• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Budidaya

Dalam dokumen BPPT OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2016 (Halaman 72-78)

BAB 3 KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN

3.1. TEKNOLOGI ON-FARM

3.1.4. Teknologi Budidaya

Guna meningkatkan produktivitas tanaman budidaya, teknologi memegang peranan penting. Potensi tanaman dimaksimalkan dengan teknik dan cara sesuai dengan ilmu pengetahuan. Di bawah ini diulas teknik budidaya beberapa jenis komoditas tanaman pangan.

Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) tergolong tanaman semusim yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang gembur dengan tekstur tanah halus sampai sedang. Tingkat kemasaman tanah (pH) berkisar 5,8 – 7,8, suhu optimal 24 – 30o C, berdrainase baik sampai agak terhambat, dengan curah hujan tahunan 500 – 1.200 mm, kelembaban udara di atas 42 %, kedalaman efektif tanah di atas 60 cm, tingkat kemiringan lereng di bawah 8 %, salinitas di bawah 4 ds/m, kandungan C-organik di atas 1 %, dan singkapan batuan di bawah 5 %. Selama pertumbuhan, tanaman ini memerlukan air berkisar antara 45 - 60 m3 air. Ketinggian tempat tumbuh relatif lebar yaitu dari 0 m sampai 1.500 m di atas muka laut, bahkan sampai ketinggian 2.000 m masih dapat berproduksi dengan baik. Ketinggian tempat tumbuh optimal antara 50 - 600 m di atas permukaaan laut.

Penanaman jagung dilakukan dengan menanam biji jagung pada lubang tanam. Setiap lubang diisi dengan satu atau dua butir jagung tergantung dari jarak tanam. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan terkait dengan jumlah populasi tanaman dalam satu hektar. Apabila digunakan jarak tanam 100 cm x 30 cm dengan dua butir biji per lubang akan didapat populasi sebanyak 66.000 tanaman. Sedangkan apabila digunakan jarak tanam 40 x 70 cm, dengan dua butir jagung per lubang akan diperoleh sekitar 70.000 tanaman.

Pada saat ini tanaman jagung yang banyak dibudidayakan adalah jagung hibrida yang memiliki produktivitas yang tinggi, sedangkan tanaman jagung komposit lebih banyak diusahakan pada lahan-lahan yang baru dibuka atau di daerah-daerah yang sulit untuk mendapatkan varietas jagung hibrida. Tanaman jagung hibrida memerlukan input pupuk yang banyak dibandingkan kebutuhan pupuk untuk jagung komposit. Pemupukan pertama dilakukan bersamaan pada saat tanam.

Ada dua cara pemberian pupuk yaitu dengan cara membuat lubang tunggal berdampingan dengan lubang tempat benih kemudian diisi pupuk atau dibuat alur sepajang lubang tanam, pupuk ditebar sepanjang alur lalu ditutup dengan tanah. Jumlah pupuk yang umum digunakan adalah 400 kg pupuk majemuk ponska per hektar yang telah dicampur dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1. Pemupukan kedua dilaksanakan pada saat tanaman berumur 25 - 30 hari setelah tanam (HST). Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk tunggal urea dengan jumlah 200 kg per

DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016

melakukan pembumbunan sekaligus juga melakukan penyiangan gulma.

Selain itu penyiraman perlu dilakukan apabila tidak ada hujan. Untuk lahan- lahan yang beririgasi teknis, penyiraman sebaiknya dilakukan setiap 3-4 hari sekali bergantung poros tidaknya tanah. Pemeliharaan lainnya dalah penanggulangan hama dan penyakit tanaman antara lain:

a. Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis)

Pengendalian hama ini dengan cara pengaturan waktu tanam yang tepat, tumpang sari dengan tanaman kedelai atau kacang tanah. Pengendalian secara hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasit Trichogramma spp. Yang akan memarasit telur. Predator Euborellia annulata memangsa larva dan pupa O. furnacalis. Bakteri Bacilllus thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva, sedangkan cendawan entomopatogenik yaitu Beauveria bassiana dan

