• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Wujud Bahasa Nonverbal

4.2.1.1 Wujud Bahasa Nonverbal Dinamis

4.2.1.1.2 Ekspresi Wajah

Wujud bahasa nonverbal ekspresi wajah merupakan wujud bahasa nonverbal yang menampilkan emosi penutur dan mitra tutur dalam interaksi pembelajaran. Keterlibatan emosi dalam suatu interaksi memberikan dampak yang signifikan dalam mengungkap situasi seorang penutur dan mitra tutur pada saat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Gestur kepala yang berperan dalam merepresentasikan emosi baik penutur maupun mitra tutur adalah ekspresi wajah. Ekspresi wajah dapat diamati secara saksama melalui gerak bibir ketika sedang bertutur kata dan/atau menyimak tuturan. Oleh karena itu, salah satu pengamatan bahasa nonverbal ekspresi wajah, diamati melalui gestur bibir. Bahasa nonverbal ekspresi wajah memiliki keunikan tersendiri dalam mengungkapkan maksud yang ada pada

penutur dan mitra tutur. Lain halnya dengan gestur mengangguk dan gestur menggeleng yang menunjukkan maksud memahami, menyetujui, tidak memahami, dan tidak menyetujui, bahasa nonverbal ekspresi wajah lebih pada penyelidikan situasi penutur dan mitra tutur melalui emosi atau perasaan. Emosi dapat memberi wawasan tidak keadaan emosional saja tetapi juga memberi informasi tentang niat, motivasi, personalitas, kepercayaan, dan kredibilitas (Matsumoto, 2013:15).

Data 9

1. Wujud: senyum penutur

2. Keterangan: senyuman yang muncul ketika penutur merespon pertanyaan dari mitra tutur. Pertanyaan yang sedikit humoris menyebabkan penutur tersenyum saat memberikan penjelasan. Kontak mata penutur memandang langsung mitra tutur sebagai bentuk

affect display, yaitu pandangan yang

ekspresif dikombinasikan dengan ekspresi senyum.

3. Tuturan: kalau yang memberikan

instruksi yang tangan kok ya masa yang lain.

4. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu ekspresi senyuman yang ditampilkan oleh penutur saat mengakhiri tuturan verbalnya. 5. Konteks: konteks situasional, yaitu

interaksi pembelajaran dalam kelas, penutur menjawab pertanyaan mitra tutur. Situasi pembelajaran di dalam kelas yang terkesan positif dengan ekspresi wajah yang ditampilkan oleh penutur. Gerakan bibir dilakukan oleh seorang dosen dalam kelas mata kuliah Bahasa Indonesia program studi Pendidikan Sejarah.

Data 9 di atas menunjukkan gestur bibir yang menggambarkan emosi senang. Penutur tersenyum sesaat setelah memberikan tanggapan terhadap salah satu mitra

tutur yang bertanya. Senyuman tersebut memberikan dampak positif terhadap hubungan dekat antara dosen dan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Mitra tutur yang melihat senyuman tersebut menilai bahwa penutur adalah orang yang baik, santai, dan mudah bergaul dengannya atau mahasiswa lain. Dampak yang lain adalah mitra tutur menjadi semakin tidak sungkan untuk sering bertanya kepada penutur. Ekpresi senyum meningkatkan hubungan keakraban antara penutur dengan mitra tutur dalam interaksi pembelajara di kelas. Interaksi adalah bentuk keakraban perasaan dan tindakan yang ditunjukkan dengan kedekatan konteks interaksi, dan komunikasi nonverbal menjadi cara utama untuk mengekspresikan perasaan tersebut (Andersen, Guerrero, dan Jones, 2006 dalam Burgoon, 2016: 319). Ekspresi senyum pada data 9 merupakan ekspresi encoding, penutur tersenyum sebagai reaksi terhadap tuturannya. Dengan demikian, ekspresi senyuman adalah

speaker semantic display, yaitu reaksi pribadi terhadap informasi verbal (Burgoon,

2016). Data 12

1. Wujud: ekspresi senyum penutur 2. Keterangan: ekspresi senyuman yang

terjadi ketika dosen tersebut mendengarkan jawaban dari mahasiswa. Penutur merasa respon mitra tutur lucu sehingga penutur merespon hal tersebut dengan senyuman.

