• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7. Dokumentasi Penelitian

OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA

DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA

KOTA BOGOR JAWA BARAT

SKRIPSI

ANINDHA PARAMASTRI H34070129

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

RINGKASAN

ANINDHA PARAMASTRI. Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat.Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN).

Buah-buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar-pasar yang tersebar di Indonesia. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Atas dasar itulah didirikan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berfungsi sebagai pemasok hasil pertanian.

Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi, adalah mengenai persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Permasalahan lainnya adalah pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah-buahan itu sendiri memiliki sifat yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah-buahan saat proses distribusi bisa saja terjadi dan berakibat pada retur produk. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2) menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3) menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya.

Penelitian ini dilaksanakan di STA Rancamaya yang berlokasi di JL. Raya Rancamaya, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan STA Rancamaya sebagai salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Pertanian untuk mengatasi permasalahan pertanian terutama dalam hal pemasaran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2011. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi sejarah dan gambaran umum STA, pola pengadaan buah buah pepaya, proses penanganan hingga pendistribusian yang dilakukan. Data primer diperoleh dari observasi kegiatan pengadaan hingga distribusi secara langsung, serta wawancara dengan pihak pengelola STA Rancamaya, petani pemasok dan konsumen. Data sekunder dikumpulkan untuk mendukung penelitian, didapatkan dari berbagai studi kepustakaan, seperti BPS (Badan Pusat Statistik), internet, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan terkait dengan topik penelitian. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan umum lokasi penelitian dan

mendeskripsikan pola distribusi buah pepaya, jumlah pasokan serta jumlah order setiap harinya. Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui komposisi distribusi yang optimal sehingga didapatkan biaya minimum pada pola distribusi perusahaan dari setiap sumber pasokan ke konsumen STA. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linear yang dirumuskan menjadi model transportasi. Penggunaan program linear karena kondisi dan keadaan STA yang memiliki beberapa kendala dengan tujuan meminimalisasi biaya. Setelah itu data diolah dengan menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program komputer yang dapat membantu pemecahan optimal dengan metode simpleks.

Pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya diawali dengan diterimanya order dari masing-masing konsumen dan dilanjutkan dengan pemesanan buah pepaya pada petani . Kemudian dilakukan pengumpulan buah pepaya yang selanjutnya akan dilakukan tahap penimbangan, penyortiran, pengkelasan menjadi pepaya grade A atau grade B. Setelah dipisahkan menurut kelasnya, buah pepaya dikemas dan diberi label. Buah pepaya yang telah dikemas dan diberi label kemudian akan didistribusikan kepada masing-masing konsumen.

Dilihat dari proporsi masing-masing komponen biaya terhadap total biaya distribusi, biaya pembelian buah mengambil proporsi terbesar yakni sebesar 82,00 persen yang selanjutnya di posisi kedua adalah proporsi biaya transportasi sebesar 7,31 persen. Kemudian jika dilihat proporsi biaya transportasi terhadap laba kotor yang diperoleh adalah sebesar 26 persen. Hal tersebut merupakan nilai yang cukup tinggi, karena biaya transportasi mengambil seperempat bagian dari laba kotor STA yang berakibat pada kecilnya laba bersih yang diperoleh STA.

Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal.

Upaya mengurangi produk yang ditolak dapat dilakukan dengan cara penyuluhan terhadap petani pemasok agar dapat menghasilkan buah pepaya dengan kualitas yang sesuai dengan pasar. Hal tersebut juga mencerminkan peran STA sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis serta tempat berkomunikasi dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu, petugas STA sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan proses transportasi buah pepaya karena terkait dengan karakteristik buah pepaya yang mudah rusak, dan lebih jeli dalam melakukan penyortiran produk, terutama untuk buah pepaya yang akan dikirim menuju PT. Hero Supermarket agar jumlah produk yang diretur dapat diminimalisir.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman bahan pangan menyumbang kontribusi terbesar pada PDB sektor pertanian dibandingkan dengan subsektor lainnya. Kontribusi subsektor tanaman bahan pangan mengalami kenaikan dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Sumbangan subsektor tanaman bahan pangan, yaitu tanaman pangan dan hortikultura terhadap PDB sektor pertanian berkisar 6-7 persen. Angka tersebut memberikan sumbangan hampir 50 persen dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional.

