TATALAKSANA KLINISTATALAKSANA KLINIS
C. PENGOBATAN PENGOBATAN TB P TB PADA ADA ANAK TERINFEKSI HIV ANAK TERINFEKSI HIV 1
1. Paduan Paduan obat obat dan dan lama lama pengobatanpengobatan
Tujuan pemberian OAT adalah mengobati pasien dengan efek samping minimal, mencegah transmisi kuman dan mencegah resistensi obat. Saat ini, paduan obat TB pada anak yang terinfeksi HIV yang telah disepakati WHO (2011) adalah INH (H), Rifampisin (R), PZA (Z) dan Etambutol (E) selama fase intensif 2 bulan pertama dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin selama fase lanjutan. Pada TB milier dan meningitis TB diberikan INH, Rifampisin, PZA, Etambutol dan Streptomisin selama fase intensif selanjutnya INH dan Rifampisin selama fase lanjutan.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV (selain TB milier, meningitis TB dan TB tulang) harus diberikan 4 macam obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH sampai minimal 9 bulan.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Pada meningitis TB dan TB milier diberikan RHZES selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH sampai 12 bulan.
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Pada TB tulang diberikan RHZE selama 2 bulan pertama, dilanjutkan RH sampai 12 bulan.
Pasien TB anak yang terinfeksi HIV mempunyai kecenderungan relaps yang lebih besar dibanding anak yang tidak terinfeksi. Untuk mengatasi hal ini maka pengobatan TB anak terinfeksi HIV diberikan lebih lama yaitu minimal 9 bulan sedangkan pada TB milier, meningitis TB dan TB tulang selama 12 bulan. Mortalitas TB pada anak terinfeksi HIV lebih besar dibanding anak yang tidak terinfeksi karena tingginya ko-infeksi oleh patogen lain, absorpsi dan penetrasi OAT terhadap organ yang terkena pada anak terinfeksi HIV jelek, misdiagnosis, kepatuhan kurang, malnutrisi berat dan imunosupresi berat. 2. Dosis
2. Dosis
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Dosis OAT yaitu INH 10 mg/KgBB/hari (maksimal 300 mg), Rifampisin 15 mg/KgBB/hari (maksimal 600 mg), PZA 35 mg/KgBB/hari (maksimal 2000 mg), Etambutol 20 mg/KgBB/hari (maksimal 1250 mg) dan Streptomisin 20 mg/KgBB/hari (maksimal 1000 mg).
Pada meningitis TB, TB milier dengan distress pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial diberikan tambahan kortikosteroid berupa prednison 1 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 6 minggu, selanjutnya di-tapering-off selama 6 minggu.
3.
3. Pemberian Pemberian OAOAT T pada pada anak anak terinfeksi terinfeksi HIVHIV
Tuberkulosis sering didiagnosis sebelum status HIV seorang anak diketahui. Pemberian OAT pada anak terinfeksi HIV yang akan atau sedang mendapat ARV harus memperhatikan interaksi antar obat karena pemberian bersama-sama kedua obat ini dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak optimal serta meningkatkan risiko toksisitas. Apabila Rifampisin berinteraksi dengan beberapa Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) maka kadar plasma NNRTI turun sebesar 20 – 60%; sedangkan Protease inhibitor (PI) mmengakibatkan kadar plasma PI akan turun sebesar 80% atau lebih. Rifampisin dapat diberikan bersama-sama dengan semua jenisnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Rekomendasi pemberian OAT bersama ARV adalah 2 jenis NRTI dikombinasi dengan efavirenz (EFV). Dosis OAT tidak memerlukan penyesuaian karena tidak dipengaruhi oleh ARV. Pemberian ARV dapat dimulai bila anak telah mendapat OAT selama minimal 2-8 minggu selama syarat untuk pemberian ARV telah terpenuhi.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Pemberian Rifampisin bersama antiretroviral PI dan NNRTI menurunkan kadar kedua ARV tersebut dalam darah dan menurunkan ambang toksik Rifampisin.
Petunjuk Teknis Ta
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis ta Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIVKo-Infeksi TB-HIV
4.
4. Pemantauan dan Pemantauan dan Evaluasi Pemberian Evaluasi Pemberian OAOAT T pada pada anak anak terinfeksterinfeksi i HIVHIV
Masalah yang sering dihadapi pada pengobatan TB anak terinfeksi HIV adalah respons pengobatan yang kurang baik dan angka relaps yang tinggi. Bila respons klinis dan radiologi kurang maka pemberian OAT dapat dilanjutkan sampai 9-12 bulan selanjutnya penyebab kegagalan pengobatan harus dievaluasi. Evaluasi respons klinis dan radiologi yang kurang setelah pemberian OAT 6 bulan meliputi kepatuhan minum obat, absorpsi obat yang kurang, resistensi obat dan kemungkinan diagnosis TB salah.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Bila respons klinis dan radiologi kurang maka OAT boleh diberikan sampai 12 bulan selanjutnya evaluasi kepatuhan, absorbsi obat, resistensi dan diagnosis TB.
