• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR

SISTEM MANAJEMEN DIALOG

C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKS

1. Efisiensi Absolut Proses Produksi a Efisiensi Siklus Bahan baku

1) Efisiensi teknis siklus bahan baku

Bahan baku yang masuk ke dalam proses adalah batang tebu. Tebu yang masuk ke dalam proses produksi per periode pada musim giling tahun 2006 adalah sebanyak 522.386,3 ton. Bahan baku tersebut memiliki rata-rata kadar air sebesar 26,16 persen, sehingga jumlah tebu apabila tanpa air adalah sebesar 73,84 persen dari jumlah keseluruhan, yaitu sebesar 385.730,04 ton. Jumlah ini merupakan jumlah yang digunakan sebagai input teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku.

Jumlah produk gula kristal yang dihasilkan pada tahun 2006 adalah sebesar 37.974,21 ton dengan rata-rata kadar air sebesar 0,03 persen. Bahan baku yang terkandung dalam produk jadi adalah sebesar 99,97 persen dari produk gula yang dihasilkan, yaitu sebesar 37.962,82 ton. Jumlah ini merupakan output teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku. Rincian data dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 21. di bawah ini.

Tabel 21. Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai jumlah bahan baku yang masuk proses (berat

hablu dalam ton tebu)

53.662,5

rata-rata kadar air tebu (%) 25,97

jumlah bahan baku tanpa air (ton) 39726,35

Tabel 22. Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai jumlah produk gula kristal yang keluar proses (ton) 37.974,21

rata-rata kadar air produk gula kristal (%) 0,03

jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton)

Tabel 23. Efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai

Input (ton) 39726,35

Output (ton) 37.962,82

Efisiensi (%) 95,56

Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus bahan baku adalah sebesar 95,56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki efisiensi siklus bahan baku yang secara teknis sudah baik karena mendekati nilai 100 persen.

2) Efisiensi ekonomis siklus bahan baku

Output ekonomis untuk perhitungan efisiensi ekonomis siklus bahan baku adalah biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam proses. Input ekonomisnya terdiri dari nilai bahan baku yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping.

• Biaya tambahan untuk bahan baku karena tingkat konversi aktual = biaya total bahan baku x tingkat bahan baku yang tidak digunakan.

• Biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam proses.

• Nilai bahan baku yang termasuk dalam produk = biaya total bahan baku x jumlah gula kristal yang diproduksi. Biaya total bahan baku terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan, biaya panen dan pengangkutan dan biaya pembelian hasil tanaman.

• Nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping = jumlah produk samping yang dihasilkan x nilai produk samping (dari bahan baku yang dikandung).

Bahan baku yang berupa tebu seluruhnya digunakan dalam proses produksi, sehingga tidak ada biaya tambahan untuk meng-

yang didapatkan adalah 100 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa pengalokasian biaya dalam proses pengolahan bahan baku di perusahaan sudah baik.

b. Efisiensi Siklus Energi

1) Efisiensi teknis siklus energi

Energi yang digunakan oleh perusahaan terdiri atas energi listrik, bahan bakar solar, IDO (International Diesel Oil) dam ampas. Energi listrik digunakan untuk keperluan produksi, perkantoran, administrasi, dan perumahan. Bahan bakar solar digunakan untuk generator, turbin dan keperluan transportasi, sedangkan IDO digunakan untuk bahan bakar dari mesin pada proses.

Energi yang digunakan untuk proses produksi terdiri atas bahan bakar solar dan bahan bakar IDO, ditambah ampas untuk bahan bakar boiler, sedangkan energi yang digunakan untuk kebutuhan perusahaan seperti untuk penerangan, administrasi, dan lain-lain terdiri bahan bakar solar. Jenis-jenis sumber energi tersebut mempunyai satuan perhitungan yang berbeda, sehingga diperlukan perhitungan konversi ke dalam satuan yang sama. Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 24, 25 dan 26.

