• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA

5. Dokumentasi KOWAR

Gambar 2. Pakaian Seragam Anak Sekolah (PSAS), salah satu unit usaha KOWAR

Gambar 3. Komputer, peralatan yang dimiliki KOWAR

Gambar 4. Kegiatan RAT 2008 KOWAR

Gambar 5. Perempuan hadir dalam RAT 2008 KOWAR

Gambar 6. Laki-laki hadir dalam RAT 2008 KOWAR

Gambar 7. Perempuan memberikan pendapat dalam RAT 2008 KOWAR

Gambar 8. Laki-laki memberikan pendapat dalam RAT 2008 KOWAR

Gambar 9. Suasana dalam RAT 2008 KOWAR Gambar 10. Suasana dalam RAT 2008 KOWAR

Gambar 11. Pelindung dan Pejabat hadir dalam RAT 2008 KOWAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia, sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Konsep KKG tidak dimaksudkan untuk merendahkan kaum laki-laki atau menaikkan kaum perempuan, tetapi bisa mensejajarkan peran antara laki-laki dan perempuan. Upaya mewujudkan KKG di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dan dipertegas pula dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah dalam pembangunan nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan diberbagai bidang pembangunan, termasuk pertanian didalamnya. Tujuan Pengarusutamaan Gender adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan.

Namun demikian, masih saja terjadi bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Hal ini terlihat dalam bidang pendidikan, pada tahun 2007, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,47 persen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 5,2 persen1. Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2007, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mencapai 49,52 persen, jauh lebih rendah

1

dari laki-laki yang mencapai 83,68 persen2.

Pembangunan Nasional merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, sehingga keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan satu golongan saja (Achmad dalam Ihromi, 1995). Partisipasi tersebut tidak hanya sebagai pelaksana program pembangunan saja, juga sebagai penikmat dari hasil pembangunan tersebut. Salah satu aspek penting didalam pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui organisasi koperasi. Sesuai dengan Pasal 4 UURI Nomor 25 tahun 19923, fungsi dan peran koperasi diantaranya adalah: 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya; 2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; serta 3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.4 Organisasi koperasi memiliki berbagai bentuk, salah satunya adalah koperasi pegawai. Koperasi pegawai merupakan salah satu bentuk koperasi berdasarkan pengelolanya, yaitu pegawai di suatu instansi, seperti perusahaan dan sekolah. Koperasi pegawai yang ada di instansi sekolah beranggotakan para guru dan karyawan sekolah.

Koperasi Warga (KOWAR) SMP Negeri 7 Bekasi5 sebagai salah satu koperasi pegawai yang ada di Bekasi telah menunjukkan perkembangannya yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan Laporan Keuangan KOWAR tahun buku 2008, yang menyebutkan bahwa KOWAR mendapat nilai baik atau ”sehat” sejak tahun 2003 sampai sekarang dari Departemen Koperasi dan Perdagangan (Depkopinda) Kota Bekasi. Disebutkan pula bahwa KOWAR telah mencapai keberhasilan pada periode kepengurusan 2002-2007. Hal ini ditandai dengan meningkatnya Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan setiap tahun kepada anggota koperasi, meningkatnya besar pinjaman yang dapat dipinjam anggota koperasi, dan kembalinya pinjaman anggota tepat pada waktunya.

2

Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007 tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007.

3

Dikutip dari buku Perkoperasian (Sejarah, Teori, dan Praktek) halaman 38 oleh Muhammad Firdaus.

4

idem

5

Keberhasilan koperasi merupakan hasil dari interaksi dan hubungan yang baik antar pengurus, Badan Pemeriksa (BP), dan anggotanya, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan yang ada mencakup hubungan kerjasama dan hubungan kekuasaan. Hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki pada lingkup gagasan (ide), praktek, dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumber daya inilah yang disebut dengan relasi gender6. Indikator suatu organisasi yang baik atau berhasil dalam perkembangannya ditentukan oleh sudah responsif gender atau belum organisasi tersebut. Organisasi koperasi yang memiliki orientasi pada pemenuhan kebutuhan dan persoalan perempuan maupun laki-laki berarti telah responsif gender. Fokus penelitian ini adalah bagaimana keberhasilan KOWAR dan sejauhmana relasi gender didalamnya menentukan keberhasilan KOWAR.

