DOSA BESAR KETIGA PULUH LIMA
2. Apakah membunuh sesuatu yang hidup itu bertentangan dengan belas kasihan?
Seseorang dapat mengklaim bahwa hewan-hewan juga memiliki jiwa dan seperti manusia, mereka merasakan sakitnya kematian. Lantas, bagaimana mungkin kita mencegah mereka dari manisnya kehidupan dan memaksa mereka untuk merasakan pahitnya kematian? Sedangkan Allah Swt itu Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Bagaimana mungkin bagi Tuhan seperti itu untuk memerintahkan penyembelihan hewan sehingga manusia dapat menikmati dagingnya? Sementara jiwa dan perasaan manusia dan hewan adalah sama. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah, bahwa apa pun yang telah dikatakan tentang memakan daging adalah karena perasaan menguasai realitas. (Ingatlah) syariat dan legislasi itu tunduk pada kebijakan dan tidak cenderung kepada sentimentalitas dan emosi.
Ini dapat dijelaskan dengan mengatakan bahwa alam materi adalah alam perubahan.
Aturan yang berlaku di alam materi adalah aturan “yang memakan dan yang dimakan” (tazahum). Para penghuni bumi mencari makan di bumi dan membentuk diri mereka dengannya. (Seperti umat manusia, hewan-hewan, burung-burung dan
Pustaka
Syiah
176
sebagainya). Setelah ini tanah memakan mereka kedua kali. Tanah berubah menjadi tumbuh-tumbuhan dan tumbuh-tumbuhan ditransformasikan menjadi tanah dalam sebuah siklus berkesinambungan. Selain itu, benda-benda hidup menerima manfaat dari tumbuh-tumbuhan dan air dan beberapa hewan hidup dari hewan lain. Sebagai contoh, hewan-hewan pemangsa memburu hewan-hewan lain dan memakan daging mereka. Sistem alamiah mereka adalah sedemikian hingga mereka tidak dapat memakan sesuatu lainnya. Seperti burung-burung bercakar yang menangkap burung-burung semacam burung merpati dan burung-burung lainnya serta melahap mereka. Burung-burung yang lebih kecil hidup dari biji-bijian, zat-zat biji-bijian dan serangga seperti lalat, kutu dan nyamuk dan sebagainya. Serangga penghisap darah mengambil manfaat dari darah manusia dan hewan dan pada akhirnya tanah melahap mereka semua. Atas dasar ini terbukti bahwa siklus makanan alamiah yang ada di bumi didasarkan atas hukum-hukum alamiah tanpa rintangan apa pun. Segala sesuatu tunduk kepada hukum alamiah ini.
Pencipta alam telah membolehkan konsumsi daging oleh sebagian makhluk dan telah merancang organ-organ mereka untuk melaksanakan tugas tersebut. Dia telah menciptakan manusia sedemikian rupa hingga manusia dapat mengonsumsi makanan vegetarian dan nonvegetarian. Manusia tidak seperti domba yang tidak dapat memotong dengan giginya dan tidak dapat mengambil sesuatu dengannya.
Manusia tidak serupa dengan hewan-hewan karnivora yang tidak dapat mengunyah atau melembutkan makanan mereka. Di samping kemampuan-kemampuan ini manusia dilengkapi dengan kapasitas untuk merasa. Manusia menikmati rasa daging.
Selain ini, tatanan fitrah manusia mampu membuat berjenis-jenis makanan yang dapat dicerna organ-organnya dan jenis-jenis makanan yang bermanfaat baginya.
Karena Islam adalah agama fitrah, Islam telah membolehkan segala hal demikian yang cocok dengan tatanan fitrah manusia.
Demikian juga, Islam telah menetapkan beberapa aturan lain yang dibuat oleh Pencipta fitrah. Yaitu, seluruh daging yang dapat terbukti berbahaya bagi tubuh atau jiwa, segala hal yang seseorang mendapatinya menjijikkan dan kotor, maka wajib dihindari. Singkatnya, segala hal yang terbukti berbahaya bagi tubuh atau jiwa atau bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat manusia seperti berjudi dan
Pustaka
Syiah
177
membagi-bagikan daging melalui penarikan undian, semua hal demikian diharamkan oleh Islam. Yang juga dilarang adalah hal-hal kotor yang biasanya manusia merasa jijik terhadapnya.
