Health behaviour & Health belief model
EPIDEMIOLOGY (SURVEILLANCE AND DATA ANALYSIS) dr.Citra Indriyani, MPH
Kontributor: dr.Dianing Pratiwi dan dr.Fitriana
Surveilans kesehatan adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi data kesehatan sistematis yang terus-menerus yang esensial untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kegiatan kesehatan masyarakat. Cakupannya luas, mulai dari early warning system
untuk respon cepat pada kasus penyakit menular, hingga respon terencana pada kasus penyakit kronis yang secara umum memiliki jeda waktu yang lebih lama antara paparan dan penyakit (Bonita et al, 2006). Tujuan dari dilakukannya surveilans adalah untuk mempelajari pola kejadian penyakit yang sedang ada dan potensial suatu penyakit pada suatu populasi, sehingga kita dapat menginvestigasi, mengontrol, dan mencegah suatu penyakit secara efektif pada suatu populasi(CDC, 1968).
Ada dua macam surveilans, yaitu:
 Surveilans aktif, merupakan sistem yang beranggotakan staf yang secara rutin mengontak petugas kesehatan atau populasi untuk mencari informasi mengenai kondisi kesehatan. Surveilans aktif memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu, tetapi mahal.
 Surveilans pasif, terdapat sistem yang tim surveilansnya menerima laporan dari rumah sakit, klinik, unit kesehatan umum, atau sumber-sumber lain. Surveilans pasif relatif tidak begitu mahal dan dapat untuk mensiasati wilayah yang luas, serta memberikan informasi kritis untuk memantau kesehatan masyarakat. Namun, karena surveilans pasif tergantung pada berbagai macam orang dari institusi berbeda untuk mendapatkan data, kualitas data dan ketepatan waktunya sulit dikendalikan (Nsubuga et al., 2006).
WHO juga memaparkan fungsi dari surveilans (Bonita et al., 2006): a. mengenali kasus terisolasi atau terkelompok;
b. menilai pengaruh kejadian pada kesehatan masyarakat dan menilai tren; c. mengukur faktor kausa suatu penyakit;
d. memantau keefektifan dan mengevaluasi pengaruh upaya pencegahan dan control, strategi intervensi, dan perubahan kebijakan kesehatan; dan
61
e. merencanakan dan memberikan pelayanan.
Selain memperkirakan besarnya suatu epidemi dan memantau trennya, data juga bisa digunakan untuk:
a. memperkuat komitmen; b. mobilisasi komunitas; dan
c. mengadvokasi sumber daya yang sufisien.
Dalam prosesnya, surveilans memiliki prinsip dasar, yaitu surveilans harus dirancang dan diimplementasikan untuk menyediakan informasi yang valid (benar) kepada pengambil kebijakan secara tepat waktu dengan biaya serendah mungkin3. Prinsip lain surveilans adalah surveilans harus hanya mencakup kondisi yang mana surveilans tersebut dapat membawa pada pencegahan secara efektif dan juga sistem suveilans itu harus mencerminkan beban penyakit keseluruhan dalam komunitas (Bonita et al., 2006). Kriteria dalam memilih penyakit untuk dilakukan surveilans di antaranya:
a. insidensi dan prevalensi;
b. indeks keparahan (case-fatality ratio); c. tingkat mortalitas dan mortalitas premature;
d. indeks produktivitas yang hilang (bed-disability days); e. biaya kesehatan yang diperlukan;
f. preventabilitas; g. potensial epidemik;
h. kesenjangan informasi pada penyakit-penyakit baru.
Dalam pengambilan data pada surveilans, terdapat beberapa sumber yang dapat digunakan, di antaranya:
a. laporan mortalitas, b. laporan morbiditas, c. laporan epidemic,
d. laporan penggunaan laboratorium (termasuk hasil uji laboratorium), e. laporan investigasi kasus individu,
f. laporan investigasi epidemic,
g. survey khusus (contoh: admisi rumah sakit, register penyakit, dan survey serologi), h. informasi mengenai reservoir dan vector hewan,
62
i. data demografi,
j. data lingkungan (CDC, 1968). Surveilans terdiri dari berbagai jenis: 1. Surveilans individu
Surveilans ini mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, TB, sifilis, dan sebagainya. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.
