• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH METODE CERAMAH DAN METODE BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI KELAS XII DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SURABAYA PENELITIAN QUASI-EXPERIMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH METODE CERAMAH DAN METODE BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI KELAS XII DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SURABAYA PENELITIAN QUASI-EXPERIMENTAL"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH METODE CERAMAH DAN METODE BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI KELAS XII DI

MADRASAH ALIYAH NEGERI SURABAYA

PENELITIAN QUASI-EXPERIMENTAL

Oleh:

Safira Ainun

131311133129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH METODE CERAMAH DAN METODE BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI KELAS XII DI

MADRASAH ALIYAH NEGERI SURABAYA

PENELITIAN QUASI-EXPERIMENTAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR

Oleh:

Safira Ainun

131311133129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(3)
(4)

jjj jjj jjj jjLem bar

(5)
(6)
(7)

MOTTO

“ BERDO’A DAN BERJUANGLAH SEKERAS MUNGKIN KARENA

TIDAK ADA PERJUANGAN YANG SIA-SIA, ALLAH SELALU

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikanskripsi dengan judul “PENGARUH

METODE CERAMAH DAN BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI KELAS XII DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Allah S.W.T dalam perlindungan-Nya dan kekuasaan-Nya telah membuat penulis berada saat ini dan memperlancar segalanya.

2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Pendidikan Ners

3. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.

4. Ibu Tiyas Kusumaningrum, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu, membimbing, sabar mengahadapi penulis dan memberikan motivasi yang sangat membangun dan bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Rr. Dian Tristiana, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing kedua yang telah sabar dan selalu memberikan dorongan, bimbingan, arahan, serta saran-saran yang bermanfaat mulai dari penyusunan proposal hingga pembuatan skripsi ini.

6. Ibu Retnayu Pradanie, S.Kep.Ns., M.Kep. dan Ibu Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen penguji proposal dan skripsi.

(9)

8. Adik (Ilham Muhammad) yang selalu memberikan motivasi, dan memberikan dukungan moril serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Drs. H. Fathorrakhman, M.Pd, selaku Kepala Sekolah MAN Surabaya yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

10. Ibu Ulumiah, selaku guru BK MAN Surabaya yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian sehingga penelitian dapat selesai tepat waktu.

11. Semua responden yang telah bersedia untuk berpartisipasi aktif dalam penelitian ini

12. Mas Ilham Komarudin, yang telah banyak memberikan semangat dan support

yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman No Gadget yang selalu membantu di setiap keadaan baik suka maupun duka, Pipit, Devi, Maulida. Terima kasih atas dukungannya. Aku sayang kalian.

14. Teman-teman KKN ku (Lily, Habib, Nunik, Ganang, Putri, Devisya, Triadna, Amel) dan juga temanku Jebolan Garuda 3 Panitia Amerta (Andre, Mitha, Mbak Azmi), terimakasih atas dukungan dan doa kalian yang selalu menemaniku. 15. Teman-teman lain yang telah membantu baik saat penelitian, mengajari dalam

proses skripsi dan support selalu dalam pengerjaan skripsi, Fani L, Tita, Riskya, Lisa, Eva, Ragil, Ninis, Febyana, Yusika, Alfina sehingga skripsi ini dapat selesai sesuai dengan harapan.

16. Teman-teman mahasiswa angkatan 2013 yang dari awal telah membantu dan memberikan support kepada penulis

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah membantu, mendukung dan memberikan doa pada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadari bahwa skripsi tidak sempurna, tetapi semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

(10)

RINGKASAN

PENGARUH METODE CERAMAH DAN BRAINSTORMING (CEBRA) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENANGANAN

DYSMENORRHEA PADA REMAJA

Penelitian Kuasi Eksperiment

By : Safira Ainun

Pendahuluan: Dysmenorrhea saat ini telah banyak dilaporkan sebagai keluhan ginekologis umum. Masalah dalam penelitian ini adalahpengetahuan mereka dalam penanganan dysmenorrhea masih belum cukupsehingga sebagian dari mereka sikap untuk memanejemen nyeri juga belum benar. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea pada remaja putri. Metode: Metode penelitian menggunakan rancangan kuasi eksperimental. Populasinya adalah siswi kelas XII. Pengambilan sampel secara purposive sampling. Besar sampel dalam penelitian ini 74remaja putri, dengan 37 responden untuk kelompok perlakuan dan 37 reponden untuk kelompok kontrol. Data diambil menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank dan uji Mann Whitney. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji statistik Wilcoxon Signed Rank diperoleh pada pengetahuan dan sikap nilai p = 0,000 untukkelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Uji statistik Mann Whitney pada pengetahuan dan sikap untuk kelompok perlakuan dan kontrol juga diperoleh nilai signifikan p = 0,000 pada post test.Diskusi: Metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) secara signifikan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap remaja putripada penanganan dysmenorrhea di Madrasah Aliyah Negeri Surabaya. Studi tersebut menyarankan agar metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) dapat dijadikan sebagai salah satu sarana pendidikan kesehatan untuk merubah perilaku kesehatan menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan tindakan remaja putri untuk menangani dysmenorrhea.

Kata kunci: Metode ceramah dan brainstorming (CEBRA), Pengetahuan, Sikap,

(11)

ABSTRACT

THE EFFECT OF LECTURE AND BRAINSTORMING METHOD (CEBRA) ON LEVEL OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE ON HANDLED

DYSMENORRHEA IN ADOLESCENT GIRLS

A Quasy-Experimental Research

By: Safira Ainun

Introduction: Dysmenorrhea is now widely reported as a common gynecological complaint. Knowledge and attitude on the management of dysmenorrhea was not adequate. The aim of this study was to analyze the effect of a lecture and a brainstorming method (CEBRA) to the level of knowledge and attitude on handled dysmenorrhea in adolescent girls. Methods: This study used a quasi-experimental design. The population in this study was adolescent girl students at XII grade. Samples were taken using purposive sampling. The samples were 74 adolescent girls, with 37 respondents for the treatment group and 37 respondents for the control group. The data was collected using a questionnaire and analyzed using the Wilcoxon Signed Rank test and Mann Whitney test. Results: The results showed that the statistical Wilcoxon Signed Rank test was obtained on the knowledge and attitudes with the value of p = 0.000 for the treatment group and the control group. Mann Whitney statistical test on the knowledge and attitudes on treatment and control groups was also obtained significant value p = 0.000 at the post test. Discussion: The lecture method and brainstorming method (CEBRA) both significantly affect the level of knowledge and attitudes of adolescent girls on dysmenorrhea treatment in Madrasah Aliyah Negeri Surabaya. The study suggest that lecture and brainstorming methods

(CEBRA) can be used as one means of health education in order to change for the better health behavior and can increase the actions of adolescent girls to handled dysmenorrhea.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

2.5 Konsep Pendidikan Kesehatan ... 42

2.5.1 Pengertian Pendidikan Keshatan ... 42

(13)

