• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Dysmenorrhea

2.2.1 PengertianDysmenorrhea

Dysmenorrhea adalah nyeri yang dirasakan selama haid hingga membuat perempuan yang mengalami tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Rasa sakit yang ditimbulkan akibat dysmenorrhea sangat hebat dan memaksa mereka yang mengalami

untuk beristirahat atau meninggalkan kegiatan mereka dalam waktu beberapa jam atau bisa dalam waktu berhari-hari (Rohmatunidha 2016).

Dysmenorrhea merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan cukup hebat. Mereka yang mengalami kondisi ini biasanya mengobati dengan mengkonsumsi obat atau pergi ke dokter sehingga mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat (Anurogo dan Wulandari 2011).

2.2.2 Klasifikasi Dysmenorrhea

Dysmenorrhea dapat dibagi menjadi jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi dua yaitu, dysmenorrhea spasmodik dan dysmenorrhea kongestif (Calis 2011).

1. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik dapat dirasakan di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau ketika saat haid. Remaja putri dan wanita dewasa terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita sehingga ia tidak dapat beraktivitas apa pun. Ada di antara mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah para remaja walaupun dijumpai pada wanita yang berusia 40 tahun ke atas. Dysmenorrhea spasmodik dapat berkurang dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak yang tidak mengalami hal seperti itu.

2. Nyeri Kongestif

Penderita dysmenorrhea kongestif yang biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Mereka akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur,

atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal dan menyiksa yang berlangsung antara 2 atau 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita

dysmenorrhea kongestif akan merasa lebih baik.

Berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi dua yaitu,dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder.

1) Dysmenorrhea Primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan pada alat- alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus- siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama- sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit- jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid primer. Dinamakan dysmenorrhea

primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali.

Dysmenorrhea primer adalah nyeri yang biasa terjadi tanpa ada penyebab atau kelainan yang mendasari seperti kelainan pada kandungan. Gejala yang biasa terjadi adalah nyeri yang terasa pada perut bagian bawah, terkadang juga menyebar hingga terasa pada daerah pinggang dan paha.

Dysmenorrhea primer sering terjadi lebih dari 50% dan biasanya timbul pada saat remaja, sekitar 2-3 tahun setelah menarche. Penyebab dari rasa nyeri yang timbul akibat adanya kontraksi rahim yang dirangsang oleh hormon prostaglandin. Beberapa faktor yang memperkuat rasa nyeri dysmenorrhea

antara lain kurang berolah raga, stress psikis dan stress sosial, faktor perilaku dan psikologis juga mempengaruhi (Sukarni dan Margareth 2013).

2) Dysmenorrhea Sekunder.

Dysmenorrhea Sekunder adalah nyeri yang dirasakan akibat penyebab atau kelainan yang mendasari seperti kelainan pada kandungan. Nyeri ini lebih banyak terjadi pada perempuan yang berusia lebih dari 25 tahun. Gejala pada nyeri ini hampir serupa dengan nyeri haiddysmenorrhea primer, hanya perbedaannya adalah lama yang rasakan melebihi periode haid dan terkadang juga dapat terjadi pada saat tidak mengalami haid (Sukarni dan Margareth 2013). Menurut Wong et al. (2009) dysmenorrhea sekunder terjadi akibat masalah patologis dan adanya ketidaknyamanan disertai endometriosis, infeksi, adhesi, atau penyakit pelvis lainnya. Dysmenorrhea sekunder rata-rata terjadi pada usia 20-an atau 30-an setelah beberapa tahun lamanya tidak pernah merasakan nyeri dan mestruasi normal (Ningsih 2011).

2.2.3 Derajat Dysmenorrhea

Menurut Manuaba (2010) nyeri yang dirasakan saat haid memiliki kadar yang berbeda-beda. Dysmenorrhea dibagi menjadi tiga tingkat keparahan antara lain: 1. Dysmenorrhea Ringan (skala nyeri 1-4)

Dysmenorrhea yang terjadi hanya beberapa saat atau hanya sebentar dirasakan dan walaupun nyeri dirasakan tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Dysmenorrhea ini jika terjadi memerlukan beberapa penanganan salah satunya obat untuk menghilangkan rasa nyeri, setelah itu dapat tetap melanjutkan aktivitas tanpa perlu meninggalkannya.