3. Tuturan: disini sudah ada yang pernah

meringkas? Biasa meringkas untuk apa? Tugas mengarang oke

4. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu pemilihan ekspresi senyum melalui gerakan bibir.

5. Konteks: konteks situasional, yaitu pembelajaran di dalam kelas, penutur sedang bertanya kepada mitra tutur

terkait materi. Konteks situasional merujuk pada situasi humor melalui ekspresi senyuman penutur. Gerakan bibir dilakukan oleh seorang dosen dalam kelas mata kuliah Bahasa Indonesia program studi Pendidikan Biologi.

Data 12 menunjukkan gestur senyuman sebagai reaksi terhadap respon mitra tutur. Peristiwa tersebut terjadi ketika penutur sedang bertanya kepada mitra tutur. Kemudian, mitra tutur menjawab pertanyaan tersebut. Penutur bereaksi terhadap jawaban mitra tutur dengan tersenyum. Reaksi penutur dengan senyuman merupakan reaksi yang menampilkan sikap positif seorang penutur. Ekspresi senyuman menjadi reaksi pribadi (speaker semantic display). Penutur bereaksi terhadap informasi verbal (Burgoon, 2016). Selain itu, ekspresi senyuman penutur juga termasuk regulator yang ekspresif. Ekspresi wajah juga dapat berperan sebagai regulasi (mengelola) perasaan yang muncul (Matsumoto, 2013). Penutur secara ekspresif mengelola perasaannya dengan menampilkan ekspresi senyuman sebagai bentuk reaksi positif terhadap tanggapan mitra tutur.

Data 13

1. Wujud: ekspresi senyum penutur 2. Keterangan: gerakan tersebut adalah

ekspresi senyuman yang terjadi ketika penutur tersebut mengajukan

pertanyaan kepada mahasiswa. Penutur merasa pertanyaannya lucu untuk ditanyakan kepada mitra tutur. Muncul ekspresi tersebut pada frasa ‘tahukan e-commerse’.

3. Tuturan: inovasi zaman sekarang kan

banyak banget tu. Kadangkala terus berkembang-kembang. Apalagi sekarang ada commerse tahukan e-commerse?

4. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu penyampaian pesan verbal disertai ekspresi senyuman.

5. Konteks: konteks linguistik, yaitu presentasi kelompok di dalam kelas, penutur sedang bertanya kepada mitra tutur. Konteks linguistik merujuk pada penekanan tuturan tepat pada frasa

‘e-commerse’. Gerakan bibir dilakukan

oleh seorang mahasiswa dalam kelas program studi Pendidikan Ekonomi.

Data di atas menunjukkan ekspresi senyum ketika sedang berinteraksi dengan mitra tutur. Senyuman yang diekspresikan oleh penutur tepat terjadi pada tuturannya. Pada frasa ‘tahu kan e-commerse’ penutur tersenyum kepada mitra tutur. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekspresi tersebut termasuk ekspresi yang mengilustrasikan tuturan. Ekspresi juga memiliki persamaan peran, seperti gestur, yaitu ekspresi dapat mengilustrasikan tuturan (Matsumoto, 2013). Pada keterangan data di atas juga disebutkan bahwa konteks dalam wujud bahasa nonverbal di atas adalah konteks linguistik, konteks yang menekankan pada ko-teks, seperti kata, frasa, dan klausa. Dengan demikian, ekspresi senyuman data 13 merupakan syntactic display, ekspresi yang menyertai tuturan verbal sebagai penanda dan penegas tuturan (Burgoon, 2016). Ekspresi wajah yang tersenyum efektif untuk menciptakan situasi interaksi pembelajaran di kelas.

Data 15

1. Wujud: ekspresi senyum penutur 2. Keterangan: ekspresi senyuman yang

terjadi ketika dosen tersebut memberikan penjelasan kepada mahasiswa. Penutur merasa penjelasannya yang humoris, Tuturannya yang humoris yang diungkapkan kepada mitra tutur.