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun 2006-2009

Lapangan Usaha Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%)

2006 2007 2008* 2009**

Lapangan usaha Sektor Pertanian

13,0 13,7 14,5 15,3

a. Tanaman Bahan Makanan 6,4 6,7 7,1 7,5

b. Tanaman Perkebunan 1,9 2,1 2,1 2,0

c. Peternakan 1,5 1,6 1,7 1,9

d. Kehutanan 0,9 0,9 0,8 0,8

e. Perikanan 2,2 2,5 2,8 3,2

Keterangan : *) Data sementara **) Data sangat sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah

Produk hortikultura terdiri dari beberapa kelompok komoditas diantaranya adalah buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Penelitian ini berfokus pada komoditi hortikultura buah-buahan yakni buah pepaya. Jika dilihat dari sisi ekonomi, buah-buahan merupakan produk hortikultura yang memberikan sumbangan terbesar terhadap nilai PDB hortikultura dibandingkan dengan produk hortikultura lainnya. Pada tahun 2008 nilai PDB produk buah- buahan mencapai nilai 42.660 milyar (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun 2007-2008

Kelompok komoditas PDB (Milyar) peningkatan (%) Tahun 2007 tahun 2008 Buah-buahan 42.362 42.660 4.02 Sayuran 25.587 27.423 7.18 Tanaman Biofarmaka 4.105 4.118 0,32 Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48 Total 76.795 80.292 4,55

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)

Jumlah produksi berbagai macam buah-buahan yang dihasilkan di Indonesia masih berfluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 yang menyajikan data produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun 2000-2009. Jika dilihat secara agregat, jumlah produksi buah-buahan dibandingkan dengan komoditi hortikultura lainnya memiliki nilai yang tertinggi, yakni 17.116.622 ton pada tahun 2007. Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2008 menjadi 18.241.248 ton, atau meningkat sebesar 7,15 persen. (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008

No Kelompok komoditas Produksi peningkatan (%)

Tahun 2007 tahun 2008

1 Buah-buahan (Ton) 17.116.622 18.241.248 7,15

2 Sayuran (Ton) 9.455.464 10.393.407 9,92

3 Tanaman Hias :

Tan. Hias Potong (Tangkai) 9.189.976 11.037.463 1,89

Dracaena (Batang) 2.041.962 2.355.403 12,10

Melati (Kg) 15.775.751 16.597.668 9,00

Palem (Pohon) 1.171.768 1.304.178 15,20

4 Tanaman Biofarmaka (Kg) 474.911.940 489.702.035 3,11

Rata-rata 7,43

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)

Peningkatan jumlah produksi buah-buahan sejalan dengan pertambahan luas areal panen untuk komoditi buah-buahan. Terlihat pada Tabel 4, luas areal panen komoditi buah-buahan pada tahun 2007 adalah 756.766 hektar. Terjadi peningkatan sebesar 7,22 persen menjadi 811.408 hektar di tahun 2008. Peningkatan luas areal panen buah-buahan menempati urutan kedua setelah komoditi sayuran yang meningkat sebesar 8,06 persen. Peningkatan luas areal

panen ini harus terus dikembangkan karena hortikultura memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan. Buah- buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008

Kelompok komoditas Luas Panen peningkatan (%)

Tahun 2007 tahun 2008

Buah-buahan (Ha) 756.766 811.408 7,22

Sayuran (Ha) 1.001.606 1.082.316 8,06

Tanaman Hias (Ha) 18.162 18.527 2,01

Tanaman Biofarmaka (Ha) 25.055 25.846 3,16

Rata-rata 6,15

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah

Masyarakat sebagai konsumen dari produk buah-buahan yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial. Konsumsi masyarakat akan buah- buahan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal tersebut diikuti pula dengan peningkatan ketersediaan buah- buahan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 5, konsumsi masyarakat akan buah-buahan meningkat sebesar 4,29 persen dari tahun 2007 ke tahun 2008, yang diikuti oleh peningkatan ketersediaan buah-buahan senilai 3,47 persen.

Tabel 5. Ketersedian dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2007-2008 Tahun Ketersediaan (kg/th/kapita) konsumsi (kg/th/kapita)

2007 72,93 34,06

2008 75,46 35,52

peningkatan (%) 3,47 4,29

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar yang tersebar di Indonesia, baik pasar tradisional maupun pasar modern. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar

tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Berdasarkan hal tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Pemkab Bogor bersama Dinas Pertanian (Distan) Pemkot Bogor berencana memaksimalkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, yang berfungsi sebagai pemasok hasil-hasil pertanian.1

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan jawaban atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian. Pemasaran komoditas pertanian mempunyai mata rantai panjang, mulai dari petani, produsen, pedagang, pengumpul, pedagang besar yang mengakibatkan kerugian. Adanya STA Rancamaya di Kota Bogor yang merupakan infrastruktur pemasaran dapat menjadi tempat transaksi jual beli, serta sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis. Hal tersebut didukung dengan adanya sarana prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pameran (operation room), transportasi, pelatihan serta merupakan tempat saling berkomunikasi bagi para pelaku agribisnis dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi.2