2.5.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan... 42

2.5.4 Metode Pendidikan Kesehatan ... 43

2.5.5 Metode CEBRA ( Ceramah dan Brainstorming) ... 45

2.6 Keaslian Penulisan ... 49

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 55

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 55

3.2 Hipotesis Penelitian... 57

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 58

4.1 Desain Penelitian ... 58

4.2 Populasi, Sampel dan Sampling ... 59

4.2.1 Populasi ... 59

4.2.2 Sampel ... 59

4.2.3 Teknik pengambilan sampel (sampling)... 60

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 61

4.3.1 Variabel Penelitian ... 61

4.3.2 Definisi Operasional ... 61

4.4 Instrumen Penelitian ... 63

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 66

4.6 Teknik Pengumpulan Data ... 66

4.7 Analisis Data... 70

4.8 Kerangka Kerja Penelitian ... 72

4.9 Etika Penelitian ... 73

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 75

5.1 Hasil Penelitian ... 75

5.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian ... 75

5.1.2 Data demografi penelitian ... 77

5.1.3 Pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap pengetahuan responden dalam penanganan dysmenorrhea ... 80

5.1.4 Pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap sikap responden dalam penanganan dysmenorrhea ... 82

5.2 Pembahasan ... 83

5.2.1 Pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap pengetahuan remaja putri kelas XII dalam penanganan dysmenorrhea ... 83

5.2.2 Pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap sikap remaja putri kelas XII dalam penanganan dysmenorrhea ... 88

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1 Kesimpulan ... 94

6.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA... 96

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme yang berpengaruh dalam memicu nyeri dysmenorrhea. ... 18 Gambar 2.2 PRECEDE PROCEED Model Green (1991) ... 40 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual menganalisis pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keyword Development 49

Tabel 2.2Keaslian Penulisan 51

Tabel 4. 1 Rancangan penelitian. ... 58

(16)

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

% = Persen

≤ = Kurang dari

≥ = Lebih dari

CEBRA = Ceramah dan Brainstorming

CBD = Ceramah, Brainstorming, dan Demonstrasi

WHO = World Health Organization

PIK-KRR = Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja

NSAID = Non Steroid Anti-Inflamation Drug

UKS = Unit Kesehatan Sekolah

PMR = Palang Merah Remaja

SKI = Sie Kerohanian Islam

FSH = Follice Stimulating Hormone

LH = Luteinizing Hormone

KB = Keluarga Berencana

AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

PGF2A = Prostaglandin F2 Alfa

BKKBN = Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BK = Bimbingan Konseling

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Awal ... 101

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 102

Lampiran 3 Surat Kelulusan Etik ... 103

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Penelitian Metode Ceramah ... 104

Lampiran 5 Lembar Penjelasan Penelitian Metode CEBRA ... 107

Lampiran 6 Informed Consent ... 110

Lampiran 7 Kuesioner PenelitianDemografi ... 111

Lampiran 8 Kuesioner Pengetahuan dan Sikap ... 113

Lampiran 9 Kunci Jawaban Kuesioner ... 117

Lampiran 10 Standar Operasional Prosedur Ceramah ... 118

Lampiran 11 Standar Operasional Prosedur Brainstorming ... 119

Lampiran 12 Satuan Acara Penyuluhan I ... 121

Lampiran 13 Satuan Acara Penyuluhan II ... 124

Lampiran 14 Materi Penyuluhan ... 127

Lampiran 15 Kasus ... 145

Lampiran 16 Tabulasi Data Umum Responden ... 147

Lampiran 17 Tabulasi Pre-Post Kelompok Perlakuan Pengetahuan dan Sikap ... 151

Lampiran 18 Tabulasi Pre-Post Kelompok Kontrol Pengetahuan dan Sikap ... 158

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization) (2009) remaja saat ini maasih kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi sehingga para remaja saat ini cukup memprihatinkan terhadap kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Dysmenorrhea merupakan salah satu masalah yang dialami remaja putri saat haid yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari (Ningsih 2011). Penanganan dysmenorrhea pada remaja saat ini dinilai masih belum benar dan terkadang mereka lebih sering membiarkan rasa sakit yang mereka alami. Kemampuan atau sikap seseorang dalam memanejemen nyeri haid juga didasari oleh pengetahuan yang mereka miliki tentang kondisi tersebut. Jika pengetahuan yang mereka miliki kurang sikap yang mereka lakukan terhadap nyeri yang dialami juga belum benar. Sebagian besar remaja putri tidak mengetahui penyebab nyeri yang dialamisehingga dengan pengetahuan yang kurang itulah mayoritas remaja putri mengkonsumsi obat atau minuman yang tidak sesuai untuk mengelola nyeri yang mereka rasakan (Ogunfowokan & Babatunde 2010).

(19)

kombinasi dari ceramah dan brainstorming (CEBRA) (Novitasari 2012). Metode ceramah dan metode brainstorming (CEBRA)memang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti tetapi peneliti sebelumnya menggabungkan dengan metode lain seperti penelitian oleh Habibi (2015) yang menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan brainstorming dan demonstrasi (CBD) terkait perilaku ibu dalam pemberian makanan pemdamping asi pada balita (6-24 bulan). Penelitian lain yang dilakukan Utomo (2015) juga menggunakan metode ceramah dan brainstorming namun terkait tingkat kecemasan pada wanita premenopause. Penelitian tentang pengetahuan dan sikap terhadap dysmenorrhea sudah banyak dilakukan, namun sejauh ini penelitian menggunakan metode pendidikan kesehatan kombinasi dari ceramah dan

brainstorming (CEBRA) yang membuktikan pengaruh metode tersebut terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea pada remaja putri masih belum ada.

Menurut data dari WHO (World Health Organization) didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) perempuan mengalami dysmenorrhea dan 10-15% diantaranya mengalami dysmenorrhea yang berat (Rohmatunidha 2016). Sebuah penelitian pada remaja (12-17 tahun) di Amerika Serikat mengeluh terhadap

dysmenorrhea sebanyak 12% nyeri berat, 37% nyeri sedang, dan 49% nyeri ringan dan juga melaporkan 13-51% perempuan sedikitnya absen satu kali, dan 5-14% berulangkali absen dikarenakanhal ini (Ernawati et al. 2010). Sedangkan di Asia, prevalensi dysmenorrhea primer menunjukan cukup tinggi, yaitu di Negara Taiwan sebesar 75,2% (Diana 2013). Menurut penelitian PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) (2009) data di Indonesia prevalensi

dysmenorrhea sebanyak 72,89% dysmenorrhea primer dan 27,11% dysmenorrhea

(20)

1,07-1,31% (Ningsih 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 31 Maret 2017 di sekolah Madrasah Aliyah Negeri Surabaya dari 10 orang, 7orang diantaranya menjawab bahwa tidak mengetahui penyebab

dysmenorrhea, tidak ada penanganan sama sekali, 2 orang menjawab penyebabnya adalah dinding rahim melupas atau sobek dan penanganan yang dilakukan adalah hanya tidur dan minum obat proris untuk nyeri haid dan kiranti , 1 orang menjawab mengetahui penyebabnya dikarenakan kurang olah raga, untuk penanganannya sebelum dysmenorrhea dirasakan sudah minum obat oskadon terlebih dahulu.

Menurut Suliawati (2013) remaja dengan usia ≥ 15 tahun akan merasakan

dysmenorrhea lebih nyeriterutama pada usia 17 tahun dikarenakan sistem reproduksi dan secara hormonal sudah mulai matang dan sempurna dibandingkan pada usia 15 tahun dan usia menarche (haid pertama kali) yaitu sekitar 12-14 tahun. Sedangkan usia ≥ 17 tahun nyeri akan cenderung menurundan pada usia 25-26 tahun

dysmenorrhea akan terasa kembali lebih menyakitkan ini sering terjadi akibat penggunaan KB non hormonal. Banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa ketika remaja putri usia 15-17 tahun mengalami dysmenorrhea mereka memiliki pengetahuan terhadap penanganan dysmenorrhea masih kurang karena minimnya informasi yang mereka dapatkan. Sehingga terkadang mereka bersikap mengabaikan dan kurang optimal dalam proses penanganannya. Penelitian Sandra et al. (2015), masih ada remaja yang tidak mengetahui cara menangani dysmenorrhea yang dialami, dari total seluruh remaja yaitu 163 di dapat sekitar 7 dari 10 remaja yang mengalami

dysmenorrhea tidak mengetahui cara penanganan dysmenorrhea dan 72% dari seluruh jumlah remaja yang ada hanya menggunakan obat sebagai penanganannya.

