• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Relasi Gender Dan Keberhasilan Organisasi Koperasi Warga (Kowar) Smp Negeri 7 Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Relasi Gender Dan Keberhasilan Organisasi Koperasi Warga (Kowar) Smp Negeri 7 Bekasi"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN

ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR)

SMP NEGERI 7 BEKASI

DWIMORA EFRINI I34052103

SKRIPSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

The research purposes were to know about gender relation of KOWAR as a cooperative organization; and also looking for relationship between respondent characteristics, gender role socializations of family’s respondent, and achievement of KOWAR with gender relation of KOWAR. Gender relation of KOWAR was determined by sex segregation of occupations, access, and control between man and woman to get benefits and resources from KOWAR. The research method was quantitative research and sampling method was simple random sampling.

Result shows that KOWAR have an equality of gender relation. An equality of gender relation was the conclusion from an equality in sex segregation of occupation, low access of man and woman to get benefits and resources, and high control of man and woman to get benefits and resources from KOWAR. The characteristic of respondent was determined by age, level education, kind of occupation, and marriage status of the respondent. Level education of the respondent was related with gender equality of KOWAR. But, age, kind of education, and marriage status of the respondent was not related with gender relation of KOWAR. Gender role socialization of the respondent was related with gender relation of KOWAR. Achievement of KOWAR was related to gender relation of KOWAR.

(3)

RINGKASAN

DWIMORA EFRINI. ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI. (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).

Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia, sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Upaya mewujudkan KKG di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dan dipertegas pula dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Meskipun telah ada dasar hukum dan peraturan mengenai kesetaraan dan keadilan gender, pada kenyataannya masih banyak terjadi kesenjangan gender dalam pembangunan di Indonesia. Padahal, suatu pembangunan dianggap berhasil dan berkelanjutan jika memperhatikan perspektif gender didalamnya. Apabila masih terdapat bias gender dalam pembangunan, maka pembangunan dianggap belum berhasil dan tentunya tidak berkelanjutan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis relasi gender dalam KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, akses antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan kontrol antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat; mengidentifikasi karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status pernikahan) dan hubungannya dengan relasi gender; mengidentifikasi sosialisasi peran gender anggota KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender; menganalisis keberhasilan KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode penelitian kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan mengundi satuan-satuan elementer dalam populasi dan perhitungan secara disproporsional. Disproporsional disini berarti dari populasi 79 orang anggota KOWAR, yang terdiri dari 45 orang perempuan dan 34 orang laki-laki, akan diambil sampel sebanyak 17 orang perempuan dan 13 orang laki-laki. Data kualitatif dilakukan dengan wawancara untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam dari tiga orang Pengurus KOWAR dan juga seorang staf PKPRI yang mengetahui perkembangan KOWAR.

(4)

perempuan. Secara kualitatif, perempuan lebih banyak berperan dalam kepengurusan KOWAR. Masih terdapat isu ketidakadilan gender dalam penempatan posisi perempuan dan laki-laki, yaitu subordinasi dan stereotipe. Akses yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah rendah. Ada fenomena perempuan lebih tinggi aksesnya dibandingkan dengan laki-laki. Kontrol yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah tinggi. Namun, kontrol perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat.

Karakteristik anggota koperasi perempuan dan laki-laki yang dilihat dari tingkat pendidikan berhubungan dengan relasi gender dalam KOWAR, sedangkan umur, jenis pekerjaan, dan status pernikahan anggota koperasi perempuan dan laki-laki tidak berhubungan dengan relasi gender dalam KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi, akses, dan kontrol dalam memperoleh sumberdaya (uang, pekerjaan, peralatan, pendidikan/pelatihan) dan manfaat (pendidikan/pelatihan, pendapatan, status, kekuasaan, pengakuan).

Sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya hubungan dengan relasi gender. Semakin baik sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki maka relasi gender dalam KOWAR juga semakin setara. Sebaliknya, semakin buruk sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki maka relasi gender dalam KOWAR juga semakin tidak setara. Sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah baik, sejalan dengan relasi gender KOWAR yang setara.

Keberhasilan KOWAR sejalan dengan relasi gender. Semakin setara relasi gendernya, maka KOWAR pun semakin berhasil. Keberhasilan KOWAR juga dikarenakan adanya kecenderungan masih adanya kontrol yang tinggi dari perempuan, terutama dalam hal keuangan.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Definisi, Jenis, Fungsi, dan Tujuan Koperasi ... 6

2.2 Langkah dan Proses Pengembangan Organisasi Koperasi ... 7

2.3 Pengertian Gender ... 9

2.4 Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga ... 10

2.5 Peranan dan Relasi Gender ... 12

2.6 Ketidakadilan Gender ... 14

2.7 Pendekatan Gender And Development (GAD) ... 15

2.8 Analisis Gender dalam Pengembangan Organisasi Koperasi ... 17

2.9 Kerangka Pemikiran ... 21

2.10 Hipotesis Penelitian ... 24

2.11 Definisi Konseptual ... 24

2.12 Definisi Operasional ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Metode Penelitian... 32

3.3 Teknik Pengambilan Sampel... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 34

(6)

3.5.1 Uji Korelasi Rank Spearman ... 35

BAB IV ORGANISASI DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA KOWAR SMPN 7 BEKASI 4.1 Sejarah dan Perkembangan KOWAR ... 37

4.2 Jumlah Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur Organisasi KOWAR ... 38

4.3 Kegiatan Perempuan dan Laki-laki dalam KOWAR ... 39

4.4 Aturan Main dalam KOWAR ... 42

4.4.1 Pelindung ... 42

4.4.2 Pengawas/Badan Pemeriksa Koperasi (BP) ... 42

4.4.3 Pengurus ... 43

4.4.4 Anggota ... 46

4.4.5 Rapat Anggota ... 47

4.4.6 Simpanan Anggota ... 49

4.4.7 Modal Koperasi ... 50

4.4.8 Ikhtisar ... 50

4.5 Analisis KOWAR sebagai Organisasi Koperasi ... 51

4.6 Karakteristik Anggota KOWAR ... 53

4.6.1 Umur ... 53

4.6.2 Tingkat Pendidikan ... 53

4.6.3 Jenis Pekerjaan ... 54

4.6.4 Status Pernikahan ... 54

BAB V ANALISIS RELASI GENDER DALAM KOWAR 5.1 Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam KOWAR ... 55

5.2 Akses untuk Memperoleh Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR ... 60

5.3 Kontrol untuk Memperoleh Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR ... 64

5.4 Relasi Gender dalam KOWAR ... 68

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR 6.1 Hubungan Umur dengan Relasi Gender dalam KOWAR... 77