Produk yang menjadi fokus dalam pengembangan STA Rancamaya saat ini adalah produk hortikultura buah-buahan. Dalam menjalankan fungsinya, STA Rancamaya bekerjasama dengan para petani dan pasar-pasar yang menampung buah-buahan yang dihasilkan oleh petani. Saat ini petani yang tergabung dengan STA Rancamaya berjumlah sembilan belas petani yang beralamat di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, namun hanya beberapa petani yang dapat memasok buah- buahan secara kontinyu. Buah-buahan yang dipasok oleh petani cukup beragam,

1

Koran Bogor. 2011. Distanhut Akan Maksimalkan STA Rancamaya.

http://koranbogor.com/nusantara/08/02/2011/distanhut-akan-maksimalkan-sta.html [13 Maret 2011]

2

STA Rancamaya Bogor. 2010. Profil STA Rancamaya Bogor. http://starancamaya.wordpress.com/profil/ [13 Maret 2011]

antara lain adalah pepaya california, pepaya bangkok, bengkuang, jambu klutuk merah, manggis, alpukat, dan sirsak.

Konsumen yang menjadi mitra STA Rancamaya adalah pasar tradisional dan pasar modern, diantaranya PT. Hero Supermarket, toko buah, dan pedagang kecil. Bentuk kerjasama yang terjalin antara STA dengan para konsumennya berbeda-beda tergantung pada kesepakatan. Kerjasama dengan pasar modern membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan pasar tradisional. Pasar modern memberlakukan aturan yang lebih ketat mengenai kualitas, kuantitas serta kontinyuitas pasokan buah.

Perlu dijalin kerjasama yang baik antara STA dengan para mitranya untuk mengoptimalkan fungsi STA Rancamaya sebagai distributor produk buah-buahan dari petani menuju pasar. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh STA harus dikelola dengan baik agar berjalan dengan optimal. Terlebih lagi distribusi yang dilkakukan untuk pasar modern. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana komposisi distribusi produk buah pepaya secara optimal agar fungsi dari STA dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan maksimal.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran adalah memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis. Hal tersebut antara lain meliputi, STA sebagai pusat transaksi hasil- hasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie, 2004a). Begitu pula dengan STA Rancamaya Bogor yang berupaya untuk memperpendek jalur pemasaran produk pertanian dari petani langsung menuju pasar.

Kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya berkaitan dengan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran adalah mendistribusikan buah-buahan yang diproduksi oleh petani yang telah bergabung dengan STA langsung menuju pasar. Proses pengumpulan buah pepaya dari petani yang beralamat di wilayah Bogor menuju STA Rancamaya dibedakan menjadi dua cara, yaitu buah pepaya diantar oleh petani menuju STA atau diambil oleh petugas STA. Petani yang

memiliki kendaraan memilih untuk mengantarkan sendiri buah pepaya yang mereka produksi menuju STA, namun bagi petani yang tidak memiliki kendaraan maka pihak STA yang akan mengambil buah-buahan tersebut ke tempat petani. Buah pepaya yang telah terkumpul tersebut kemudian akan didistribusikan menuju pasar sesuai dengan jumlah permintaan pasar.

Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi adalah persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Berdasarkan data laporan laba rugi STA yang dapat dilihat pada Lampiran 2, biaya transportasi buah-buahan pada tahun 2009 mencapai Rp 72.265.000,00 yakni sekitar 38,4 persen dari laba kotor yang dihasilkan sebesar Rp 188.176.630,00. Besarnya biaya transportasi, dikarenakan jauhnya jarak pendistribusian produk dan frekuensi pengiriman produk.

Permasalahan lain yang perlu disoroti adalah terkait dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang diinginkan oleh pasar. Berdasarkan hal tersebut maka pihak STA harus melakukan proses distribusi produk yang baik agar permintaan dapat dipenuhi sesuai dengan keinginan pasar. Pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah pepaya yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah pepaya saat proses distribusi mungkin saja terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh STA. Pada bulan Februari 2011, sebanyak 60 kilogram buah pepaya dikembalikan oleh konsumen dikarenakan buah pepaya tersebut berjamur dan busuk. Berjamurnya buah pepaya diduga karena proses penanganan buah yang kurang berhati-hati. Terjadinya benturan pada buah pepaya saat proses distribusi menyebabkan rusaknya buah pepaya dan akhirnya produk menjadi cepat busuk dan berjamur sebelum sempat dipasarkan. Dikembalikannya produk oleh konsumen dapat menimbulkan kerugian, hal tersebut juga dapat dikatakan biaya yang harus ditanggung oleh pihak STA. Seperti yang tampak pula pada Lampiran 2, retur penjualan pada tahun 2009 mencapai Rp 8.409.870,00 atau sekitar 4,47 persen dari laba kotor. Jika sering terjadi pengembalian produk oleh konsumen, maka hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan pihak konsumen serta penurunan permintaan.