Anti retroviral dan OAT sering menunjukkan gejala toksisitas yang sama sehingga sulit diidentifikasi obat mana yang menjadi penyebab toksisitas tersebut. Efek samping OAT lebih sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Efek samping OAT paling sering ditemukan pada 2 bulan pertama pengobatan.
Meskipun pemberian INH pada anak jarang menimbulkan neuropati namun pemberian INH pada anak terinfeksi HIV dan mendapat ARV disarankan untuk ditambahkan piridoksin (vitamin B6).
Rashmerupakan efek samping pemberian OAT yang cukup sering ditemukan, umumnya ringan sehingga tidak perlu menghentikan pengobatan. Beberapa obat yang dapat menimbulkan rash antara lain kotrimoksazol, nevirapin, EFV dan abacavir. Bilarash hebat maka OAT harus dihentikan dulu, selanjutnya bilarashsudah hilang OAT dapat dimulai dengan cara desensitisasi. Efek lain OAT misalnya pada gastrointestinal (mual, muntah dan diare) umumnya tidak memerlukan penghentian obat. Apabila terdapat efek hepatotoksik (gangguan fungsi hati) yaitu SGOT/SGPT meningkat lebih dari 5X nilai normal tertinggi tanpa disertai ikterus; bilirubin total > 1,5 mg/dL tanpa disertai ikterus; gejala ikterus dengan Uji fungsi hati normal maka INH, Rifampisin dan PZA dihentikan kemudian diberikan Etambutol dan Streptomisin. Streptomisin dan Etambutol diberikan tidak lebih dari 2 bulan, sambil dipantau fungsi hati; apabila fungsi hati sudah normal, maka regimen pengobatan kembali ke INH, Rifampisin dan PZA. Apabila gejala gangguan fungsi hati tersebut berulang, perlu ditinjau ulang apakah OAT dan ARV dapat diberikan bersama-sama atau tidak. Sedangkan apabila dalam 2 bulan pemberian Etambutol dan Streptomisin ternyata fungsi hati masih tetap tinggi (> 5x batas normal tertinggi), maka sebaiknya pasien dirujuk.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Pemantauan efek hepatotoksik pemberian OAT dan ARV dilakukan melalui pemeriksaan rutin SGOT dan SGPT setiap 1 bulan sekali. Obat Anti TB dihentikan bila SGOT/SGPT meningkat lebih dari 5x nilai normal tertinggi atau kadar bilirubin >1,5 mg/dL tanpa gejala ikterus serta bila terdapat gejala ikterus dengan tes fungsi hati normal.
Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih efek samping OAT dan ARV maka bila memungkinkan pemberian ARV ditunda sampai anak mendapat OAT 2 bulan tetapi apabila HIV sangat parah yaitu bila
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
TB disertai penyulit seperti batuk berdarah atau TB meningitis, maka ARV dapat dimulai setelah 2-8 minggu pemberian OAT walaupun kemungkinan terjadinya IRIS lebih besar.
5.
5. Efek Efek samping samping OAOAT T dan dan penanganannyapenanganannya
Infeksi HIV menyebabkan peningkatan terjadinya efek samping pada anak yang sedang mendapat OAT terutama efek samping pada kulit dan hepatotoksisitas karena OAT dan kotrimoksasol. Kulit
Kulit
Efek samping pada kulit dapat berupa nekrolisis epidermal toksik yang mengancam kehidupan maupunrashyang tersebar pada wajah, dada dan seluruh tubuh. Bila pasien mengalami gejalarash, gatal dan demam segera setelah makan OAT, menunjukkan terdapatnya reaksi hipersensitivitas. Apabila timbulrash ringan dan tidak ada rasa gatal maka OAT dilanjutkan; apabila disertai sedikit rasa gatal maka diberikan antihistamin. Penyebab gatal yang lain perlu dipertimbangkan misalnya skabies. Bila timbulrash disertai rasa gatal dengan atau tanpa efek samping berat yaitu nekrolisis epidermal toksik atau Steven Johnson syndrome maka semua jenis OAT harus dihentikan sampai klinis membaik. Bilarash sudah hilang maka OAT dapat diberikan lagi mulai dosis paling rendah (INH 50 mg, Rifampisin 75 mg) dinaikkan secara bertahap sampai mencapai dosis yang sesuai dalam waktu 3 hari.
PETUNJUK PRAKTIS PETUNJUK PRAKTIS
Bila ada efek sampingrash maka OAT diberhentikan sampai tidak ada gejala. Selanjutnya dimulai lagi dari dosis rendah INH 50 mg dan rifampisin 75 mg ditingkatkan bertahap setiap hari selama 3 hari sampai dosis yang diinginkan.