3. Tuturan: saya memanggil ayam tidak

kur-kur lho tapi ker-ker. Dia tetep datang

4. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu pemilihan ekspresi senyuman yang menyertai pesan tuturan verbal. 5. Konteks: konteks situasional, yaitu

interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur memberikan penjelasan materi. Konteks situasional merujuk pada situasi humor yang diciptakan penutur melalui ekspresi senyumannya. Gerakan bibir dilakukan oleh seorang dosen dalam kelas mata kuliah Bahasa Indonesia program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Data di atas menunjukkan seorang penutur tersenyum saat memberikan penjelasan kepada mitra tutur. Penutur merasa bahwa tuturanya yang disampaikannya mengandung humor yang berdampak pada situasi interaksi yang humoris. Ekspresi senyuman di atas merupakan ekspresi syntactic display. Ekspresi tersebut menyertai tuturan verbal dan menjadi penanda tuturan verbal penutur (Burgoon, 2016). Ekspresi tersebut jelas menjadi penanda dan penegas terhadap tuturan verbalnya. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui data di atas terjadi. Ekspresi senyuman terjadi tepat ketika penutur menyelesaikan tuturannya. Tuturan penutur sedang menjelaskan sebuah contoh dengan menyampaikan contoh konkret. Dengan demikian, ekspresi senyuman yang diungkapkan penutur merupakan ilustrasi tuturan yang mengilustrasikan tuturan verbal penutur dengan ekspresi sehingga mitra tutur secara visual dapat menangkap maksud penutur. Penutur mengenkoding tuturan verbalnya disertai dengan ekspresi senyuman merupakan

tindakan bahasa yang menciptakan situasi interaksi pembelajaran di kelas menjadi humoris.

Data 22

1. Wujud: ekspresi senyum mitra tutur 2. Keterangan: gerakan terjadi ketika

mahasiswa tersebut menanggapi teguran dari dosen. Mitra tutur menunjukkan sikap positif dengan tersenyum kepada penutur.Tuturan: tapi

penulisannya berantakan ya? Iya Bu.

3. Kompetensi: kompetensi decoding, yaitu intepretasi pesan tuturan verbal dengan ekspresi senyuman.

4. Konteks: konteks linguistik, yaitu interaksi pembelajaran di dalam kelas, mitra tutur menjawab soal di papan tulis. Ekspresi tersebut tepat menjadi penekanan pada frasa ‘iya bu’. Ekspresi senyuman sebagai tanda penekanan linguistik terhadap frasa ‘iya bu’. Ekspresi senyuman dilakukan oleh seorang mahasiswa di kelas program studi Pendidikan Akuntansi.

Data di atas juga menunjukkan reaksi senyuman yang diekspresikan oleh mitra tutur. Reaksi tersebut muncul sebagai respon terhadap penutur. Data 22 memiliki persamaan dengan data 21, perbedaannya terletak pada respon mitra tutur. Pada data 22 mitra tutur tidak hanya merespon dengan ekspresi tetapi juga tuturan verbal, yaitu respon ‘iya bu’. Ekspresi senyuman mengilustrasikan respon verbal mitra tutur. Mitra tutur yang menjawab pertanyaan penutur sambil tersenyum. Respon tersebut merupakan respon decoding, respon yang menunjukkan bahwa ekspresi senyuman juga berperan seperti gestur, yaitu ilustrator. Burgoon (2016) menyatakan ilustrasi pada ekspresi merupakan syntactic display, penanda informasi gramatikal pada tuturan. Penanda gramatikal terletak pada frasa ‘iya bu’ beserta

ekspresi senyuman. Wujud bahasa nonverbal beserta tuturan verbal tersebut menjadi tindakan bahasa yang dapat dimaknai bahwa mitra tutur bereaksi positif terhadap pertanyaan verbal dari penutur.