(7)

6.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Relasi Gender

dalam KOWAR ... 79 6.4 Hubungan Status Pernikahan dengan Relasi Gender

dalam KOWAR ... 80 6.5 Ikhtisar ... 82 BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER

DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR ... 84 BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR ... 88 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Judul

1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Umur

Tahun 2009 ... 53 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Tingkat

Pendidikan, Tahun 2009 ... 54 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Jenis

Pekerjaan, Tahun 2009 ... 54 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Status

Pernikahan, Tahun 2009 ... 54 5. Jumlah dan Persentase Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam

KOWAR, Tahun 2009 ... 55 6. Penempatan Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur

Organisasi KOWAR SMPN 7 Bekasi, Tahun 2009 ... 56 7. Jumlah dan Persentase Akses Responden untuk Memperoleh

Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 60 8. Jumlah dan Persentase Kontrol Responden terhadap

Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 65 9. Jumlah dan Persentase Jawaban Responden terhadap Tingkat

Kesetaraan Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 69 10. Hasil analisis Chi Square antara Karakteristik Responden

terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 76 11. Jumlah dan Persentase Hubungan Umur Responden dengan

Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 77 12. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Pendidikan

Responden dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 78 13. Jumlah dan Persentase Hubungan Jenis Pekerjaan Responden

dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 80 14. Jumlah dan Persentase Hubungan Status Pernikahan

Responden dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 81 15. Jumlah dan Persentase Jawaban Responden mengenai

(9)

16. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Sosialisasi Peran Gender dalam keluarga Responden dengan Tingkat Kesetaraan

Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 93 17. Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan KOWAR menurut

Responden, Tahun 2009 ... 92 18. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Kesetaraan Gender

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Perubahan Kawasan Belajar ... 17 2. Skema Perubahan Perilaku ... 18 3. Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan

(11)

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN

ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR)

SMP NEGERI 7 BEKASI

DWIMORA EFRINI I34052103

SKRIPSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(12)

ABSTRACT

The research purposes were to know about gender relation of KOWAR as a cooperative organization; and also looking for relationship between respondent characteristics, gender role socializations of family’s respondent, and achievement of KOWAR with gender relation of KOWAR. Gender relation of KOWAR was determined by sex segregation of occupations, access, and control between man and woman to get benefits and resources from KOWAR. The research method was quantitative research and sampling method was simple random sampling.

Result shows that KOWAR have an equality of gender relation. An equality of gender relation was the conclusion from an equality in sex segregation of occupation, low access of man and woman to get benefits and resources, and high control of man and woman to get benefits and resources from KOWAR. The characteristic of respondent was determined by age, level education, kind of occupation, and marriage status of the respondent. Level education of the respondent was related with gender equality of KOWAR. But, age, kind of education, and marriage status of the respondent was not related with gender relation of KOWAR. Gender role socialization of the respondent was related with gender relation of KOWAR. Achievement of KOWAR was related to gender relation of KOWAR.

(13)

RINGKASAN

DWIMORA EFRINI. ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI. (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).

Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia, sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Upaya mewujudkan KKG di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dan dipertegas pula dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Meskipun telah ada dasar hukum dan peraturan mengenai kesetaraan dan keadilan gender, pada kenyataannya masih banyak terjadi kesenjangan gender dalam pembangunan di Indonesia. Padahal, suatu pembangunan dianggap berhasil dan berkelanjutan jika memperhatikan perspektif gender didalamnya. Apabila masih terdapat bias gender dalam pembangunan, maka pembangunan dianggap belum berhasil dan tentunya tidak berkelanjutan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis relasi gender dalam KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, akses antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan kontrol antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat; mengidentifikasi karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status pernikahan) dan hubungannya dengan relasi gender; mengidentifikasi sosialisasi peran gender anggota KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender; menganalisis keberhasilan KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode penelitian kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan mengundi satuan-satuan elementer dalam populasi dan perhitungan secara disproporsional. Disproporsional disini berarti dari populasi 79 orang anggota KOWAR, yang terdiri dari 45 orang perempuan dan 34 orang laki-laki, akan diambil sampel sebanyak 17 orang perempuan dan 13 orang laki-laki. Data kualitatif dilakukan dengan wawancara untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam dari tiga orang Pengurus KOWAR dan juga seorang staf PKPRI yang mengetahui perkembangan KOWAR.

(14)

perempuan. Secara kualitatif, perempuan lebih banyak berperan dalam kepengurusan KOWAR. Masih terdapat isu ketidakadilan gender dalam penempatan posisi perempuan dan laki-laki, yaitu subordinasi dan stereotipe. Akses yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah rendah. Ada fenomena perempuan lebih tinggi aksesnya dibandingkan dengan laki-laki. Kontrol yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah tinggi. Namun, kontrol perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat.

Karakteristik anggota koperasi perempuan dan laki-laki yang dilihat dari tingkat pendidikan berhubungan dengan relasi gender dalam KOWAR, sedangkan umur, jenis pekerjaan, dan status pernikahan anggota koperasi perempuan dan laki-laki tidak berhubungan dengan relasi gender dalam KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi, akses, dan kontrol dalam memperoleh sumberdaya (uang, pekerjaan, peralatan, pendidikan/pelatihan) dan manfaat (pendidikan/pelatihan, pendapatan, status, kekuasaan, pengakuan).

Sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya hubungan dengan relasi gender. Semakin baik sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki maka relasi gender dalam KOWAR juga semakin setara. Sebaliknya, semakin buruk sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki maka relasi gender dalam KOWAR juga semakin tidak setara. Sosialisasi peran gender dalam keluarga perempuan dan laki-laki dalam KOWAR adalah baik, sejalan dengan relasi gender KOWAR yang setara.