Keberatan-keberatan lain tentang penyembelihan hewan yang jelas-jelas berdasarkan atas kasih sayang dapat dijawab sebagai berikut: Sesungguhnya, kasih sayang adalah perasaan fitri dan diciptakan yang didapati pada psikologi umat manusia dan sejumlah besar hewan. Namun tidak bermakna bahwa kasih sayang ini harus mutlak. Jika demikian halnya, tidak akan ada jenis penyakit apa pun, kesedihan dan kesulitan. Selain ini, kasih sayang dan kebaikan tidak seperti keadilan manusia yang berasal dari kualitas moral sempurna yang meliputi setiap aspek kehidupan.
(Maksudnya, seseorang harus memiliki kasih sayang di bawah setiap kondisi). Jika sudah demikian halnya, tidaklah benar untuk menangkap orang-orang zalim dan menghukum para penjahat, atau membenci musuh-musuh. Jika kita mempraktikkan jenis kasih sayang mutlak seperti itu, niscaya bumi dan para penghuninya akan binasa oleh kerusakan dan kemaksiatan.
Karenanya, lazimnya diperintahkan agar kasih sayang dan kebaikan dipraktikkan.
Maksudnya, hewan-hewan tidak boleh disembelih secara kejam dan menyakitkan.
Kita pun tidak boleh memotong bagian apa pun dari hewan sembelihan, sebelum ia benar-benar mati dan tidak boleh mengulitinya.
Hewan yang dicekik hingga mati atau hewan yang dipukul hingga mati adalah tidak halal. Hukum Islam juga melarang penyembelihan seekor hewan di hadapan hewan lainnya. Bab yang sama menetapkan pemberian minum kepada hewan sebelum disembelih. Sejauh mungkin kita harus bersikap lembut terhadap hewan yang akan disembelih. Hukum-hukum detailnya mengenai penyembelihan terdapat dalam kitab-kitab fikih.
Sejauh menyangkut rahmat dan kasih sayang Ilahi. Rahmat Allah tidak mengandung makna kepuasan hati dan efek yang dirasakan. Rahmat Allah bermakna memberikan manfaat-manfaat kepada orang yang pantas menerimanya. Karenanya, adakalanya kita menganggap sesuatu merugikan dan menghukum padahal itu adalah rahmat Ilahi dan kebaikan bagi seseorang, dan demikian pula sebaliknya. Maka, tidaklah pantas bagi kebijakan Ilahi bahwa pada saat penyusunan hukum, perasaan salah kita
Pustaka
Syiah
178
mengingkari perintah Ilahi dan memberikan keputusan yang bertentangan dengan realitas yang tidak dapat diingkari. Dari pembahasan di atas terbukti sudah bahwa Islam menghalalkan daging dan aturan-aturan yang membuatnya halal bagi kita dinyatakan sesuai dengan hukum alam.
… (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; … (QS.
al-Rum [30]:30)
3. Mengapa Islam menetapkan penyembelihan?
Keberatan kedua: kita mengakui bahwa fitrah dan ciptaan membolehkan konsumsi daging. Lantas atas dasar rahmat, mengapa kita tidak puas dengan daging hewan-hewan yang telah mati dengan kematian alami?
Jawaban terhadap pertanyaan ini dapat ditemukan di bagian kedua dari pembahasan di atas. Karena untuk menganggap makna demikian berasal dari rahmat mengakibatkan batalnya hukum-hukum yang Islam telah tetapkan. Islam telah membuat hukum-hukum untuk menjaga perasaan kasih sayang ini dalam tatanan manusia.
