Tri Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan dan zat pengatur. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus dapat memenuhi fungsi makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan mengonsumsi pangan yang beraneka ragam dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis bahan makanan yang dapat menyediakan zat gizi secara lengkap.

Pola Pangan Harapan (PPH) atau desirable dietary pattern (DDP) adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya dan zat gizi pada komposisi yang seimbang, baik secara absolut maupun relatif, terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan yang mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, cita rasa.

Konsep PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Dengan pendekatan PPH, mutu pangan dapat dinilai berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. PPH dapat digunakan untuk

Konsep PPH

mencerminkan

susunan konsumsi

pangan anjuran

untuk hidup sehat,

aktif, dan produktif

menilai jumlah dan komposisi konsumsi atau ketersediaan pangan, indikator mutu gizi dan keragaman konsumsi atau ketersediaan pangan, sebagai baseline

data untuk mengestimasi kebutuhan pangan ideal di suatu wilayah, baseline data untuk menghitung proyeksi penyediaan pangan ideal untuk suatu wilayah, serta perencanaan konsumsi, kebutuhan, dan penyediaan pangan wilayah.

Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai dengan PPH, secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi. Oleh karena itu, skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan. Untuk tingkat nasional telah disepakati susunan Pola Pangan Harapan (PPH) berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004 sebagai acuan dalam pembangunan pangan dan gizi. Angka Kecukupan Energi (AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal/kap/hari, dan 2.200 Kkal/kap/hari di tingkat ketersediaan. Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) di tingkat konsumsi adalah sebesar 52 gram/kap/hari, dan 57 gram/kap/hari di tingkat ketersediaan. Perhatikan tabel di bawah ini:

Tabel 2.3. Pola Pangan Harapan Tahun 2010-2014

TAHUN PPH PERTUMBUHAN 2010 2011 2012 2013 85,7 85,6 83,5 81,4 (0,1) (2,1) (2,1) Rata-rata 2010 – 2014 84,93 1,42 Sasaran 2013 91,5

Sumber : Renstra Kementan Tahun 2015-1019

Konsumsi pangan ideal adalah jika proporsi jumlah asupan karbohidrat dari serealia (termasuk gandum) maksimum 50 %. Target skor PPH Indonesia pada tahun 2015 sesuai dengan Perpres 22 tahun 2009 sebesar 95. Perkembangan skor PPH pada periode 2010–2014 (Tabel 2.3.) menunjukkan peningkatan skor PPH sebesar 1,42 per tahun, dengan capaian skor PPH pada tahun 2013 sebesar 81,4. Ini menujukkan bahwa capaian diversifikasi konsumsi pangan masyarakat belum mencapai sasaran

DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016

Belum tercapainya sasaran tersebut diduga akibat tingginya konsumsi padi- padian, minyak, dan lemak. Selain itu juga disebabkan masih rendahnya konsumsi sayur-buah, umbi-umbian, pangan hewani, dan kacang-kacangan. Pada tahun 2014, konsumsi pangan bersumber dari padi-padian mencapai 59,48% dari total konsumsi energi penduduk. Beras masih mendominasi konsumsi pangan masyarakat yang bersumber dari karbohidrat.

Pola pangan masyarakat yang mengacu pada Pola Pangan Harapan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Program diversifikasi bukan bertujuan untuk mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumber karbohidrat lain, tetapi untuk mendorong peningkatan sumber zat gizi yang cukup kualitas dan kuantitas, baik komponen gizi makro maupun gizi mikro.

Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Diversifikasi pangan merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap beberapa jenis bahan pangan yakni beras atau terigu.

Dalam dokumen BPPT OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2016 (Halaman 36-40)

Dokumen terkait