• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan

5.5 Pembahasan

5.5.3 Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan

hasil tangkap sampingan (bycatch), namun dibandingkan beberapa alat tangkap lainnya khususnya trawl memberikan kontribusi hasil tangkapan sampingan yang lebih besar bila dibandingkan dengan alat tangkapan lainnya (Alverson et al. 1994). Khususnya pukat udang yang beroperasi di perairan Arafura merupakan alat yang paling efektif untuk menangkap udang dan ikan dasar lainnya. Dari segi konstruksi pukat udang memiliki kantong (codend) dengan ukuran mata jaring yang berukuran 1 ¾ inci (40 mm) sehingga banyak organisme laut lain yang ikut tertangkap termasuk ikan dalam berbagai ukuran.

Hasil tangkapan sampingan dominan pukat udang adalah jenis ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi serta hewan lainnya seperti kepiting, sotong, gurita dan udang kecil lainnya. Purbayanto dan Sondita (2006) telah mengidentifikasi hasil tangkapan pukat udang di sekitar perairan Dolak sebanyak 43 spesies yang terdiri dari 35 spesies ikan, 3 spesies moluska dan 5 spesies krustase. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) ini dipengaruhi oleh

faktor musim dan lokasi pengoperasian dari alat tangkap (Harris dan Poiner, 1990). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Purbayanto dan Sondita (2006) yang menyebutkan faktor kedalaman serta lokasi perairan berpengaruh nyata terhadap biomas dari 11 taksa yang diidentifikasi.

Permasalahan yang dihadapi pada perikanan trawl saat ini adalah banyaknya hasil tangkap sampingan yang selanjutnya dibuang kembali ke laut (discards). Untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan tersebut maka pemasangan Bycatch Reduction Device (BRD) merupakan suatu alternatif. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Chokesanguan et al. (1994) di Thailand, Renaud et al. (1993) di Amerika, dan Brewer et al. (1998) di Australia menunjukkan bahwa pemasangan BRD dapat mengurangi berat hasil tangkapan sampingan. Sedangkan untuk pemasangan TED jenis super shooter di Indonesia menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan sampingan sebesar 40%, namun demikian hasil tangkapan udang juga mengalami penurunan sebanyak 30 % (Nasution, 1997).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan BRD dengan kisi-kisi dapat mengurangi komposisi spesies hasil tangkapan terutama pada spesies ikan pelagis seperti ikan herring yang memiliki kecepatan renang relatif cepat dibandingkan spesies ikan demersal dengan ukuran kecil (Suuronen, 1995). Konstruksi BRD didesain untuk memberikan peluang terhadap ikan yang akan diloloskan, baik oleh karena mekanisme arus yang ditimbulkan maupun menabrak kisi (Mahiswara, 2004). Menurut Day (1996) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, pada saat trawl dioperasikan di bagian dalam jaring terjadi turbulensi arus, yang kemudian oleh adanya pengarah ikan akan terdorong menuju kerangka berkisi. Kondisi ini memungkinkan ikan ukuran besar serta ikan dengan kemampuan renang relatif kuat dapat meloloskan diri melalui pintu keluar. Sementara ikan yang berukuran kecil dengan kemampuan renang relatif lemah terbawa arus masuk menuju bagian kantong dari trawl.

Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah HTS yang keluar dari trawl yang menggunakan TED super shooter, yaitu terjadinya penutupan pada bagian kisi (blocking) dan

menyumbat pintu keluar. Penutupan pada bagian kisi terutama disebabkan karena sampah dasar perairan ataupun ikan ukuran besar. Menurut Suuronen (1995); Ferno dan Olsen (1994) menyatakan bahwa selektifitas dari BRD yang menggunakan sorting grid dipengaruhi oleh besarnya tangkapan yang dapat menghambat kisi. Kondisi ini tidak dapat dihindarkan oleh trawl karena target spesies (udang) menghuni habitat bersama dengan spesies yang lain di dasar perairan. Untuk memperbaiki keragaan dari TED super shooterdiperlukan untuk membuat kondisi dimana ikan tidak terakumulasi di bagian depan dari grid atau kisi.

Perolehan hasil tangkapan selama penelitian memberikan gambaran keragaman jenis ikan yang tertangkap jaring trawl sangat tinggi. Dimana sebanyak 28 spesies berhasil diidentifikasi selama penelitian. Faktor posisi dan kedalaman perairan stasiun pengoperasian tampak berpengaruh terhadap berat, jenis dan ukuran hasil tangkapan. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah HTS pada perikanan trawl antara lain bentuk dan ukuran mata jaring, diameter kantong,

hanging ratio (Eayrs, 2005), ketersediaan ikan, kondisi perairan (Hall, 1996), kecepatan dan lama penarikan jaring (Cotteret al. 2002). Pada saat pengoperasian trawl bentuk dan ukuran mata jaring (mesh size) akan mengalami perubahan. Penarikan jaring menjadikan mata jaring menjadi rapat. Bukaan mata jaring sebagai pengaruh pemberian nilaihanging ratiomenjadi berubah oleh bentuk oleh pengaruh penarikan jaring dan beban dibagian kantong (Herrmann, 2005). Disamping bukaan mata jaring, faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan sampingan yaitu terjadinya blocking(penutupan) bagian kantong oleh hasil tangkapan di bagian kantong (Ferno dan Olsen, 1994).

