Dosa ketiga puluh dua, yang telah disebutkan dalam al-Quran dan hadis-hadis sebagai dosa besar, adalah isrâf atau pengeluaran yang boros. Isrâf ini telah disebutkan di antara dosa-dosa besar dalam hadis Fadhl bin Syadzan dari Imam Ali Ridha as dan juga dalam hadis Amasy dari Imam Ja’far Shadiq as.
Pustaka
Syiah
101
Ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis menegaskan bahwa pengeluaran yang boros adalah dosa besar. Pertama kami akan mengutip ayat-ayat dan hadis-hadis ini, kemudian kami akan menyelidiki berbagai aspek dari dosa ini. Al-Quran menyatakan,
…makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A’raf [7]:31) Ayat di atas cukup untuk menunjukkan tidak sukanya Allah Swt terhadap orang-orang yang boros. Menurut sebagian ahli tafsir al-Quran, orang-orang yang tidak disukai oleh Allah akan dihukum neraka karena cinta Allah mengandung makna ganjaran-ganjaran Allah.
Menurut Tafsir Majma’ al-Bayan, Bakhti Shoa adalah dokter pribadi dari Harun Rasyid. Dia adalah seorang Kristen. Pada suatu hari dia bertanya kepada Waqidi,
“Apakah kitab sucimu memuat pengetahuan medis?” Waqidi menjawab, “Allah Swt meringkas pengetahuan medis yang sempurna dalam satu ayat, …makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan…”
“Apakah Nabimu menyebutkan sesuatu tentang cabang dari pengetahuan ini?” tanya sang dokter.
“Ya,” jawab Waqidi, “beliau telah menjelaskan ilmu pengetahuan medis dalam sebuah kalimat singkat: ‘Perut adalah rumah penyakit dan berpantang adalah obat yang sangat penting. Setiap orang seharusnya diberi jumlah (makanan) yang dia butuhkan.’”
Ketika mendengar ini, dokter Kristen itu menyatakan, “Kitab sucimu dan nabimu tidak menghapus apa pun dari ilmu kedokteran. Galen (dokter Yunani) tidak lagi memiliki sesuatu untuk dikatakan.”
Allah Swt berfirman dalam al-Quran,
…Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-An’am [6]:141)
Sebuah ayat dalam surah al-Mu’min menyatakan,
Pustaka
Syiah
102
Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.(QS. al-Mu’min [40]:34)
Demikian pula ayat,
… sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. (QS. al-Mu’min [40]:43)
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thaha [20]:127)
…dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra [17]:26-27) Tafsir Minhaj menyebut sikap berlebih-lebihan dan boros berasal dari Arab Jahiliah.
Ketika orang kaya di antara mereka mengundang seseorang untuk makan malam, mereka menyembelih beberapa ekor unta untuk memperlihatkan kekayaan mereka.
Allah Swt telah mencela sikap berlebih-lebihan mereka dan menyatakan bahwa mereka memboroskan harta mereka seperti orang yang tidak waras.
Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Sesungguhnya sikap moderat disukai oleh Allah. Dia tidak menyukai berlebih-lebihan, bahkan dalam membuang bibit kurma. Karena, bibit kurma juga dapat digunakan (bangsa Arab memberi makan unta-unta mereka dengan biji-biji kurma). Demikian pula membuang air sisa setelah minum.” (Karena ini pun dapat digunakan). (Wasail al-Syi’ah)
Imam as juga berkata, “Takutlah kepada Allah, janganlah berlebih-lebihan dan janganlah bersifat kikir. Sesungguhnya sikap berlebih-lebihan itu tidak bermanfaat.
Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu boros! Sesungguhnya Allah tidak menghukum orang-orang yang bersikap moderat.” (Mustadrak al-Wasail)
Artinya, azab Allah disediakan bagi orang yang boros dan orang yang kikir. Busyr bin Umar mengatakan, “Aku pergi menemui Imam Ja’far Shadiq as. Beliau menghidangkan beberapa buah kurma di depan kami. Kami mulai memakan kurma-kurma itu. Sebagian kami membuang biji-bijinya. Beliau menghentikan mereka dan
Pustaka
Syiah
103
berkata, ‘Ini adalah pemborosan, Allah tidak menyukai kerusakan.’” (Mustadrak al-Wasail)
Dalam sebuah hadis, dari kitab Faqih, Rasulullah saw melukiskan berbagai perbuatan yang diharamkan dan menyatakan bahwa rumah yang dibangun oleh seseorang secara berlebih-lebihan dan untuk pamer akan ditinggikan tujuh lantai oleh Allah Swt pada hari kiamat. Allah akan menyalahkan bangunan itu dan membuatnya sebagai kalung dan meletakkannya di leher orang itu. Kemudian Dia akan menjebloskannya ke dalam api neraka. Orang banyak meminta Rasulullah saw untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat membangun sebuah rumah untuk pamer. Rasulullah saw menjelaskan bahwa itu berarti sebuah rumah, yang lebih daripada yang dibutuhkan, dan rumah yang dibangun untuk menunjukkan keunggulan pemiliknya atas saudara-saudara muslim lainnya.
Amirul Mukminin Ali as berkata, “Apabila Allah menginginkan kebaikan dari para hamba-Nya, Dia tunjukkan kepadanya untuk hidup secara moderat dan menghabiskan kehidupannya dengan cara terbaik serta menjauhkannya dari sikap berlebih-lebihan dan boros.” (Mustadrak al-Wasail)
Imam Ja’far Shadiq as mengatakan, “Apakah kamu mengira jika Allah telah menganugerahi seseorang dengan kekayaan, adalah karena Allah mencintainya? Dan jika Dia memberikan sedikit kepada seseorang adalah karena orang itu rendah?
Tidak! Tidaklah demikian. Apa pun kekayaan yang ada, semuanya milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa pun yang Dia kehendaki sebagai amanat dan Dia membolehkan orang yang diberikan amanat itu untuk makan, minum, memakai pakaian, menikah, dan mengendarai darinya, (tetapi) tidak berlebihan. Jika ia memiliki kelebihan, dia harus membagikannya di antara orang-orang miskin dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Maka siapa pun yang mengikuti perintah-perintah Allah, apa pun yang dia makan, minum, pakai, nikah dan kendarai tidak berlebihan, semua ini halal baginya. Jika dia tidak mengamalkannya, segalanya adalah haram.”
Kemudian Imam as membacakan ayat, Dan janganlah bersikap boros, Allah tidak menyukai orang-orang boros.
Pustaka
Syiah
104
Kemudian beliau melanjutkan, “Apakah kamu mengira pantas bahwa seseorang membeli dari kekayaan yang Allah telah amanatkan kepadanya, seekor kuda seharga 10.000 dirham ketika dia dapat membeli seekor hewan seharga 20 dirham? Dan itu sudah cukup baginya. Atau jika ia membeli seorang gadis budak seharga seribu dirham ketika ia bisa mendapatkan satu seharga dua puluh dinar dan benar-benar cukup baginya? Ketika Allah Swt berfirman, Janganlah bersikap boros.”
(Orang yang bersikap boros dan memboroskan uangnya telah melakukan pengkhianatan terhadap amanat Allah). (Mustadrak al-Wasail)
Abbasi mengatakan bahwa dia bertanya kepada Imam Ali Ridha as tentang berapa banyak seharusnya dia nafkahkan atas keluarganya? Imam as menjawab, “Di antara dua yang dibenci.”
Aku katakan, “Aku tidak tahu apa dua itu?”
“Sesungguhnya Allah membenci sikap boros dan Dia membenci kekikiran.”
Imam as kemudian membacakan ayat, Dan orang-orang yang tidak bersikap boros dan tidak kikir. Mereka adalah (orang-orang) yang tidak berlebihan.” (Wasail al-Syi’ah)
Imam Ja’far Shadiq as mengatakan bahwa jika seseorang bersikap boros kemudian menjadi miskin karenanya, maka doanya tidak akan diterima. Maka jika dia berdoa
“Ya Allah, anugerahilah aku kesehatan!” Allah Swt menjawab, “Bukankah Aku telah memerintahkanmu untuk bersikap moderat?”