Selain itu, jika hanya hewan mati yang dihalalkan dan bukannya yang bermanfaat, maka bagaimanapun juga akan merugikan bagi manusia karena memakan bangkai dapat menyebabkan sejumlah penyakit terhadap tubuh dan juga racun bagi jiwa manusia. Ini sendiri bertentangan dengan rahmat Ilahi karena ini akan menyebabkan problem-problem tak terhingga bagi umat manusia dan manusia akan selalu menunggu matinya hewan agar mereka dapat menikmati daging hewan-hewan itu. (Dikutip dari Tafheeme-e Meezan)
Ingatlah! Menyembelih seekor hewan untuk mengonsumsi dagingnya bukan merupakan kekejaman. Sesungguhnya itu merupakan penyempurnaan tujuan yang hewan itu diciptakan karenanya. Karena sebelum penyembelihan, hewan itu bisu, tidak cerdas dan bodoh. Hewan itu tidak memahami apa pun. Namun setelah disembelih dan dikonsumsi oleh manusia, hewan itu mengalami transformasi menjadi sebagian dari tubuh manusia yang memiliki kemampuan bicara, pemahaman dan nalar. Sebagai contoh, tidak ada jenis keutamaan atau
Pustaka
Syiah
179
kesempurnaan yang dapat muncul dari lidah seekor domba. Namun ketika dia menjadi sebagian dari tubuh manusia dia menyingkapkan realitas-realitas dan mengungkapkan pujian terhadap Allah. Demikian pula, perbuatan-perbuatan baik lainnya dilakukan oleh bagian-bagian lain dari tubuh manusia.
Penyucian Melalui Metode Penyembelihan yang Ditetapkan
Alasan utama bagi penyembelihan adalah untuk menyucikan hewan. Prosedurnya adalah memotong secara sempurna empat urat leher di bawah gembung dari jakun.
(Empat urat ini adalah urat saluran napas, urat saluran makanan dan dua urat besar di dekat batang tenggorokan [yang menutupi dua urat saluran makan dan napas).
Lima syarat tambahan bagi penyucian adalah:
1. Orang yang menyembelih harus seorang muslim, apakah lelaki atau perempuan.
Bahkan seorang anak dapat melakukannya jika dia sudah cukup umur untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
2. Leher dari hewan itu harus dipotong dengan senjata besi yang tajam. Namun jika senjata besi tidak tersedia dan jika hewan itu akan segera mati kalau tidak disembelih, senjata dari bahan lain apa pun dibolehkan. Sebagai contoh, kaca atau batu berujung tajam.
3. Pada saat menyembelih wajah, empat kaki dan perut dari hewan itu harus menghadap arah kiblat. Namun tidak mengapa jika seseorang lupa atau jika seseorang tidak mengetahui arah kiblat atau jika tidak mungkin untuk meletakkan hewan itu pada arah kiblat.
4. Pada saat penyembelihan seseorang harus membacakan nama Allah dan adalah cukup untuk mengucapkan “Bismillah” (dengan nama Allah). Namun, tidak mengapa jika seseorang lupa untuk melakukan demikian.
5. Setelah disembelih hewan itu harus agak bergerak. Cukuplah jika hewan itu hanya menggerakkan bola matanya, atau ekornya atau menyepakkan kakinya. Juga diperlukan tindakan hati-hati bahwa banyak darah harus memancar dari hewan itu sebagaimana itu normal terjadi.
Pustaka
Syiah
180
Dalam hal penyembelihan unta, di samping lima syarat di atas, diperlukan untuk menusuknya dengan senjata tajam pada cekungan di antara leher dan dada. Jika hewan itu menjadi tidak terkontrol atau memasuki suatu situasi yang mustahil untuk menyembelihnya dengan cara yang benar, sebagai contoh, jika hewan itu jatuh ke dalam sumur dan akan tenggelam, maka seseorang dapat menikamnya atau melukainya dengan senjata pada suatu bagian tubuhnya yang dapat membunuhnya.
Itu menjadi dibolehkan. Bahkan tidak perlu bahwa hewan itu harus menghadap kiblat. Namun, syarat-syarat lain berlaku.
Penyucian ikan dengan cara berikut. Ikan hendaknya dipindahkan dari air dalam keadaan hidup. Karenanya, jika seekor ikan bersama sisik-sisiknya ditangkap hidup-hidup dari air dan mati keluar dari air, ikan itu suci dan halal untuk memakannya. Jika ikan itu mati dalam air, maka meskipun ikan itu suci karena ia tidak memiliki darah panas, namun tidak halal untuk memakannya. Orang yang menangkap ikan tidak harus seorang muslim. Dengan demikian, dibolehkan untuk memakan ikan yang ditangkap oleh seorang nonmuslim. Namun seseorang harus memiliki pengetahuan bahwa ikan itu telah mati setelah keluar dari air.