Pada penelitian ini akan difokuskan pada distribusi buah pepaya. Hal tersebut dikarenakan buah pepaya merupakan komoditas utama yang dikelola oleh STA Rancamaya pada saat ini, dan tercermin dari lebih banyaknya jumlah buah pepaya yang disalurkan dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Selain itu jumlah pasar yang dituju dalam distribusi buah pepaya ini berjumlah empat pasar, lain halnya dengan jenis buah lainnya yang hanya dipasarkan pada satu pasar. Oleh sebab itu perlu dikaji mengenai distribusi buah pepaya secara optimal.

Proses pendistribusian buah pepaya pada masing-masing konsumen dilakukan dengan menggunakan satu kendaraan. Hal tersebut menyebabkan manajemen distribusi buah pepaya harus dilakukan dengan cermat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Terlebih lagi pasar utama dari produk buah pepaya ini adalah pasar modern, yaitu PT. Hero Supermarket. Maksud dari pasar utama disini adalah, sebagian besar produk petani yang didistribusikan oleh STA akan disalurkan menuju pasar modern tersebut. Oleh karena itu STA harus dapat mengoptimalkan fungsi kendaraan yang dimiliki agar distribusi produk berjalan dengan optimal.

Sub Terminal Agribisnis perlu memiliki informasi yang tepat tentang jumlah total buah pepaya yang dikirim dan besarnya permintaan yang diinginkan oleh pasar agar efisiensi biaya distribusi dapat dilaksanakan. Selain itu, STA juga harus mengetahui besarnya biaya angkut dari daerah pemasok ke berbagai daerah tujuan pemasaran, sehingga STA dapat mengetahui bagaimana jumlah alokasi distribusi buah pepaya yang paling optimum ke berbagai daerah tujuan pemasaran dengan biaya yang paling rendah. Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya?

2. Bagaimana struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 3. Bagaimana komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya.

2. Menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 3. Menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA

Rancamaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk STA Rancamaya, sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan penentuan komposisi distribusi buah pepaya yang optimal dalam upaya menjalankan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran produk agribisnis.

2. Bagi penulis, berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah.

3. Bagi pembaca, penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis optimalisasi distribusi, yakni distribusi buah pepaya dari pemasok yang berhubungan langsung dengan STA menuju ke pasar yang berhubungan langsung dengan STA. Dalam penelitian ini tidak dianalisis proses sebelum pemasok mendapatkan produk ataupun setelah pasar memperoleh produk dari STA. Penelitian ini menganalisis optimalisasi dari faktor biaya saja, sedangkan faktor lainnya dianggapcateris paribus.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pepaya (Carica papaya)

Buah pepaya bersifat mudah rusak (perishable) dan tidak tahan lama. Kerusakan buah pepaya ditandai dengan bau busuk, daging buah lembek, dan rasanya menjadi sedikit asam dan manis. Setelah dipetik, buah pepaya masih tetap melakukan proses fisiologis seperti pernafasan, proses biokimia, perubahan warna dan sebagainya, yang diakhiri dengan perombakan fungsional karena pembusukan yang disebabkan oleh jasad renik. Proses tersebut mengakibatkan buah pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan kata lain buah pepaya harus dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat (Warisno 2007).

Dalam sistematika taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Class : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Species :Carica papayaL.

Masalah utama pepaya produksi Indonesia adalah ukuran yang terlalu besar dan warna kurang menarik. Buah pepaya bukanlah buah asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Tengah dan daerah Karibia, namun di Indonesia pepaya menjadi buah yang tersedia sepanjang tahun. Ini menjadikan budidaya pepaya tidak mengenal musim seperti komoditas buah pada umumnya. Terdapat berbagai macam varietas buah pepaya diantaranya adalah paris, jinggo, dampit, dan bangkok. Kemudian muncul beberapa varietas unggulan hasil introduksi yaitu pepaya california dan hawaii. Varietas yang saat ini banyak dipasarkan adalah bangkok, california dan hawaii.3

3Agrina. 2007. Yang Kecil Yang Naik Daun. http://www.agrinaonline.com/show_article.php?rid=7&aid=879

Pepaya california merupakan nama dagang dari varietas pepaya IPB 9. Bobot pepaya california sekitar 0,6– 2,0 kilogram. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis. Pepaya california berbunga pada umur empat bulan setelah bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buahnya dapat dipanen pada umur 180 hari setelah berbunga. Penampilan tekstur kulit buahnya yang halus

Dokumen terkait