1.2 Perumusan Masalah

KOWAR sebagai organisasi koperasi pegawai memiliki anggota perempuan dan laki-laki. Adanya anggota perempuan dan laki-laki dalam koperasi menunjukkan adanya relasi gender. Relasi gender yang ada belum tentu setara antara perempuan maupun laki-laki. Sejauhmana relasi gender dalam anggota koperasi sudah menunjukkan kesetaraan gender? Keterlibatan perempuan dalam KOWAR belum tentu menunjukkan adanya keadilan gender. Apabila terjadi ketidakadilan gender, maka bentuk ketidakadilan apa yang terjadi? Maka, beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:

1. Sejauh mana relasi gender KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, tingkat akses yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan tingkat kontrol yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR?

2. Bagaimana hubungan karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan) dengan relasi gender dalam KOWAR?

6

Dikutip dari tulisan Siti Sugiah Mugniesyah berjudul “Gender, Lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan” dalam buku Ekologi Manusia tahun 2006 pada halaman 215 alinea I.

3. Bagaimana hubungan sosialisasi peran gender dalam keluarga anggota KOWAR dengan relasi gender dalam KOWAR?

4. Sejauh mana keberhasilan KOWAR (segi proses dan hasil) dalam mensejahterakan anggotanya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis relasi gender KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, tingkat akses yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan tingkat kontrol yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR.

2. Mengidentifikasi karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan) dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

3. Mengidentifikasi sosialisasi peran gender dalam keluarga anggota KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

4. Menganalisis keberhasilan KOWAR (segi proses dan hasil) dalam mensejahterakan anggotanya.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori, dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi dalam masyarakat.

1. Bagi organisasi koperasi, agar dapat memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam semua kegiatannya.

2. Bagi pemerintah, sebagai bahan kebijakan dalam perumusan koperasi, bahwa harus menempatkan Pengarusutamaan Gender dalam perencanaan koperasi. 3. Bagi pembaca, menjadi bahan informasi dan bermanfaat untuk yang berminat

untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan dengan aspek gender dalam organisasi koperasi.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi, Jenis, Fungsi, dan Tujuan Koperasi

Koperasi berasal dari kata cooperative, yang berarti usaha bersama. Dari berbagai definisi yang ada mengenai koperasi, terdapat hal-hal yang menyatukan pengertian koperasi, yaitu: koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mempunyai kebutuhan dan kepentingan ekonomi sama, yang ingin dipenuhi secara bersama melalui pembentukan perusahaan bersama yang dikelola dan diawasi secara demokratis; koperasi adalah perusahaan, dimana orang-orang berkumpul tidak untuk menyatukan modal atau uang, melainkan sebagai akibat adanya kesamaan kebutuhan dan kepentingan ekonomi; dan koperasi adalah perusahaan yang harus memberi pelayanan ekonomi kepada anggota.

Sedangkan menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 12 Tahun 1967, Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang/badan hukum koperasi yang merupakan atas susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang secara bersama-sama bergotong-royong berdasarkan persamaan kerja untuk memajukan kepentingan perekonomian anggota dan masyarakat umum. Berarti koperasi benar-benar merupakan pendemokrasian yang harus menjamin bahwa koperasi adalah milik anggota sendiri dan diatur sesuai dengan keinginan para anggota, karena hak tertinggi dalam koperasi ditentukan oleh Rapat Anggota. Dalam koperasi tidak boleh dilakukan paksaan dan campur tangan pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan koperasi. Pembagian pendapatan benar-benar harus berdasarkan besar kecilnya karya dan juga anggota.

Koperasi bersifat gotong royong, kerja sama dan mempunyai solidaritas yang kuat. Didalam perkoperasian secara langsung mendidik anggotanya untuk hidup hemat, suka menabung, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, menjauhi sifat boros, dan tidak bergaya hidup mewah. Pengertian organisasi ekonomi dalam UUD Nomor 12 Tahun 1967 menggariskan bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Pengertian organisasi ekonomi dalam undang-undang tersebut dimana koperasi diberikan kebebasan berusaha

dan mencari keuntungan yang wajar bagi kepentingan anggotanya dengan tidak mengabaikan fungsi sosial sebagai watak asli koperasi. Hal ini tercermin dalam pembagian keuntungan melalui dana-dana pembangunan, dana sosial, dana pendidikan, dan lain-lain. Semakin besar keuntungan yang diperoleh koperasi, semakin besar pula dana yang disediakan untuk pembangunan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat wilayahnya.