Metarhizium anisopliae mengendalikan larva. Pengendalian secara kimiawi

bisa menggunakan insektisida sistemik seperti Furadan 3 G yang diletakkan pada pucuk tanaman jagung.

b. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan pembakaran tanaman dan pengolahan tanah intensif. Pengendalian secara hayati dapat menggunakan musuh alami seperti patogen SI-NPV (Spodoptera litura-Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordiceps, Aspergilus flavus, Beauveria bassiana, Nomuraea rileyi, dan Metarhizium anisoplae, bakteri Bacillus thuringiensis, dan sebagainya. Pemberantasan secara kimia dapat menggunakan Furadan 3 G yang dimasukkan ke dalam pucuk tanaman jagung.

c. Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera)

Pengendalian hama ini dengan memanfaatkan musuh alami seperti halnya

Trichogramma spp., yang menyerang telur cukup efektif. Sedangkan parasit

pada larva muda adalah Eriborus argentiopilosa. Cendawan Metarhizium anisoplae, bakteri Bacillus thuringiensis, serta virus Helicoverpa armigera Nuclear

Polyhedrosis Virus (HaNPV) menginfeksi larva. Penggunaan pestisida sistemik

seperti Furadan 3 G pada pucuk tanaman cukup efektif untuk memberantas hama ini.

d. Kumbang bubuk Sitophilus zeamais (Motsch)

air biji jagung ≤ 12 %. Pada suhu < 5 oC dan > 35 oC, perkembangan serangga akan terhenti. Penggunaan bahan nabati seperti daun Annona sp., Hyptis spricigera,

Lantana camara, daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata dapat

menghambat perkembangan kumbang bubuk. Penggunaan agensi patogen seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidial/ml takaran 20 ml/kg biji dapat mengendalikan kumbang bubuk dengan tingkat mortalitas 50 %. Fumigasi di tempat penyimpanan dengan menggunakan phospine (PH3) dan

methyl bromida (CH3Br) dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk.

e. Penyakit bulai (Peronosclerospora maydis)

Penyakit bulai atau downy mildew merupakan penyakit jagung yang mengakibatkan tanaman tidak dapat menghasilkan jagung. Pada saat ini seluruh varietas jagung hibrida yang diedarkan di Indonesia harus tahan terhadap penyakit ini.

f. Penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum)

Penyakit hawar daun menyerang daun dimana pada awal gejala berupa bercak kecil berbentuk oval yang kemudian bercak membentuk elips dan berkembang menjadi nekrotik. Pengendalian penyakit ini adalah dengan menggunakan varietas jagung yang tahan penyakit hawar daun seperti halnya Pioneer, Bisi, BR 2, dan BR 4.

g. Penyakit busuk pelepah (Rhizoctonia solani)

Penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya terjadi pada pelepah daun yang ditandai dengan bercak berwarna kemerahan yang kemudian berubah menjadi abu-abu, yang pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi coklat. Penanggulangan penyakit ini dnegan penggunaan varietas yang tahan penyakit busuk pelepah, perbaikan drainase, pergiliran tanaman, dan penggunaan fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim.

Ubi Kayu

Varietas unggul ubi kayu yang telah dirilis oleh Kementan hingga saat ini ada 9 varietas yaitu Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6, UJ 3 , dan UJ 5 (Kasetsart). Selain itu ada beberapa varitas yang sudah banyak ditanam oleh petani antara lain Litbang UK-II, Kaspro, Buto ijo, dan Cimanggu. Berikut

DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016

Tabel 3.1. Spesifikasi Varitas Unggul Ubi kayu di Indonesia

Varitas Umur

(Bulan)

Hasil (t/

ha)