Keberhasilan KOWAR sejalan dengan relasi gender. Semakin setara relasi gendernya, maka KOWAR pun semakin berhasil. Keberhasilan KOWAR juga dikarenakan adanya kecenderungan masih adanya kontrol yang tinggi dari perempuan, terutama dalam hal keuangan.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Definisi, Jenis, Fungsi, dan Tujuan Koperasi ... 6

2.2 Langkah dan Proses Pengembangan Organisasi Koperasi ... 7

2.3 Pengertian Gender ... 9

2.4 Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga ... 10

2.5 Peranan dan Relasi Gender ... 12

2.6 Ketidakadilan Gender ... 14

2.7 Pendekatan Gender And Development (GAD) ... 15

2.8 Analisis Gender dalam Pengembangan Organisasi Koperasi ... 17

2.9 Kerangka Pemikiran ... 21

2.10 Hipotesis Penelitian ... 24

2.11 Definisi Konseptual ... 24

2.12 Definisi Operasional ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Metode Penelitian... 32

3.3 Teknik Pengambilan Sampel... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 34

(16)

3.5.1 Uji Korelasi Rank Spearman ... 35

BAB IV ORGANISASI DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA KOWAR SMPN 7 BEKASI 4.1 Sejarah dan Perkembangan KOWAR ... 37

4.2 Jumlah Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur Organisasi KOWAR ... 38

4.3 Kegiatan Perempuan dan Laki-laki dalam KOWAR ... 39

4.4 Aturan Main dalam KOWAR ... 42

4.4.1 Pelindung ... 42

4.4.2 Pengawas/Badan Pemeriksa Koperasi (BP) ... 42

4.4.3 Pengurus ... 43

4.4.4 Anggota ... 46

4.4.5 Rapat Anggota ... 47

4.4.6 Simpanan Anggota ... 49

4.4.7 Modal Koperasi ... 50

4.4.8 Ikhtisar ... 50

4.5 Analisis KOWAR sebagai Organisasi Koperasi ... 51

4.6 Karakteristik Anggota KOWAR ... 53

4.6.1 Umur ... 53

4.6.2 Tingkat Pendidikan ... 53

4.6.3 Jenis Pekerjaan ... 54

4.6.4 Status Pernikahan ... 54

BAB V ANALISIS RELASI GENDER DALAM KOWAR 5.1 Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam KOWAR ... 55

5.2 Akses untuk Memperoleh Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR ... 60

5.3 Kontrol untuk Memperoleh Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR ... 64

5.4 Relasi Gender dalam KOWAR ... 68

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR 6.1 Hubungan Umur dengan Relasi Gender dalam KOWAR... 77

(17)

6.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Relasi Gender

dalam KOWAR ... 79 6.4 Hubungan Status Pernikahan dengan Relasi Gender

dalam KOWAR ... 80 6.5 Ikhtisar ... 82 BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER

DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR ... 84 BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR ... 88 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Judul

1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Umur

Tahun 2009 ... 53 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Tingkat

Pendidikan, Tahun 2009 ... 54 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Jenis

Pekerjaan, Tahun 2009 ... 54 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Variabel Status

Pernikahan, Tahun 2009 ... 54 5. Jumlah dan Persentase Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam

KOWAR, Tahun 2009 ... 55 6. Penempatan Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur

Organisasi KOWAR SMPN 7 Bekasi, Tahun 2009 ... 56 7. Jumlah dan Persentase Akses Responden untuk Memperoleh

Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 60 8. Jumlah dan Persentase Kontrol Responden terhadap

Sumberdaya dan Manfaat dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 65 9. Jumlah dan Persentase Jawaban Responden terhadap Tingkat

Kesetaraan Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 69 10. Hasil analisis Chi Square antara Karakteristik Responden

terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 76 11. Jumlah dan Persentase Hubungan Umur Responden dengan

Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 77 12. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Pendidikan

Responden dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 78 13. Jumlah dan Persentase Hubungan Jenis Pekerjaan Responden

dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 80 14. Jumlah dan Persentase Hubungan Status Pernikahan

Responden dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam KOWAR,

Tahun 2009 ... 81 15. Jumlah dan Persentase Jawaban Responden mengenai

(19)

16. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Sosialisasi Peran Gender dalam keluarga Responden dengan Tingkat Kesetaraan

Gender dalam KOWAR, Tahun 2009 ... 93 17. Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan KOWAR menurut

Responden, Tahun 2009 ... 92 18. Jumlah dan Persentase Hubungan Tingkat Kesetaraan Gender

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Perubahan Kawasan Belajar ... 17 2. Skema Perubahan Perilaku ... 18 3. Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta KOWAR SMPN 7 Bekasi ... 102

2. Matriks Alokasi Waktu Penelitian ... 103

3. Kuesioner ... 104

4. Hasil Uji Penelitian ... 108

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia, sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Konsep KKG tidak dimaksudkan untuk merendahkan kaum laki-laki atau menaikkan kaum perempuan, tetapi bisa mensejajarkan peran antara laki-laki dan perempuan. Upaya mewujudkan KKG di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dan dipertegas pula dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah dalam pembangunan nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan diberbagai bidang pembangunan, termasuk pertanian didalamnya. Tujuan Pengarusutamaan Gender adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan.

Namun demikian, masih saja terjadi bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Hal ini terlihat dalam bidang pendidikan, pada tahun 2007, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,47 persen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 5,2 persen1. Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2007, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mencapai 49,52 persen, jauh lebih rendah

1

(23)

dari laki-laki yang mencapai 83,68 persen2.

Pembangunan Nasional merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, sehingga keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan satu golongan saja (Achmad dalam Ihromi, 1995). Partisipasi tersebut tidak hanya sebagai pelaksana program pembangunan saja, juga sebagai penikmat dari hasil pembangunan tersebut. Salah satu aspek penting didalam pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui organisasi koperasi. Sesuai dengan Pasal 4 UURI Nomor 25 tahun 19923, fungsi dan peran koperasi diantaranya adalah: 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya; 2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; serta 3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.4 Organisasi koperasi memiliki berbagai bentuk, salah satunya adalah koperasi pegawai. Koperasi pegawai merupakan salah satu bentuk koperasi berdasarkan pengelolanya, yaitu pegawai di suatu instansi, seperti perusahaan dan sekolah. Koperasi pegawai yang ada di instansi sekolah beranggotakan para guru dan karyawan sekolah.

Koperasi Warga (KOWAR) SMP Negeri 7 Bekasi5 sebagai salah satu koperasi pegawai yang ada di Bekasi telah menunjukkan perkembangannya yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan Laporan Keuangan KOWAR tahun buku 2008, yang menyebutkan bahwa KOWAR mendapat nilai baik atau ”sehat” sejak tahun 2003 sampai sekarang dari Departemen Koperasi dan Perdagangan (Depkopinda) Kota Bekasi. Disebutkan pula bahwa KOWAR telah mencapai keberhasilan pada periode kepengurusan 2002-2007. Hal ini ditandai dengan meningkatnya Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan setiap tahun kepada anggota koperasi, meningkatnya besar pinjaman yang dapat dipinjam anggota koperasi, dan kembalinya pinjaman anggota tepat pada waktunya.

2

Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007 tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007.

3

Dikutip dari buku Perkoperasian (Sejarah, Teori, dan Praktek) halaman 38 oleh Muhammad Firdaus.