Ciri-ciri organisasi koperasi berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat golongan ekonomi lemah. Sesuai dengan pasal 1 Undang- Undang (UU) nomor 2/1992 tentang perkoperasian, ciri-ciri koperasi sebagai badan usaha dapat dipertegas dan dirinci sebagai berikut: dimiliki oleh anggota yang tergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama, para anggota bersepakat untuk membangun usaha bersama atas dasar kekuatannya sendiri dan atas dasar kekeluargaan, didirikan, dimodali, dibiayai, diatur, dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya, dan tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggota dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota.

Bentuk koperasi dalam Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 1959 (Pasal 13 Bab IV) ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan, penggabungan dan perindukannya, yaitu koperasi primer, koperasi sekunder, koperasi pusat, koperasi gabungan, dan koperasi induk. Menurut Klasik, jenis koperasi ada 3, yaitu: koperasi pemakaian (koperasi warung, koperasi sehari-hari, koperasi distribusi, warung andil, dan sebagainya), koperasi penghasil atau koperasi produksi, dan koperasi simpan-pinjam. Sedangkan berdasarkan aktivitas ekonomi para anggotanya, jenis koperasi terbagi menjadi tiga, yaitu: koperasi produsen, koperasi konsumen, dan koperasi kredit atau jasa pembiayaan.

Fungsi koperasi antara lain adalah memenuhi kebutuhan anggota untuk memajukan kesejahteraannya, membangun sumberdaya anggota dan masyarakat, mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota, mengembangkan aspirasi ekonomi anggota dan masyarakat di lingkungan kegiatan koperasi, serta membuka peluang kepada anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dalam bidang ekonomi secara optimal. Fungsi koperasi membangun dan mengembangkan potensi ekonomi anggota dan masyarakat. Peran koperasi antara

lain adalah sebagai wadah peningkatan taraf hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota koperasi dan masyarakat di lingkungannya, bagian internal dari sistem ekonomi nasional, pelaku strategis dalam sistem ekonomi rakyat, dan wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya.

Tujuan koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Prinsip koperasi keanggotaan bersifat sukarela pengelolaan secara demokratis, pembagian SHU sebanding dengan besar jasa usaha dan kemandirian. Anggota koperasi wajib membayar iuran pokok, iuran wajib, dan iuran sukarela. Unsur yang ada pada lambang koperasi adalah rantai, gigi roda, padi kapas, timbangan, bintang perisai, pohon beringin, tulisan koperasi Indonesia, dan warna merah putih. Anggota wajib mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Setiap akhir tahun dalam tutup buku diadakan Rapat Anggota. Modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah. Modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan sumber lain yang sah. Selain modal sendiri dan modal pinjaman, koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari penyertaan. Modal penyertaan bersumber dari pemerintah maupun masyarakat.

2.2 Langkah dan Proses Pengembangan Organisasi Koperasi

Untuk mengembangkan organisasi koperasi diperlukan beberapa langkah, seperti: menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, dukungan perkuatan bagi koperasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia koperasi, peningkatan penguasaan teknologi, peningkatan penguasaan informasi, peningkatan penguasaan pasar, pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, serta peningkatan kualitas keanggotaan koperasi. Koperasi harus memiliki nilai-nilai dalam organisasi dan manajemennya, seperti: kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, pengelolaan secara demokratis, berkeadilan, dan solidaritas. Nilai- nilai ini mengisyaratkan bahwa koperasi sebagai organisasi yang berkemampuan untuk menolong diri sendiri, harus mampu, memiliki tujuan ekonomi yang jelas dan manajemen kebersamaan (joint management) yang profesional.

Pengorganisasian merupakan langkah atau usaha untuk menentukan struktur, menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan, memilih, menempatkan dan melatih karyawan, merumuskan garis kegiatan, serta membentuk sejumlah hubungan di dalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya. Masalah mutu sumberdaya manusia pada berbagai perangkat organisasi menjadi masalah yang menonjol dan mendapat sorotan. Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dari tiga unsur yaitu: Anggota, Pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat perlengkapan organisasi yang sepintas adalah sama, yaitu Rapat Anggota, Pengurus, dan pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada kerjasama ketiga unsur koperasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada Anggota.

Dari sudut pandang proses, manajemen koperasi lebih mengutamakan demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal. Dari sudut pandang gaya manajemen (management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), dimana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya. Pola umum manajemen yang partisipatif menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendati pun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision area).