Kadar

Pati (%) HCN (ppm)Kadar Keterangan

Adira 1 7-10 22 45 27,5 Agak tahan tungau merah

Adira 2 8-12 22 41 124,0 Agak tahan tungau merah

Adira 4 10 35 18-22 68,0 Agak tahan tungau merah

Malang 1 9-10 36 32-36 <40,0 Toleran tungau merah

Malang 2 8-10 31 32-36 <40,0 Agak peka tungau merah

UJ 3 9-10 32 19-30 - Agak tahan CBB

UJ 5 8-10 30 20-27 - Agak tahan CBB

(Cassava Bacterial Blight)

Malang 4 9 39 25-32 >100 Agak tahan tungau

Malang 6 9 36 25-32 >100 Agak tahan tungau

Sumber: Kementan

Pemilihan bibit yang baik sebaiknya berumur sekitar 9-12 bulan dan bebas dari serangga dan penyakit. Cara meletakkan bibit sebaiknya berdiri jangan direbahkan dan bertumpuk. Panjang potongan bibit 20 cm pada penanaman musim penghujan dan 25 cm penanaman pada musim kemarau. Pada umumnya ubi kayu ditanam pada lahan yang kekurangan zat Zn, sehingga sebaiknya sebelum tanam, bibit direndam selama 15 menit dalam larutan 2 % Zn (4 kg/200 ltr air). Jarak tanam (spacing) yang baik adalah 1 m x 1 m atau dengan populasi 10.000 tanaman per hektar. Namun demikian dapat dilakukan penanaman dengan jarak tanam 1 m x 0,8 m , atau dengan populasi menjadi 12.500.

Pemupukan I dilakukan pada umur tanaman 1 bulan (akhir bulan I atau awal bulan II) dengan cara dibenamkan berjarak 5 cm dari batang tanaman. Dilakukan setelah weeding I atau sebelumnya tergantung kondisi gulma di lapangan. Dosis pupuk N (Urea) , P (SP36) dan K (KCl) sesuai dengan kondisi dan jenis tanah. Dosis umum / anjuran setempat adalah 100 kg Urea/ha ; 100 kg SP36/ha dan 100 kg KCl/ ha untuk aplikasi pupuk I dan 50 kg Urea/ha; 50 kg SP36/ha dan 50 kg KCl/ha untuk aplikasi pupuk II.

Pemupukan II dilakukan pada saat umur tanaman 4 bulan, dengan cara yang sama seperti pada aplikasi pemupukan I. Dosis pupuk sesuai dengan kondisi dan jenis tanah, biasanya sebanyak sepertiga (1/3) dari dosis total pemupukan.

Sagu

Sagu merupakan tanaman yang penyebarannya cukup merata di tanah air kita. Potensinya pun sungguh luar biasa. Sembilan puluh persen tanaman sagu yang ada di dunia itu ada di negeri Indonesia. Prof. Masanori Okazaki, ilmuwan dari Rikko University Jepang dalam sebuah simposium sampai mengatakan, “Apabila dunia dilanda cuaca ekstrem, hanya tanaman sagu penghasil

karbohidrat yang mampu bertahan. Penduduk dunia akan sangat berterima kasih kepada Indonesia ketika mau membagikan sagunya karena 1 juta hektar hutan sagu di Indonesia akan mampu menghidupi miliaran manusia penghuni planet bumi.”

Tanaman sagu dapat berkembang biak dengan anakan atau dengan biji. Anakan sagu tumbuh dari tunas-tunas pohon induk, dan mulai membentuk batang pada umur 3 tahun. Anakan sagu ini memperoleh unsur hara dari pohon induknya sampai akarnya mampu menyerap sendiri unsur hara, dan daunnya mampu melakukan fotosintesis sendiri. Anakan ini kemudian berkembang menjadi pohon sagu yang tingginya lebih dari 6 sampai 15 meter. Pohon sagu ini siap ditebang untuk diambil tepungnya pada umur sekitar 8 tahun. Pola pertumbuhan tanaman sagu dari anakan sampai pohon dewasa dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Sembilan puluh

persen tanaman sagu

yang ada di dunia

itu ada di negeri

DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016

Dalam dokumen BPPT OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2016 (Halaman 72-78)

Dokumen terkait