Hepatotoksik Hepatotoksik
Pada anak sakit TB yang terinfeksi HIV maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan Uji fungsi hati sebelum pengobatan dimulai. Selanjutnya pemeriksaan Uji fungsi hati sebaiknya diperiksa rutin setiap bulan. Efek hepatotoksik OAT pada anak terinfeksi HIV lebih sering ditemukan dibanding anak yang tidak terinfeksi HIV. Obat Anti TB lini pertama yang menimbulkan efek hepatotoksisitas adalah INH, Rifampisin dan PZA. Karena ke-3 obat tersebut diberikan sebagai kombinasi maka agak sulit untuk menentukan obat mana yang menjadi penyebab gangguan fungsi hati. Pemberian kembali OAT tersebut setelah hepatotoksisitas hilang, umumnya tidak menimbulkan efek samping seperti sebelumnya. Streptomisin dan Etambutol jarang sekali menimbulkan hepatotoksisitas. Gejala klinis hepatotoksisitas bervariasi mulai dari gangguan fungsi hati ringan sampai kerusakan hati berat yang menyebabkan gagal hati. Gejala konstitusional berupa lemah, mual, muntah, demam, mialgia, artralgia dan sakit perut. Drug-induced hepatitis(DIH) karena OAT ini harus didiagnosis banding dengan hepatitis virus. Bila ditemukan gejala klinis hepatotoksisitas maka OAT harus dihentikan kecuali bila tetap diperlukan pemberian OAT maka dapat diberikan Streptomisin dan Etambutol. Obat Anti TB dapat diberikan kembali 2 minggu setelah gejala klinis hepatotoksisitas hilang atau Uji fungsi hati normal kembali.
Petunjuk Teknis Ta
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis ta Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIVKo-Infeksi TB-HIV
Gastrointestinal Gastrointestinal
Efek gastrointestinal akibat OAT yang paling banyak ditemukan adalah mual, muntah, dehidrasi dan imbalans elektrolit. Efek samping gastrointestinal umumnya tidak memerlukan penghentian obat. Efek gastrointestinal sering merupakan gejala awal efek hepatotoksisitas sehingga diperlukan pemantauan klinis yang baik. Bila gejalanya ringan sampai sedang maka dapat diatasi dengan cara minum OAT bersamaan dengan makanan atau diminum segera sebelum tidur atau memberikan anti emetik. Bila gejala gartritis menonjol maka dapat diberikan antasid atau proton pump inhibitor (PPI) walaupun antasid akan mengurangi absorpsi rifampisin sebesar 20-40%. Antasid atau PPI sebaiknya diberikan 2 jam sebelum atau sesudah makan OAT.
6.
6. Immune reconstitution inflammatory Immune reconstitution inflammatory syndromesyndrome (IRIS) (IRIS)
Pemberian ART fase awal menyebabkan penekanan replikasi virus HIV secara cepat (90% virus dalam 1-2 minggu) sehingga terjadi pemulihan sistem imun, peningkatan CD4 yang besar pada fase inisial yang dilanjutkan dengan penurunan jumlah virus. Immune reconstitution inflammatory syndrome
merupakan kumpulan gejala atau manifestasi klinis akibat respons imun yang meningkat secara cepat terhadap berbagai infeksi maupun antigen non infeksius setelah pemberian ARV fase inisial. Organisme yang paling sering menyebabkan IRIS adalahMycobacterium tuberculosis, Mycobacterium avium, Cryptococcus neoformans danCytomegalovirus.
Manifestasi klinis IRIS yang utama adalah:
a. Munculnya lagi gejala penyakit infeksi yang pernah ada sebelumnya dan telah teratasi infeksinya. Penyebab terbanyak IRIS adalah TB.
b. Munculnya infeksi yang sebelumnya asimtomatik, umumnya disebabkan olehMycobacterium avium, jarang oleh Mycobacterium tuberculosis.
c. Penyakit autoimun dan inflamasi seperti Sarkoidosis.
Gejala klinis IRIS bersifat sementara, misalnya demam, limfadenopati yang bertambah, tuberkuloma intraserebral menjadi muncul kembali, efusi pleura, sindrom distress pernapasan, infeksi subklinis menjadi manifest atau gejala klinis memburuk pada pengobatan TB yang adekuat. Perburukan klinis TB pada pemberian ARV selain disebabkan oleh IRIS, dapat pula disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap antigenMycobacterium tuberculosis yang mati. Hal ini bukan suatu kegagalan pengobatan dan bersifat sementara.Immune reconstitution inflammatory syndrome dapat juga disebabkan oleh mikobakteria atipik,Pneumocystis jiroveci, Varicella zoster dan virus Herpes simpleks.
Beberapa kriteria yang mendukung diagnosis IRIS pada TB-HIV (3 dari kriteria sebagai berikut): a. Manifestasi klinis atipikal setelah ARV mulai diberikan.
b. Viral load menurun 1 log10 per mL. c. CD4 meningkat.
d. Bukan TB relaps atau resisten OAT. e. Bukan karena ketidakpatuhan minum obat.
Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
f. Bukan akibat efek samping obat.
g. Bukan karena infeksi lain atau keadaan lain karena HIV.
Immune reconstitution inflammatory syndrome umumnya terjadi pada pemberian OAT bersama-sama ARV selama 2 bulan pertama.