3. Dysmenorrhea Berat (skala nyeri 7-10)

Dysmenorrhea ini jika terjadi mengharuskan penderita untuk beristirahat dan meninggalkan kegiatannya selama beberapa jam atau terkadang hingga berhari-hari. Dalam merasakan nyeri ini akan disertai nyeri pinggang, rasa tertekan pada daerah perut, sakit kepala, bahkan hingga diare.

2.2.4 Etiologi Dysmenorrhea

Pada dasarnya penyebab dari dysmenorrhea adalah faktor keturunan, psikis, dan lingkungan, namun setealah dilakukan banyak penelitian menunjukan adanya pengaruh hormon dalam tubuh yaitu prostaglandin. Banyak ahli berpendapat, pada keadaan tertentu yaitu dimana hormon prostaglandin berlebihan, maka terjadi kontraksi uterus (rahim) yang hebat. Inilah penyebab terjadinya nyeri yang kuat disebut dysmenorrhea. Tidak hanya kontraksi uterus saja yang di akibatkan prostaglandin yang berlebihan tetapi juga mempengaruhi tingkat aktivitas usu besar hingga menyebabkan sering terjadi sakit kepala, rasa panas dan dingin terutama pada daerah muka, diare, dan mual pada saat dysmenorrhea terjadi (Widjajanto 2005).

Menurut Anurogo dan Wulandari (2011), berikut penyebab dysmenorrhea

berdasarkan klasifikasinya antara lain: 1. Penyebab dysmenorrhea primer

1) Faktor endokrin

Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormone progesterone menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormone estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Jika kadar prostaglandin

yang berlebihan memasuki peredaan darah maka selain dysmenorrhea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, diare, flushing respon involunter (tak terkontrol) dari system saraf yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa wrna kemerahan atau sensasi panas. Prostaglandin penyebab meningkatnya aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan myometrium dapat menimbulkan tekanan 400 mmHg sehingga juga menimbulkan kontraksi myometrium yang hebat.

2) Faktor kejiwaan atau psikis

Keadaan psikis seperti rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik yang terjadi baik dengan keluarga, teman sebaya maupun lingkungan sekitar, dan imaturitas (belum mencapai kematangan) dapat mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea.

Menurut Prawirohardjo (2005), pada remaja sering kali terjadi rasa emosional yang tidak stabil, terutama jika tentang haid yang mereka alami mereka tidak mendapat informasi yang tepat dan baik kemudian muncul dysmenorrhea.

3) Faktor konstitusi

Faktor ini sangat berhubungan dengan faktor kejiwaan hingga dapat menimbulkan dysmenorrhea seperti anemia dan penyakit menahun.

4) Faktor alergi

Alergi yang dapat terjadi diakibatkan oleh toksin pada haid. Dalam teori mengemukakan hal ini ada hubungannya antara dysmenorrhea dengan urtikaria dan migrain.

2. Penyebab dysmenorrhea sekunder

2) Adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim)

3) Uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot), terutama mioma submukosum (bentuk mioma uteri)

4) Uterine polpys (tumor jinak di rahim) 5) Adhesions (pelekatan)

6) Penyakit radang panggul kronis 7) Ovarium cysts (kista ovarium) 8) Endometriosis

9) Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul) 10) Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim)

2.2.5 Manifestasi Klinis Dysmenorrhea

Menurut Devi (2012) timbul gejala yang akan dirasakan saat mengalami

dysmenorrhea seoerti nyeri dibagian perut bawah yang nyeri tersebut seperti dicengkram atau diremas-remas dan melilit, sakit kepala yang berdenyut-denyut, mual dan muntah, nyeri punggung pada bagian bawah, diare, hingga mengalami pingsan. Beberapa dari remaja yang mengalami dysmenorrhea merasakannya pada daerah punggung bagian bawah, panggul, pinggang, otot paha hingga betis.