Penyucian belalang dengan cara berikut. Belalang harus ditangkap hidup-hidup oleh tangan atau peralatan lainnya. Belalang itu menjadi halal untuk dimakan setelah ia mati. Orang yang menangkap belalang tidak harus seorang muslim atau bahwa harus dibacakan nama Allah atasnya. Akan tetapi, memakan belalang yang belum berkembang sayap-sayapnya dan tidak mampu terbang adalah haram.
Jika setelah memburu atau menyembelih seekor hewan, seseorang mendapati seekor anak dalam perutnya maka ia suci hanya jika anggota tubuhnya telah berkembang atau ia memiliki rambut atau bulu di tubuhnya. Dibolehkan untuk memakan anak hewan ini karena ibunya juga merupakan hewan yang dagingnya halal.
Penyucian yang Dilakukan oleh Penyembelih
Apa pun yang telah dibahas sebegitu jauh menunjukkan bahwa kecuali terhadap anjing dan babi, seluruh hewan haram lainnya dianggap suci jika disembelih dengan cara islami, walaupun memakannya tidak halal. Jika tidak disembelih secara benar,
Pustaka
Syiah
181
bangkainya menjadi najis. Namun jika hewan itu tidak memiliki darah panas, maka tidak dapat dianggap najis meskipun ia mati tanpa penyucian; memakannya jelas-jelas haram. Sebagai contoh, ular, serangga dan sebagainya. Setiap hewan yang dagingnya halal, yang mati tanpa penyucian menjadi najis dan memakannya adalah haram. Jika hewan itu tidak memiliki darah panas, memakannya adalah haram tetapi ia tidak najis seperti ikan yang mati di dalam air. Bangkai yang haram dimakan adalah hewan yang mati tanpa penyembelihan yang ditetapkan oleh syariat. Apakah hewan itu mati karena penyakit ataukah kematian alamiah, atau disebabkan faktor-faktor eksternal, apakah ia mati secara tiba-tiba ataukah mati perlahan-lahan. Karena hewan biasanya tidak mati dengan kematian mendadak maka mungkin saja orang-orang mengira jenis kematian ini tidak menjadikannya bangkai. Surah al-Maidah ayat 311 secara khusus telah menyebutkannya termasuk di antara lima jenis bangkai.
1. Munkhaniqatu—Hewan yang mati disebabkan tercekik, apakah kebetulan atau disengaja, apakah dicekik dengan sebuah alat seperti tali dan sebagainya, atau dengan menekan lehernya di antara dua ranting. Sekian banyak jenis metode lainnya berlangsung selama periode jahiliah (pra-Islam).
2. Mawqûdzâtu—hewan yang dipukul hingga mati.
3. Mutaraddiyah—hewan yang jatuh dari ketinggian luar biasa atau hewan yang jatuh ke dalam sumur.
4. Nathîhatu—hewan yang mati setelah dilukai dengan tanduk-tanduk hewan lainnya.
5. Mâ akala al-sabu’u—seekor hewan yang diburu oleh seekor hewan lainnya dan bagian dari hewan itu dilahap.
Frase “dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.…” mengharamkan metode penyembelihan yang dipraktikkan di masa Jahiliah. Pada masa Jahiliah, kaum musyrik memasang batu-batu di sekitar Ka’bah dan menganggapnya suci. Mereka menyembah batu-batu ini dan mengorbankan hewan-hewan di atasnya. Dan frase
11 Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan….
Pustaka
Syiah
182
“Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah …” melarang konsumsi daging hewan yang disembelih dan dagingnya dibagi ke dalam para partisipan dengan melepaskan anak-anak panah. Ini juga sejenis perjudian dan telah dijelaskan secara detail pada bab tentang perjudian.
Mengapa Bangkai itu Haram?