Pada trawl tanpa dipasang BRD dan trawl yang dilengkapi ketiga jenis BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan total per towing. Dimana fish eye

mengurangi total tangkapan per towing yaitu sebesar 51,44 kg, yang diikuti

square mesh window sebesar 25,69 kg, tetapi pada super shooter lebih besar sebesar 15,44 kg. Lebih tingginya nilai total rata-rata per towing pada TEDsuper shooter dikarenakan perbedaan kontruksi dari TEDsuper shooter yang memiliki kisi-kisi yang cukup lebar serta adanya pintu keluar (exit hole) pada bagian bawah kisi menyebabkan ikan yang berukuran lebih kecil dari jarak kisi akan terus

masuk kedalam bagian kantong (codend). Sementara bagian pintu keluar dari TED super shooter berada dibagian bawah sehingga ikan-ikan yang tidak memiliki orientasi renang kebawah akan sulit untuk keluar.

Sedangkan pada BRD jenis fish eyehal ini diduga karena konstruksi mata ikan dan memiliki celah yang cukup lebar sehingga memungkinkan ikan yang memiliki kemampuan penglihatan yang cukup baik dan kecepatan renang lebih besar dapat lolos melalui celah tersebut. Sedangkan pada trawl dengan jendela empat persegi ikan dapat lolos melalui jaring empat persegi yang berukuran 2,25 cm dan 3,15 cm pada saat penarikan mata jaring empat persegi ini tidak ikut tertutup sehingga ikan yang memiliki ukuran lebih kecil dari jaring empat persegi dengan kemampuan renang yang baik dapat lolos dari bagian kantong.

Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas penggunaan BRD untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dijelaskan dengan membandingkan persentase pengurangan dari masing-masing jenis BRD yang digunakan. Parameter tersebut adalah persentase rata-rata per towing untuk masing-masing spesies dari hasil tangkapan sampingan (HTS) dan udang yang dapat dikurangi. Secara keseluruhan untuk parameter jumlah spesies, jaring trawl yang menggunakansquare mesh windowmemperoleh jumlah spesies tertinggi (29 spesies) diikuti oleh TEDsuper shooter (25 spesies) dan mata ikan (20 spesies). Hal ini diduga berkorelasi dengan pengoperasian alat tangkap yang dilakukan di tempat yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Untuk proporsi pengurangan rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing menunjukkan bahwa pemasangan ketiga jenis BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari hasil pengurangan bycatch

tersebut menunjukkan bahwa fish eye memberikan kemudahan bagi ikan untuk meloloskan diri melalui pintu keluar dan menghindarkan udang lolos dari bagian kantong (cod end). Sedangkan menurut Broadhurst et al. (2002) menyatakan penggunaansquare mesh panelsecara signifikan telah mengurangi berat dari hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebesar 49% serta berat dari beberapa ikan hasil tangkapan sampingan yang komersial dan non komersial sebesar 75,7% (Broadhurstet al. 2002). Akan tetapi penelitian tidak menjelaskan morfologi dari

morfologi dari ikan-ikanbycatch yang diloloskan. Berdasarkan ketiga jenis BRD tersebut proporsi dari ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama masih tinggi lebih dari 95%. Menurut Purbayanto dan Riyanto (2005) menyatakan bahwa tinggi nya proporsi antara ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama dikarenakan beberapa faktor yaitu : 1. Alat tangkap pukat udang memiliki sifat aktif yaitu mengejar target ikan

dengan cara ditarik oleh kapal sehingga banyak ikan yang bukan menjadi target penangkapan ikut tertangkap;

2. Perairan tempat observasi adalah perairan dangkal dengan kedalaman 10-35 m, kondisi ini menyebabkan bukaan mulut pukat udang masih dapat menyapu sebagian besar kolom perairan, ditandai dengan tertangkapnya jenis ikan pelagis;

3. Perairan yang dangkal merupakan tempat ikan mencari makan (feeding ground), pemijahan (spawning ground), dan pemeliharaan (nursery ground). Sehingga banyak ikan muda (berukuran kecil) yang ikut tertangkap;

4. Dasar perairan Laut Arafura memiliki permukaan yang relatif landai karena merupakan daerah paparan dan memiliki substrat berlumpur yang merupakan habitat bagi jenis ikan demersal; dan

5. Pengoperasian pukat udang tidak diikuti pemasangan alat pemisah ikan (API), sehingga jumlah ikan yang bukan menjadi target penangkapan banyak tertangkap.

5.5.4 Pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi ikan