Dalam rangka pengembangan organisasi koperasi, orientasi manajemen harus diwujudkan dalam urutan prioritas sebagai berikut: peningkatan pelayanan

usaha yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada Anggota berupa produktivitas dan nilai tambah usaha anggota (service at cost), memperbesar pendapatan dan memperkecil pengeluaran untuk menciptakan Sisa Hasil Usaha (SHU) guna menjaga kelangsungan dan pengembangan pelayanan usaha tersebut diatas. Untuk mengukur apakah proses dan sistem pengawasan oleh anggota secara demokratis dilakukan didalam sebuah koperasi dilakukan dengan benar, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan atau dapat digunakan sebagai alat ukur, yaitu: penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT), rasio kehadiran anggota dalam Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB) disyahkan dan dilaksanakan, realisasi anggaran pendapatan koperasi, realisasi anggaran belanja koperasi, realisasi surplus hasil usaha koperasi, dan pemeriksaan intern dan ekstern.

2.3 Pengertian Gender

Gender bukan pembeda antara laki-laki dan perempuan secara seks. Seks dipahami sebagai jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Seks atau jenis kelamin sering dikaitkan dengan gender dan kodrat. Ketika lahir antara laki-laki dan perempuan sudah dibedakan secara fisik. Laki-laki dicirikan mempunyai penis, testis, sperma, sedangkan perempuan dicirikan dengan vagina, rahim, payudara. Secara fisik pembeda antara laki-laki dan perempuan tidak bisa berubah, tidak seperti pemaknaan gender yang dapat berubah dari masa ke masa. pembeda fisik merupakan ketentuan dari Tuhan. Hal inilah yang disebut dengan kodrat.

Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa.

Menurut Handayani dan Sugiarti (dalam Silawati, 2006), gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh sifat yang

melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada (Vries dalam Silawati, 2006). Menurut Murniati (2004), gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi “maskulin” dan “feminin”. Pada umumnya jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan gender maskulin, sementara jenis kelamin perempuan berkaitan dengan gender feminin, akan tetapi hubungan itu bukan merupakan korelasi absolut (Rogers, 1980 dalam Susilastuti, 1993).

Secara konseptual gender berguna untuk mengadakan kajian terhadap pola hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam berbagai masyarakat yang berbeda (Fakih, 1996). Istilah gender berbeda dengan istilah sex atau jenis kelamin menunjuk pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis (kodrat), gender lebih mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial (interpensi sosial kultural), seperangkat peran seperti apa yang seharusnya dan apa yang seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan (Fakih, 1996).

Susilastuti (1993) menyatakan bahwa gender tidak bersifat universal. ia bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua elemen gender yang bersifat universal: 1. Gender tidak identik dengan jenis kelamin.

2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat (Gailey, 1987 dalam Susilastuti, 1993).

2.4 Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga

Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan gender

antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat.

Kecenderungan laki-laki diorientasikan ke bidang publik dan perempuan ke bidang domestik telah memproduksi ketimpangan kekuasaan antara kedua jenis kelamin. Perbedaan ini juga dapat diperluas dengan melihat kecenderungan bahwa perempuan lebih terlibat dalam bidang konsumtif, sementara laki-laki dalam bidang produktif. Perbedaan bidang ini juga menunjukkan adanya negosiasi kekuasaan antara laki-laki yang menguasai sektor produksi, maka perempuan juga akhirnya berada dibawah kontrol laki-laki. Perempuan lebih bertanggungjawab terhadap keluarga dan segala kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti pengasuhan anak. Laki-laki terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi dan politik (berbagai kegiatan publik) yang dianggap sebagai instansi utama dalam masyarakat modern (Chafetz, 1999).

Dalam proses sosialisasi, perempuan cenderung dihubungkan dengan kegiatan domestik tersebut, yang dianggap sebagai kegiatan yang “kurang” penting dalam perkembangan masyarakat modern yang bertumpu pada proses produksi dan birokrasi. Asosiasi semacam ini telah mereproduksi ketimpangan gender yang terus menerus, karena dalam proses sosialisasi, perempuan disosialisasikan ke dalam suatu nilai dan ukuran sosial budaya yang kemudian pilihan-pilihannya ditentukan oleh laki-laki atau dalam kerangka struktural yang patriarkhal.

Kedudukan perempuan karenanya dibingkai oleh tatanan yang terpusat pada laki-laki yang ditegaskan oleh lembaga-lembaga pendukung (Solomon, 1988 dalam Abdullah, 2001). Mitos-mitos telah dibangun untuk mengatakan bahwa tempat laki-laki adalah di dunia kerja dalam perjuangannya untuk hidup, sementara tempat perempuan di rumah mengatur rumah tangga dan merawat anak (Solomon, 1988 dalam Abdullah, 2001).

Proses sosialisasi semacam ini telah membatasi pilihan-pilihan hidup

Dokumen terkait