(21)

kegiatan olahraga dan kegiatan sosial lainnya (George et al. 2014). Dampak negatif bagi kesehatan seperti menimbulkan rasa nyeri pada bagian perut, mual, muntah, diare, pusing, bahkan pingsan (Rustam 2014). Dampak yang lain adalah Retrograd Menstruasi (haid yang bergerak mundur atau tidak teratur), infertilitas (kemandulan), kista pecah, perforasi rahim dan infeksi. Selain itu juga dapat menimbulkan konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan sehingga terdapat perasaan yang tidak

nyaman (Devi 2013). Menurut Anurogo & Wulandari (2011) apabila tidak segera ditangani dysmenorrhea berakibat syok, penurunan kesadaran (Aryanie 2014). NSAID (Non Steroid Anti-Inflamation Drug) dan pil KB kombinasi sudah menjadi andalan bagi para remaja putri dan wanita untuk mengobati dysmenorrhea tetapi tetap saja tidak efektif karena efek samping yang ditimbulkan, pengobatan lain seperti olahraga, akupuntur, dan yang lain pun juga masih belum menjamin seutuhnya dapat menangani nyeri yang dirasakan namun tidak mengkonsumsi obat jauh lebih baik, supaya tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya dan tidak menjadikan ketergantungan bagi pengonsumsi (Bharthi et al. 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara oleh peneliti di MAN Surabaya juga ditemukan banyak siswi mengalami pingsan yang diakibatkan

dysmenorrheadan pulang ketika kegiatan belajar atau olahraga sedang berlangsung.Pada 10 siswasaat ditanya mengenai penyebab dysmenorrhea yang mereka alami 7 diantaranya menjawab tidak mengetahui penyebabnya, ada yang menjawab karena makan makanan pedas, kecapekan, dan hanya 2 orang yang menjawab berdasarkan informasi yang mereka dapat dari orang tua dan saudara.Mereka juga mengatakan belum pernah adanya penyuluhan kesehatan tentang

(22)

PMR (Palang Merah Remaja) dimana mereka juga tidak memiliki pengalaman yang cukup. Pemahaman dan pengetahuan yang kurang tersebut,mereka cenderung melakukan penanganan dysmenorrhea yang belum benar diantaranya dengan meminum soda atau kiranti sebagai salah satu cara untuk mengatasi dysmenorrhea. Sehingga dengan alasan tersebut perlu adanya pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan dengan metode CEBRA. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan yaitu, metode ceramah yang mana siswi mendapatkan informasi lebih lengkap sedangkan metode brainstorming dimana salah satu kelebihannya adalah membuat individu lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Oleh karena itu dengan kelebihan tersebut peneliti menggunakan metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) yangmemiliki manfaat salah satunya adalah merangsang para siswa lebih aktif dalam menyampaikan gagasan mereka.

(23)

penting dalam mempengaruhi perilaku khususnya penanganan dysmenorrhea (Habibi 2015).

Penanganan nyeri telah dianggap sebagai intervensi yang penting oleh American Pain Society(Ogunfowokan & Babatunde 2010). Metode pendidikan kesehatan yang biasa digunakan adalah metode ceramah tetapi metode ini dalam kenyataanya masih kurang memberikan pengaruh karena cenderung bersifat satu arah dan membosankan. Metode ini akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan metode lain yaitu

brainstorming karena dalam metode ini nantinya para siswi terutama siswi MAN Surabaya lebih mudah menyaring informasi dengan suasana lingkungan yang saling mendukung. Penggunaan metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) membuat remaja mendapatkan informasi yang tepat dan memprosesnya sesuai dengan pola pikir mereka masing-masing dan diharapkan pengetahuan para remaja SMA khususnya, yang telah menuju remaja akhir terhadap penanganan dysmenorrhea

semakin bertambahdan dapat mempengaruhi perubahan perilaku mereka dalam menangani dysmenorrhea menjadi lebih positif. Para remaja dapat mewaspadai terjadinya dysmenorrhea sekunder salah satunya dysmenorrhea yang sertai penyakit endometriosis dan dapat terhindar dari dampak negatif yang akan mereka alami di masa sekarang dan di masa yang akan datang (Habibi 2015).

1.2Rumusan Masalah

(24)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea pada remaja putri kelas XII di Madrasah Aliyah Negeri Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pada remaja putri kelas XII sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

2. Mengidentifikasi sikap terkait penanganan dysmenorrhea yang dilakukan para remajaputri kelas XII sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. 3. Menganalisis pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap

tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea pada remaja putri kelas XII.

1.4Manfaat

1.4.1 Teoritis

1. Memberikan informasi di bidang keperawatan maternitas yang dapat menambah pengetahuan dan sikap tentang penanganan dysmenorrhea pada remaja dan dapat dijadikan landasan pengembangan ilmu keperawatan pada bidang keperawatan komunitas dengan pengembangan metode pembelajaran terutama metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) untuk meningkatkan pengetahuan serta menjadikan sikap lebih positif.

(25)

1.4.2 Praktis

Setelah mengetahui pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea pada remaja putri kelas XII di Madrasah Aliyah Negeri Surabaya, diharapkan:

1. Berguna bagi petugas kesehatan terhadap penggunaan metode CEBRA dalam pemberian pendidikan kesehatan

2. Bagi guru dan staf pengajar dapat memasukkan metode CEBRA sebagai salah satu metode pembelajaran

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Dasar Haid

2.1.1 Pengertian Haid

Haid adalah perdarahan yang terjadi dengan siklus alami yang bertujuan untuk membuat tubuh para perempuan menjadi lebih siap terhadap kehamilan setiap bulan (Anurogo dan Wulandari 2011).

Menurut Kusmiran (2011), haid adalah perdarahan yang terjadi secara alamiah pada setiap perempuan dan terjadi sebagai tanda organ kandungan telah matang. Pada umumnya perempuan mengalami menarche (haid pertama kali) pada usia 12-16 tahun (Kusmiran 2011).

2.1.2 Siklus Haid

Siklus Haid normalnya terjadi 22-35 hari dengan selama 2-7 hari (Kusmiran 2011). Pada siklus haid, ovarium yang menghasilkan hormon estrogen dan

progesterone dan kelenjar hipofisi yang melepaskan hormon Follice Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) bertanggung jawab terhadap perubahan siklus haid (Klossner & Hatfield 2010)

2.2Dysmenorrhea

2.2.1 PengertianDysmenorrhea

(27)

untuk beristirahat atau meninggalkan kegiatan mereka dalam waktu beberapa jam atau bisa dalam waktu berhari-hari (Rohmatunidha 2016).

Dysmenorrhea merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan cukup hebat. Mereka yang mengalami kondisi ini biasanya mengobati dengan mengkonsumsi obat atau pergi ke dokter sehingga mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat (Anurogo dan Wulandari 2011).