4

idem

5

(24)

Keberhasilan koperasi merupakan hasil dari interaksi dan hubungan yang baik antar pengurus, Badan Pemeriksa (BP), dan anggotanya, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan yang ada mencakup hubungan kerjasama dan hubungan kekuasaan. Hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki pada lingkup gagasan (ide), praktek, dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumber daya inilah yang disebut dengan relasi gender6. Indikator suatu organisasi yang baik atau berhasil dalam perkembangannya ditentukan oleh sudah responsif gender atau belum organisasi tersebut. Organisasi koperasi yang memiliki orientasi pada pemenuhan kebutuhan dan persoalan perempuan maupun laki-laki berarti telah responsif gender. Fokus penelitian ini adalah bagaimana keberhasilan KOWAR dan sejauhmana relasi gender didalamnya menentukan keberhasilan KOWAR.

1.2 Perumusan Masalah

KOWAR sebagai organisasi koperasi pegawai memiliki anggota perempuan dan laki-laki. Adanya anggota perempuan dan laki-laki dalam koperasi menunjukkan adanya relasi gender. Relasi gender yang ada belum tentu setara antara perempuan maupun laki-laki. Sejauhmana relasi gender dalam anggota koperasi sudah menunjukkan kesetaraan gender? Keterlibatan perempuan dalam KOWAR belum tentu menunjukkan adanya keadilan gender. Apabila terjadi ketidakadilan gender, maka bentuk ketidakadilan apa yang terjadi? Maka, beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:

1. Sejauh mana relasi gender KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, tingkat akses yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan tingkat kontrol yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR?

2. Bagaimana hubungan karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan) dengan relasi gender dalam KOWAR?

6

(25)

3. Bagaimana hubungan sosialisasi peran gender dalam keluarga anggota KOWAR dengan relasi gender dalam KOWAR?

4. Sejauh mana keberhasilan KOWAR (segi proses dan hasil) dalam mensejahterakan anggotanya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis relasi gender KOWAR yang dilihat dari penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki, tingkat akses yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat, dan tingkat kontrol yang didapatkan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR.

2. Mengidentifikasi karakteristik anggota KOWAR (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan) dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

3. Mengidentifikasi sosialisasi peran gender dalam keluarga anggota KOWAR dan hubungannya dengan relasi gender dalam KOWAR.

4. Menganalisis keberhasilan KOWAR (segi proses dan hasil) dalam mensejahterakan anggotanya.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori, dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi dalam masyarakat.

1. Bagi organisasi koperasi, agar dapat memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam semua kegiatannya.

2. Bagi pemerintah, sebagai bahan kebijakan dalam perumusan koperasi, bahwa harus menempatkan Pengarusutamaan Gender dalam perencanaan koperasi. 3. Bagi pembaca, menjadi bahan informasi dan bermanfaat untuk yang berminat

(26)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi, Jenis, Fungsi, dan Tujuan Koperasi

Koperasi berasal dari kata cooperative, yang berarti usaha bersama. Dari berbagai definisi yang ada mengenai koperasi, terdapat hal-hal yang menyatukan pengertian koperasi, yaitu: koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mempunyai kebutuhan dan kepentingan ekonomi sama, yang ingin dipenuhi secara bersama melalui pembentukan perusahaan bersama yang dikelola dan diawasi secara demokratis; koperasi adalah perusahaan, dimana orang-orang berkumpul tidak untuk menyatukan modal atau uang, melainkan sebagai akibat adanya kesamaan kebutuhan dan kepentingan ekonomi; dan koperasi adalah perusahaan yang harus memberi pelayanan ekonomi kepada anggota.

Sedangkan menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 12 Tahun 1967, Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang/badan hukum koperasi yang merupakan atas susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang secara bersama-sama bergotong-royong berdasarkan persamaan kerja untuk memajukan kepentingan perekonomian anggota dan masyarakat umum. Berarti koperasi benar-benar merupakan pendemokrasian yang harus menjamin bahwa koperasi adalah milik anggota sendiri dan diatur sesuai dengan keinginan para anggota, karena hak tertinggi dalam koperasi ditentukan oleh Rapat Anggota. Dalam koperasi tidak boleh dilakukan paksaan dan campur tangan pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan koperasi. Pembagian pendapatan benar-benar harus berdasarkan besar kecilnya karya dan juga anggota.

(27)

dan mencari keuntungan yang wajar bagi kepentingan anggotanya dengan tidak mengabaikan fungsi sosial sebagai watak asli koperasi. Hal ini tercermin dalam pembagian keuntungan melalui dana-dana pembangunan, dana sosial, dana pendidikan, dan lain-lain. Semakin besar keuntungan yang diperoleh koperasi, semakin besar pula dana yang disediakan untuk pembangunan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat wilayahnya.

Ciri-ciri organisasi koperasi berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat golongan ekonomi lemah. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang (UU) nomor 2/1992 tentang perkoperasian, ciri-ciri koperasi sebagai badan usaha dapat dipertegas dan dirinci sebagai berikut: dimiliki oleh anggota yang tergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama, para anggota bersepakat untuk membangun usaha bersama atas dasar kekuatannya sendiri dan atas dasar kekeluargaan, didirikan, dimodali, dibiayai, diatur, dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya, dan tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggota dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota.

Bentuk koperasi dalam Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 1959 (Pasal 13 Bab IV) ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan, penggabungan dan perindukannya, yaitu koperasi primer, koperasi sekunder, koperasi pusat, koperasi gabungan, dan koperasi induk. Menurut Klasik, jenis koperasi ada 3, yaitu: koperasi pemakaian (koperasi warung, koperasi sehari-hari, koperasi distribusi, warung andil, dan sebagainya), koperasi penghasil atau koperasi produksi, dan koperasi simpan-pinjam. Sedangkan berdasarkan aktivitas ekonomi para anggotanya, jenis koperasi terbagi menjadi tiga, yaitu: koperasi produsen, koperasi konsumen, dan koperasi kredit atau jasa pembiayaan.

(28)

lain adalah sebagai wadah peningkatan taraf hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota koperasi dan masyarakat di lingkungannya, bagian internal dari sistem ekonomi nasional, pelaku strategis dalam sistem ekonomi rakyat, dan wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya.

Tujuan koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Prinsip koperasi keanggotaan bersifat sukarela pengelolaan secara demokratis, pembagian SHU sebanding dengan besar jasa usaha dan kemandirian. Anggota koperasi wajib membayar iuran pokok, iuran wajib, dan iuran sukarela. Unsur yang ada pada lambang koperasi adalah rantai, gigi roda, padi kapas, timbangan, bintang perisai, pohon beringin, tulisan koperasi Indonesia, dan warna merah putih. Anggota wajib mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Setiap akhir tahun dalam tutup buku diadakan Rapat Anggota. Modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah. Modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan sumber lain yang sah. Selain modal sendiri dan modal pinjaman, koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari penyertaan. Modal penyertaan bersumber dari pemerintah maupun masyarakat.