Ekspresi serius muncul dalam proses interaksi pembelajaran. Beberapa penutur dan mitra tutur mengungkapkan eksrepsi serius saat berada dalam situasi pembelajaran, misalnya penutur memberikan penjelasan dengan sikap serius dan/atau mitra tutur menyimak dengan sikap serius. Perekaman data di lapangan menunjukkan wujud bahasa nonverbal ekspresi serius. Berikut ini deskripsi tentang wujud bahasa nonverbal tersebut.

Data 10

1. Wujud: ekspresi serius mitra tutur 2. Keterangan: gerakan terjadi ketika

dosen mendengarkan penjelasan dari salah satu mahasiswa. Gerakan pada bibir tersebut mengekspresikan penutur yang serius. Sikap serius menjadi bentuk menghargai pertanyaan mitra tutur. Kontak mata menggambarkan

affect display yang ekspresif

dikombinasikan dengan ekspresi wajah. 3. Tuturan: bu, saya mau bertanya kenapa

kok kalimat tersebut tidak ditambah dengan kata instruksi saja

4. Kompetensi: kompetensi decoding, yaitu pemilihan ekpresi serius sebagai intepretasi terhadap pesan tuturan verbal dari penutur.

5. Konteks: konteks situasional, yaitu diskusi materi di dalam kelas, sesi tanya-jawab. Mitra tutur sedang

mendengarkan dengan saksama diserta ekspresi serius terhadap penjelasan penutur. Situasional merujuk pada situasi penutur yang serius

mendengarkan mitra tutur. Gerakan bibir dilakukan oleh seorang dosen dalam kelas mata kuliah Bahasa

Indonesia program studi Pendidikan Sejarah.

Data di atas menunjukkan ekspresi serius tersebut yang menonjolkan sikap seorang dosen yang tidak menyepelekan tiap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Keseriusan mitra tutur adalah decoding atau intepretasi pesan verbal dari penutur. Mitra tutur menyimak tuturan verbal penutur dengan saksama dengan menampilkan dirinya yang sedang berpikir terkait pertanyaan dari tuturan tersebut. Matsumoto (2013) menjelaskan bahwa suatu ekspresi mengirimkan sebuah sinyal ketika sedang berpikir dan/atau bingung. Ekspresi serius di atas mengirimkan sinyal situasi mitra tutur yang sedang menyimak dan berpikir. Selain itu, ekspresi tersebut juga menampilkan semantic display sebagai indikasi reaksi pribadi terhadap tuturan verbal (Burgoon, 2016).

Data 11

1. Wujud: ekspresi serius mitra tutur 2. Keterangan: gerakan terjadi ketika

mahasiswa tersebut mendengarkan penjelasan dosen. Gerakan bibir

tersebut merupakan ekspresi yang khas. Gerakan melipat bibir menjadi

kebiasaan tertentu lebih menampilkan adaptor bahasa nonverbal, yaitu bahasa nonverbal yang menampilkan

kebutuhan pribadi dalam situasi-situasi tertentu.

3. Keterangan: kalau masih kekeh

menggunakan waktu dan tempat sebenarnya masih bisa. Kepada

Presiden Republik Indonesia waktu dan tempat kami berikan.

4. Kompetensi: kompetensi decoding, yaitu intepretasi pesan tuturan verbal dengan tampilan ekspresi melalui gerakan bibir terlipat.

5. Konteks: konteks kultural, yaitu pembelajaran di dalam kelas, mitra tutur menyimak penutur ketika menjelaskan materi. Gerakan bibir terlipat menampilkan kebiasaan tertentu yang dipengaruhi latar belakang

budaya. Kebiasaan tersebut merujuk pada konteks kultur. Peristiwa tersebut terjadi pada kelas program studi Pendidikan Sejarah dan gerakan dilakukan oleh seorang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia.