2.2.2 Klasifikasi Dysmenorrhea

Dysmenorrhea dapat dibagi menjadi jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi dua yaitu, dysmenorrhea spasmodik dan dysmenorrhea kongestif (Calis 2011).

1. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik dapat dirasakan di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau ketika saat haid. Remaja putri dan wanita dewasa terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita sehingga ia tidak dapat beraktivitas apa pun. Ada di antara mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah para remaja walaupun dijumpai pada wanita yang berusia 40 tahun ke atas. Dysmenorrhea spasmodik dapat berkurang dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak yang tidak mengalami hal seperti itu.

2. Nyeri Kongestif

(28)

atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal dan menyiksa yang berlangsung antara 2 atau 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita

dysmenorrhea kongestif akan merasa lebih baik.

Berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi dua yaitu,dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder.

1) Dysmenorrhea Primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan pada alat- alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus- siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama- sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit- jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid primer. Dinamakan dysmenorrhea

primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali.

(29)

Dysmenorrhea primer sering terjadi lebih dari 50% dan biasanya timbul pada saat remaja, sekitar 2-3 tahun setelah menarche. Penyebab dari rasa nyeri yang timbul akibat adanya kontraksi rahim yang dirangsang oleh hormon prostaglandin. Beberapa faktor yang memperkuat rasa nyeri dysmenorrhea

antara lain kurang berolah raga, stress psikis dan stress sosial, faktor perilaku dan psikologis juga mempengaruhi (Sukarni dan Margareth 2013).

2) Dysmenorrhea Sekunder.

Dysmenorrhea Sekunder adalah nyeri yang dirasakan akibat penyebab atau kelainan yang mendasari seperti kelainan pada kandungan. Nyeri ini lebih banyak terjadi pada perempuan yang berusia lebih dari 25 tahun. Gejala pada nyeri ini hampir serupa dengan nyeri haiddysmenorrhea primer, hanya perbedaannya adalah lama yang rasakan melebihi periode haid dan terkadang juga dapat terjadi pada saat tidak mengalami haid (Sukarni dan Margareth 2013). Menurut Wong et al. (2009) dysmenorrhea sekunder terjadi akibat masalah patologis dan adanya ketidaknyamanan disertai endometriosis, infeksi, adhesi, atau penyakit pelvis lainnya. Dysmenorrhea sekunder rata-rata terjadi pada usia 20-an atau 30-an setelah beberapa tahun lamanya tidak pernah merasakan nyeri dan mestruasi normal (Ningsih 2011).

2.2.3 Derajat Dysmenorrhea

Menurut Manuaba (2010) nyeri yang dirasakan saat haid memiliki kadar yang berbeda-beda. Dysmenorrhea dibagi menjadi tiga tingkat keparahan antara lain: 1. Dysmenorrhea Ringan (skala nyeri 1-4)

Dysmenorrhea yang terjadi hanya beberapa saat atau hanya sebentar dirasakan dan walaupun nyeri dirasakan tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

(30)

Dysmenorrhea ini jika terjadi memerlukan beberapa penanganan salah satunya obat untuk menghilangkan rasa nyeri, setelah itu dapat tetap melanjutkan aktivitas tanpa perlu meninggalkannya.

3. Dysmenorrhea Berat (skala nyeri 7-10)

Dysmenorrhea ini jika terjadi mengharuskan penderita untuk beristirahat dan meninggalkan kegiatannya selama beberapa jam atau terkadang hingga berhari-hari. Dalam merasakan nyeri ini akan disertai nyeri pinggang, rasa tertekan pada daerah perut, sakit kepala, bahkan hingga diare.

2.2.4 Etiologi Dysmenorrhea

Pada dasarnya penyebab dari dysmenorrhea adalah faktor keturunan, psikis, dan lingkungan, namun setealah dilakukan banyak penelitian menunjukan adanya pengaruh hormon dalam tubuh yaitu prostaglandin. Banyak ahli berpendapat, pada keadaan tertentu yaitu dimana hormon prostaglandin berlebihan, maka terjadi kontraksi uterus (rahim) yang hebat. Inilah penyebab terjadinya nyeri yang kuat disebut dysmenorrhea. Tidak hanya kontraksi uterus saja yang di akibatkan prostaglandin yang berlebihan tetapi juga mempengaruhi tingkat aktivitas usu besar hingga menyebabkan sering terjadi sakit kepala, rasa panas dan dingin terutama pada daerah muka, diare, dan mual pada saat dysmenorrhea terjadi (Widjajanto 2005).

Menurut Anurogo dan Wulandari (2011), berikut penyebab dysmenorrhea

berdasarkan klasifikasinya antara lain: 1. Penyebab dysmenorrhea primer

1) Faktor endokrin

(31)

yang berlebihan memasuki peredaan darah maka selain dysmenorrhea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, diare, flushing respon involunter (tak terkontrol) dari system saraf yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa wrna kemerahan atau sensasi panas. Prostaglandin penyebab meningkatnya aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan myometrium dapat menimbulkan tekanan 400 mmHg sehingga juga menimbulkan kontraksi myometrium yang hebat.

2) Faktor kejiwaan atau psikis

Keadaan psikis seperti rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik yang terjadi baik dengan keluarga, teman sebaya maupun lingkungan sekitar, dan imaturitas (belum mencapai kematangan) dapat mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea.

Menurut Prawirohardjo (2005), pada remaja sering kali terjadi rasa emosional yang tidak stabil, terutama jika tentang haid yang mereka alami mereka tidak mendapat informasi yang tepat dan baik kemudian muncul dysmenorrhea.

3) Faktor konstitusi

Faktor ini sangat berhubungan dengan faktor kejiwaan hingga dapat menimbulkan dysmenorrhea seperti anemia dan penyakit menahun.

4) Faktor alergi

Alergi yang dapat terjadi diakibatkan oleh toksin pada haid. Dalam teori mengemukakan hal ini ada hubungannya antara dysmenorrhea dengan urtikaria dan migrain.

2. Penyebab dysmenorrhea sekunder

(32)

2) Adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim)

3) Uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot), terutama mioma submukosum (bentuk mioma uteri)

4) Uterine polpys (tumor jinak di rahim) 5) Adhesions (pelekatan)

6) Penyakit radang panggul kronis 7) Ovarium cysts (kista ovarium) 8) Endometriosis

9) Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul) 10) Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim)

2.2.5 Manifestasi Klinis Dysmenorrhea

Menurut Devi (2012) timbul gejala yang akan dirasakan saat mengalami

dysmenorrhea seoerti nyeri dibagian perut bawah yang nyeri tersebut seperti dicengkram atau diremas-remas dan melilit, sakit kepala yang berdenyut-denyut, mual dan muntah, nyeri punggung pada bagian bawah, diare, hingga mengalami pingsan. Beberapa dari remaja yang mengalami dysmenorrhea merasakannya pada daerah punggung bagian bawah, panggul, pinggang, otot paha hingga betis.

Menurut {Mansjoer dkk (2001) ; Rohmatunidha (2016)}, manifestasi klinis pada dysmenorrhea terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Dysmenorrhea Primer 1) Usia yang masih muda

Remaja putri yang mengalami menarche (haid pertama kali) di usia ≤ 12 tahun

akan mempercepat terjadinya dysmenorrhea karena pada umumnya

(33)

Pada usia menarche inilah sekitar 12-14 tahun remaja putri belum mengalami dysmenorrhea dikarenakan siklus haid yang mereka alami belum teratur dan belum sempurnanya sekresi hormonal pada portal hipotalamus. Sedangkan pada usia 15-17 tahun para remaja putri rata-rata sudah mengalami

dysmenorrhea dan terjadi peningkatan yang signifikan pada usia 17 tahun. hal ini disebabkan karena adanya respon folikel dalam ovarium dan fungsi uterus mulai normal. Semakin bertembahnya usia semakin meningkat juga

dysmenorrhea yang dialami hal ini disebabkan karena secara hormonal sudah mulai matang dan sistem reproduksi remaja tersebut mulai mencapai kesempurnaan (Suliawati 2013).