2.2 Langkah dan Proses Pengembangan Organisasi Koperasi

(29)

Pengorganisasian merupakan langkah atau usaha untuk menentukan struktur, menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan, memilih, menempatkan dan melatih karyawan, merumuskan garis kegiatan, serta membentuk sejumlah hubungan di dalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya. Masalah mutu sumberdaya manusia pada berbagai perangkat organisasi menjadi masalah yang menonjol dan mendapat sorotan. Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dari tiga unsur yaitu: Anggota, Pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat perlengkapan organisasi yang sepintas adalah sama, yaitu Rapat Anggota, Pengurus, dan pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada kerjasama ketiga unsur koperasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada Anggota.

Dari sudut pandang proses, manajemen koperasi lebih mengutamakan demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal. Dari sudut pandang gaya manajemen (management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), dimana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya. Pola umum manajemen yang partisipatif menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendati pun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision area).

(30)

usaha yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada Anggota berupa produktivitas dan nilai tambah usaha anggota (service at cost), memperbesar pendapatan dan memperkecil pengeluaran untuk menciptakan Sisa Hasil Usaha (SHU) guna menjaga kelangsungan dan pengembangan pelayanan usaha tersebut diatas. Untuk mengukur apakah proses dan sistem pengawasan oleh anggota secara demokratis dilakukan didalam sebuah koperasi dilakukan dengan benar, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan atau dapat digunakan sebagai alat ukur, yaitu: penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT), rasio kehadiran anggota dalam Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB) disyahkan dan dilaksanakan, realisasi anggaran pendapatan koperasi, realisasi anggaran belanja koperasi, realisasi surplus hasil usaha koperasi, dan pemeriksaan intern dan ekstern.

2.3 Pengertian Gender

Gender bukan pembeda antara laki-laki dan perempuan secara seks. Seks dipahami sebagai jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Seks atau jenis kelamin sering dikaitkan dengan gender dan kodrat. Ketika lahir antara laki-laki dan perempuan sudah dibedakan secara fisik. Laki-laki dicirikan mempunyai penis, testis, sperma, sedangkan perempuan dicirikan dengan vagina, rahim, payudara. Secara fisik pembeda antara laki-laki dan perempuan tidak bisa berubah, tidak seperti pemaknaan gender yang dapat berubah dari masa ke masa. pembeda fisik merupakan ketentuan dari Tuhan. Hal inilah yang disebut dengan kodrat.

Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa.

(31)

melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada (Vries dalam Silawati, 2006). Menurut Murniati (2004), gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi “maskulin” dan “feminin”. Pada umumnya jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan gender maskulin, sementara jenis kelamin perempuan berkaitan dengan gender feminin, akan tetapi hubungan itu bukan merupakan korelasi absolut (Rogers, 1980 dalam Susilastuti, 1993).

Secara konseptual gender berguna untuk mengadakan kajian terhadap pola hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam berbagai masyarakat yang berbeda (Fakih, 1996). Istilah gender berbeda dengan istilah sex atau jenis kelamin menunjuk pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis (kodrat), gender lebih mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial (interpensi sosial kultural), seperangkat peran seperti apa yang seharusnya dan apa yang seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan (Fakih, 1996).

Susilastuti (1993) menyatakan bahwa gender tidak bersifat universal. ia bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua elemen gender yang bersifat universal: 1. Gender tidak identik dengan jenis kelamin.

2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat (Gailey, 1987 dalam Susilastuti, 1993).

2.4 Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga

(32)

antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat.

Kecenderungan laki-laki diorientasikan ke bidang publik dan perempuan ke bidang domestik telah memproduksi ketimpangan kekuasaan antara kedua jenis kelamin. Perbedaan ini juga dapat diperluas dengan melihat kecenderungan bahwa perempuan lebih terlibat dalam bidang konsumtif, sementara laki-laki dalam bidang produktif. Perbedaan bidang ini juga menunjukkan adanya negosiasi kekuasaan antara laki-laki yang menguasai sektor produksi, maka perempuan juga akhirnya berada dibawah kontrol laki-laki. Perempuan lebih bertanggungjawab terhadap keluarga dan segala kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti pengasuhan anak. Laki-laki terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi dan politik (berbagai kegiatan publik) yang dianggap sebagai instansi utama dalam masyarakat modern (Chafetz, 1999).

Dalam proses sosialisasi, perempuan cenderung dihubungkan dengan kegiatan domestik tersebut, yang dianggap sebagai kegiatan yang “kurang” penting dalam perkembangan masyarakat modern yang bertumpu pada proses produksi dan birokrasi. Asosiasi semacam ini telah mereproduksi ketimpangan gender yang terus menerus, karena dalam proses sosialisasi, perempuan disosialisasikan ke dalam suatu nilai dan ukuran sosial budaya yang kemudian pilihan-pilihannya ditentukan oleh laki-laki atau dalam kerangka struktural yang patriarkhal.

(33)

Proses sosialisasi semacam ini telah membatasi pilihan-pilihan hidup perempuan. Sesuatu yang berada di luar dapur, anak, rumah tangga, dianggap bukan sebagai tempat yang sesuai bagi perempuan. Keluarga, sekolah, bacaan, dan televisi telah menjadi sumber pengetahuan tentang bagaimana menjadi perempuan yang ideal, yang sesuai dengan tatanan sosial. Institusi semacam ini telah menegaskan suatu bentuk hubungan laki-laki dan perempuan dalam berbagai praktek kehidupan. Proses internalisasi mengakar dalam institusi tersebut yang telah menjadi dasar dimana laki-laki tetap ditonjolkan.

Proses semacam ini merupakan konstruksi yang secara terus menerus menegaskan suatu realitas obyektif yang memiliki daya paksa (Berger dan Luckmann, 1997 dalam Abdullah, 2001). Apa yang diajarkan dalam keluarga dan institusi lain dapat berarti sesuatu yang memang dihasilkan oleh keluarga itu sendiri dan pada saat yang sama juga merupakan artikulasi dari nilai dan norma yang berlaku secara sosial. Perbedaan domestik dan publik ditentukan oleh proses pemaknaan yang bersumber dari dunia makna (universe of meaning) yang merupakan pedoman kehidupan (Berger dan Luckmann, 1997 dalam Abdullah, 2001).

2.5 Peranan dan Relasi Gender

Gender mengacu pada perbedaan-perbedaan dan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang dipelajari, bervariasi secara luas diantara masyarakat dan budaya dan berubah sejalan dengan perkembangan waktu/zaman (ILO, 2000). Peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya (Mugniesyah, 2006). Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan setiap masyarakat, komunitas, dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki (Mugniesyah, 2006).