Makna dari Sikap Berlebih-Lebihan dan Jenis-Jenisnya
Sikap berlebih-lebihan bermakna melampaui batas-batas atau berbelanja secara boros. Ini bergantung pada kondisi. Sebagai contoh, berbelanja sesuatu yang tidak bermanfaat adalah haram, meskipun hanya satu dirham. Berbelanja secara tidak sepatutnya, bahkan untuk alasan yang tepat, adalah pemborosan. Jika sebuah baju seharga Rp 100.000,- cukup baik, seseorang tidak seharusnya membeli sebuah baju seharga Rp 500.000,- Menurut para ulama tertentu, berbelanja di tempat yang salah adalah pemborosan dan berbelanja lebih daripada yang diperlukan adalah pemborosan.
Pustaka
Syiah
105
Imam Ali as mengatakan, “Orang yang boros memiliki tiga sifat: dia makan lebih dari yang dibutuhkan, dia memakai pakaian lebih dari yang pantas baginya dan dia membeli barang-barang yang tidak perlu.” (Bihar al-Anwar)
Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Jika engkau memakai pakaian resmi di mana itu tidak dibutuhkan, maka itu adalah pemborosan.” (Mustadrak al-Wasail)
Pemborosan Bergantung pada Kapasitas Setiap Orang
Perlu diketahui bahwa pemborosan bergantung pada kemuliaan dan kehormatan dari orang-orang yang berbeda, kesehatan dan sakitnya mereka, usia muda dan usia tua, kemiskinan dan kekayaan, level-level penghasilan dan sebagainya. Mungkin saja sepotong pakaian yang mahal bukan pemborosan bagi seseorang yang mampu membelinya dan yang memiliki kedudukan terhormat dalam masyarakat. Sedangkan bagi orang yang tidak memiliki kedudukan dan penghasilan yang sama, memakai pakaian yang mahal itu akan berarti pemborosan.
Kulaini ra telah mencatat sebuah hadis dari Imam Ja’far Shadiq as bahwa beliau berkata, “Ada sejumlah orang miskin yang bersikap boros lebih dari orang kaya.
Karena orang kaya bersikap boros dari kekayaan yang Allah telah berikan, sedangkan orang miskin memboroskan apa yang mereka tidak miliki.” (Furu’ al-Kafi)
Karenanya orang-orang miskin seperti itu selalu mengalami masalah ekonomi dan utang. Mereka tidak mempertimbangkan kondisi mereka dan melampaui apa yang mereka miliki. Inilah pemborosan. Itu akibat mau bersaing dengan orang-orang yang lebih kaya. Dalam usaha untuk menyamai mereka, seseorang melakukan pemborosan dan menghabiskan kehidupannya dalam kesengsaraan, kesedihan dan penderitaan. Seandainya seseorang melihat orang lain yang kurang beruntung dibandingkan dengan dirinya, sebagaimana diperintahkan oleh Islam, niscaya dia tidak akan pernah menjadi korban pengeluaran yang boros. Karenanya, kebangkrutan sering kali disebabkan oleh pemborosan. Jika manusia mematuhi aturan-aturan Islam dan bertindak dengan akal dan nalar sehat, niscaya mereka akan selalu bersikap moderat dan menjauhkan diri dari dosa ini. Mereka akan merasa puas dengan apa pun yang mereka miliki dan hidup dengan kekayaan mereka.
Hasilnya, mereka akan menikmati kebaikan dunia ini dan akhirat.
Pustaka
Syiah
106
Amirul Mukminin Ali as mengatakan, “Tidak ada orang yang dapat merasakan keimanan sejati hingga dia memupuk tiga kualitas: menyukai pengetahuan tentang hukum-hukum dan aturan-aturan agama; kesabaran dalam musibah-musibah dan estimasi realistis dalam hal biaya hidupnya.” (Safinat al-Bihar)
Imam Ja’far Shadiq as mengatakan, “Apabila seseorang mempraktikkan sikap moderat, aku jamin bahwa dia tidak akan pernah menjadi melarat.” (Wasail al-Syi’ah)
Imam Muhammad Baqir as mengatakan, “Hal-hal ini memudahkan keselamatan:
takut kepada Allah, mempraktikkan sikap moderat dalam kemiskinan dan kekayaan, mengatakan hanya yang benar bahkan ketika marah atau tidak senang.” (Safinat al-Bihar)
Imam Ja’far Shadiq as menjelaskan ayat, …maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik… (QS. al-Nahl [16]:97) dan mengatakan bahwa,
“Kehidupan yang bahagia adalah kepuasan hati.”