2) Nyeri terasa seperti kejang uterus 3) Tidak terjadi keadaan patologi pelvik 4) Terjadi 2-3 tahun setelah menarche

5) Dapat hilang jika diberikan pengobatan medikamentosa 6) Disertai nausea, muntah, diare, mual, kelelahan, pusing 7) Pemeriksaan pelvik normal

2. Dysmenorrhea Sekunder 1) Usia lebih tua

Pada usia tua atau dewasa sekitar 25-29 tahun cenderung sering mengalami

dysmenorrhea sekunder hal ini disebakan sebagain dari mereka telah menikah dan sebagian menggunakan KB (Keluarga Berencana) dan yang digunakan adalah KB dalam bentuk AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) (Suliawati 2013).

(34)

4) Berhubungan dengan kelalinan pelvik 5) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi

2.2.6 Patofisiologi Dysmenorrhea

Hormon yang terlibat dalam dysmenorrhea adalah hormon prostaglandin. Pada prostaglandin, korpus luteum mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini menyebabkan penurunan kadar progesterone dan mengakibatkan labilisasi membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim tersebut akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan menghasilkan prostaglandin F2 alfa (PGF2a) pada fase luteal dan haid kemudian akan

disekresi. PGF2a merupakan oksitosin yang kuat dan memiliki efek vasokonstriksi

yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri seperti dysmenorrhea. Pelepasan PGF2a

yang berlebihan akan meningkatkan frekuensi kontraksi uterus yang berhubungan dengan penurunan aliran darah endometrium dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus. Hal tersebut akan mengakibatkan iskemia dan kram abdomen bagian bawah yang sifatnya siklik. Respon iskemik pada PGF2a antara lain nyeri punggung,

pengeluaran keringat, kelemahan, gangguan pada saluran cerna seperti: anoreksia, mual, muntah, dan diare, juga pada sistem syaraf pusat yang menimbulkan gejala seperti: pusing, sinkop, dan juga bisa membuat kosentrasi menjadi buruk (Bobak et al.

(35)

Gambar 2.1Mekanisme yang berpengaruh dalam memicu nyeri dysmenorrhea.

Dysmenorrhea yang terjadi pada remaja biasanya sering disebut dengan

dysmenorrhea primer. Hal ini dikarenakan tidak adanya kelainan atau penyakit penyerta yang mendasari terjadinya nyeri. Hal ini juga masih dikatakan normal karena dalam siklus haid terdapat fase dimana terjadi ketegangan pada mulut rahim oleh karena itu terjadilah dysmenorrhea. Selain disebabkan adanya ketegangan pada mulut rahim dysmenorrhea primer juga terjadi akibat rangsangan hormon prostaglandin seperti yang dijelaskan sebelumnya sehingga mempengaruhi kontraksi pada rahim. Sedangkan untuk dysmenorrhea sekunder terjadi jika terdapat kelainan atau penyakit penyerta pada rahim dan disebabkan penggunaan KB. KB juga dapat menimbulkan

dysmenorrhea namun jika yang digunakan KB hormonal cenderung tidak merasakan

(36)

prostaglandin. Cara kerja dari AKDR sendiri juga membuat radang steril di dalam uterus dikarenakan deposisi garam kalsium pada AKDR dapat menghasilkan sebuah struktur yang iritatif bagi endometrium. Dysmenorrhea sekunder juga dapat terjadi pada remaja sehingga perlu adanya kewaspadaan terhadap dysmenorrhea yang dialaminya dan perlu adanya penanganan supaya tidak terjadi hal yang merugikan remaja putri tersebut (Suliawati 2013).

2.2.7 Faktor Resiko Dysmenorrhea

Pada saat dysmenorrhea terdapat beberapa faktor resiko menurut Proverawati dan Misaroh (2009) antara lain:

1. Menarche dini (Haid pertama pada usia kurang dari 12 tahun) 2. Remaja 1-2 tahun setelah haid pertama

3. Perempuan yang belum pernah melahirkan anak (Nulliparity)

4. Darah haid banyak 5. Merokok

6. Adanya riwayat nyeri haid pada keluarga

Sedangkan menurut French (2005) faktor resiko pada dysmenorrhea, yaitu: 1. Menarche yang terlalu dini

2. Usia dibawah 25 tahun

3. Periode haid yang terlalu panjang

4. Darah beku (stolsel) banyak yang keluar saat haid 5. Merokok

6. Konsumsi alkohol 7. Stress

(37)

2.2.8 Dampak Dysmenorrhea

Menurut Devi (2013), dampak dari dysmenorrhea jika mengalamo dan tidak ditangani adalah:

1. Retograde menstruasi (siklus mestruasi berjalan mundur)

Hal ini lebih sering terjadi pada dysmenorrhea sekunder dikarenakan hal ini menjadi penyebab endometriosis. Endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat haid mengalir kembali melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Selanjunya sel-sel terebut menghasilkan estrogen yang kemudian diubah menjadi prostaglandin. Prostaglandin tersebut menyebabkan nyeri terutama dysmenorrhea. Walaupun demikian tidak setiap perempuan yang mengalami retrogade menstruasi akan menderita endometrioasis (Sakti & Hardianto, 2013).

2. Infetilitas (kemandulan) 3. Kista pecah

4. Perforasi rahim 5. Infeksi pada rahim 6. Konflik emosional 7. Ketegangan

8. Kegelisahan dan kecemasan.

Sedangkan menurut (Nguyen et al., 2015) dampak yang dapat terjadi, yaitu: 1. Nyeri pada daerah pinggul

2. Dampak terhadap sekolah (absen sekolah) 3. Dampak terhahap kegiatan fisik

(38)

2.2.9 Penanganan Dysmenorrhea

Pada dysmenorrhea menurut Wylio (2011) dapat ditangani dengan dua cara, yaitu: 1. Farmakologis

Pada penanganan dengan farmakologis biasanya dilakukan pada derajat

dysmenorrhea sedang (skala nyeri 5-6) dan derajat dysmenorrhea berat (skala nyeri 7-10). Tindakan tersebut adalah dengan:

1) Obat anti inflamasi

Penanganan yang dilakukan biasanya dengan obat anti inflamasi atau disebut NSAID (Non Steroid Anti-Inflamation Drug), contohnya yaitu ibuprofen, naproxen, dan aspirin. Obat tersebut bekerja dengan cara menghentikan prostaglandin. Merek obat sejenis NSAID yang lain contohnya paracetamol juga sudah banyak beredar di apotek dan toko obat sehingga dapat dibeli secara bebas.

2. Non Farmakologis

Penanganan dengan non farmakologis biasanya dilakukan pada derajat

dysmenorrhea ringan (skala nyeri 1-4), namun pada derajat ini juga dapat menggunakan obat sebagai solusi untuk mengurangi dysmenorrhea. Tindakan non farmakologis antara lain:

1) Menempelkan air hangat dibagian bawah abdomen (di bawah pusar).