Menurut {Mansjoer dkk (2001) ; Rohmatunidha (2016)}, manifestasi klinis pada dysmenorrhea terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Dysmenorrhea Primer 1) Usia yang masih muda

Remaja putri yang mengalami menarche (haid pertama kali) di usia ≤ 12 tahun akan mempercepat terjadinya dysmenorrhea karena pada umumnya

Pada usia menarche inilah sekitar 12-14 tahun remaja putri belum mengalami dysmenorrhea dikarenakan siklus haid yang mereka alami belum teratur dan belum sempurnanya sekresi hormonal pada portal hipotalamus. Sedangkan pada usia 15-17 tahun para remaja putri rata-rata sudah mengalami

dysmenorrhea dan terjadi peningkatan yang signifikan pada usia 17 tahun. hal ini disebabkan karena adanya respon folikel dalam ovarium dan fungsi uterus mulai normal. Semakin bertembahnya usia semakin meningkat juga

dysmenorrhea yang dialami hal ini disebabkan karena secara hormonal sudah mulai matang dan sistem reproduksi remaja tersebut mulai mencapai kesempurnaan (Suliawati 2013).

2) Nyeri terasa seperti kejang uterus 3) Tidak terjadi keadaan patologi pelvik 4) Terjadi 2-3 tahun setelah menarche

5) Dapat hilang jika diberikan pengobatan medikamentosa 6) Disertai nausea, muntah, diare, mual, kelelahan, pusing 7) Pemeriksaan pelvik normal

2. Dysmenorrhea Sekunder 1) Usia lebih tua

Pada usia tua atau dewasa sekitar 25-29 tahun cenderung sering mengalami

dysmenorrhea sekunder hal ini disebakan sebagain dari mereka telah menikah dan sebagian menggunakan KB (Keluarga Berencana) dan yang digunakan adalah KB dalam bentuk AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) (Suliawati 2013).

2) Cenderung terjadi setelah 2 tahun siklus haid teratur 3) Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul

4) Berhubungan dengan kelalinan pelvik 5) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi

2.2.6 Patofisiologi Dysmenorrhea

Hormon yang terlibat dalam dysmenorrhea adalah hormon prostaglandin. Pada prostaglandin, korpus luteum mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini menyebabkan penurunan kadar progesterone dan mengakibatkan labilisasi membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim tersebut akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan menghasilkan prostaglandin F2 alfa (PGF2a) pada fase luteal dan haid kemudian akan disekresi. PGF2a merupakan oksitosin yang kuat dan memiliki efek vasokonstriksi yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri seperti dysmenorrhea. Pelepasan PGF2a

yang berlebihan akan meningkatkan frekuensi kontraksi uterus yang berhubungan dengan penurunan aliran darah endometrium dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus. Hal tersebut akan mengakibatkan iskemia dan kram abdomen bagian bawah yang sifatnya siklik. Respon iskemik pada PGF2a antara lain nyeri punggung, pengeluaran keringat, kelemahan, gangguan pada saluran cerna seperti: anoreksia, mual, muntah, dan diare, juga pada sistem syaraf pusat yang menimbulkan gejala seperti: pusing, sinkop, dan juga bisa membuat kosentrasi menjadi buruk (Bobak et al.

Gambar 2.1Mekanisme yang berpengaruh dalam memicu nyeri dysmenorrhea.