Data di atas menunjukkan ekspresi serius saat menyimak tuturan dari penutur. Ekspresi serius berbeda dari sebelumnya (lih. data 10), perbedaan terletak pada gerakan bibir. Pada data 11 mitra tutur seperti melipat bibir, gerakan tersebut seperti telah dipengaruhi konteks kebudayaan Jawa. Ekspresi tersebut terkesan lebih ikonis secara visual. Ekspresi serius di atas tanpa disertai dengan tuturan verbal sehingga ekspresi tersebut dapat dikatakan sebagai listener semantic adaptor, ekspresi-ekspresi biasa dalam menyimak sebagai bentuk kesepahaman (Burgoon, 2016). Namun, konteks kebudayaan Jawa memaknai ekspresi serius di atas menjadi ekspresi yang ikonis. Ekspresi di atas diyakini hanya terjadi pada mitra tutur yang telah terpengaruhi konteks kebudayaan Jawa.

Data 19

1. Wujud: ekspresi serius penutur 1. Keterangan: gerakan terjadi ketika

dosen tersebut meminta salah mahasiswa menjawab pertanyaan. Gerakan bibir tersebut memang menunjukkan sikap yang sering ditunjukkan di kelas.

2. Tuturan: mbak Wulan analisislah

3. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu penyampaian pesan tuturan verbal dengan disertai gerakan bibir terlipat. 4. Konteks: konteks kultural, yaitu

interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur menunggu mitra tutur yang merespon pertanyaannya. Gerakan bibir terlipat menampilkan kebiasaan

seorang penutur yang terpengaruh dengan latar belakang budaya Jawa. Peristiwa tersebut terjadi pada kelas program studi Pendidikan Fisika dan gerakan dilakukan oleh seorang dosen mata kuliah Bahasa Indonesia.

Data di atas menujukkan seorang penutur bertanya kepada salah satu mitra tutur dengan ekspresi serius. Ekspresi tersebut juga muncul dengan lipatan bibir pada penutur. Penutur menunggu salah seorang mitra tutur yang telah disebutkan namanya untuk menjawab pertanyaannya. Penutur tersebut mengajukan permintaan kepada salah satu mitra tutur, “Mbak Wulan analisislah struktur kalimatnya?” setelah itu penutur menunggu respon dengan gerakan bibir. Gerakan tersebut lebih menunjukkan sikap penutur yang tenang dan serius. Ekspresi tersebut menjadi percakapan regulator, artinya ekspresi yang menjadi penanda bahasa terkait dengan

turn taking dalam suatu interaksi. Pada tuturan penutur jelas menunjukkan bahwa

penutur memang memberi kesempatan berbicara kepada salah satu mitra tutur. Ketika penutur mengakhiri tuturan verbalnya, penutur melipat bibir yang menunjukkan ekspresi serius. Dengan demikian, ekspresi tersebut berperan pula sebagai syntactic display, menampilkan informasi gramatikal disertai tuturan verbal (Burgoon, 2016).

Ekspresi yang dipengaruhi oleh situasi biasanya mengakibatkan seseorang berekspresi serius berlebihan sehingga terkesan bahwa orang yang berekspresi tersebut sedang dalam keadaan emosi yang negatif. Perekaman data di lapangan menunjukkan salah satu situasi seorang mitra tutur yang seperti sedang sedih atau murung. Ekspresi murung tersebut muncul pada saat mitra tutur tersebut berdiri di depan kelas.

Data 14

1. Wujud: ekspresi murung mitra tutur 2. Keterangan: gerakan tersebut terkesan

menunjukkan ekpresi murung atau cemberut. Ekpresi tersebut terjadi ketika salah satu rekan presentasinya sedang memberikan penjelasan. 3. Tuturan: beberapa hakikat bahasa.

Yang pertama sistem bahasa bukanlah sebuah unsur yang terkumpul tidak beraturan tetapi diatur secara sistemis

4. Kompetensi: kompetensi decoding, yaitu intepretasi pesan tuturan verbal dengan tampilan ekspresi murung atau cemberut.

5. Konteks: konteks kultural, yaitu presentasi kelompok di dalam kelas, presentator sedang memberikan penjelasan materi. Mitra tutur berada dalam situasi berdiri di depan kelas, sekilas kebiasaan terlihat murung atau cemberut bukan perasaan aktual. Ekspresi tersebut merupakan kebiasaan yang dipengaruhi budaya Jawa, yaitu menutupi perasaan malu di depan umum dengan menunduk dan terlihat murung atau cemberut. Peristiwa tersebut terjadi pada kelas program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan gerakan dilakukan oleh seorang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia.