Rasa hangat yang diberikan akan memberikan efek yang jauh lebih nyaman. 2) Meletakkan kaki lebih tinggi dari jantung dan perut saat berbaring.

Pada cara ini dengan meletakkan bantal di bawah lutut dengan diikuti menarik nafas panjang lalu hembuskan perlahan, hal ini dapat merelaksasi perut.

(39)

Pijatan pada perut dapat mengurangi ketegangan otot yang ditimbulkan oleh reaksi hormonal dalm rahim.

4) Minum-minuman hangat. 5) Mandi air hangat.

6) Berolahraga.

Berolahraga ringan seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda sebelum haid datang dan saat haid sangat penting dilakukan untuk melancarkan aliran darah pada otot sekitar rahim, sehingga berolahraga dapat mengurangi nyeri saat terjadi.

Menurut Ningsih (2011) dalam penelitiannya ada 6 gerakan yang dapat menurunkan intensitas nyeri haid atau dysmenorrhea. Gerakan yang dilakukan adalah abdominal stretching exercise yang dilakukan selama 10 menit, antara lain:

(1) Cat Stretch

Posisi awal: tangan dan lutut di lantai, tangan di bawah bahu, lutut di bawah pinggul, kaki relaks, mata menatap lantai.

(40)

b. Kemudian punggung digerakkan ke atas dan kepala menunduk ke lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

c. Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (2) Lower Trunk Rotation

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai, kedua lengan dibentangkan keluar.

a. Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.

(41)

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (3) Buttock/Hip Stretch

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk.

a. Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri diatas lutut.

b. Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada senyaman mungkin.

Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi awal, dan relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (4) Abdominal Strengthening: Curl Up

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut di tekuk, kaki di lantai, tangan di bawah kepala.

(42)

b. Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

c. Lengkungan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. (5) Lower Abdominal Strengthening

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a. Letakkan bola antara tumit dan pantat. Ratakan punggung bawah ke lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

b. Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik tumit dan bola, kencangkan otot pantat. Jangan melengkungkan punggung.

(43)

(6) The Bridge Position

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku di lantai, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a. Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan pantat.

b. Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis lurus dari lutut ke dada. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian perlahan ke posisi awal dan relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali. 7)Manajemen Terapi

Remaja putri ketika mengalami dysmenorrhea dapat melakukan beberapa penanganan seperti minum obat atau penanganan alternatif yang ada untuk meredakan nyeri yang dirasakan. Jika penanganan sudah dilakukan namun nyeri tidak segera mereda bahkan sakit yang dirasakan sangat menyiksa luar biasa dan mungkin disertai pingsan, pendarahan yang berlebih, periode haid lebih lama dari biasanya, juga disertai demam harus segera memeriksakan ke dokter agar memperoleh penanganan yang seharusnya (Manuaba 2001).

2.3Konsep Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” atau yang biasa disebut

(44)

tidak hanya kematangan fisik tetapi juga kematangan psikologi dan sosial (Kumalasari dan Andhyantoro 2013). Remaja adalah suatu masa kehidupan individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri (Kusmirasn 2011).

Sedangkan menurut Noeprama (2011) masa remaja disebut juga adolescence

merupakan masa peralihan dari pubertas menuju dewasa (11-19 tahun). Pada masa ini terbentuk perasaan identitas individu, pencapaian emansipasi dalam keluarga, dan usaha mendapatkan kepercayaan dari orang tua. Pada masa ini juga remaja matang secara fisiologi untuk psikologik terkadang masih suka berubah-ubah.

2.3.2 Batasan Usia Remaja

Menurut WHO (World Health Organitation) batasan usia pada remaja adalah 10-20 tahun hal tersebut didasari dari segi kesehtan. Dari segi program pelayanan oleh departemen kesehatan ditetapkan usia remaja 10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun (Kumalasari dan Andhyantoro 2013).

2.3.3 Perkembangan Remaja

Menurut Monks (2009), tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap, beserta karateristiknya antara lain:

1. Masa remaja awal (12-15 tahun) 1) Lebih dekat dengan teman sebaya 2) Bebas

3) Lebih banyak memperhatikan tubuhnya 2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

(45)

2) Timbul rasa cinta pada lawan jenis 3) Berkhayal tentang aktivitas seks 3. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

1) Pengungkapan identitas diri 2) Lebih seletif dalam mencari teman 3) Dapat mewujudkan rasa cinta

Sedangkan menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2013) ada beberapa perbendaan pendapat dalam tahap perkembangan remaja antara lain:

1. Masa remaja awal (10-12 tahun) 1) Lebih dekat dengan teman sebaya 2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan tubuhnya 2. Masa remaja pertengahan (13-15 tahun)

1) Mencari identitas diri

2) Timbul keinginan berkencan 3) Mempunyai rasa cinta yang dalam 4) Berkhayal aktivitas seks

3. Masa remaja akhir (16-21 tahun) 1) Pengungkapan identitas diri 2) Lebih selektif mencari teman

3) Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap diri sendiri 4) Dapat mewujudkan rasa cinta

2.4Konsep Perilaku

(46)

tidak dapat dilihat secara langsung. Perilaku yang dilakukan oleh manusia merupakan semua macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungan dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo 2007).

2.4.1 Domain Perilaku

Menurut teori Bloom (1908) yang terdapatpada Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psycomotor). Dalam pendidikan kesehatan teori ini di modifikasi menjadi:

1. Pengetahuan 1) Pengertian

Pengetahuan adalah adalah hasil yang diperoleh dari pengamatan akal. Pengetahuan muncul saat individu menggunakan akal budinya untuk mengenali obyek yang dilihat atau dirasakan. Pengetahuan sendiri berasal dari kata tahu. Sebagaian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo 2012).

2) Domain pengetahuan

Pengetahuan yang terdapat pada domain kognitif terbagi dalam 6 tingkat menurut Notoatmodjo (2012) antara lain:

(1) Tahu (know)

Kemampuan untuk mengingat kembali objek yang telah dipelajari secara spesifik.

(47)

Kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan objek yang telah dipelajari secara benar.

(3) Aplikasi (aplication)

Kemampuan untuk menggunakan sesuatu objek yang telah dipelajari ke dalam kondisi yang nyata.

(4) Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjelaskan suatu objek yang masih berhubungan dengan komponen-komponennya.

(5) Sintetis (synthesis)

Kemampuan untuk membuat bagian-bagian yang sudah ada disatukan dengan bagian yang baru hingga membentuk formulasi yang lebih nyata. (6) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk menilai suatu objek yang dilakukan secara mandiri atau sendiri dengan kriteria yang sudah ada.

3) Faktor pengetahuan

Dalam tingkatan pengetahuan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, hal tersebut telah dijelaskan oleh Novitasari (2012), yaitu:

(1) Umur

Semakin bertambahnya umur seseorang akan semakin bertambah pula pengetahuan yang diperolehnya, namun pada usia lanjut kemampuan penerimaan dan daya ingat terhadap pengetahuan akan berkurang.

(2) Intelegensi (kemampuan berfikir dan belajar)

(48)

intelegensi yang dimiliki masing-masing individu mempengaruhi tingkat pengetahuan.

(3) Lingkungan

Lingkungan merupakn tempat yang memberikan pengaruh pertama bagi individu untuk mempelajari hal-hal baik maupun yang buruk. Sehingga dalam lingkungan individu memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara berfikir mereka.

(4) Sosial budaya

Budaya sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang karena dengan mengetahui atau memperoleh suatu kebudayaan seseorang akan mendapatkan pengalaman untuk belajar sehingga memperoleh suatu pengetahuan.