Dikutip dalam kitab-kitab al-Kafi dan Amali Mufadhdhal bin Umar bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as mengapa Allah mengharamkan bangkai, darah dan daging babi, Imam as menjawab, “Allah tidak mengharamkan sesuatu apa pun bagi manusia untuk Dia Sendiri menggunakannya (kami berlindung kepada Allah). Dan Dia tidak menghalalkan apa-apa yang Dia Sendiri tidak suka. (Dengan kata lain Allah tidak membuat aturan-aturan haram dan halal atas dasar keinginan dan kesukaan pribadi-Nya). Yang benar adalah bahwa apabila Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Dia sendiri mengetahui apa yang baik dan diperlukan bagi tubuh manusia. Karenanya, Dia membuatnya halal disebabkan rahmat-Nya. Dia Sendiri mengetahui apa yang berbahaya bagi tubuh manusia dan, karenanya Dia melarangnya dan menjadikannya haram. Namun orang yang tidak berdaya dan tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup dibolehkan untuk memakan apa-apa yang diharamkan. Akan tetapi, ia harus makan hanya sebanyak yang diperlukan untuk menyelamatkan hidupnya.“
Setelah itu beliau berkata, “Memakan bangkai menjadikan tubuh seseorang lemah dan kurus. Memakan bangkai menghancurkan keberanian fisiknya dan memutuskan generasi-generasinya. Barangsiapa yang memakan bangkai, akan mati secara mendadak.”
Karenanya, jelas bahwa dalam proses penyembelihan, darah memancar keluar dan dagingnya bebas dari darah yang tidak suci dengan zat-zat racunnya yang mengalir dalam pembuluh-pembuluh darah. Ketika seekor hewan mati secara alamiah atau melalui suatu proses yang di dalamnya darah tetap berada dalam tubuh, maka dagingnya terkontaminasi dengan zat-zat beracun, yang berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi.
Seorang pelaku bidah bertanya kepada Imam Shadiq as mengapa Allah mengharamkan bangkai, Imam as menjawab, “Bangkai diharamkan agar ada
Pustaka
Syiah
183
perbedaan di antara bangkai dan seekor hewan yang nama Allah dibacakan di atasnya. Juga, darah seekor hewan yang mati tidak dikeluarkan dari tubuhnya. Darah itu kembali ke organ-organnya dan membuat dagingnya berat dan menjijikkan.
Dagingnya dimakan dengan darahnya.”
Pelaku bidah itu berkata, “Kalau begitu daging ikan juga pasti merupakan bangkai dan haram karena darahnya tidak dikeluarkan darinya.”
Imam as berkata kepadanya, “Penyucian ikan adalah dengan cara hendaknya ikan dipindahkan dari air dan dibiarkan di luar supaya ia mati dengan sendirinya. Tidak perlu menyembelihnya karena ikan tidak memiliki darah (yang panas). Hal yang sama berlaku bagi belalang.”
Pada jilid keempat dari Bihar al-Anwar disebutkan bahwa Imam juga mengatakan bahwa tidak perlu menyembelih ikan karena ikan tidak memiliki banyak darah. Darah yang tinggal dalam tubuhnya seperti darah yang tinggal dalam tubuh seekor hewan setelah disembelih, yang tidak berbahaya dan halal.
Darah
Darah ada dua jenis, yang najis dan yang suci. Darah manusia dan semua hewan yang berdarah panas adalah najis. Ciri khas dari makhluk-makhluk berdarah panas bahwa apabila pembuluh darah utama dipotong, darah memancar keluar dengan kuat. Jika darah ditemukan sewaktu memerah susu sapi atau kerbau, betapa pun sedikitnya, itu adalah najis dan susu juga najis karenanya. Mengonsumsi susu ini adalah haram.
Atas dasar tindakan pencegahan (ihtiyath), seseorang juga harus menahan diri dari mengonsumsi partikel-partikel terkecil dari darah dalam sebutir telur.
Ada dua jenis darah suci. Pertama, darah semua hewan berdarah dingin, seperti ikan dan nyamuk dan sebagainya. Kedua, darah yang tertinggal dalam hewan yang disembelih. Karenanya, jika seekor hewan disembelih sesuai dengan cara yang ditetapkan Islam dan sebagian darah mengalir keluar, maka darah yang tinggal dalam tubuhnya adalah suci. Namun jika karena menghembuskan napas atau karena kepalanya ditempatkan di tempat yang tinggi maka darah yang telah memancar keluar mengalir kembali ke dalam tubuh, darah yang tertinggal tidak akan menjadi suci.
Pustaka
Syiah
184
Selain ini, mengonsumsi darah mutlak haram, baik darah itu suci ataukah najis.
Namun, darah suci yang merupakan bagian dari seekor ikan atau seekor hewan yang disembelih, dan yang dapat dianggap sebagai bagian dari dagingnya, dapat dikonsumsi. Akan tetapi, jika dianggap sebagai darah, mengonsumsinya adalah haram.
