• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR

PARAMETER STANDAR

D. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk tahu dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, alternatif-alternatif yang ada, dan kriteria untuk mengukur atau membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik. Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh (Assauri, 1999).

Eriyatno (1998), menambahkan bahwa landasan utama dalam pengembangan SPK adalah konsepsi model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu: (a) pengambil keputusan atau pengguna, (b) model dan (c) data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh manajemen basis model dan data dikelola dengan baik oleh manajemen basis data. Selain mengelola data dari SPK, manajemen basis data juga mengakomodasikan masukan data dari sumber luar sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan, seperti data organisasi, data ekonomi dan lain sebagainya (Kroenke, 1989). Sebuah struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 2.

Eriyatno (1998) menambahkan, bahwa Sistem Manajemen Dialog adalah satu-satunya subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna yang berfungsi untuk menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna.

Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasi pangambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model (Eriyatno, 1998).

E. EFISIENSI PROSES PRODUKSI

Setiap manajer ataun pimpinan organisasi selalu berkepentingan dan memiliki tanggung jawab langsung dalam meningkatkan kinerja (performance) organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mengukur kinerja organisasi (performance measurement) merupakan salah satu

Basis Model Manajemen Basis Model Manajemen Basis Data Manajemen Dialog Basis Data Pelayanan Data Eksternal Pengguna Sistem Penunjang Keputusan

prasyarat bagi manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinannya. Pengukuran kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang menyangkut perkembangan suatu organisasi di masa yang akan datang (Makmun, 2002).

Efisiensi adalah salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input

yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output

tertentu. Hasil identifikasi alokasi input dan output dapat digunakan untuk analisis penyebab rendahnya tingkat efisiensi (Muliaman et al., 2003).

Tingkat efisiensi dapat diukur secara teknis dan ekonomis. Efisiensi secara teknis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang terkecil dalam satuan fisik. Efisiensi secara ekonomis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey, 1987).

Dalam teknis pengukuran kinerja, Saputra (2003) menyatakan bahwa efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. Efisiensi pada dasarnya adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Manfaat dari pengukuran efisiensi adalah sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dan untuk melakukan analisis-analisis yang memiliki implikasi kebijakan guna memperbaiki tingkat efisiensi unit kegiatan ekonomi yang bersangkutan.

Menurut Kast (1985), kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan dapat ditinjau dari dimensi luaran sistem yang meliputi, efektifitas, efisiensi dan kepuasan. Efektifitas berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan, efisiensi berkaitan dengan penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan dengan penghargaan atas jerih payah partisipasi anggota organisasi.

Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di tingkat PG; (3) belum efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia; dan (4) industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif dimana hanya beberapa negara yang menguasai pangsa pasar gula internasional dan memberlakukan tarif impor yang rendah. Masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan rendemen. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik.

Kondisi pabrik gula, terutama yang ada di Jawa yang umumnya sudah tua, merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya rendemen. Ketersediaan jumlah bahan baku yang merupakan faktor penting dalam efisiensi pabrik, semakin terbatas sehingga PG sering mengalami kesulitan untuk mencapai kapasitas minimum (minimum hari giling) (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2005).

Salah satu sebab rendahnya daya saing industri gula dalam negeri adalah inefisiensi pabrik-pabrik gula yang ada. Disamping itu permasalahan kritis yang perlu dipecahkan dalam pabrik gula untuk meningkatkan efisiensi pabrik adalah tingginya waktu break-down yang disebabkan lemahnya koordinasi antar stasiun produksi serta kurang optimumnya proses karena tidak adanya sistem monitoring dan kontrol (http:// www. iptek. net. id/ ind/ jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm). Faktor inefisiensi yang bersumber dari faktor manajemen juga memberi kontribusi terhadap inefisiensi di tingkat PG.

Barbiroli (1996) membedakan efisiensi perusahaan atas efisiensi teknis dan ekonomis. Kajian ini dikhususkan mengukur tingkat efisiensi proses, produksi yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku, energi, waktu, penampakan kualitas, dan keperdulian terhadap lingkungan. Untuk mempermudah mengaudit dan mengevaluasi tingkat efisiensi tersebut Barbiroli mengajukan 12 indikator efisiensi teknis dan ekonomis.Barbiroli (1996) memperkenalkan pengukuran efisiensi proses produksi dengan

menggunakan dua belas indikator dengan memperhatikan aspek teknis dan ekonomisnya. Keseluruhan indikator amat penting untuk diperhatikan demi kesuksesan aktivitas produksi. Barbiroli (1996) mengukur efisiensi dari dua belas indikator baik secara teknis dan ekonomis, secara terpisah-pisah (efisiensi per indikator), secara kelompok (efisiensi per kelompok indikator) dan secara keseluruhan yaitu efisiensi keseluruhan indikator dengan mengambil nilai rata-ratanya. Semua pengukuran ini dihitung dengan rasio dan terpisah-pisah dalam aspek teknis dan aspek ekonomis. Dua belas indikator Barbiroli ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 . Dua-belas Indikator Efisiensi

Seperti yang tersaji pada Gambar 3, indikator Barbiroli terdiri dari dua belas pengukuran efisiensi, yaitu :

1.Efisiensi Siklus Bahan Baku

Efisiensi teknis bahan baku merupakan rasio antara “jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi” dan “jumlah bahan baku tanpa air yang masuk proses”. Efisiensi ekonomisnya merupakan perbandingan antara “biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade

bahan baku yang tidak digunakan dalam proses” dengan “nilai bahan baku Efisiensi Masukan Efisiensi Kualitas Produk Absolut Efisiensi Kualitas Produk Konstan Efisiensi Volume Produk Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis

Efisiensi Siklus Bahan Baku Efisiensi Siklus Energi

Efisiensi Lingkungan Produk Akhir Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses Efisiensi Lingkungan Siklus Energi

yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk”.