Abu Dzar Menolak Keserakahan
Utsman memberikan dua ratus koin emas kepada para pelayannya dan menyuruh mereka supaya membawa uang-uang tersebut kepada Abu Dzar. Mereka berkata,
“Utsman menyampaikan salam kepadamu dan memintamu untuk menerima koin-koin ini. Engkau dapat menggunakannya untuk kebutuhanmu.”
Ketika para pelayan itu membawa koin-koin emas untuk Abu Dzar dan menyampaikan pesan Utsman, dia bertanya, “Sudahkah Utsman memberikan uang yang sama kepada setiap muslim?”
Mereka menjawab, “Tidak!”
Kata Abu Dzar, “Lantas apakah aku ini lebih utama dari semua muslim untuk diberikan uang ini?”
Para pelayan mengatakan kepada Abu Dzar bahwa Utsman telah berkata, “Koin-koin emas ini dari harta pribadinya dan demi Allah uang-uang ini halal.”
“Aku tidak membutuhkannya karena aku kaya,” kata Abu Dzar.
Pustaka
Syiah
107
“Tetapi kami tidak melihat apa pun dalam rumahmu, yang menunjukkan bahwa engkau kaya?”
Abu Dzar menunjuk ke sebuah wadah dan berkata, “Ada dua potong roti gandum di dalamnya dan karenanya aku kaya.” (Safinat al-Bihar)
Dalam riwayat lain yang sama, Muawiyah mengutus dua orang budaknya dengan membawa sejumlah uang untuk Abu Dzar. Ketika Abu Dzar menolaknya, para budak itu berkata, “Wahai Abu Dzar! Muawiyah telah berjanji untuk membebaskan kami jika engkau menerima uang ini. Tolong engkau menerima uang ini demi kami.”
Abu Dzar berkata, “Jika aku menerima uang ini, kalian akan merdeka dari perbudakan Muawiyah tetapi aku akan menjadi budaknya, karena kemudian aku akan dipaksa untuk taat kepadanya.” (Itu sama saja dengan menjual agamaku demi kekayaan materi).
Sayid Abu A’laa Maududi menulis dalam bukunya, Islam and the Economic Problems, bahwa segala kejahatan di dunia disebabkan oleh pengeluaran yang boros dari orang-orang kaya dan kesenangan sombong mereka. Orang-orang ini menganggap bernyanyi, menari, musik, berakting dan sebagainya merupakan kesenangan yang diperlukan. Karenanya, mereka membeli berbagai profesi dari kejahatan ini dan industri hiburan pun menjadi berkembang pesat. Semakin lama semakin banyak orang yang tertarik pada kejahatan-kejahatan ini. Demikianlah, jumlah para penari, aktor dan pelacur semakin bertambah dari hari ke hari.
Ini mengakibatkan berkembangnya hiburan-hiburan, yang sama sekali tidak diperlukan bagi orang-orang yang terhormat. Sebaliknya, kejahatan demikian menghancurkan akhlak dan nilai-nilai dasar manusia. Bahkan olah raga dan wisata-wisata telah dikomersialkan menjadi bisnis penimbun kekayaan. Orang-orang sesat telah menghasut sebagian masyarakat untuk berperan memproduksi minuman keras, obat-obatan terlarang dan produk-produk memabukkan lainnya. Efek merusak darinya terhadap masyarakat sudah terlalu terkenal. Mereka membelanjakan uang mereka dengan membangun apartemen-apartemen mewah, mengadakan pesta-pesta mewah. Mereka berbelanja sangat boros untuk intan permata, pakaian, lukisan dan sebagainya. Tingginya pengeluaran boros mereka tercermin dalam
Pustaka
Syiah
108
ruangan-ruangan khusus untuk anjing-anjing mereka dan aksesori-aksesori emas yang dengannya mereka mendandani hewan kesayangan mereka.