Peranan gender terbagi dalam tiga kategori menurut Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006), yaitu:

(34)

produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumah tangga/subsistem dengan suatu nilai guna, tetapi juga nilai tukar potensial. Contohnya, kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal.

2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Misalnya, melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan lainnya.

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut:

1. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tingkat upah.

2. Pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung atau tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status.

(35)

Adapun keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan manfaat. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan keduanya memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peranan gender yang kaku. Dinyatakan lebih lanjut bahwa perbedaan perilaku, aspirasi, dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dipertimbangkan, dinilai, dan didukung secara setara bukan berarti bahwa laki-laki dan perempuan menjadi sama, akan tetapi hak-hak dan tanggung jawab dan kesempatan mereka tidak ditentukan karena mereka terlahir sebagai laki-laki dan perempuan (ILO, 2001).

Dalam ILO (2001) disebutkan bahwa untuk meningkatkan kesetaraan gender, perlu dilakukan analisis gender, yang dapat dilihat dari data terpilah gender antara perempuan dan laki-laki, diantaranya dalam hal akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat (benefits). Suatu pembedaan harus dibuat antara ‘akses ke’ dan ’kontrol atas’ sumber daya dan manfaat sebab akses atau penggunaan sumberdaya dan manfaat tidak serta merta menunjukkan kekuasaan untuk mengontrolnya:

1. Sumber daya, mencakup apa saja yang dibutuhkan orang untuk

melaksanakan kegiatannya (waktu, uang, pekerjaan, tanah, peralatan,

pendidikan /pelatihan).

2. Manfaat, mencakup setiap hasil dari pekerjaan baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan (makanan, pakaian, tempat berteduh,

pendidikan/pelatihan, pendapatan, status, kekuasaan, pengakuan).

2.6 Ketidakadilan Gender

(36)

1. Marginalisasi

Marginalisasi adalah pemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Ada berbagai macam dan bentuk serta mekanisme proses marginalisasi perempuan akibat dari ideologi gender. Sumbernya bisa berasal dari kebijaksanaan pemerintah, keyakinan keagamaan, tradisi bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi juga terjadi karena adanya dikriminasi terhadap pembagian kerja secara gender.

2. Subordinasi

Subordinasi adalah perbedaan gender yang mengakibatkan ketidakadilan dengan menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah daripada kaum laki-laki. Pandangan bahwa perempuan itu ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Bentuk subordinasi bermacam-macam, berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu.

3. Stereotipe

Stereotipe adalah pelabelan negatif terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan bersama. Banyak sekali ketidakadilan terjadi, umumnya perempuan, yang bersumber dari stereotipe. Misalnya saja label bahwa perempuan itu bersolek dalam rangka memancing lawan jenis menyalahkan korbannya. 4. Kekerasan terhadap Perempuan

Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap perempuan sumbernya bermacam-macam, baik yang dilakukan dalam rumah tangga sampai pada tingkat negara.

5. Beban Kerja yang Lebih Berat

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara dan rajin, serta tidak akan menjadi kepala rumah tangga, akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Di kalangan keluarga miskin, beban ganda terjadi pada perempuan, karena selain harus bekerja domestik mereka harus membantu mencari nafkah.

2.7 Pendekatan Gender And Development (GAD)

(37)

Gender And Development (GAD) atau Perempuan dan Pembangunan. Fokus dari pendekatan ini adalah relasi perempuan dan laki-laki. Pendekatan ini muncul karena relasi kekuasaan yang tidak seimbang menghalangi pembangunan yang adil dan partisipasi seluruh kalangan.Tujuan dari pendekatan ini adalah equitable, yaitu perempuan dan laki-laki berbagi kekuasaan secara setara, seimbang, berkelanjutan. Strategi yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah mengidentifikasi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang yang diputuskan secara bersama-sama oleh kelompok laki-laki dan perempuan, dan mengatasinya untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Pendekatan GAD lebih menekankan pada orientasi hubungan sosial dan bagaimana hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. GAD muncul dari teori bahwa sektor produksi dan reproduksi merupakan kausalitas penindasan terhadap kaum perempuan. Pandangan bahwa perempuan cenderung diartikan pada peran domestik dan bukan pada sektor publik merupakan ditempatkannya perempuan pada posisi yang tersubordinat. Pendekatan holistik dipakai untuk memahami posisi perempuan dalam suatu masyarakat termasuk didalamnya proses pembangunan. Dalam pendekatan GAD, posisi perempuan diletakkan dalam konstruksi sosial gender serta pemberian peran tertentu pada perempuan maupun laki-laki. Laki-laki berperan atau terlibat dalam penempatan posisi perempuan. Artinya nasib kaum perempuan turut dipikirkan oleh laki-laki. Laki-laki turut berperan serta dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan perempuan. Hal inilah yang disebut dengan hubungan gender.

(38)

Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. Oleh sebab itulah pelaksanaan GAD memerlukan dukungan sosio-budaya masyarakat dalam politik nasional yang menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki. GAD tidak mungkin terlaksana bila dalam politik suatu negara masih menempatkan perempuan dalam posisi yang inferior dan subordinatif. Dari pendekatan GAD diharapkan agar keikutsertaan perempuan dan laki-laki dalam pembangunan menjadi lebih setara dan memberikan akses, kontrol, manfaat kepada pelaku pembangunan itu sendiri.

2.8 Analisis Gender dalam Pengembangan Organisasi Koperasi

Organisasi yang responsif gender adalah sebuah organisasi yang kebijakan/program/kegiatan atau kondisinya sudah memperhitungkan kepentingan laki-laki dan perempuan. Didalam sebuah organisasi yang responsif gender terdapat relasi gender. Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerjasama saling bersaing satu sama lain. Kepentingan-kepentingan strategis gender muncul dan berkembang karena relasi perempuan dan laki-laki yang timpang, dimana perempuan berada pada posisi tersubordinasi memenuhi kepentingan-kepentingan strategis (perempuan) adalah upaya jangka panjang dan berkaitan dengan upaya memperbaiki posisi sosial perempuan.

[image:38.612.139.504.461.572.2]

Menurut Departemen Kehutanan, buta gender (Gender-blind) adalah kondisi/keadaan seseorang yang tidak memahami tentang pengertian atau konsep gender (ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan). Sadar gender (Gender-aware) adalah mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan

Gambar 1. Skema Perubahan Kawasan Belajar (Kognitif, Afektif, Psikomotorik)

Responsif Gender Sensitif Gender Buta Gender

Bias Gender Netral Gender

(39)

perempuan dan laki-laki. Bias gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lain sebagai akibat pengaturan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada laki-laki daripada kepada perempuan dan sebaliknya. Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Sensitif gender adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan dengan kepentingan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan).