Mengapa Darah itu Haram?
Dalam Tafsir al-Ayyasyi, Imam Ja’far Shadiq as mengatakan, “Meminum darah dapat menyebabkan penyakit-penyakit kekeringan tenggorokan dan kegilaan dan juga menjadikan seseorang berhati keras dan kejam. Orang yang meminum darah kapanpun dapat membunuh orang tuanya sendiri, kerabat atau temannya.”
Kemudian Imam as berkata, “Meminum darah menyebabkan produksi air kuning dalam tubuh orang yang meminumnya.” (Al-Kafi)
Atau, “Meminum darah membuat tubuh manusia berbau busuk dan membuat seseorang berkarakter buruk. Keturunannya mewarisi sejenis kegilaan dan membuat hati kejam.” (Wasail al-Syi’ah)
Si pelaku bidah bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as alasan bagi haramnya mengonsumsi darah.
Imam as menjawab, “Meminum darah menyebabkan keras dan kejamnya hati.
Meminum darah menyebabkan tubuh seseorang berbau busuk dan mengubah warna kulit wajah, dan kebanyakan menyebabkan penyakit kusta.” (Ihtijaj, jilid 4;
Bihar al- Anwar, halaman 250)
Menurut Imam Ali Ridha as, “Meminum darah menyebabkan penyakit pes, luka-luka dan bisul-bisul yang pada akhirnya membawa kepada kematian.”
Daging Babi
Babi dan anjing merupakan dua hewan yang demikian najis hingga setiap bagian dari tubuh mereka adalah najis. Bahkan bagian-bagian yang tidak memiliki darah seperti rambut dan cakar-cakar atau kuku-kuku adalah najis. Menyembelih seekor babi atau anjing merupakan perbuatan yang sia-sia. Maksudnya, hewan-hewan ini tidak dapat
Pustaka
Syiah
185
disucikan bagaimanapun juga. Mengonsumsi dagingnya adalah haram dan dosa besar.
Imam Ali Ridha as menyebutkan mengenai haramnya daging babi:
“Allah Swt telah mengharamkan daging babi. Karena babi adalah hewan yang mengerikan dan menakutkan hingga Allah menciptakan bagi manusia untuk mengambil pelajaran-pelajaran darinya. Manusia juga seharusnya menahan diri dari sensualitas dan perbuatan-perbuatan memalukan yang menyebabkan penampilan yang demikian mengerikan. sehingga mereka takut ditransformasikan menjadi babi-babi oleh Allah Swt.12 Babi-babi dibiarkan hidup agar mereka menjadi pengingat tentang perubahan bentuk (maskh) umat-umat dahulu menjadi babi-babi. Alasan kedua bagi pengharaman daging babi adalah bahwa makanan pokok babi terdiri dari segala sesuatu yang sangat najis dan kotor, dan darahnya mengandung kuman berbahaya yang tidak terhitung banyaknya.” (‘Uyun Akhbar al-Ridha;
Wasail Bab 1) Imam Ja’far Shadiq as berkata,
“Allah Swt mengubah beberapa umat menjadi hewan-hewan. Di antara mereka ada yang diubah menjadi babi, monyet, beruang dan sebagainya.
Setelah ini hewan-hewan ini diharamkan untuk dimakan, agar manusia dapat mengambil pelajaran-pelajaran darinya dan tidak menganggap enteng dosa.”
(Tafsir Ayyasyi, kitab tentang makanan dan minuman dari al-Wasail, bab 1, halaman 248)
Disebutkan dalam kitab Islam wa Ilm-e Imroz oleh Anjuman Tablighat Islami bahwa babi merupakan hewan yang digolongkan oleh para ahli sebagai termasuk hewan-hewan berkulit tebal. Badak, babi liar dan kuda nil, semuanya diklasifikasikan dalam keluarga ini. Daging babi sangat berbahaya bagi tubuh. Di bawah ini kami hanya
Disebutkan dalam kitab Islam wa Ilm-e Imroz oleh Anjuman Tablighat Islami bahwa babi merupakan hewan yang digolongkan oleh para ahli sebagai termasuk hewan-hewan berkulit tebal. Badak, babi liar dan kuda nil, semuanya diklasifikasikan dalam keluarga ini. Daging babi sangat berbahaya bagi tubuh. Di bawah ini kami hanya