Di hadapan pengeluaran yang demikian boros, ada orang-orang miskin dan melarat yang bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kelompok Qarun (para pemboros) telah bertindak secara mencolok mata melawan kemanusiaan dan melawan prinsip-prinsip Islam melalui pengeluaran boros mereka. Seandainya mereka menggunakan harta melimpah mereka untuk mengurangi kemiskinan dan memenuhi kebutuhan si miskin, niscaya mereka telah berjasa pada kemanusiaan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemborosan bergantung pada kapasitas seseorang. Apa yang menjadi pemborosan bagi seorang miskin tidak dapat dianggap pemborosan bagi seorang kaya. Namun tidak berarti bahwa orang-orang kaya itu bebas untuk membelanjakan kekayaan mereka dengan cara apa pun yang mereka suka. Sudah pasti mereka tidak dapat berbelanja atas sesuatu yang haram.
Sesungguhnya aturan yang berlaku bagi si kaya sungguh sangat ketat.
Ketika mereka dianugerahi harta dan kekayaan, mereka harus hidup dengan cara yang sesuai dengan kedudukan mereka. Berapa pun uang yang tersisa bukanlah untuk ditimbun. Harta yang lebih harus digunakan dengan cara yang dinyatakan oleh agama. Wajib untuk mengeluarkan khumus (1/5 atau 20%) dari harta lebih dan membagikannya kepada orang-orang yang memenuhi syarat untuk itu. Seseorang juga harus membayar zakat apabila itu wajib.
Jika seseorang memiliki beberapa kerabat dekat yang miskin, dia harus memberi mereka sejumlah uang. Jika tidak, dia akan berdosa telah memutus silaturahmi. Jika sebagian uang lebihnya dibutuhkan oleh para kerabatnya yang miskin dan melarat, dia harus menolong mereka. Jika mereka berutang, dia harus menolong mereka melunasi utang-utang itu. Jika mereka sakit, dia seharusnya memberi mereka obat-obat dan memberi mereka kebutuhan hidup lainnya. Sesungguhnya, jika dia mengetahui adanya seorang muslim yang membutuhkan bantuan keuangan dan dia tidak menolongnya, dia seperti orang yang dilukiskan dalam ayat al-Quran berikut:
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
Pustaka
Syiah
109
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. al-Taubah [9]:34-35) Rasulullah saw menjelaskan, “Jika seseorang menimbun kekayaan dan tidak memenuhi hak-hak (jika dia melihat seorang miskin dan melarat dan dia tidak menafkahkannya di jalan Allah), pada hari kiamat dia akan dicap dengannya dan akan dikatakan kepadanya, ‘Inilah kekayaanmu yang engkau telah kumpulkan dengan kikir’.” (Tafsir al-Mîzân)
Banyak ayat dan riwayat menekankan pada pembelanjaan harta di jalan Allah dan melarang untuk menimbun harta. Membelanjakan harta di jalan Allah dianggap sangat pantas untuk menerima ganjaran Ilahi sedangkan menimbun harta akan mendapatkan azab menghinakan. Namun jika kita mengutip ayat-ayat dan riwayat tersebut kita akan menyimpang dari topik ini.
Tidak keluar dari pembahasan untuk menyebutkan beberapa fakta tentang dunia modern. Sebagian orang kaya, yang merasa mereka adalah muslim, menimbun seluruh kelebihan harta mereka di bank-bank asing, dalam rekening-rekening rahasia. Hanya apabila mereka keluar dari dunia ini kita benar-benar mengetahui harta peninggalan mereka. Allah mengetahui bagaimana mereka akan menjustifikasi perbuatan mereka. Jika mereka memberikan alasan tentang tidak tahu persoalannya, mereka akan dikonfrontir dengan pertanyaan tentang mengapa mereka tidak berusaha mempelajari agama, menghadiri majelis ilmu, ceramah-ceramah dan sebagainya?
Jika mereka telah mengetahui segala sesuatu, mengapa mereka tidak mengamalkannya. Piciknya, orang-orang kaya ini tidak menyadari bahwa menafkahkan harta mereka di jalan Allah merupakan pemanfaatan yang sangat tepat dari harta mereka. Itulah satu-satunya cara bermanfaat untuk membelanjakannya.
Uang yang dibelanjakan di jalan Allah dinamakan sebagai “harta yang baik” oleh Rasulullah saw. Orang yang membelanjakannya di jalan Allah akan pantas menerima pujian di dunia ini dan juga memperoleh balasan di akhirat. Orang-orang yang tidak
Pustaka
Syiah
110
membelanjakannya di jalan Allah akan dipenuhi dengan penyesalan dan kepahitan, selamanya.
Pemborosan Bergantung pada Kondisi-Kondisi Umum yang Berlaku di Waktu-Waktu Berbeda
Pemborosan itu berbeda dari orang ke orang, juga bergantung pada kondisi-kondisi umum yang berlaku. Mungkin saja membelanjakan sejumlah uang tertentu bukan merupakan pemborosan di masa kemakmuran, namun jika jumlah uang yang sama dibelanjakan di saat kelaparan melanda ketika manusia mati karena kelaparan, itu akan dianggap sebagai kemewahan dan pemborosan. Adalah wajib bagi orang-orang itu untuk tidak berbelanja seperti di masa-masa normal dan sebaliknya membagikan harta itu di antara orang-orang yang membutuhkannya.
Muatab, seorang pelayan Imam Ja’far Shadiq as, mengatakan, “Terjadi kekurangan makanan luar biasa ketika Imam as bertanya kepadaku, ‘Bagaimana posisi gandum persediaan kita?’
‘Kita memiliki cukup persediaan untuk kita bertahan selama berbulan-bulan,’
jawabku. Imam as berkata, ‘Keluarkanlah gandum itu dan juallah!’
Aku berkata, ‘Terjadi kekurangan gandum di Madinah’. Namun Imam as bersikeras agar aku menjualnya.
Ketika aku telah menjualnya semua, Imam as mengatakan padaku bahwa aku harus membeli kebutuhan harian dari pasar seperti masyarakat umum dan berkata,
‘Buatlah makanan yang terdiri dari separuh gandum baik dan separuh gandum biasa untuk keluargaku, Allah mengetahui bahwa aku mampu untuk memberi makan mereka semua dengan roti gandum murni tetapi aku suka bahwa Allah melihatku memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap keluargaku secara jujur.’”
Perintah yang sama berlaku dalam hal berpakaian. Sebagian orang bodoh telah menghujat Imam Ali Zainal Abidin as, Imam Ja’far Shadiq as dan Imam Ali Ridha as karena mengenakan pakaian-pakaian bagus padahal ayah dan datuk mereka, Rasulullah saw dan Amirul Mukminin Ali as, semuanya mengenakan pakaian-pakaian sederhana. Para Imam as selalu menyangkal tuduhan ini dengan mengatakan bahwa masa itu berbeda. Pada masa itu (masa Rasulullah dan Imam Ali) mayoritas manusia
Pustaka
Syiah
111
mengenakan pakaian-pakaian yang sangat biasa namun kini masyarakat telah menjadi makmur dan kaya.
“Jika kami harus mengenakan jenis pakaian yang sama hari ini, orang-orang akan menghina kami.” (Wasail al-Syi’ah)
Dalam suatu peristiwa yang berkaitan dengan pokok persoalan yang sama, kami menemukan Imam Ja’far Shadiq as meminta orang yang mengkritik beliau untuk mendekat. Ketika mendekat, Imam as membuka pakaian luarnya dan orang itu melihat di dalamnya kemeja usang dari sobekan-sobekan kain. Imam as mengatakan,
“Inilah baju (dalam) yang aku gunakan untuk menunjukkan kerendahan diriku kepada Allah dan baju luar adalah untuk engkau dan orang-orang seperti engkau melihatnya.” (Wasail al-Syi’ah)
Pemborosan yang Haram Hukumnya di Segala Waktu
Kita harus tahu bahwa tiga jenis pemborosan adalah haram hukumnya di segala waktu dan di segala kondisi. Larangannya tidak bersyarat. Jenis pemborosan pertama adalah ketika seseorang menghabiskan sesuatu secara boros, meskipun barang tersebut tidak sangat berarti, seperti membuang biji kurma apabila dapat dimanfaatkan. Atau, membuang air yang tersisa setelah minum ketika terdapat
Kita harus tahu bahwa tiga jenis pemborosan adalah haram hukumnya di segala waktu dan di segala kondisi. Larangannya tidak bersyarat. Jenis pemborosan pertama adalah ketika seseorang menghabiskan sesuatu secara boros, meskipun barang tersebut tidak sangat berarti, seperti membuang biji kurma apabila dapat dimanfaatkan. Atau, membuang air yang tersisa setelah minum ketika terdapat