Tabel 24. Pemakaian energi untuk proses produksi

Output Solar (kg) KIDO (ton) Ampas (ton)

Jumlah Energi 250 218.562 168.099,4

Jumlah Energi (kcal) 2.477.217,19 1.863.629.697,35 36.123.384,36

TEP (kcal) 1.902.230.298,90

Keterangan :

KLP = konsumsi listrik untuk proses produksi KIDO = konsumsi IDO untuk proses produksi TEP = total energi terpakai untuk proses produksi

Tabel 25. Pemakaian energi total perusahaan

Input KSP (liter) KIDO (ton) Ampas (ton)

Jumlah Energi 311.851,95 218.562 168.099,4

Jumlah Energi (kcal) 2.681.926.778,11 1.863.629.697,35 36.123.384,36

TEPrsh (kcal) 4.581.679.859,83

Keterangan :

KSP = konsumsi solar perusahaan KIDO = konsumsi IDO perusahaan

Ampas = konsumsi ampas

TEP = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan Tabel 26. Efisiensi teknis siklus energi

Parameter Nilai Input (kcal) 4.581.679.859,83 Output (kcal) 1.902.230.298,90

Efisiensi (%) 41,52

Setelah di dapatkan nilai total pemakaian energi untuk proses produksi dan total pemakaian energi keseluruhan perusahaan, maka di dapatkan nilai efisiensi teknis siklus energi. Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus energi adalah sebesar 41,52 persen atau jauh dari 100 persen. Hasil perhitungan efisiensi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa penggunaan sumberdaya energi di perusahaan belum efisien untuk keperluan proses produksi dibandingkan dengan alokasi sumberdaya energi terutama bahan bakar solar untuk keperluan yang lain seperti perkantoran, administrasi, ataupun perumahan.

2) Efisiensi ekonomis siklus energi

Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan efisiensi ekonomis siklus energi adalah nilai energi yang benar-benar digunakan dalam proses sebagai input ekonomis dan biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual sebagai output ekonomis. Biaya total untuk energi proses produksi didapatkan dari penjumlahan biaya bahan bakar IDO, solar, dan ampas.

Demikian juga dengan biaya energi keseluruhan yang dikeluarkan perusahaan merupakan penjumlahan dari biaya bahan bakar solar, biaya bahan bakar IDO dan ampas. Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 27 hingga 31.

Tabel 27. Perhitungan biaya energi proses produksi

Jenis Biaya Nilai

Biaya Solar (Rp) 1.540.699

Biaya IDO (Rp) 999.846.000

Biaya Ampas (Rp) 58.069.000

Total Biaya (Rp) 1.059.455.699

Tabel 28. Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan

Jenis Biaya Nilai

Biaya Solar (Rp) 1.923.419.000

Biaya IDO (Rp) 999.846.000

Biaya Ampas (Rp) 58.069.000

Total Biaya (Rp) 2.981.334.000

Tabel 29. Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

Parameter Nilai

TEP (KWH) 1.902.230.298,90

TEPrsh (KWH) 4.581.679.859,83

tedk (%) 58,48

Keterangan :

TEP = total energi terpakai untuk proses produksi

TEPrsh = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan

tedk = =

tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

Dari perbandingan penggunaan energi untuk proses produksi dengan konsumsi energi total perusahaan didapatkan tingkat energy yang tidak digunakan oleh perusahaan, yaitu sebesar 58,48

1 - TEP . TEPrsh 1 - TEP_ TEPrsh

persen dari keseluruhan sumber energi yang telah dialokasikan oleh perusahaan. Kemudian dilakukan perhitungan untuk mengetahui besar biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya nilai konversi aktual seperti pada Tabel 30.

Tabel 30. Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual

Parameter Nilai Biaya total energi perusahaan (Rp) 2.981.334.000,00

tedk (%) 58,48

BTEKA (Rp) 1.743.538.248,34

Keterangan :

tedk = tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

BTEKA = biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual

Tabel 31. Efisiensi ekonomis siklus energi

Parameter Nilai

Input (Rp) 2.981.334.000 x 41,52%

Output (Rp) 1.743.538.248,34

Inefisiensi (%) 1,41

Setelah didapatkan besarnya biaya tambahan, baru dapat dihitung besarnya efisiensi ekonomis perusahaan dalam indikator siklus energi dengan membandingkan antara biaya tambahan yang dikeluarkan perusahaan karena nilai konversi aktual dengan biaya untuk memenuhi kebutuhan energi pada proses produksi. Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomis, didapatkan nilai inefisiensi sebesar 1,41 persen yang berarti tingkat efisiensinya sebesar 99,59 persen. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran perusahaan dari segi ekonomis untuk memenuhi kebutuhan energi proses produksi sudah efisien karena sebagian besar finansial dialokasikan untuk keperluan proses produksi.

c. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir 1) Efisiensi teknis lingkungan produk akhir

Input teknis dari efisiensi teknis lingkungan produk akhir adalah jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk, sedangkan output teknisnya adalah sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan. Sisa bahan baku produk ini adalah berupa ampas, tetes dan blotong tetapi yang dibuang ke lingkungan adalah blotong dan tetes karena ampas digunakan sebagai bahan baku boiler. Sisa bahan baku proses tersebut jumlahnya kandungannya pada produk sebesar 12.110,14 ton. Rincian data dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 32 dan 33.

Tabel 32. Perhitungan sisa bahan baku produk

Parameter Nilai

Jumlah bahan baku masuk proses (ton) 522.386,3

Jumlah bahan baku tanpa air (ton) 386.722,58

Jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton)

37.962,82

Sisa bahan baku yang terkandung dalam produk (ton)

12.110,14

Tabel 33. Efisiensi teknis lingkungan produk akhir

Parameter Nilai

Input (kg) 37.962,82

Output (kg) 12.110,14

Efisiensi (%) 31,90

Efisiensi teknis lingkungan produk akhir didapatkan dengan cara membandingkan nilai bahan baku produk yang tidak dibuang ke lingkungan dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efisiensi teknis lingkungan produk akhir sebesar 31,90 persen. Nilai efisiensi tersebut masih kecil, yang berarti bahwa proses produksi banyak membentuk hasil samping yang berupa ampas, blotong, dan tetes tersebut. Tetapi limbah atau hasil samping tersebut tidak berbahaya dan tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat digunakan untuk bahan pendukung kelancaran proses produksi

ataupun sebagai bahan baku produk lain. Apabila dilihat dari rendemen produk yang dihasilkan, sudah sangat efisien.

2) Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir

Nilai efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir didapatkan dari perbandingan antara biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan sebagai output ekonomis dengan nilai bahan baku dalam produk sebagai input ekonomis. Nilai bahan baku dalam produk didefinisikan sebagai berikut :

Nilai bahan baku dalam produk = biaya total untuk pengadaan bahan baku x tingkat konversi

Biaya total untuk pengadaan bahan baku terdiri atas biaya panen dan pengangkutan bahan baku tebu, sedangkan tingkat konversi adalah sebesar 100 persen karena seluruh bahan baku digunakan di dalam proses produksi.

Biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan terdiri atas biaya untuk pemeliharaan tanaman tebu seperti pemupukan, penyemprotan hama dan peremajaan; sedangkan nilai bahan baku dalam produk terdiri atas biaya panen dan pengangkutan bahan baku tebu. Perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir

Parameter Nilai

Input (Rp) 22.403.669.000

Output (Rp) 163.000.191.000

Inefisiensi (%) 73

Hasil perhitungan inefisiensi ekonomis menunjukkan nilai sebesar 73 persen. Nilai perhitungan inefisiensi ekonomis yang lebih dari 50 persen menunjukkan bahwa perusahaan belum efisien dalam mengalokasikan (meminimisasi) biaya untuk menangani limbah yang dihasilkan.

d. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis

1) Efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

Input teknis dari efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis adalah total waktu kerja potensial peralatan, sedangkan output teknisnya merupakan selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan waktu henti peralatan. Pengoperasian peralatan statis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mesin dan peralatan yang digunakan untuk melakukan proses produksi gula kristal putih dari mulai gilingan hingga sentrifugasi.

Waktu kerja standar yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah selama delapan jam kerja untuk masing-masing shift dimana pekerja terbagi dalam tiga, namun lama waktu kerja sebenarnya dari mesin dan peralatan produksi di pabrik tergantung dari jumlah bahan baku yang dihasilkan oleh kebun. Rincian waktu kerja secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

Parameter (jam) Nilai

1. Waktu kerja optimal peralatan (jam/hari): (input) 24 2. Waktu kerja aktual peralatan (jam/hari): (output) 21,52

3. Waktu Henti peralatan 1,86

Efisiensi (%) 92,25

Perhitungan efisiensi tersebut menunjukkan bahwa pengoperasian peralatan yang dilakukan masih belum sesuai antara pemakaian optimal dan pemakaian aktual, sehingga nilai efisiensi tidak mencapai 100 persen. Namun, sekalipun nilainya tidak mencapai 100 persen, tingkat efisiensinya cukup tinggi yaitu sebesar 92,25 persen.

2) Efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis

Efisiensi ekonomis peralatan statis didefinisikan sebagai rasio antara biaya tambahan karena adanya waktu henti sebagai output ekonomis dengan biaya produksi (pengoperasian) sebagi input ekonomis. Biaya tambahan dalam perhitungan didapatkan dari

perkalian antara waktu henti, gaji pekerja per jam dan jumlah pekerja. Perhitungan disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36. Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis

Parameter Nilai

Waktu henti (jam) 218,92

Gaji pekerja per hari (Rp) 10.824,59

Gaji pekerja per jam (Rp) 1.353,07

Jumlah pekerja @shift (orang) 81

Biaya tambahan (Rp) (output) 23.993.420

Biaya pengoperasian (Rp) (input) 27.637.202.000

Efisiensi (%) 0,087

Nilai efisiensi ekonomis peralatan statis menunjukkan tingkat efisiensi sebesar 0,087 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa secara ekonomis perusahaan sudah sangat efisien.

e. Efisiensi Masukan

1) Efisiensi teknis masukan

Nilai efisiensi teknis masukan didapatkan dari perbandingan antara jumlah optimal lead time per kg dari produk sebagai output teknis dengan total lead time aktual per kg dari produk sebagai input teknis. Lead time optimal per kg didapatkan dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah produksi optimal, sedangkan lead time aktual per kg didapatkan dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah produksi aktual. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37 dan 38.

Tabel 37. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input Parameter Nilai Jumlah produksi optimal (ton/hari) 8791,2

Jumlah produksi aktual (ton/hari) 3898,53

Lead time selama satu periode (jam) 0,006

Lead time optimal per ton (menit) 0,16

Keterangan :

Perhitungan lead time selama satu periode mempertimbangkan : 1 periode = 15-16 hari

1 hari = 24 jam kerja

Tabel 38. Efisiensi teknis masukan

Parameter Nilai

Input (menit) 0,37

Output (menit) 0,16

Efisiensi (%) 43

Nilai efisiensi teknis pada musim giling tahun 2006 yaitu sebesar 43 persen, yang menunjukkan bahwa proses produksi memiliki efisiensi lead time yang masih rendah.

2) Efisiensi ekonomis masukan

Efisiensi ekonomis masukan didapatkan dengan cara membandingkan output ekonomis dengan input ekonomis. Input ekonomis adalah biaya produksi optimal per kg, sedangkan output ekonomis merupakan selisih antara biaya produksi aktual per kg dengan biaya produksi optimal per kg. Rincian data dan perhitungan disajikan pada tabel 39 dan 40.

Tabel 39. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis masukan Parameter Nilai Biaya produksi optimal per ton (Rp) 13.642,22

Biaya produksi aktual per ton (Rp) 30.763,29

Tabel 40. Efisiensi ekonomis masukan

Parameter Nilai

Input (Rp) 13.642,22

Output (Rp) 17.121,07

Efisiensi (%) 125,5

Nilai efisiensi ekonomis masukan perusahaan sebesar 125,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat tidak efisien dalam hal ini, sebab dari perhitungan didapat perbedaan yang mencolok antara biaya produksi aktual dengan biya produksi

optimal, dimana biaya produksi aktual jauh lebih besar dibanding biaya produksi optimal.

Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut

Dari seluruh hasil pengukuran efisiensi produksi diatas dapat digunakan sebagai dasar oleh para pengambil keputusan dalam perusahaan bahwa empat dari lima indikator perlu dikaji ulang input-input yang digunakan agar dapat menghasilkan output yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis, dimana hanya indikator efisiensi siklus energi yang pemanfaatan sumberdayanya paling efisien secara teknis tetapi tidak secara ekonomis sedangkan indikator efisiensi masukan menunjukkan hasil tidak efisien secara teknis dan paling tidak efisien secara ekonomis.

Dokumen terkait