2.Efisiensi Siklus Energi

Efisiensi siklus energi menghitung tingkat efisiensi dari energi yang digunakan di perusahaan. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara “jumlah total konsumsi energi yang digunakan perusahaan” dengan “jumlah total energi terpakai untuk proses produksi”. Efisiensi ekonomisnya merupakan rasio antara “biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual” dengan “nilai energi yang benar-benar digunakan dalam proses”.

3.Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses

Efisiensi lingkungan keseluruhan proses terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar yang tidak dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar dan tidak diubah ke dalam produk”. Efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara “total biaya untuk mengurangi potensi yang hilang dari bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi polusi yang digunakan dalam proses dan tidak diubah ke dalam produk” dengan “nilai bahan baku yang benar-benar dimasukkan ke dalam produk”.

4.Efisiensi Lingkungan Produk Akhir

Efisiensi lingkungan produk akhir terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara “jumlah sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk” dan efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara “biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan” dengan “nilai bahan baku dalam produk”. 5.Efisiensi Lingkungan Siklus Energi

Efisiensi teknis dari efisiensi lingkungan siklus energi adalah rasio antara “jumlah total dari limbah kimiawi dan fisik yang tidak dibuang ke lingkungan selama siklus energi dari proses” dengan “jumlah total

maksimum dari limbah kimiawi dan fisik selama siklus energi dari proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “total biaya untuk meminimisasi potensi yang hilang dari limbah yang dihasilkan dalam siklus energi” dengan “nilai dari energi yang benar-benar digunakan dalam proses”.

6.Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis

Efisiensi pengoperasian peralatan statis mengukur tingkat efisiensi dari mesin dan peralatan statis yang digunakan di dalam proses produksi ditinjau dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis. Efisiensi teknisnya adalah rasio antara “selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan waktu henti peralatan” dengan “total waktu kerja potensial peralatan”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya tambahan karena adanya waktu henti” dengan “biaya produksi (pengoperasian)”.

7.Efisiensi Volume Produk

Nilai efisiensi teknis volume produk akhir didapatkan dari perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual” dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”.

8.Efisiensi Masukan

Nilai efisiensi teknis dari efisiensi masukan didefinisikan sebagai rasio antara “jumlah optimal lead time per kg dari produk” dengan “total lead time aktual per unit produk yang diukur untuk kondisi normal”. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “biaya produksi aktual per kg dikurangi biaya produksi optimal per kg” dengan “biaya produksi optimal per kg”.

9.Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis

Nilai efisiensi teknis dari efisiensi pengoperasian peralatan dinamis adalah rasio antara “total waktu kerja peralatan dikurangi total down time

setelah ada produk baru tanpa modifikasi struktur proses” dengan “total waktu kerja peralatan”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya

amortisasi per unit untuk produk baru” dengan “rata-rata biaya amortisasi per unit untuk produk lama”.

10.Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran

Nilai Efisiensi teknis dari efisiensi keanekaragaman produk campuran merupakan rasio antara “jumlah produk baru yang didapat dari kombinasi input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “jumlah produk yang didapat dari proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya produksi per unit rata-rata untuk produk baru yang didapat dari kombinasi input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “biaya produksi per unit rata-rata untuk produk campuran gabungan”.

11.Efisiensi Volume Produk

Nilai efisiensi teknis volume produk akhir didapatkan dari perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual” dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”.

12.Efisiensi Kualitas Produk Absolut

Efisiensi ini didapatkan dari penguraian kinerja secara global, diukur dengan merangkai beberapa faktor kinerja. Efisiensi teknisnya adalah rasio antara “selisih jumlah produk yang memenuhi standar dengan jumlah produk gagal” dengan “produk yang memenuhi standar”. Efisiensi ekonomisnya merupakan rasio dari “selisih biaya produksi aktual per unit dengan biaya produksi optimal per unit” dengan “rata-rata biaya produksi per unit”.

Nilai-nilai efisiensi teknis akan semakin baik apabila nilainya mendekati satu. Efisiensi ekonomis akan semakin baik apabila nilai yang didapatkan mendekati nol.

Penelitian hanya menggunakan delapan indikator dari kedua belas indikator tersebut. Indikator-indikator yang digunakan sudah disesuaikan dengan lingkup penelitian. Delapan indikator tersebut adalah efisiensi siklus

material, efisiensi siklus energi, efisiensi lingkungan produk akhir, efisiensi kualitas produk absolut, efisiensi kualitas produk konstan, efisiensi pengoperasian peralatan statis, efisiensi volume produk dan efisiensi masukan.

Dokumen terkait