PENGOBATTAN AN KO-INFEK KO-INFEKSI TB-HIV SI TB-HIV
C. EFEK SAMPING DAN EFEK SAMPING DAN INTERAKS INTERAKSI OBA I OBAT ( T (OA OAT D T DAN ARV) AN ARV) 1
1. Mengenal Mengenal dan dan Menangani Menangani Efek Efek Samping Samping OAOATT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan TB tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu, pemantuan kemungkinan terjadinya efek-samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Petugas kesehatan dapat mengenal efek samping obat melalui:
Penjelasan kepada pasien gejala efek samping sehingga pasien dapat segera melapor bila terjadi
•
efek samping OAT.
Melihat dan menanyakan terdapatnya tanda dan gejala efek samping pada waktu pasien
•
mengambil OAT. 2.
2. Efek Efek samping samping OAOATT Efek samping ringan Efek samping ringan
• yaitu efek samping yang menyebabkan perasaan tidak nyaman. Gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat simptomatik atau obat sederhana tetapi kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT diteruskan. Efek samping berat
Efek samping berat
• yaitu efek samping yang dapat mengancam jiwa pasien sampai fatal. Pada pasien dengan efek samping berat, pemberian OAT harus dihentikan.
Tabel di bawah ini menjelaskan tatalaksana efek samping dengan pendekatan gejala untuk pasien TB yangtidak tidak dalam pengobatan ARV.
Tabel 19. Tatalaksana efek samping ringan untuk pasien TB Tabel 19. Tatalaksana efek samping ringan untuk pasien TB
yang tidak dalam
yang tidak dalam pengobatan ARVpengobatan ARV
E
Effeek k SSaammppiinngg PPeennyyeebbaabb PPeennaannggaannaann
Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut
INH, Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur, atau sesudah makan
Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin atau parasetamol Kesemutan sampai rasa
terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100mg per hari Warna kemerahan pada air
seni (urine)
Rifampisin Jelaskan ke pasien bahwa itu tidak berbahaya hanya warna dari obat.
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
Tabel 20.
Tabel 20. Tatalaksana efek samping berat untuk pasien Tatalaksana efek samping berat untuk pasien TBTB yang tidak dalam
yang tidak dalam pengobatan ARVpengobatan ARV
E
Effeek k SSaammppiinngg PPeennyyeebbaabb PPeennaannggaannaann
Gatal dan kemerahan kulit*) Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan di bawah *)
Tuli/gangguan pendengaran, Gangguan keseimbangan
Streptomisin Hentikan streptomisin Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang Muntah**) berulang (permulaan
ikterus karena obat)
Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin
Catatan: Catatan:
*) Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan antihistamin sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal tersebut pada sebagian pasien hilang namun pada sebagian pasien terjadi kemerahan kulit. Bila terjadi keadaan seperti ini maka hentikan semua OAT dan tunggu sampai kemerahan kulit hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat maka pasien perlu dirujuk
**) Muntah berulang harus segara dirujuk ke RS spesialistik. Muntah dengan gangguan kesadaran merupakan masalah serius karena itu adalah tanda dari gagal hati (liver failure).
Di Fasyankes rujukan (RS spesialistik) penanganan pasien efek samping obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui maka pemberian kembali OAT harus
•
dengan cara drug challenging yaitu dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat yang merupakan penyebab efek samping tersebut.
Bila jenis obat penyebab efek samping diketahui, misalnya pirasinamid atau etambutol atau
•
streptomisin maka pengobatan TB dapat dilanjutkan tanpa obat tersebut. Lamanya pengobatan perlu diperpanjang untuk menurunkan risiko terjadinya kambuh.
Kadang-kadang, pada pasien terjadi reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap INH atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT utama dalam pengobatan TB jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap INH atau Rifampisin tersebut HIV negatif, dapat dilakukan desensitisasi.
Petunjuk Teknis Ta
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis ta Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIVKo-Infeksi TB-HIV
Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat. Desensitisasi tidak dianjurkan dilakukan di Puskesmas.
Efek samping utama Streptomisin adalah: Efek samping utama Streptomisin adalah:
Kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Kerusakan
•
alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan gejala telinga berdenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Risiko ini lebih meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi, berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai dengan
•
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Hentikan pengobatan dan segera rujuk pasien ke RS spesialistik.
Pada pasien yang menerima pengobatan ko-infeksi TB-HIV, penanganan efek samping obat dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 21. Tatalaksana Efek Samping Obat pada pasien Tabel 21. Tatalaksana Efek Samping Obat pada pasien
dengan pengobatan ko-infeksi TB-HIV dengan pengobatan ko-infeksi TB-HIV
T
Taanndda GGeejjaallaaa / / TTaattaallaakkssaannaa
Anoreksia, mual dan nyeri perut
Telan obat setelah makan. Jika paduan obat ARV mengandung ZDV, jelaskan kepada pasien bahwa gejala ini akan hilang sendiri. Atasikeluhan secara simptomatis.
Tablet INH dapat diberikan malam sebelum tidur.
Makanan yang dianjurkan adalah makanan lunak, porsi kecil dan frekuensinya sering.
Nyeri sendi Beri analgetik, misalnya aspirin atau parasetamol. Rasa kesemutan pada
kaki
Efek ini jeIas dijumpai bila INH diberi bersama ddI atau d4T, substitusi ddl atau d4T sesuai pedoman. Berikan tambahan tablet vitamin B6 (piridoksin) 100 mg per hari. Jika tidak berhasil, gunakan amitriptilin atau rujuk ke RS spesialistik.