[image:39.612.118.524.495.657.2]

Responsif gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang sudah memperhitungkan kepentingan laki-laki dan perempuan. Peka gender adalah selalu mempertanyakan apakah suatu kebijakan, program, proyek, atau kegiatan organisasi adalah adil dan berdampak sama terhadap perempuan dan laki-laki dan hasilnya juga sama-sama dinikmati oleh perempuan dan laki-laki. Perspektif gender adalah menggunakan aspek gender untuk membahas atau menganalisis isu-isu dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, psikologi untuk memahami bagaimana aspek gender tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, program, proyek dan dalam kegiatan-kegiatan pembahasan tersebut dipelajari bagaimana faktor gender menumbuhkan diskriminasi dan menjadi perintang bagi kesempatan dan pengembangan diri seseorang. Apa gender? Siapa? Peran gender? Diskriminatif? Mengapa ada perbedaan? Ada masalah apa? Mengapa ? Buta Gender (Gender Blind) Sadar Gender (Gender Awareness Peka Gender (Gender Sensitive) Mawas Gender (Gender Perspective Peduli Gender (Gender Responsive)

Gambar 2. Skema Perubahan Perilaku

(40)

Kerangka Analisis Perencanaan Gender (Gender Planning Frameworks) menurut Jonatan A. Lassa7, yaitu kerangka analisis Harvard, kerangka analisis Moser, kerangka analisis Longwe, dan kerangka analisis “Relasi Sosial”. Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat kontrol atas sumberdaya yang kelihatan. Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis yang menutupi gaps pada level beban kerja, pengambilan keputusan, dan sebagainya antara perempuan dan laki-laki.

Tiga data set utama yang diperlukan: Siapa melakukan apa, kapan, dimana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? (Profil Aktivitas), Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu (Profil Akses dan Kontrol), Siapa yang memiliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dan sebagainya, Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktivitas” dan “profil akses dan kontrol”. Tujuan dari alat analisis ini adalah untuk membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan, dan membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

Kerangka Moser (The Gender Roles Framework) menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Kerangka ini tidak berfokus pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga. Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah: Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas yang berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja, Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki dimana kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (seperti subordinasi), pendekatan analisis kebijakan –

7

(41)

dari fokus pada kesejahteraan (welfare), kesamaan (equity), anti kemiskinan, efisiensi, dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.

Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian dimana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) dimana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality).

Kerangka analisis ”Relasi Sosial” didasarkan pada ide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security, dan otonomi. Relasi gender adalah salah satu tipe relasi sosial. Tujuan dari kerangka ini adalah untuk menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan, menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktivitas dan bagaimana posisi mereka melalui lensa kelembagaan, menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam pembangunan. Lima dimensi relasi sosial kelembagaan yang relevan dengan analisis gender:

1. Aturan (rules), bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal).

2. Aktivitas (activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa berhak mengklaim atas apa. Aktivitas bisa saja yang bersifat produktif, regulatif, dan distributif.

3. Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input SDM (tenaga kerja, pendidikan), material (pangan, capital asset, dan sebagainya), ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan.

(42)

5. Kekuatan (power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang dilayani.

Kerangka analisis relasi sosial menekankan pada akar masalah ketimpangan gender dengan memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif (underlying), dan yang bersifat struktural. Analisis kelembagaan ini menyingkapkan buta gender dan berbagai jenis kesenjangan/ketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang.

2.9 Kerangka Pemikiran

KOWAR merupakan organisasi koperasi pegawai sekolah di SMP Negeri 7 Bekasi. Sebagai organisasi koperasi, KOWAR memiliki pengorganisasian yang terdiri dari struktur organisasi, menentukan pekerjaan, menempatkan dan melatih karyawan, merumuskan kegiatan, dan melatih karyawan Firdaus, 2004 . Anggota KOWAR terdiri dari perempuan dan laki-laki dimana terdapat relasi gender didalamnya. Relasi gender adalah hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek, dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan (Agarwal, 1994 dalam Mugniesyah, 2006).

Relasi gender dalam KOWAR dipengaruhi oleh sosialisasi peran gender dalam keluarga setiap anggota KOWAR dan juga karakteristik anggota KOWAR yang pasti berbeda. Indikator karakteristik anggota KOWAR diukur dari umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan. Indikator sosialisasi peran gender dalam keluarga anggota KOWAR diukur dari anggapan tentang pendidikan dan anggapan tentang kepemimpinan dari seorang perempuan.

Untuk menganalisis relasi gender yang ada dalam KOWAR digunakan alat analisis berupa data terpilah perempuan dan laki-laki mengenai penempatan posisi antara laki-laki dan perempuan, tingkat akses, dan tingkat kontrol antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh sumberdaya8 (waktu, uang, pekerjaan, tanah, peralatan, pendidikan /pelatihan) dan manfaat9 (makanan, pakaian, tempat

8

ILO. 2001. http://www.ilo.org

9

(43)

berteduh, pendidikan/pelatihan, SHU, status, kekuasaan, pengakuan) dalam KOWAR.

Relasi gender mempengaruhi tingkat keberhasilan KOWAR. Tingkat keberhasilan KOWAR diukur dari kinerjanya yang dilihat dari segi proses dan segi hasil. Segi proses dilihat dari apakah sudah melibatkan anggota perempuan dan laki-laki dalam: penyelenggaraan RAT, Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB), realisasi anggaran pendapatan koperasi, realisasi anggaran belanja koperasi, realisasi surplus hasil usaha koperasi, pemeriksaan intern dan ekstern; sedangkan segi hasil ialah apakah sudah meningkatkan kesejahteraan anggota yang dilihat dari: peningkatan SHU, peningkatan simpanan anggota, dan kebutuhan ekonomi anggota terpenuhi (Iskandar, 2008).