(5) Pendidikan

Suatu kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan seseorang. Tingkat pendidikan menentukan seseorang dapat memahami pengetahuan yang didapatkannya. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. (6) Informasi

Informasi memberikan pengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang tersebut memiliki tingkat pendidikan rendah tetapi mendapatkan informasi yang cukup baik dapat meningkatkan pengetahuan seseorang tersebut.

(7) Pengalaman

(49)

yang telah didapat untuk menjawab sebuah masalah sehingga mendapatkan pengetahuan yang baru.

4) Kategoori pengetahuan

Sedangkan dalam pengetahuan sesuai dengan Arikunto (2009) mengemukakan bahwa secara kualitas pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau taiga kategori, yaitu:

1) Tingkat pengetahuan baik dengan nilai 76-100% 2) Tingkat pengetahuan cukup dengan nilai 56-75% 3) Tingkat pengetahuan kurang dengan nilai < 55% 2. Sikap (Attitude)

1) Pengertian

Sikap adalah respon individu terhadap stimulus atau objek. Terbentuknya sikap tak luput dari pengaruh penting domain pengetahuan (Notoatmodjo 2010). Sikap sendiri adalah sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek psikologis (Azwar 2005).

2) Komponen sikap

Menurut Azwar (2005) ada tiga komponen yang berpengaruh pada sikap, yaitu (1) Komponen kognitif

Komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, keyakinan, dan hal-hal yang berhubungan dengan cara mempresepsikan diri terhadap objek sikap. (2) Komponen afektif

(50)

akan mengarah pada sikap yang positif sebaliknya jika muncul rasa tidak senang maka akan mengarah pada sikap yang negatif.

(3) Komponen konatif

Pada komponen ini aspek yang muncul adalah kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap seseorang. Kecenderungan berperilaku tersebut akan bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

3) Sifat sikap

Menurut Ulfa (2010) sifat sikap dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Sikap positif

Dalam penanganan dysmenorrhea sikap positif remaja putri yaitu mereka mempunyai niat untuk melakukan penanganan terhadap dysmenorrhea

yang terjadi dan hal yang dilakukan tersebut didasari perasaan rileks dan menerima keadaan tersebut sebagai suatu hal yang fisiologis.

(2) Sikap negatif

Sikap negatif untuk penanganan dysmenorrhea para remaja putri tersebut tidak dapt melakukan aktifitas, emosi stress, tidak mampu merasakan sakit, tidak bisa berkonsentasi, dan lain sebagainya.

4) Ciri-ciri sikap

Menurut Azwar (2005) sikap memiliki beberapa ciri antara lain:

(1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk selama perkembangan hidup.

(2) Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan tertentu.

(51)

(5) Sikap dapat berlangsung lama dan bisa juga berlangsung hanya sebentar. 5) Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang objek yang ditanyakan. Pertanyaan yang diajukan dapat berupa sebuah pendapat dengan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan. Sedangkan untuk pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang tidak langsung juga (Notoatmodjo 2007).

6) Pembentukan Sikap

Proses pembentukan sikap berlangsung secara kognitif terlebi dahulu karena semua sebagai hasil dari penginderaan terhadap pengetahuan yang didapat. Menurut Maulana (2009) ada beberapa cara untuk membentuk dan mengubah sikap individu, yaitu:

(1) Adopsi

Proses pembentukan sikap dengan mengikuti kegiatan yang berulang karena hal tersebut dapt membuat individu menyerap semua apa yang dilakukan sebagai proses mengingatnya selama terus berulang.

(2) Diferensiasi

Proses pembentukan sikap karena usia yang bertambah, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup.

(3) Integrasi

(52)

(4) Trauma

Proses pembentukan sikap yang dapat terjadi akibat dari kejadian tiba-tiba dan mengejutkan karena dapat menimbulkan kesan yang mendalam.

(5) Generalisasi

Proses pembentukan sikap yang berdasarkan pengalaman yang dimiliki individu tersebut.

7) Faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Azwar (2005) sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, individu mempunyai dorongan dan motivasi untuk mengerti dengan pengalamannya terhadap pengetahuan. Sikap seseorang dapat ditunjukan dari pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang terkait.

(2) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat untuk membentuk sebuah sikap. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi didukung oleh faktor emosional.

(3) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada kenyataanya individu memiliki sikap yang cenderung searah dengan orang yang dianggap penting dikarenakan hal ini untuk menghindari konflik dengan orang tersebut.

(4) Pengaruh kebudayaan

(53)

(5) Media massa

Pada berita-berita yang telah disampaikan melalui surat kabar atau radio atau media komunikasi lainnya dipengaruhi oleh sikap penulis atau pengarangnya sehingga hal tersebut juga mempengaruhi sikap konsumennya. Dalam media massa ini juga bisa disebut dengan faktor komunikasi sosial.

(6) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Ajaran moral dan agama sangat menentukan sebuah kepercayaan pada individu sehingga konsep tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk sikap.

(7) Faktor genetik

Dalam mempengaruhi pembentukan sikap kembar identik sangat berpengaruh dalam kemiripan sikap sehingga kemiripan sikap tersebut lebih tinggi daripada kemiripan sikap pada kembar non identik atau orang lain yang tidak memiliki hubungan darah.

(8) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis berkaitan dengan usia seseorang yaitu seseorang dengan usia yang lebih mudah memiliki sikap yang lebih bebas dan berani daripada seseorang yang berusia sudah tua.

3. Tindakan (practice) 1) Pengertian

(54)

2) Tingkatan

Menurut Azwar (2009) terdapat empat tingkatan dalam tindakan, yaitu: (1) Persepsi (perception)

Mengenal terhadp objek sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan. (2) Respon terpimpin (guided respon)

Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan yang dicontohkan.

(3) Mekanisme (mechanism)

Jika seseorang sudah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan dengan benar maka mekanisme yang akan dilakukan sesuai karena sudah menjadi kebiasaan untuk dilakukan.

(4) Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan yang berkembang dengan baik dan benar. 3) Faktor yang mempengaruhi

Menurut Ulfa (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi yaitu: (1) Usia

Semakin memiki umur yang cukup tingkat kemampuan akan lebih matang dalam berfikir dan bertindak.

(2) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam tindakannya untuk memnuhi kebutuhan hidupnya.

(3) Pendapatan

(55)

2.4.2 Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmoodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum individu mempunyai perilaku yang baru, di dalam diri mereka terjadi beberapa proses, antara lain:

1. Awareness (kesadaran)

Individu tersebut mengerti dan menyadari akan suatu objek terlebih dahulu. 2. Interst

Individu mulai tertarik terhadap suatu objek. 3. Evaluation

Berfikir terlebih dahulu baik atau tidaknya objek tersebut bagi dirinya. Hal ini sikap individu tersebut sudah lebih baik.

4. Trial

Perilaku baru tersebut sudah mulai dicoba oleh individu tersebut. 5. Adoption

Individu tersebut sudah berperilaku yang baru sesuai dengan pengetahuan, sikap positif, dan kesadaran terhadap objek yang berpengaruh terhadap individu atau juga bisa disebut stimulus.

Penelitian yang dilakukan Rogers selanjutnya mengatakan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui proses-proses diatas. Hanya saja jika perubahan perilaku tersebut melewati proses tersebut akan bersifat tahan lama namun sebaliknya jika tiidak didasari proses tersebut akan tidak berlangsung lama.