2. Surveilans penyakit
Surveilans penyakit melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Fokusnya adalah penyakit dan bukan individu.
3. Surveilans sindromik
Surveilans sindromik melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma penyakit, bukan masing-masing penyakit. Yang diandalkan adalah deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum adanya konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
4. Surveilans berbasis laboratorium
Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan memonitor penyakit infeksi.
5. Surveilans terpadu
Surveilans terpadu menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu.
63
6. Surveilans kesehatan masyarakat global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekuensinya, masalah- masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemik global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia yang menyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-bata- negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit yang baru muncul (seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS). Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi(Murti, 2003).
Mengetahui pola spesifik kejadian penyakit di dalam wilayah yurisdiksi institusi kesehatan diperlukan untuk mengidentifikasi perubahan kejadian penyakit dan potensial penyakit, yang nantinya akan memicu dilakukannya aksi kesehatan masyarakat. Pengetahuan ini dapat didapat hanya dari proses kontinyu dan sistematis dari konsolidasi dan analisis data surveilans yang sudah ada.
1. Waktu
Analisis dasar yang biasa dilakukan adalah mengenai waktu untuk mendeteksi perubahan akut insidensi penyakit, misalnya adalah dengan membandingkan jumlah laporan kasus yang diterima pada minggu ini dengan jumlah yang diterima tiap minggunya dalam empat minggu terakhir. Data ini dapat disusun dan diatur dalam tabel, grafik, atau keduanya. Contoh lain adalah dengan membandingkan jumlah kasus pada periode sekarang (misal bulan ini) dengan jumlah yang dilaporkan selama periode yang sama dalam tiga tahun terakhir.
2. Tempat
Jika ditemukan peningkatan insidensi dalam analisis waktu, analisis selanjutnya yang bisa dilakukan adalah analisis data berdasarkan tempat untuk menentukan di manakah kasus tersebut terjadi. Di sisi lain, bahkan jika analisis waktu tidak cukup membantu, wabah local dapat teridentifikasi jika data dianalisis berdasarkan tempat. Namun, dalam praktiknya sebaiknya kedua analisis (waktu dan tempat) dapat dilakukan secara bersamaan. Untuk menganalisis berdasarkan tempat, data disusun dan diatur dalam tabel, peta, maupun keduanya.
64
3. Karakteristik orang
Menganalisis data surveilans berdasar karakterisik orang yang terkena penyakit juga membantu. Usia dan jenis kelamin paling banyak dipaparkan di sebagian besar laporan kasus. Ras tidak selalu ada untuk dianalisis. Variabel lain seperti sekolah atau tempat kerja, pemondokan di rumah sakit, dan faktor risiko penyakit spesifik (seperti perjalanan yang baru saja dilakukan) bisa juga dilaporkan (CDC, 1968).
DAFTAR PUSTAKA
Bonita.R., Beaglehole, R., Kjellström, T., 2006. Basic Epidemiology, 2nd ed. Geneva: WHO.
CDC., 1968. Principles of Epidemiology, 2nd ed. Atlanta: CDC. Murti, B., 2003. Available at:
http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf diakses 20 Juli 2014 Nsubuga, P., White, M.E., Thacker, S.B., Anderson, M.A., Blount., S.B., Broome, C.V., Chiller,
T.M., Espitia, V., Imtiaz, R., Sosin, D., Stroup, D.F., Tauxe, R.V., Vijayaraghavan, M., Trosle, M., 2006. Available at: http://www.dcp-3.org/sites/default/files/dcp2/DCP53.pdf diakses 21 Juli 2014
65
BAB VIIIOCCUPATIONAL HEALTH