Data di atas terlihat seorang mitra tutur sedang menundukkan kepala dengan ekspresi murung. Gerakan bibir mitra tutur menunjukkan ekspresinya yang berada dalam situasi murung. Penutur merasa dalam keadaan yang tidak terlalu antusias, merasa cuek dengan situasinya menjadi seorang pembicara di depan kelas. Ekspresi cemberut memberikan dampak negatif baik pada penutur sendiri maupun pada mitra tutur yang melihatnya. Ekspresi tersebut juga menunjukkan perasaan sebagai bentuk respon psikologi, artinya perubahan fisiologis mengacu pada perubahan biologis dalam tubuh seseorang yang terjadi ketika seseorang mengalami emosi (Burgoon, 2016: 289). Dampak negatif pada penutur adalah penutur menjadi orang yang dikenal tidak antusias dan tidak mampu bekerja sama dengan rekannya. Dampak negatif pada mitra tutur adalah mitra tutur semakin tidak tertarik untuk bertanya ketika melihat penutur yang tidak antusias.

Identifikasi gestur bibir selanjutnya adalah ekspresi terkejut. Ekspresi terkejut muncul pada seorang penutur ketika merasa tuturan yang disampaikannya keliru. Gestur bibir terbuka dengan mata membelalak menggambarkan kesan penutur tersebut sedang dalam keadaan terkejut ketika mendengarkan suatu pernyataan. Ekspresi terkejut termasuk ekpresi yang muncul sebagai cognitive gating, artinya setiap emosi menghasilkan penyaluran kegiatan mental, perhatian, dan pemikiran yang unik dan spesifik (Matsumoto, 2013:26). Peristiwa tersebut terjadi ketika penutur menjelaskan sesuatu kemudian dikoreksi langsung oleh mitra tutur.

Data 17

1. Wujud: ekspresi terkejut penutur 2. Keterangan: gerakan terjadi ketika

dosen tersebut keliru memanggil nama mahasiswa dan ditegur salah satu mahasiswa. Penutur mengekspresikan keterkejutan di depan mitra tutur. 3. Tuturan: kata yang bagus jika

dituliskan menjadi kalimat seperti apa? Roni? Roy maaf kok jadi Roni

4. Kompetensi: kompetensi encoding, yaitu penyampaian tuturan verbal dengan disertai ekspresi terkejut. 5. Konteks: konteks situasional, yaitu

interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur menjelaskan materi kepada mitra tutur. Ekspresi terkejut

menggambarkan situasi yang terjadi saat penutur bertanya kepada mitra tutur. Gerakan bibir dilakukan oleh seorang dosen dalam kelas mata kuliah Bahasa Indonesia program studi Pendidikan Fisika.

Ekspresi terkejut pada data 17 berperan sebagai ilustrasi tuturan. Ekspresi tersebut mengilustrasikan tuturan verbal penutur. Maka dari itu, kompetensi encoding penutur adalah ekspresi terkejutnya karena penutur menyadari ada kekeliuran pada tuturannya. Ekspresi terkejut penutur juga termasuk syntactic display, ekspresi tersebut menyertai tuturan verbal penutur dan ekspresi menjadi penanda terhadap tuturannya (Burgoon, 2016). Ekspresi tersebut terjadi secara spontan, ekspresi terkejut memberikan kesan bahwa penutur sedang dalam keadaan tidak percaya bahwa dirinya mengatakan tuturan yang keliru. Ekspresi melongo yang ditemukan bukan berarti sebagai ekspresi seseorang yang sedang dalam keadaaan melamun. Ekspresi ini muncul ketika penutur sedang bertanya kepada mitra tutur. Penutur

membuka mulut sambil melihat mitra tutur. Tuturan yang diungkapkan penutur, “yang lain? Yang lain?”