(44)
[image:44.792.101.705.133.477.2]

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Organisasi KOWAR

Keterangan :

: Faktor yang Mempengaruhi : Alat Analisis

Analisis Relasi Gender

1. Aturan Main (AD/ART) 2. Kegiatan :

Siapa melakukan apa? [Penempatan

posisi antara perempuan dan laki-laki]

Siapa mendapatkan apa? [Tingkat

Akses antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh:

-sumberdaya (uang, pekerjaan, peralatan, pendidikan/pelatihan) -manfaat (pendidikan/pelatihan,

pendapatan, status, kekuasaan) ]

Siapa memutuskan apa? [Tingkat

Kontrol antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh: -sumberdaya (uang, pekerjaan,

peralatan, pendidikan/pelatihan) -manfaat (pendidikan/pelatihan,

SHU, status, kekuasaan) ]

Relasi Gender dalam

KOWAR (X3)

Pengorganisasian:

Struktur organisasiMenentukan pekerjaanMenempatkan dan

melatih karyawan

Merumuskan kegiatanMengembangkan

kerjasama

Tingkat Keberhasilan KOWAR (Y)

1. Segi Proses (Y1):

Sudah melibatkan Anggota perempuan dan laki-laki dalam:

penyelenggaraan RAT

Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK)

dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB)

realisasi anggaran pendapatan koperasi realisasi anggaran belanja koperasi realisasi surplus hasil usaha koperasi Pemeriksaan intern dan ekstern

2. Segi Hasil (Y2):

Meningkatkan kesejahteraan Anggota yang dilihat dari :

peningkatan SHU

peningkatan simpanan Anggota kebutuhan ekonomi Anggota terpenuhi

Tingkat Sosialisasi Peran Gender Keluarga dan Masyarakat (X1)

1. Anggapan tentang Pendidikan 2. Anggapan tentang

Kepemimpinan

Karakteristik Anggota KOWAR (X2)

1. Umur (X2.1)

2. Tingkat Pendidikan (X2.2)

3. Jenis Pekerjaan (X2.3)

(45)

2.10 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian dari penelitian ini yaitu:

1. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara karakteristik anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR.

Secara khusus:

a. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara umur anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR.

b. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara tingkat pendidikan anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR. c. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara jenis pekerjaan

anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR. d. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara status pernikahan

anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR. 2. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara tingkat sosialisasi

peran gender dalam keluarga anggota KOWAR dengan tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR.

3. Diduga terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara tingkat kesetaraan gender dalam KOWAR dengan tingkat keberhasilan KOWAR.

2.11 Definisi Konseptual

1. Karakteristik anggota koperasi adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden (anggota koperasi) yang dapat menggambarkan keadaan anggota koperasi. Karakteristik anggota meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status pernikahan.

2. Sosialisasi peran gender dalam keluarga adalah pengenalan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga yang telah mengakar didalam keyakinan dan menjadi ideologi perempuan dan laki-laki, yang dilihat dari: anggapan tentang pendidikan dan anggapan tentang kepemimpinan.

(46)

perempuan tidak pantas menjadi pemimpin.

4. Anggapan tentang kepemimpinan adalah sudut pandang responden mengenai pantas atau tidaknya perempuan untuk menjadi seorang pemimpin, yang diklasifikasikan menjadi: perempuan pantas menjadi pemimpin dan perempuan tidak pantas menjadi pemimpin.

5. Pengorganisasian koperasi adalah langkah atau usaha untuk menentukan struktur, menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan, memilih, menempatkan dan melatih karyawan, merumuskan garis kegiatan, serta membentuk sejumlah hubungan didalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya.

6. Analisis relasi gender adalah alat analisis untuk mengetahui hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki meliputi penempatan posisi perempuan dan laki-laki, tingkat akses, dan tingkat kontrol perempuan dan laki-laki dalam memperoleh sumberdaya dan manfaat dalam KOWAR. 7. Aturan main (AD/ART) menunjuk pada peraturan yang ada dalam KOWAR

yang terdapat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KOWAR.

8. Sumberdaya adalah sesuatu hal yang dimiliki oleh KOWAR baik dalam bentuk nyata maupun tidak, yaitu uang, pekerjaan, peralatan, pendidikan/pelatihan.

9. Uang adalah modal berupa simpanan dan pinjaman/kredit yang dimiliki anggota KOWAR.

10. Pekerjaan adalah pekerjaan yang dimiliki oleh masing-masing responden dalam KOWAR. Pekerjaan diklasifikasikan sesuai dengan struktur organisasi dalam KOWAR, yaitu: Anggota, Pengurus, Pelindung, dan Badan Pengawas. 11. Peralatan adalah alat-alat penunjang koperasi yang dimiliki KOWAR yang

dapat digunakan oleh responden, yaitu komputer.

12. Pendidikan/pelatihan adalah pendidikan maupun pelatihan mengenai koperasi yang diikuti oleh anggota KOWAR untuk meningkatkan kapasitasnya.

(47)

14. SHU (Sisa Hasil Usaha) adalah uang/pemasukan yang didapatkan oleh Anggota KOWAR setiap akhir tahun.

15. Status adalah status yang didapatkan oleh responden setelah bergabung dengan KOWAR.

16. Kekuasaan adalah kekuasaan yang didapatkan oleh responden setelah bergabung dengan KOWAR.

17. Keberhasilan KOWAR adalah pencapaian keberhasilan atas kegiatan maupun program yang telah dilakukan oleh KOWAR selama satu tahun, yaitu per 1 Januari 2007 s.d. 31 Desember 2008, yang diukur dari segi proses dan segi hasil.

18. Segi proses berarti sudah melibatkan anggota perempuan dan laki-laki dalam: penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT); Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPB); realisasi anggara

Gambar

Gambar 1. Skema Perubahan Kawasan Belajar (Kognitif, Afektif, Psikomotorik)
Gambar 2. Skema Perubahan Perilaku
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Organisasi KOWAR
Gambar 4. Struktur Organisasi KOWAR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini akan mendeskripsikan dan menganalisis relasi gender pengrajin tas di Desa Tegalwaru yang mencakup: akses dan kontrol anggota rumahtangga pengrajin terhadap

Hal tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan observasi dengan responden terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam menganalisis peran gender kepemimpinan perempuan

Kesetaraan Gender (gender equality) adalah posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik

Hal ini dilihat dari rata-rata selisih alokasi waktu keseluruhan kerja antara laki-laki dan perempuan; (3) Secara umum, karakteristik individu dan rumahtangga

Ketimpangan akses ekonomi antara perempuan dan laki-laki juga banyak disebabkan karena pembagian peran gender dalam rumah tangga yang lebih banyak merugikan

(Pembelajaran inklusif gender pada prinsipnya adalah bagaimana menempatkan posisi antara perempuan dan laki-laki berdasarkan proporsi yang ada baik pada perempuan

pemeliharaan menunjukkan adanya relasi kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Kondisi ini perlu dipertahankan melalui kesetaraan akses dan kontrol terhadap pemberdayaan

Selain menjawab akses yang rendah dalam memperoleh sumberdaya dan manfaat, sebagian kecil responden perempuan dan laki-laki juga menjawab bahwa mereka memiliki akses yang