Kencing warna kemerahan / oranye
Jelaskan pada pasien bahwa itu adalah warna obat, jadi tidak berbahaya.
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
T
Taanndda GGeejjaallaaa / / TTaattaallaakkssaannaa
Sakit kepala Beri analgetik (misalnya aspirin atau parasetamol). Periksa tanda-tanda meningitis.
Bila dalam pengobatan dengan ZDV atau EFV, jelaskan bahwa ini biasa terjadi dan biasanya hilang sendiri. Berikan EFV pada malam hari. Jika sakit kepala menetap lebih dari 2 minggu atau memburuk, pasien dirujuk.
Diare Beri oralit atau cairan pengganti dan ikuti petunjuk penanganan diare. Yakinkan pada pasien bahwa kalau disebabkan oleh obat ARV itu akan membaik setelah beberapa minggu. Pantau dalam 2 minggu, kalau belum membaik, pasien dirujuk
Kelelahan Pikirkan anemi terutama bila paduan obat mengandung ZDV. Periksa hemoglobin. Kelelahan biasanya berlangsung selama 4 – 6 minggu setelah ZDV dimulai. Jika berat atau berlanjut (lebih dari 4-6 minggu), pasien dirujuk.
Tegang, mimpi-buruk Ini mungkin disebabkan oleh EFV. Lakukan konseling dan dukungan (biasanya efek samping berakhir kurang dari 3 minggu). Rujuk pasien jika depresi berat, usaha bunuh diri atau psikosis. Masa sulit pertama
biasanya dapat diatasi dengan amitriptilin pada malam hari. Kuku kebiruan/
kehitaman
Yakinkan pasien bahwa hal ini biasa terjadi pada pengobatan dengan AZT.
Perubahan dalam distribusi lemak
Diskusikan dengan pasien, apakah dia dapat menerima kenyataan ini, karena hal ini tidak bisa disembuhkan. Ini merupakan salah satu efek samping dari d4T. Oleh sebab itu, jika tidak terjadi efek samping setelah 2 tahun pengobatan d4T, lakukan substitusi d4T dengan TDF Gatal atau ruam kulit Jika menyeluruh atau mengelupas, stop obat TB dan obat ARV dan
pasien dirujuk. Jika dalam pengobatan dengan NVP, periksa dengan teliti: apakah lesi nya kering (kemungkinan alergi) atau basah (kemungkinan Steven Johnson Syndrom). Mintalah pendapat ahli Gangguan
pendengaran/ keseimbangan
Hentikan streptomisin, kalau perlu rujuk ke unit DOTS (TB).
Ikterus Lakukan pemeriksaan fungsi hati, hentikan OAT dan obat ARV. Mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk
Petunjuk Teknis Ta
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis ta Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIVKo-Infeksi TB-HIV
T
Taanndda GGeejjaallaaa / / TTaattaallaakkssaannaa
Ikterus dan nyeri perut
Hentikan OAT dan obat ARV dan periksa fungsi hati (bila tersedia sarana). Mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk. Nyeri perut mungkin karena pankreatitis disebabkan oleh ddI atau d4T. Muntah berulang Periksa penyebab muntah, lakukan pemeriksaan fungsi hati. Kalau
terjadi hepatotoksik, hentikan OAT dan obat ARV, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk.
Penglihatan
berkurang Hentikan etambutol, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk Demam Periksa penyebab demam, mungkin karena efek samping obat, IO atau
infeksi baru atau IRIS/SPI*. Beri parasetamol dan mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk.
Pucat, anemi Ukur kadar hemoglobin dan singkirkan IO. Bila pucat sekali atau kadar Hb sangat rendah (< 8 gr/dL; < 7gr/dL pada ibu hamil), pasien dirujuk (dan stop ZDV/diganti d4T).
Batuk atau kesulitan bernapas
Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
Limfadenopati Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
Catatan: Catatan:
*) SPI adalah singkatan dari Sindroma Pulih Imun (Immune Reconstitution Inflamatory Syndrom = IRIS) Contoh tersering dari manifestasi SPI adalah herpes zoster atau TB, yang segera terjadi setelah
9
dimulai obat ARV
Mintalah pendapat ahli atau rujuk pasien untuk penanganannya.
9
3.
3. Desensitisasi Desensitisasi pengobatan pengobatan TB-HIVTB-HIV
Jarang sekali pasien bereaksi hipersensitif terhadap dua OAT yang terkuat, yaitu INH dan Rifampisin. Kedua obat ini merupakan obat dasar pengobatan jangka pendek. Jika pasien HIV negatif menunjukkan reaksi (tetapi bukan reaksi berat) terhadap isoniazid atau rifampisin maka dapat dilakukan desensitisasi pasien terhadap obat tersebut. Namun, perlu pertimbangan khusus untuk desensitisasi pada pasien TB-HIV karena berisiko tinggi untuk terjadi efek samping serius. Oleh karena itu, desensitisasi harus dilakukan di fasyankes (rawat inap di RS) yang mempunyai fasilitas penanganan gawat darurat.
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
Cara desensitisasi berikut mungkin dapat digunakan. Mulai desensitisasi dengan memberi obat sebesar sepersepuluh dosis normal. Kemudian tingkatkan sepersepuluh dosis setiap hari, sampai mencapai dosis penuh pada hari ke sepuluh. Setelah selesai desensitisasi, berikan obat tersebut sebagai bagian dari paduan pengobatan biasa. Bila mungkin, selama desensitisasi berikan pasien tersebut dua macam OAT yang belum pernah didapatnya. Hal ini untuk mengurangi risiko terjadi resistensi obat selama desensitisasi.