Data 23

1. Wujud: ekspresi melongo penutur 1. Keterangan: ekspresi melongo pada

penutur yang seolah-seolah mencari mitra tutur mau merespon

pertanyaannya Gerakan terjadi ketika dosen tersebut bertanya dan meminta salah satu mahasiswa menjawab. Gerakan bibir seperi pada gambar biasanya disebut gerakan melongo. Gerakan tersebut menunjukkan kebiasaan.

2. Tuturan: Yang lain……..Yang lain 3. Kompetensi: kompetensi encoding,

yaitu penyampaian pesan tuturan verbal disertai gerakan bibir.

4. Konteks: konteks kultural, yaitu interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur sedang menunggu respon dari mitra tutur yang berani menjawab pertanyaan. Gerakan bibir yang ditampilkan oleh penutur tepat

menyertai tuturannya. Gerakan tersebut merupakan kebiasaan. Kebiasaan tertentu merujuk pada sebuah konteks kultur. Gerakan dilakukan oleh seorang dosen pada kelas mata kuliah

Jurnalistik program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Ekspresi melongo pada data 23 dilakukan oleh penutur dapat diartikan bahwa penutur sedang mencari-cari mitra tutur untuk mampu memberikan tanggapan. Ekspresi tersebut berperan sebagai ilustrasi tuturan, artinya ekspresi tersebut menampilkan informasi gramatikal sebagai penanda atau penegas tuturan (Matsumoto, 2013). Jika dideskripsikan dalam bentuk verbal, ekspresi tersebut kira-kira mengutarakan tuturan, “ayo kamu mau jawab tidak”. Ekspresi melongo

khas sekali ditemukan dalam kebiasaan masyarakat Jawa. Eksprersi yang bukan menggambarkan situasi melamun melainkan lebih pada ekspresi yang meminta seorang mitra tutur berbicara. Penutur berarti juga memberi kesempatan turn taking kepada mitra tutur atau dikenal sebagai conversation regulator, ekspresi dapat meregulasi proses turn taking dalam suatu interaksi (Matsumoto, 2013). Selain itu, ekspresi melongo pada gambar tidak menunjukkan ekspresi perasaan. Ekspresi melongo juga dapat disebut sebagai facial emblems (Knapp, 2013), artinya ekspresi tersebut tidak menunjukkan perasaan terkini dari penutur, ekspresi menunjukkan lambang wajah yang spesifik berdasarkan konteks kebudayaan Jawa. Berdasarkan perspektif komunikasi, Matsumoto (2013) mengklasifikasikan beberapa jenis ekspresi wajah, salah satunya adalah cibiran (contempt).

Data 45

1. Wujud: ekspresi cibiran mitra tutur 2. Keterangan: gerakan tersebut terjadi

setelah mitra tutur mendengarkan tuturan dari penutur. Gerakan terjadi ketika mahasiswa tersebut

mendengarkan dosen. Mitra tutur tersebut merespon penutur dengan ekspresi cibiran.

3. Tuturan: saya akan menanyai menagih

eeee menagih literasi anda

4. Kompetensi: kompetensi decoding, yaitu intepretasi pesan tuturan verbal dengan ekspresi cibiran.

5. Konteks: konteks situasional, yaitu interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur sedang menanyakan tugas individu. Mitra tutur merespon pertanyaan tersebut dengan ekspresi cibiran. Interaksi terjadi pada kelas mata kuliah Jurnalistik program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Data di atas menunjukkan seorang mitra tutur yang mengungkapkan ekspresi cibiran setelah mendengar tuturan dari penutur. Mitra tutur terlihat tidak menyukai tuturan yang diungkapkan penutur. Mitra tutur mengintepretasikan (decoding) tuturan tersebut melalui ekspresi cibirannya. Ekspresi tersebut diekspresikan dengan pengetatan sudut bibir atau senyuman (Matsumoto, 2013). Pernyataan tersebut memberi penegasan bahwa gambar wujud bahasa nonverbal pada data 45 terindikasi sebagai ekspresi cibiran. Reaksi melalui ekspresi cibiran merupakan reaksi yang negatif. Pada data 45 ekspresi cibiran yang dilakukan oleh mitra tutur

Dokumen terkait