2.4.3 Perilaku Kesehatan

(56)

pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Klasifikasi perilaku kesehatan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

Perilaku untuk menjaga kesehatan supaya tidak jatuh sakit dan usaha untuk melakukan penyembuhan jika mengalami sakit.

2. Perilaku penggunaan sistem pelayanan kesehatan (Health seeking behaviour) Perilaku atau upaya yang dilakukan seseorang yang sedang menderita penyakit atau mengalami kecelakaan.

3. Peilaku kesehatan lingkungan

Respon seseorang terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial dan budaya sehingga tidak mempengaruhi kesehatannya.

2.4.4 Perilaku berdasarkan teori Lawrence Green

(57)

PRECEDE

Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta cara mengubah, memelihara dan meningkatkan perilaku tersebut kearah yang lebih positif. Proses pengkajian pada tahap PRECEDE dan proses penindaklanjutan pada tahap PROCEED. Dalam memperbaiki perilaku kesehetan dijelaskan dalam empat proses menurut Green (1991), sebagai berikut: 1. Kualitas hidup

(58)

2. Derajat kesehatan

Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan dan hal ini dapat menggambarkan masalah kesehatan yang sedang dialami.

3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis, dan sosial budaya yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi derajat kesehatan.

4. Faktor perilaku

Faktor yang timbul karena adanya aksi dan reaksi seseorang terhadap lingkunganya.

Menurut Green (1991) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu:

1. Faktor pencetus (predisposing factor)

Faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu berperilaku dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor ini terdiri dari lingkungan fisik, tersedia atau tidak fasilitas-fasilitas kesehatan.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor)

(59)

2.5Konsep Pendidikan Kesehatan

2.5.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan akan menjadi pendidikan yang efektif jika dilakukan pada masyarakat yang membutuhkan solusi dari permasalahan kesehatan. Pendidikan sendiri adalah upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi individu, kelompok, bahkan masyarakat yang pada akhirnya mereka dapat melakukan apa yang telah diberikan oleh pendidik dengan harapan meningkatkan kesehatan dengan perubahan perilaku, pembinaan perilaku, dan pengembangan perilaku (Notoatmodjo 2007).

Pendidikan kesehatan merupakan perubahan perilaku yang terjadi secara terencana pada individu, kelompok dan masyarakat melalui proses pembelajaran sehingga kemampuan hidup sehat dapat mencapai peningkatan (Habibi 2015).

2.5.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), tujuan dari pendidikan kesehatan adalah:

1. Menjadikan kesehatan sebagai hal yang bernilai bagi masyarakat dengan didukung oleh keyakinan, sikap, pengetahuan, dan sebagainya untuk terjadinya perubahan perilaku (faktor predisposisi)

2. Membantu individu umtuk dapat mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk hidup sehat secara mandiri maupun berkelompok atau perilaku yang terlaksana dan terwujud dalam sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, dan petugas kesehatan (faktor yang memperkuat)

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana dan prasarana kesehatan yang telah ada (faktor pendukung).

2.5.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan

(60)

1. Masyarakat umum terutama pada masyarakat pedesaan

2. Masyarakat dalam kelompok tertentu seperti kelompok pemuda, kelompok lembaga pendidikan, dan sebagainya

3. Sasaran individu.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007), sasaran untuk pendidikan kesehatan adalah individu atau masyarakat yang sehat maupun yang sedang sakit. Sasaran ini tergantung dari tingkat dan tujuan penyuluhan diberikan. Lingkungan pendidikan kesehatan yang ada dimasyarakat dapat dilakukan melalui berbagai organisasi yang ada dimasyarakat (Notoatmodjo 2007).

2.5.4 Metode Pendidikan Kesehatan

Notoatmodjo (2007) mengemukakan metode pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor untuk tercapainya suatu penyuluhan. Terdapat tiga jenis metode tersebut antara lain:

1. Metode Individual (perorangan) 1) Bimbingan dan penyuluhan

Cara ini membuat klien dengan petugas kesehatan lebih dekat dan intensif sehingga masalah yang sedang dihadapi klien dapat dibantu dan juga klien dengan sukarela menerima perilaku tersebut.

2) Wawancara

Cara ini merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan dimana petugas kesehatan menggali informasi pada klien.

2. Metode Kelompok 1) Kelompok Besar

(61)

Ceramah adalah metode yang digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, dan informasi baru terhadap sasaran yang sudah direncanakan (Dermawan 2008).

(2) Seminar

Metode dengan kombinasi antara ceramah dan diskusi sehingga terjadi interaksi yang lebih banyak pada kelompok sasaran. Pada dasarnya jumlah sasaran lebih sedikit sekitar 2-20 orang hal tersebut dilakukan agar terjadi interaksi yang lebih banyak antara pimpinan seminar dengan sasaran (Novitasari 2012).

2) Kelompok Kecil (1) Diskusi Kelompok

Metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara dua arah yang bertujuan untuk memecahkan masalah dalam bentuk pertanyaan maupun dalam belum pernyataan

(2) Curah Pendapat (Brainstorming)

Metode ini merupakan modifikasi diskusi kelompok dengan pemimpin kelompok memberikan suatu pertanyaan dan peserta memberi tanggapan. (3) Bola Salju (Snow Ball)

Dalam metode ini kelompok dibagi menjadi berpasang-pasangan (1 pasang terdiri dari 2 orang) lalu diberikan sebuah pertanyaan dan setelah kurang lebih 5 menit tiap pasangan bergabung menjadi satu, mendiskusikan bersama dan mencari kesimpulannya.

(4) Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)

(62)

masing-masing kelompok mendiskusikan dan mencari kesimpulan. Pada metode ini tiap kelompok kecil tidak ada pemimpin diskusi hanya yang bertugas menyampaikan kesimpulan lalu hasil kesimpulan tadi disampaikan pada kelompok besar.

(5) Bermain Peran (Role Play)

Metode ini dilakukan dengan cara memerankan suatu pengalaman dengan meniru suatu perilaku.

(6) Simulasi

Metode ini merupakan kombinasi antara role play dengan diskusi kelompok. 3. Metode Masa

1) Ceramah Umum (Public Speaking)

Metode ini dikakukan pada hari-hari tertentu atau hari-hari penting contoh Haro Kesehatan Nasional.

2) Pidato

Metode dalam bentuk promosi kesehatan masa yang dilakukan dalam media elektronik baik TV maupun radio

2.5.5 Metode CEBRA ( Ceramah dan Brainstorming)

2.5.5.1Metode Ceramah

Metode ini merupakan metode yang sudah sering dilakukan dan sudah sangat lama digunakan dalam pendidikan. Metode ini memiliki tujuan penting yaitu memberikan informasi terbaru tentang suatu persoalan. Metode ini bersifat satu arah karena itulah terkadang membosankan hingga dalam pelaksanaannya perlu ketrampilan khusus agar dapat menarik perhatian para sasaran (Anas 2014).

Gambar

Gambar 2.1Mekanisme yang berpengaruh dalam memicu nyeri dysmenorrhea.
Tabel 2.1 Keyword Development Pengaruh Metode Ceramah Dan Metode
Tabel 2.2 Keaslian Penulisan Pengaruh Metode Ceramah Dan Metode Brainstorming (CEBRA) Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Penanganan Dysmenorrhea Pada Remaja Putri Kelas XII Di Madrasah Aliyah Negeri Surabaya
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual menganalisis pengaruh metode ceramah dan brainstorming (CEBRA) terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan dysmenorrhea menggunakan teori Perilaku Kesehatan Green (Green 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait