• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Analisis Data

4.2.2 Analisis Elemen Pelengkap Wacana Argumentasi

4.2.2.3 Elemen Sanggahan

Sanggahan adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasan yang dapat mengurangi atau menguatakan pernyataan. Jika suatu kondisi yang dapat melemahkan suatu pernyataan dapat dikontrol dengan menghadirkan elemen

sanggahan/penolakan maka kedudukan argument semakin kuat. Piranti kohesi yang digunakan untuk menandai elemen sanggahan antara lain kecuali, jika…maka dan jika.

Dalam wacana argumentasi, elemen sanggahan merupakan elemen terbanyak kedua terbanyak jika dibandingkan dengan elemen pelengkap lainnya. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 14 kalimat dalam 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen pernyataan. Data tersebut disajikan di antaranya adalah sebagai berikut.

1. “Meskipun, dari nama-nama yang diberi tanda oleh KPK dan PPATK hingga saat ini belum terdengar lagi kabar untuk ditindaklanjuti ke proses hukum.” (A6.2. 13/01/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Kalimat ini merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “meskipun”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Presiden Jokowi ingin orang-orang yang duduk pada kabinetnya adalah orang-orang yang bersih dan berintegritas, namun nyatanya nama-nama calon yang memiliki catatan khusus juga belum diproses secara hukum.)

2. “Namun, dalam ayat tersebut tidak ada kata wajib atau

mengharuskan Presiden memberikan alasan-alasan pengajuan calon Kapolri kepada DPR untuk disetujui, khususnya komisi yang membidangi hukum di DPR (Komisi III).” (A12.2, 13/01/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “namun”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Presiden dalam hal mengajukan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri disertai alasannya, namun yang perlu menjadi catatan adalah tidak ada kata wajib untuk disetujui DPR.)

3. “Jika dilihat dari sejarahnya bangsa ini terkenal dengan

kepribadiannya yang penuh dengan sopan santun.” (B7.2,

20/01/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang menanggapi kesantunan berbahasa kaum intelektual di media massa. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa bangsa Indonesia saat ini begitu bebas dalam berpendapat hingga mengesampingkan kesantunan berbahasa, ini bertolak belakan dengan citra bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang santun .)

4. “Padahal, beberapa waktu lalu, publik “dicerahkan” oleh hadirnya Bripda Taufik Hidayat, polisi muda di Kabupaten Sleman DIY, yang sederhana, tulus, dan gigih.” (C10.2, 27/01/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “padahal”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa instiusi kepolisian yang kini tengah tercoreng akibat kasus yang dialami BG bertolak belakang dengan sosok sedarhana Bripda Taufik yang sempat menampakkan citra baik di ranah kepolisian.)

5. “Jika itu terus terjadi, hanya akan semakin membukakan mata rakyat siapa yang berbasi-basi membrantas korupsi di negeri ini.” (C11.4, 20/01/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak KPK juga Polri harus transparan dan menjunjung tinggi wibawa sebagai institusi penegak hukum agar dapat memberantas korupsi, namun

bila tidak tidak demikian, masyarakat akan menilai pemberantasan korupsi sebatas basa-basi.)

6. “Jika bukan termasuk penyelenggara negara, Budi Gunawan

dalam menjalankan fungsinya kala itu mengatasnamakan apa? Jika kita merujuk Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” (F8.2, 17/02/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi pasca vonis BG. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya frasa “jika bukan”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG mengelak bahwa kala menjalankan tugasnya, BG bukanlah bertindak sebagai penyelenggara Negara, namun pembelaan tersebut bertentangan dengan pasal-pasal yang disebutkan pada kalimat di atas.)

7. “Jika pihak Budi Gunawan melihat secara jeli atas penangkapan serta penetapan tersangka terhadap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), yang dilakukan para penyidik dari Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu, jelas itupun tanpa didahului pemeriksaan terhadap BW.” (F11.2, 17/02/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku Aktivis Jogja Police Watch yang menanggapi adanya implikasi

pasca vonis BG. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa pihak BG melakukan gugatan praperadilan karena tidak sesuai dengan prosedur penangkapan, namun pihak BG tidak mengingat bahwa penangkapan BW juga mendapatkan perlakuan demikian oleh penyidik Bareskrim.)

8. “Tetapi hal ini tidak diikuti oleh daerah koloninya, termasuk Hindia Belanda (Indonesia) ketika itu, karena pemerintah kolonial menganggap hukuman mati harus dipertahankan dalam keinginan untuk melindungi kepentingan politiknya.” (G8.2, 24/02/15) (Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Kalimat ini merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “tetapi”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menyanggah pernyataan bahwa Belanda telah menghapus hukuman mati sejak 1870, namun tidak diikuti koloninya, termasuk Indonesia.)

9. “Jika hal itu benar terjadi, maka akan sangat mudah bagi para koruptor untuk mendapatkan remisi.” (K4.1, 24/03/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic

Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menguatkan pernyataan bahwa terpidana kasus korupsi tidak selayaknya mendapatkan remisi sebanding tengan tahanan lainnya. Kalimat ini sekaligus menyaggah pendapat Yassona yang berencana meyamakan ketentuan remisi terpidana korupsi setara dengan tahanan lainnya.)

10. “Jika tidak, maka dapat dipastikan Nawa Cita hanya akan terus menjadi gagasan usang pemerintah yang tidak pernah terealisasi.” (K10.3, 24/03/15)

(Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap terpindana kasus korupsi. Kalimat merupakan elemen sanggahan yang teridentifikasi dengan adanya kata “jika”. Kalimat yang berlaku sebagai elemen sanggahan tersebut untuk menguatan pernyataan bahwa memperlonggar mekanisme memperoleh remisi simbol pengakuan bahwa negara lemah terhadap koruptor, Presiden perlu mengulurkan tangan untuk mengatasi hal ini. Kalimat ini sekaligus menyaggah pendapat Yassona yang berencana

meyamakan ketentuan remisi terpidana korupsi setara dengan tahanan lainnya.)

Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, elemen sanggahan situasi di luar kebiasaan. Elemen ini berfungsi untuk melemahkan atau justru menguatkan suatu pernyataan. Sanggahan teridentifikasi dengan adanya frasa “tetapi”, “namun”, dan “jika”. Hasil analisis data di atas sesuai dengan terori yang dipaparkan Abdul Rani (2014:42) bahwa elemen sanggahan dapat diidentifikasi dengan adanya piranti kohesi kecuali, jika, dan jika-maka dalam sebuah kalimat.

Dokumen terkait