Dysmenorrhea yang terjadi pada remaja biasanya sering disebut dengan

dysmenorrhea primer. Hal ini dikarenakan tidak adanya kelainan atau penyakit penyerta yang mendasari terjadinya nyeri. Hal ini juga masih dikatakan normal karena dalam siklus haid terdapat fase dimana terjadi ketegangan pada mulut rahim oleh karena itu terjadilah dysmenorrhea. Selain disebabkan adanya ketegangan pada mulut rahim dysmenorrhea primer juga terjadi akibat rangsangan hormon prostaglandin seperti yang dijelaskan sebelumnya sehingga mempengaruhi kontraksi pada rahim. Sedangkan untuk dysmenorrhea sekunder terjadi jika terdapat kelainan atau penyakit penyerta pada rahim dan disebabkan penggunaan KB. KB juga dapat menimbulkan

dysmenorrhea namun jika yang digunakan KB hormonal cenderung tidak merasakan

dysmenorrhea karena KB ini bersifat hormonal dan mempunyai manfaat meminimalisir terjadinya dysmenorrhea dengan cara menekan terjadinya ovulasi. Jika KB yang digunakan dalam bentuk AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) dapat mengalami dysmenorrhea dan sering dinamakan dysmenorrhea sekunder dikarenakan mineral yang terkandung dalam KB tersebut dapat meningkatkan sekresi

prostaglandin. Cara kerja dari AKDR sendiri juga membuat radang steril di dalam uterus dikarenakan deposisi garam kalsium pada AKDR dapat menghasilkan sebuah struktur yang iritatif bagi endometrium. Dysmenorrhea sekunder juga dapat terjadi pada remaja sehingga perlu adanya kewaspadaan terhadap dysmenorrhea yang dialaminya dan perlu adanya penanganan supaya tidak terjadi hal yang merugikan remaja putri tersebut (Suliawati 2013).

2.2.7 Faktor Resiko Dysmenorrhea

Pada saat dysmenorrhea terdapat beberapa faktor resiko menurut Proverawati dan Misaroh (2009) antara lain:

1. Menarche dini (Haid pertama pada usia kurang dari 12 tahun) 2. Remaja 1-2 tahun setelah haid pertama

3. Perempuan yang belum pernah melahirkan anak (Nulliparity)

4. Darah haid banyak 5. Merokok

6. Adanya riwayat nyeri haid pada keluarga

Sedangkan menurut French (2005) faktor resiko pada dysmenorrhea, yaitu: 1. Menarche yang terlalu dini

2. Usia dibawah 25 tahun

3. Periode haid yang terlalu panjang

4. Darah beku (stolsel) banyak yang keluar saat haid 5. Merokok

6. Konsumsi alkohol 7. Stress

2.2.8 Dampak Dysmenorrhea

Menurut Devi (2013), dampak dari dysmenorrhea jika mengalamo dan tidak ditangani adalah:

1. Retograde menstruasi (siklus mestruasi berjalan mundur)

Hal ini lebih sering terjadi pada dysmenorrhea sekunder dikarenakan hal ini menjadi penyebab endometriosis. Endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat haid mengalir kembali melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Selanjunya sel-sel terebut menghasilkan estrogen yang kemudian diubah menjadi prostaglandin. Prostaglandin tersebut menyebabkan nyeri terutama dysmenorrhea. Walaupun demikian tidak setiap perempuan yang mengalami retrogade menstruasi akan menderita endometrioasis (Sakti & Hardianto, 2013).

2. Infetilitas (kemandulan) 3. Kista pecah

4. Perforasi rahim 5. Infeksi pada rahim 6. Konflik emosional 7. Ketegangan

8. Kegelisahan dan kecemasan.

Sedangkan menurut (Nguyen et al., 2015) dampak yang dapat terjadi, yaitu: 1. Nyeri pada daerah pinggul

2. Dampak terhadap sekolah (absen sekolah) 3. Dampak terhahap kegiatan fisik

4. Dampak terhadap kegiatan sosial dan rekreasi 5. Dampak pada kualitas tidur

2.2.9 Penanganan Dysmenorrhea

Pada dysmenorrhea menurut Wylio (2011) dapat ditangani dengan dua cara, yaitu: 1. Farmakologis

Pada penanganan dengan farmakologis biasanya dilakukan pada derajat

dysmenorrhea sedang (skala nyeri 5-6) dan derajat dysmenorrhea berat (skala nyeri 7-10). Tindakan tersebut adalah dengan:

1) Obat anti inflamasi

Penanganan yang dilakukan biasanya dengan obat anti inflamasi atau disebut NSAID (Non Steroid Anti-Inflamation Drug), contohnya yaitu ibuprofen, naproxen, dan aspirin. Obat tersebut bekerja dengan cara menghentikan prostaglandin. Merek obat sejenis NSAID yang lain contohnya paracetamol juga sudah banyak beredar di apotek dan toko obat sehingga dapat dibeli secara bebas.

2. Non Farmakologis

Penanganan dengan non farmakologis biasanya dilakukan pada derajat

dysmenorrhea ringan (skala nyeri 1-4), namun pada derajat ini juga dapat menggunakan obat sebagai solusi untuk mengurangi dysmenorrhea. Tindakan non farmakologis antara lain:

1) Menempelkan air hangat dibagian bawah abdomen (di bawah pusar).

Rasa hangat yang diberikan akan memberikan efek yang jauh lebih nyaman. 2) Meletakkan kaki lebih tinggi dari jantung dan perut saat berbaring.

Pada cara ini dengan meletakkan bantal di bawah lutut dengan diikuti menarik nafas panjang lalu hembuskan perlahan, hal ini dapat merelaksasi perut.

3) Pijat perut bagian bawah dengan cara memijat melingkar, pelan dan tidak keras.

Pijatan pada perut dapat mengurangi ketegangan otot yang ditimbulkan oleh reaksi hormonal dalm rahim.

4) Minum-minuman hangat. 5) Mandi air hangat.

6) Berolahraga.

Berolahraga ringan seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda sebelum haid datang dan saat haid sangat penting dilakukan untuk melancarkan aliran darah pada otot sekitar rahim, sehingga berolahraga dapat mengurangi nyeri saat terjadi.

Menurut Ningsih (2011) dalam penelitiannya ada 6 gerakan yang dapat menurunkan intensitas nyeri haid atau dysmenorrhea. Gerakan yang dilakukan adalah abdominal stretching exercise yang dilakukan selama 10 menit, antara lain:

(1) Cat Stretch

Posisi awal: tangan dan lutut di lantai, tangan di bawah bahu, lutut di bawah pinggul, kaki relaks, mata menatap lantai.

a. Punggung dilengkungkan, perut digerakkan ke arah lantai senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan mata melihat lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

b. Kemudian punggung digerakkan ke atas dan kepala menunduk ke lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

c. Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (2) Lower Trunk Rotation

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai, kedua lengan dibentangkan keluar.

a. Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.

b. Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi awal.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (3) Buttock/Hip Stretch

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk.

a. Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri diatas lutut.

b. Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada senyaman mungkin.

Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi awal, dan relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (4) Abdominal Strengthening: Curl Up

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut di tekuk, kaki di lantai, tangan di bawah kepala.

a. Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke arah langit-langit. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.

b. Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

c. Lengkungan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (5) Lower Abdominal Strengthening

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a. Letakkan bola antara tumit dan pantat. Ratakan punggung bawah ke lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

b. Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik tumit dan bola, kencangkan otot pantat. Jangan melengkungkan punggung.

(6) The Bridge Position

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku di lantai, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a. Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

b. Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis lurus dari lutut ke dada. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian perlahan ke posisi awal dan relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. 7)Manajemen Terapi

Remaja putri ketika mengalami dysmenorrhea dapat melakukan beberapa penanganan seperti minum obat atau penanganan alternatif yang ada untuk meredakan nyeri yang dirasakan. Jika penanganan sudah dilakukan namun nyeri tidak segera mereda bahkan sakit yang dirasakan sangat menyiksa luar biasa dan mungkin disertai pingsan, pendarahan yang berlebih, periode haid lebih lama dari biasanya, juga disertai demam harus segera memeriksakan ke dokter agar memperoleh penanganan yang seharusnya (Manuaba 2001).

Dokumen terkait